When You Lost It

By Delzy1

3.3K 1.9K 1.7K

Berawal dari mimpi buruk. Hari-hari yang seharusnya terdengar wajar bagi gadis itu mulai berubah sejak beber... More

Pengantar
Character List!
Opening
Malam tanpa Ketenangan
Hari yang Indah
Teman
Pertanda Pertama
Kenapa harus meminta maaf?
Pelukan Seorang Dewi
Sekali lagi, Hari yang Indah
Pertanda Kedua
Tak lagi bersama
Penyesalan dan Tuan berwajah teduh
Kartu Nama
Pergi untuk Sementara
Khayalan atau Penglihatan?
Mulai menginap
Sosok kedua
Hampir saja!
Pertanda Ketiga
Kupu-kupu Hitam
Akhirnya, mereka tahu
Tidak ada Keberuntungan (1)
Tidak ada Keberuntungan (2)
Tidak ada Keberuntungan (3)
Tidak ada Keberuntungan (4)
Dunia baru untukmu
Malam Perekrutan
Tekad dan Rencana
Pelatihan Pertama
Suara yang memanggil
Bertemu
Ucapan yang berguna
Bersaing!
Berkumpul
Di tengah kekacauan
Memperluas relasi
Dua golongan
Season 2 : The Beginning (1)
Season 2 : The Beginning (2)
Season 2 : The Beginning (3)
Season 2 : Awal yang buruk
Season 2 : Di Masa yang mana?
Season 2 : Sebuah Foto
Season 2 : Pesta Malam
Season 2 : Kucing dan Kupu-kupu yang berwarna hitam
Season 2 : Foto itu Menghilang!
Season 2 : Pembuat Onar
Season 2 : Seseorang yang tak terduga
Season 2 : Dia yang tidak pernah disangka
Season 2 : Asap hitam
Season 2 : Di suatu malam sehabis kekacauan
Season 2 : Kedatangan pelanggar

Apa aku tidak pantas untuk tau?

61 38 97
By Delzy1

Sekitar 5 Tahun yang lalu...

Seorang pria paruh baya duduk di depan rumah, langit terlihat begitu merona dengan semburat jingga.

Pria tersebut sesekali, membalik halaman koran yang ada di tangannya. Pria tersebut sedikit mengernyit setelah membaca sebuah kalimat yang ada dalam koran tersebut.

"Polisi telah menangkap pelaku yang diduga merupakan pemimpin dari oknum pemuja iblis dan sekte ilegal di daerah pedalaman Blitar."

Pria itu kemudian tersenyum kecut dan sedikit menggelengkan kepalanya.

"Sepertinya, tidak akan semudah itu. Aku pastikan mereka salah mengambil orang." Gumam pria tersebut pelan.

Terdengar suara dari dalam rumah, Pria tersebut menatap ke arah asalnya suara. Menemukan bahwa Putra satu-satunya berniat untuk menemaninya menikmati senja. Bahkan dia membawakan secangkir kopi hitam panas untuk ayahnya.

"Reza..." Ucap Pria tersebut terharu lalu tersenyum.

Lelaki itu kemudian duduk di sampingnya dan menoleh ke arahnya, tersenyum. Setelah itu, Lelaki bernama Reza tersebut menghadap ke depan, memerhatikan beberapa burung yang berterbangan menuju ufuk barat.

Pria tersebut melipat koran tersebut menjadi persegi berukuran sedang lalu meletakkannya di meja.

Pria itu mengambil secangkir kopi yang telah dibawakan oleh putranya. Dengan perlahan pria tersebut meniup kopi itu sampai dirasa suhunya bagus untuk sedikit diminum.

"Ahh...enak sekali." Ucap Pria itu lalu meletakkan cangkirnya di atas meja dan melipat tangannya di dada.

Angin sepoi-sepoi berhembus membuat rambut kecil-kecil Reza mulai berterbangan.

"Ayah, apa Reza boleh bertanya?" Ucap lelaki itu lalu menoleh ke arah ayahnya yang memandang langit dengan senyuman di bibirnya.

Pria tersebut menjawab tanpa menoleh ke arah Reza,
"Silahkan."

"Ayah tau bukan, ibu telah terbaring sakit sejak kita pergi dari rumah lama yang ada di hutan?" Ucap lelaki tersebut.

Ayah menggangguk dan menggumam setuju.

"Apakah ayah tidak merasa ada yang janggal dengan kejadian itu?" Tanya Reza fokus menatap ayahnya.

"Memangnya apa yang janggal? Sudah sepatutnya di umur seperti ini, ibu mengalami sakit-sakitan, ibu sudah berumur 45 tahun." Ucap Pria tersebut tanpa menoleh ke arah putranya.

Matahari mulai turun perlahan di ufuk barat, menandakan bahwa hari semakin larut.

"Tapi ayah... Mengapa pas sekali dengan disaat kita keluar dari lingkungan hutan? Maksudku ibu sudah mengalami demam yang tidak wajar ketika kita untuk pertama kalinya tidak tinggal lagi di rumah lama itu? Apakah sesuatu telah terjadi pada ibu?" Tutur Reza menjelaskan.

Ayah Reza kemudian menggelengkan kepalanya dengan santai menjawab.
"Tidak, tidak ada hal sesuatu yang terjadi pada ibu. Itu semua normal."

"Walaupun ibu sakit terus menerus seperti ini?" Tanya lelaki itu meyakinkan.

"Benar, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan." Ucap pria tersebut lalu mengambil cangkir kopinya kembali.

Reza kemudian menoleh ke arah langit sore itu dan mengernyitkan dahinya, dia tidak faham.

"Bagaimana bisa aku tidak mengkhawatirkan kesehatan ibu? Apa ayah tidak khawatir dengannya?" Ucap lelaki itu sedikit emosi.

Bagaimana seorang suami bisa sesantai itu, ketika diajak berbicara mengenai kesehatan istrinya sendiri? Reza tidak habis pikir.

Ayah Reza meminum kembali sedikit kopinya dan meletakkannya kembali di meja.

"Tentu saja, ayah khawatir, Reza. Kamu jangan terlalu memikirkan yang bukan-bukan, itu tidak baik untuk remaja sepertimu." Ucap ayahnya kemudian menoleh ke arah Reza yang menatapnya dengan kebingungan.

Reza tidak mengerti, ayah bilang khawatir, namun dari cara bicaranya pun terlihat beliau seperti masa bodoh dengan kesehatan ibu. Bagaimana dia bisa diam saja melihat beliau begitu kepada ibu?

Reza menghela nafas kasar lalu menunduk. Mencoba mencerna setiap hal yang pernah dilakukan oleh ayahnya kepada ibu.

Sejauh itu, normal saja, namun ketika tau bahwa ibu kesakitan saat keluarganya pindah rumah. Ayah menjadi aneh...beliau menjadi sedikit tidak peduli pada ibu.

Sebenarnya ada saat ayah begitu telaten saat mengurus ibu, dalam menyisir, memberinya obat, maupun membilas tubuh ibu yang terbaring tidak berdaya di atas kasur. Namun, apa? Reza tidak merasakan adanya keistimewaan disana. Ayah Reza tidak bergeming, menyemangati ibu atau hal apapun yang dilakukan seorang suami kepada istri yang menderita sakit jangka panjang seperti ini. Reza jadi berfikir bahwa ayahnya tidak tulus dalam merawat istrinya.

Reza kemudian menyandarkan bahunya lalu berfikir beberapa topik di dalam kepalanya. Sedetik kemudian, lelaki itu melebarkan pandangan matanya lalu menoleh ke arah ayahnya dengan cepat.

"Ayah! Aku bertemu dengan seseorang hari ini! Dia bahkan memberiku kartu nama!" Ucap Reza bersemangat.

Ayah Reza menoleh ke arah putranya.
"Oh iya? Siapa?"

Reza merogoh sakunya sambil ayah Reza mengambil cangkir kopinya dan meminumnya sedikit.

Setelah merasakan kartu itu, Reza dengan cepat mengeluarkannya dari saku.

Ayah Reza meletakkan cangkirnya dengan sedikit bergetar dan melihat kartu yang dipegang anaknya dengan lekat-lekat.

"Pengirimnya bernama Bahuwirya Cakrasugaha." Ucap lelaki itu sedikit menyipit mencoba membaca tulisan tersebut.

Dengan cepat Ayah Reza berdiri dan mencoba merebut kartu nama tersebut dari tangan Reza. Namun, Reza refleks menjauhkan kartu tersebut dari jangkauan tangan ayahnya.

"Apa yang ayah lakukan?" Tanya Reza keheranan melihat postur dan raut wajah ayahnya sekarang.

Nafas Pria tersebut naik turun tidak karuan, dahinya mulai mengeluarkan keringat.

"Berikan kartu itu, Reza!" Perintah Ayah Reza dan mengulurkan tangannya.

"Ini milik Reza, lagi pula untuk apa Reza menyerahkannya kepada ayah?" Ucap Reza heran dan membela dirinya.

Angin mulai berhembus kencang, Ayah Reza meremas tangannya. Urat di pelipisnya mulai menonjol, ayah Reza benar-benar marah besar.

Dengan cepat ayah Reza berlari lalu memukul kepala Reza dengan tangan kosong, sehingga membuat keseimbangan Reza hilang.

Lelaki itu pun jatuh tergeletak, namun masih dapat menyadarkan dirinya dan meremas kartu itu digenggamannya.

Sebelum ayah mendatanginya kembali, Reza kemudian berusaha untuk berdiri.

"Apa kamu bertemu dengan orang itu?!" Tanya Ayah Reza dengan gigi bergemeretak.

Reza terkejut, dia sedikit ketakutan.
"Apa yang ayah maksud?" Ucap Reza menatap Pria itu dengan pandangan yang membulat sempurna.

Dengan cepat ayah Reza kembali berlari dan memukul kepala Reza namun, Reza berhasil menghindari. Tetapi dengan cepat ayah Reza menendang Kaki Reza membuat lelaki itu terjatuh. Lalu memukul kepalanya beberapa kali.

"Ayah!? Apa yang ayah Lakukan!?" Teriak lelaki itu kesakitan.

Ayah Reza berhenti, dia berdiri, dadanya naik turun, amarah ayah meledak-ledak. Reza tidak mengerti kenapa ayahnya bertindak seperti itu. Dia jengkel, apa yang ayahnya lakukan hanya karena sebuah kartu nama yang tidak diberikan olehnya? Kekanak-kanakan sekali? Kenapa ayah?

Reza mencoba untuk bangun dan melihat ayahnya dengan cepat masuk ke dalam rumah dan meninggalkannya di luar rumah.

Sebelum akhirnya, Reza mendengar suara gemerincing dari dalam yang lama kelamaan semakin jelas. Tunggu, sepertinya suara itu mendekat?

Keluarlah ayah Reza dengan rantai yang dibelitkan di lengannya. Kemudian menghampiri Reza dengan langkah cepat.

Reza yang kebingungan, berjalan mundur sambil menghindari pukulan ayahnya.

"Ayah? Ayah kenapa?!" Teriak Reza.

Ayahnya seperti tidak mendengar lagi perkataan Reza. Beliau kemudian memukul keras bagian ulu hati Reza. Membuat Reza langsung terjatuh dalam sekali pukul, di umur sedini itu.

"Kamu cukup kuat untuk anak seumurmu, seharusnya anak sepertimu akan tumbang dalam sekali pukul di kepala, jadi karena itu dia memberimu kartu nama itu bukan? Hah!" Celoteh Pria itu kemudian mematahkan kaki Reza.

"Akhhhhhh!" Teriak Reza lantang, dia benar-benar kesakitan

"Jangan merengek, kamu hanya akan lumpuh untuk sementara waktu." Ucap pria itu dengan wajah tanpa ekspresi.

Dengan cepat Ayah Reza mengambil kartu nama itu di tangan Reza. Lalu menyobeknya hingga tidak bersisa. Kemudian Ayah Reza mengikat tubuh anaknya dengan rantai besi yang baru saja dibawa lalu menggendongnya dengan posisi tubuh yang ada di pundak.

Ayah Reza segera pergi ke dalam rumah lalu mengunci pintu. Pria itu berjalan cepat, menuju suatu tempat.

Sebelum pingsan, karena kelelahan. Reza membuka matanya,

"Ayah...kemana...kau akan...membawaku?" Lirih Reza menahan sakit.

Setelah itu terdengar suara berat ayahnya,
"Ke bawah tanah."

Setelah itu Reza kehilangan kesadaran.

.
.
.

(Kembali ke masa kini)

Hazel menutup pintu keluar rumah lalu berjalan beriringan dengan Reza. Hazel menoleh ke atas langit, bintang-bintang yang begitu indah itu bertaburan dengan manisnya di angkasa.

Sementara Reza terfokus menghadap ke depan sesekali menoleh ke arah gadis tersebut,

"Lebih bagus pemandangan disini atau di rumah?" Ucap lelaki itu menatap gadis yang terpaku dengan langit tersebut sambil tersenyum.

Hazel mengedipkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Reza.

"Pastinya di rumah lebih baik, langit indah ini mengingatkanku akan sosok ibu." Ucap gadis tersebut tersenyum menatap langit malam.

Reza dengan cepat akhirnya menatap langit tersebut.

Suara dedaunan kering yang mereka injak dalam perjalanan menuju garasi di belakang rumah menjadi pengiring mereka. Malam itu adalah malam yang cerah dengan awan yang bersih hampir disegala penjuru. Bulan pun dapat terlihat dengan jelas. Mata mereka seperti dimanjakan dengan pemandangan yang indah tersebut, sambil dikelilingi pepohonan. Hal itu membuat seakan-akan langit adalah lukisan yang dilindungi dengan pigura dari ujung-ujung pepohonan yang tinggi menjulang tersebut.

"Reza...." Gadis itu menoleh ke Reza yang masih melihat langit itu.

"Hmm?" Gumam Reza.

Setelah itu butuh waktu lama bagi Reza untuk mendapat jawaban dari Hazel. Karena penasaran akhirnya pandangan Reza kembali menoleh ke arah Hazel.

"Dheg!"

Namun, karena Hazel juga fokus menatap Reza. Manik mata mereka menjadi saling bertemu. Seperti ada sesuatu yang tiba-tiba berdegup dengan kencang di dalam dada Reza.

Pandangan gadis itu mulai sedikit sayu. Mata Hazel berair.

Reza terpaku, mereka berdua berhenti berjalan untuk sementara.

"Kamu...paham apa yang dikatakan ayah bukan?" Tanya gadis itu berat.

"Apa?" Tanya Reza bingung menatap Hazel.

Hembusan angin malam yang sepoi-sepoi itu hampir membuat mereka tidak bereaksi apapun. Dengan suhu sedingin itu, harusnya bisa berhasil membuat mereka sedikit menggigil lalu mengusap tangan mereka dengan cepat membuat kehangatan. Mungkin ini karena mereka terfokus satu sama lain.

"Reza, kamu bisa jujur kepadaku? Kamu tidak ingin membicarakan sesuatukah denganku?" Tanya Hazel tatapannya kini semakin dalam, badannya yang condong ke depan kini dia hadapkan persis di depan lelaki tersebut.

"Apa yang harus aku katakan kepadamu?" Tanya Reza, dahinya mengernyit, dia kebingungan.

"Pembicaraan kita di atap sekolah, sesaat sebelum aku pergi ke rumah Tante, reaksimu ketika aku berada di UKS. Reza...apakah kamu tau sesuatu?" Hazel mencoba menjelaskan mendekatkan pandangannya di depan Reza.

Reza terdiam, dia mencoba menelusuri manik mata gadis itu.

"Besok, ketika kamu tau aku akan dibawa oleh Ayah dan Tante ke bawah tanah, aku sempat melihat ekspresimu." Ucap gadis itu sedikit menyipitkan matanya.

"Aku..." Ucap Reza berat.

Hazel kemudian memejamkan matanya sebentar, melepaskan satu bulir air mata yang lolos dari pipinya. Kemudian dia mengusapnya dengan lembut. Setelah itu dia membuka mata lalu menoleh ke arah lelaki tersebut.

"Ekspresimu...apa besok akan terjadi sesuatu kepadaku? Kamu tau? Apa yang akan mereka lakukan kepadaku?" Tanya Gadis itu pelan.

Reza yang melihatnya kini sedikit mengernyitkan dahi bukan karena bingung lagi tapi seperti marah? Entahlah Hazel tidak dapat membaca dengan jelas ekspresi lelaki itu.

Kemudian wajah Reza memancarkan aura khawatir.

"Kamu tidak ingin menjawab pertanyaanku?" Tanya Hazel semakin menatap raut wajah Reza dalam.

Tetapi Reza dengan cepat tersenyum.

"Ah, besok? Tidak akan terjadi apa-apa kepadamu Hazel." Ucap Reza mencoba menghindari pandangan gadis itu.

Hazel sedikit terkejut, melihat reaksi lelaki tersebut.

"Ayolah, mereka adalah orang-orang yang lebih dekat denganmu, aku yakin mereka tidak akan macam-macam kepadamu. Percayalah Hazel." Ucap Reza menenangkan dengan menyentuh pundak gadis itu.

Hazel kemudian menunduk, dia menahan untuk tidak menangis.

"Bahkan Reza tidak ingin memberi tau apapun, padahal aku tau dia mengerti sesuatu..." Pikir gadis tersebut.

Gadis itu kemudian menyentuh tangan Reza lalu melepaskan genggaman tangan lelaki itu di pundaknya.

"Padahal, aku sudah berharap kamu yang akan membantuku, Reza." Ucap gadis itu kemudian menatap Reza dengan pandangan seperti api yang berkobar-kobar.

Reza tercengang. Dia belum pernah melihat Hazel seperti ini. Raut wajah itu. Campuran antara kesedihan dan marah. Membuatnya menyadari kesalahannya.

Hazel mengepalkan tangannya kuat kuat, menggigit bibirnya kuat.

"Hazel..aku-"

"Aku hanya ingin tau Reza, apakah benar-benar sesulit itu?" Tanya Hazel menatap Reza dengan pandangan yang berkaca-kaca.

Sinar dari bulan kala itu membuat figur Hazel bersinar dari belakang, mata coklatnya semakin indah dengan Kilauan sinar tersebut. Air mata yang menggenang di pelupuk matanya semakin membantu membuat matanya menjadi lebih indah. Angin sepoi-sepoi membuat sehelai dua helai rambutnya mengikuti ritme angin, membuat sosoknya makin terlihat berkilau di bawah sinar rembulan kala itu.

Hanya satu yang dapat Reza simpulkan, gadis itu menjadi lebih cantik bahkan disaat marah.

"Aku tidak dapat memberitahumu sekarang." Ucap Reza singkat.

"Kenapa?!" Tanya gadis itu meninggikan suaranya secara tiba-tiba. Membuat Reza ikut emosi mendengarnya.

"Ada banyak yang harus kulakukan, itu semua tidak baik untukmu!" Ucap Reza meninggikan suaranya juga.

Hazel terkejut, namun dia tidak peduli lagi.

"Lalu kenapa kamu bisa tau?!" Ucap gadis itu, setetes air mata terjatuh dari pelupuknya.

"Aku tidak sengaja mengetahuinya," Ucap Reza.

"Lalu kenapa aku juga tidak berhak untuk mengetahuinya?!" Seru Hazel semakin jengkel.

Angin tiba-tiba berhembus dengan kencang, membuat percakapan antara mereka menjadi lebih serius.

"Aku tidak bisa! Kamu tidak bisa memaksaku! Jangan menjadi gadis egois Hazel!" Ucap Reza sukses membuat Hazel tidak dapat menjawab pertanyaannya kembali.

Reza terkejut setelah mengulang ingatan akan apa yang barusan dia katakan. Dia merasa bersalah.

"Hazel...aku-"

Hazel menunduk, dia dengan sukses meneteskan beberapa air matanya.

Reza terdiam, dalam hati dia merutuk dirinya sendiri.

Hazel mengangkat kepalanya, lalu memandang Reza secara dalam.

Reza terkejut, Hazel tersenyum. Senyum yang menandakan seperti melihat "kenyataan yang pahit" Dengan air mata yang masih membasahi pipinya.

"Lalu apa bedanya kamu dengan mereka?" Ucap gadis itu lirih.

Gadis itu kemudian mengusap hidungnya, dan dengan cepat menuntun Reza menuju garasi untuk mengambil sepedanya.

"Pulanglah Reza, ini sudah malam." Ucap gadis itu.

"Tu-tunggu, Hazel!"

Menolak untuk didorong Hazel, Reza kemudian memaksa untuk berbalik dan menatap gadis itu sekali lagi.

"Apa lagi?!" Seru Hazel.

"Bagaimana dengan besok?" Tanya Reza menatap gadis itu lekat-lekat.

Hazel kemudian menggelengkan kepalanya. Lalu mengambil sepeda Reza sendiri dari garasi.

Sekejap kemudian dia meletakkan sepeda gayung tersebut tepat di depan Reza.

Reza dengan keadaan masih bingung juga khawatir menaiki tempat duduk sepeda tersebut dan bersiap menggayung lalu menoleh ke arah Hazel.

Hazel kemudian tersenyum kecut.
"Terimakasih Reza, telah menjadi temanku selama ini."

Reza ingin membalas, namun gadis itu dengan cepat telah berbalik dan melangkah menuju rumahnya.

Reza menggigit bibir bawahnya, kemudian menggayung sepedanya menjauh dari rumah tersebut.

Hazel kemudian berbalik, dan menoleh ke arah Reza melaju.

Setelah memastikan punggung lelaki yang dia tatap itu telah menjauh dia menghela nafasnya pelan lalu berjalan menuju pintu masuk.

Sementara itu, di tengah perjalanan, Reza meremas setir sepedanya. Dadanya naik turun. Giginya bergemeretak sebal.

"Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri, jika sesuatu terjadi pada gadis itu." Pikir Reza kemudian berdecak sebal dan menggayuh sepedanya semakin cepat di tengah gelapnya malam hari itu.
------------------------------------------------------




Continue Reading

You'll Also Like

3.1K 698 12
Hanya karena satu malam itu membuat kehidupan seorang perempuan itu menjadi malapekata. Dia Oline chey mahendra gadis yang introvert yang susah untuk...
1M 7.9K 9
(FIKSI) Lulu,gadis manis bertubuh indah menikah dengan jin,bukan untuk "pesugihan" tapi untuk "perlindungan"
23.6K 4.5K 200
(BL Terjemahan) Title: I Became a God in a Horror Game Status: 589 Chapters (Complete) Author: Pot Fish Chili Genre: Action, Adventure, Horror, Matur...
10.3K 713 22
"Kamu siapa?" "kamu bisa melihat ku?!" penasaran?cuss langsung masuk aja ..banyak plot twist yang ga bakal kalian duga NOT BXB YES BROTHERSHIP Sebe...