Bara My Husband

By Aisya_Slfiani

12.5M 1M 52.9K

Di mata Nara, Bara itu laki-laki dingin dengan wajah datar sedatar-datarnya, dan Bara itu laki-laki tegas yan... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat
Empat Puluh Lima
Empat Puluh Enam
Empat Puluh Tujuh
END
Extra Part
Gara My Boyfie
Finally Cast!!
Bara
About Bara Nara
Open PO Bara

Tiga Puluh Tiga

188K 17.7K 649
By Aisya_Slfiani

Happy reading all!!

🔥

Nara mengelap keringat di dahinya begitu selesai membuat sarapan untuk pagi ini. Ia menghela nafas, mendudukkan diri di pantry guna mengistirahatkan diri dari rasa lelah.

Subuh-subuh sekali, ia harus mengerjakan tugasnya yang akan di kumpul hari ini. Lalu di lanjut tadi pagi mengurus Bara yang kembali muntah-muntah, di lanjut memasak sarapan, dan setelahnya baru membereskan rumah.

Begini saja ia sudah lelah, biasanya malah lebih banyak yang di kerjakan. Dan Nara hampir melupakan satu hal, ia harus mengecek pemasukan tokonya. Nara menghela nafas, meraup wajahnya yang masih kusut karena belum mandi.

Sepertinya ia memang harus memperkerjakan pembantu, dari awal Bara memang sudah menawari, bahkan memaksa, dirinya saja yang keras kepala ingin mengurus semuanya sendiri.

Satu helaan nafas kembali meluncur, Nara memaksakan diri untuk bangun dan menghampiri Bara di kamar.

Begitu membuka pintu, harum parfumnya menguar hingga memasuki Indra penciumannya. Nara mengernyit, tatapannya mengedar mencari Bara yang tak terlihat wujudnya.

"Kak Bara!" Panggil Nara dengan langkah mulai menyusuri kamar.

"Di kamar mandi!" Sahut Bara sedikit kuat.

"Oh, yaudah. Nanti turun ya, sarapan udah aku siapin." Ucap Nara yang mulai memilih baju kotor untuk ia cuci.

"Sayang! Sini dulu, bantuin aku."

Nara mengernyit, Bara sedang tidak modus, 'kan?

"Ngapain? Jangan modus ya!" Peringat Nara tajam.

Di dalam kamar mandi sana Bara terkekeh, "nggak kok! Buruan sini."

Nara menurut saja, di taruhnya keranjang pakaian kotor terlebih dahulu baru ia melangkah menuju kamar mandi.

"Kakak ngapain?" Nara mengernyit bingung ketika mendapati Bara tengah sibuk dengan celana bahannya.

"Resletingnya susah naik, ini gimana?" Bara menatap Nara dengan raut bingungnya, tangannya sibuk menarik-narik resleting celana agar naik.

"Kan celana lain banyak, Kak. Kenapa harus banget ini?" Heran Nara yang mulai melangkah menghampiri Bara.

"Aku maunya celana ini tapi," sahut Bara keras kepala, Nara mendengus di buatnya.

Mengendus bau yang begitu ia kenal, Nara mencium bau kemeja hitam Bara tepat di dada.

"Ih! Ini parfum aku, kok Kakak pakai?"

Bara menyengir, "enak, bau kamu."

Nara bedecak, "baunya feminim Kakak, masa tampilan gagahnya begini bau parfumnya feminim?" Seru Nara tak percaya.

"Biarin, yang penting aku seneng." Bara menyahut bodo amat dengan kedua bahu di naikkan.

Nara hanya bisa geleng kepala, serius deh, suaminya itu tampilannya sudah keren lagaknya bos-bos besar mafia. Tapi sekalinya di dekati, bau parfumnya feminim sekali.

"Terserah Kakaklah, awas tangannya," Nara menepis pelan tangan Bara dari resleting celana bahan hitam tersebut. Ia jongkok, mulai berusaha menaikkan resleting celana yang memang sulit untuk di naikkan.

"Ganti aja deh Kak, celananya," Nara mendongak, mulai kesal karena resletingnya nyangkut.

"Nggak mau sayang, ayo dong, pasti bisa!" Bara menyemangati, Nara mendengus mendengarnya.

Dengan geram dan penuh tenaga Nara kembali menarik resleting celana Bara. Dan tau ujungnya apa? Resleting celana itu rusak, terlepas bebas dari tempatnya.

"Yang ..." Bara memandang Nara dengan wajah kagetnya.

Nara mendengus, "dahlah, emang waktunya diasingkan ini celana," gerutu Nara yang kembali berdiri tegak.

"Tapi-tapi---"

"Sttttt ..." Kalimat Bara Nara stop dengan cara meletakkan telunjuknya di bibir Bara.

"Buka celananya, aku cariin celana baru," titah Nara final.

Wajah Bara tertekuk, "tapi aku mau yang ini," ucapnya pelan.

"Ohhh ... Nggak nurut? Tetep mau pakai celana yang nggak ada resletingnya, iya? Mau ngeliatin ke orang-orang kalau celananya rusak biar ada yang benerin?" Nara bertanya dengan mata melotot tajam dan tangan berkacak pinggang.

Bara mengkerut, kenapa istrinya jadi makin galak begini? Bara hanya bisa meringis, di awal pernikahan memang ia yang berkuasa dan mengintimidasi Nara, tapi semakin berjalannya usia pernikahan mereka, Nara menunjukkan pamornya, ia memperlihatkan seperti apa istri itu sebenarnya. Berkuasa, penuh perintah dan tak terbantah.

Bara menggeleng, "nggak gitu, yaudah deh, cari celana yang lain. Tapi warnanya hitam juga, ya?"

"Gitu kek dari tadi, suamiiii ..." Nara mencubit pipi Bara gemas, terlalu gemas hingga kesannya memang benar-benar mencubit dalam artian sebenarnya.

Begitu Nara keluar dari kamar mandi, Bara mengusap pipinya, "sakit tau," gerutunya pelan. "Mana sekarang jadi galak, padahal nggak PMS."

..o0o..

Tau apa yang paling karyawati perusahaan Bara tunggu setiap pagi? Yaitu kedatangan Bara. Bos besar mereka itu benar-benar memesona dan tampan luar biasa.

Contohnya saja sekarang, Bara dengan setelan hitam-hitam beserta kacamata hitamnya, benar-benar membuat karyawati tak mengedip. Tatapan tajam beserta wajah datar itu benar-benar memikat, bahkan beberapa karyawati sampai menghalu punya hubungan spesial dengan bos mereka seperti di novel-novel.

Memasuki ruangannya, Bara dapat melihat tumpukan kertas yang pastinya harus ia periksa dan beberapa ia tanda tangani. Baru melihat saja, Bara sudah pusing. Menghela nafas, Bara mendudukkan diri di kursi kebesarannya, mulai mengerjakan pekerjaannya sambil menunggu Laskar masuk untuk membacakan jadwalnya hari ini.

Ketukan pintu terdengar, Bara tak ada niat sama sekali untuk menyahut atau sekedar mengangkat kepala.

Tuk!

Secangkir kopi hitam tanpa gula sudah tersedia di meja kerja Bara, Laskar yang baru saja meletakkannya mulai membuka iPad di tangannya.

"Jadwal Bapak hari ini hanya ada meeting bersama karyawan dan makan siang bersama Pak Harry guna membicarakan projek aplikasi pintar yang akan kita dan perusahaan mereka buat." Ucap Laskar sambil membaca iPad di tangannya.

Bara mengangguk, "jam berapa meeting bersama karyawan? Tanyanya dengan tangan terus bergerak membolak-balik kertas di tangannya.

"Jam 10, Pak." Jawab Laskar yang sedari tadi berbahasa formal.

Bara mendongak, akhirnya ia menatap Laskar yang sedari tadi menatapnya.

"Kesini," pinta Bara yang membuat kerutan bingung terlihat di dahi Laskar.

Menyadari tatapan Bara yang tajam, Laskar segera berjalan mendekat kearah Bara. Bara terlihat mengernyit dengan jari menjepit hidung.

"Sana, jauh-jauh, Lo bau banget!" Bara mengibaskan tangannya, Laskar mundur dengan wajah masamnya.

Di ciumnya ketiaknya yang masih harum dengan bau parfum mahalnya, Laskar mengernyit. "Mana ada! Gue harum gini di bilang bau!" Kesal Laskar yang sudah hilang keformalannya terhadap bosnya ini.

"Apaan, bau bangkai." Ucap Bara dengan kejamnya.

Laskar sampai melotot mendengar perkataan Bara yang super kejam, "asem! Gue harum parfum mahal begini di bilang bau bangkai? Perlu gue sterilin tuh hidung?!" Sahut Laskar menggebu.

Bara mendatarkan wajahnya masih dengan jemari menjepit hidung. "Keluar, ganti baju Lo dan jangan pakai parfum itu lagi. Sampai Lo balik dengan tampilan dan bau serupa, gaji dua bulan raip." Ancam Bara tak main-main, Laskar sampai melotot mendengarnya.

"A-S-W Lo!" Laskar berucap emosi, ia berjalan keluar dengan langkah lebar dan menghentak.

Brak!

Pintu di tutup dengan begitu kuat, Bara sampai berjengit mendengarnya.

"Nasib punya sekretaris temen sendiri ya gini, nggak ada sopan-sopannya sama atasan." Gumam Bara kembali melanjutkan pekerjaannya.

Lima belas menit kemudian, Laskar kembali dengan setelan baru dan tentunya bau parfum yang sudah berbeda.

"Nih, yang Lo minta," Laskar menyerahkan sebuah map berwarna biru.

Bara yang tengah menandatangani beberapa dokumen menghentikan pekerjaannya. Di ambilnya map tersebut dan di bukanya, Bara tersenyum kecil melihat apa yang ada di dalamnya.

"Kerja bagus," ucap Bara puas. Segala macam dokumen yang bersangkutan dengan penthouses yang kemarin ia inginkan sudah ada di tangannya.

Terobos sajalah pikir Bara meski tanpa izin Nara, kali ini ia benar-benar menginginkan penthouses mewah yang rekan kerjanya dari London tawarkan.

"Udah 'kan, Bar? Mau balik kerja nih gue," ucap Laskar memecahkan lamunan Bara tentang apa yang akan Nara lakukan jika nanti ia ketahuan membeli penthouses.

"Hmm," dehem Bara sambil menutup map di tangannya.

Laskar bernafas lega, ia berbalik ingin kembali ke ruangannya.

"Eh, Laskar!" Panggil Bara yang membuat Laskar menghentikan langkah, berbalik dengan sebelah alis naik keatas.

"Paan?"

"Beliin gue buah-buahan." Bara mengambil dompetnya dari kantung celana, mengambil salah satu kartu diantara banyaknya kartu.

"Buah apaan? Buah khuldi?" Tanya Laskar heran, tumben sekali Bara memintanya membelikan buah-buahan.

"Terserah, beli aja semua jenis buah di mall." Bara malas berfikir, ia langsung melemparkan kartunya pada Laskar. Susah payah cowok itu menangkapnya.

Laskar memperhatikan kartu di tangannya, "kenapa nggak black card sih?" Tanya Laskar sebal.

"Males, entar Lo bilang ilang padahal masuk dompet Lo."

Laskar mendengus, yakali dirinya mengambil punya orang tanpa bilang-bilang.

"Su'udzon mulu Lo sama gue," decak Laskar yang tak di tanggapi Bara. Laskar mengangkat tangannya, membuat gerakan seperti sedang mencakar yang di tujukannya pada Bara yang kembali sibuk bekerja.

Brak!

Kembali, pintu lagi-lagi di banting keras oleh Laskar. Bara memandang tajam pintunya, awas saja jika sampai pintunya rusak, gaji Laskar akan ia potong.

..o0o..

Bara mengendarai mobilnya memasuki komplek perumahannya, begitu sampai di dekat rumahnya, Bara di buat terpaku pada pohon mangga dan belimbing di rumah Leo yang berbuah lebat.

Bara meneguk liur, menggoda sekali dua macam buahan itu untuk ia makan. Setelah berhasil masuk kedalam pekarangan rumahnya, Bara langsung saja turun.

"Jangan di tutup, Pak!" Bara menghentikan pergerakan satpam rumahnya yang akan menutup pagar.

Langkah lebarnya langsung mengarah ke rumah Leo, di lihatnya Leo tengah ngumpul bersama teman-temannya.

"Leo!" Panggil Bara setelah di bukakan pagar oleh satpam rumah Leo.

Leo mendongak, game di ponselnya ia pause begitu mendengar Bara memanggilnya.

"Kenapa Bang?" Leo berjalan menghampiri Bara.

"Buah mangga sama belimbing itu kamu jual nggak?" Tanya Bara bermaksud membeli buahan yang tertanam di pekarangan rumah Leo.

Leo menggeleng, "nggak, tapi kalau Abang mau ambil aja, nggak usah pakai beli-beli."

Bara mengangguk, Leo bertanya, "Abang mau? Kalau mau aku suruh Pak Didit buat ngambilin."

"Hm, saya mau. Nggak usah banyak-banyak," ucap Bara dengan anggukan kepalanya.

"Pak Didit!" Leo memanggil, satpam rumah Leo yang bernama Pak Didit itu menghampiri.

"Kenapa Den?"

"Tolong ambilin buah mangga sama Belimbing buat Bang Bara," pinta Leo yang langsung di angguki Pak Didit.

"Mangganya yang muda Pak," ucap Bara. Ia ingat tadi Laskar membelikannya buah mangga yang sudah matang.

"Siap!" Pak Didit memberikan hormat, langsung menjalankan perintah dari tuannya.

"Duduk dulu Bang," ujar Leo mempersilahkan Bara untuk duduk di teras rumahnya.

Bara mengangguk, ia mengikuti langkah Leo menuju teras rumah yang di penuhi teman-teman Leo.

Beberapa menit kemudian, Bara sudah mendapatkan buah incarannya, ia pun berterimakasih pada Leo dan langsung pulang ke rumah. Mengambil belanjaannya yang ada di dalam mobil, tangan Bara penuh akan kantung kresek berisikan buah-buahan.

"Assalamualaikum!" Bara memasuki rumah, berjalan mencari istrinya yang sudah sangat di rindukan.

Merasa salamnya belum mendapat sahutan, Bara memanggil Nara, "sayang!"

Bara mengernyit begitu tak sama sekali ia dengar suara istri kecilnya. Melewati ruang tengah, ia dapati Nara tengah tertidur di sofa dengan televisi menyala.

Bara menghampiri, ia letakkan di lantai dua kantung kresek buah-buahannya. Tepat di hadapan Nara, Bara berjongkok guna memberikan kecupan di dahi istrinya.

Nara terusik begitu merasakan usapan di pipinya, matanya di paksa untuk terbuka, dan Nara mendapati Bara tengah menatapnya teduh begitu membuka mata.

"Kakak udah pulang? Jam berapa?" Nara bangun, melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul lima sore.

"Hmm. Capek banget ya?" Tanya Bara sambil mengelus pipi Nara masih dengan posisi yang sama.

Nara tersenyum kecil, "harusnya aku yang nanya gitu," ucap Nara melabuhkan satu kecupan di bibir suaminya.

Bara terkekeh, "masih tetep ngeyel nggak mau memperkerjakan pembantu?" Tanya Bara dengan alis terangkat sebelah.

"Dulu nggak mau, sekarang mau, nggak kuat lama-lama ngurus rumah sebesar ini," keluh Nara dengan pandangan mengedar menatapi rumahnya.

Mencubit pipi Nara, Bara di buat gemas dengan raut wajah ngantuk Nara. "Besok pembantu udah stay disini."

Nara hanya mengangguk, ia langsung memeluk Bara, melingkarkan tangannya pada sekitaran pinggang suaminya setelah Bara duduk di sebelahnya.

"Itu apa?" Tanya Nara begitu melihat dua kantung besar kresek dari mall.

"Buah."

"Semuanya?" Tanya Nara mendongak menatap Bara, Bara mengangguk.

"Banyak banget, buat apa cobaan?"

"Aku mau makan rujak, tapi maunya kamu yang bikin."

Mendengar ucapan Bara, Nara langsung saja meraih salah satu kantung kresek tersebut.

Nara tertawa, "mana ada rujak pakai buah melon, leci, stroberi, peach sama anggur." Ucap Nara geleng kepala begitu melihat isi di dalam kantung kresek tersebut.

"Kakak ngeborong buah di mall, ya?" Tanya Nara kembali meraih kantung kresek satunya lagi.

"Abisnya nggak tau buahnya apa aja, aku beli aja semuanya." Ucap Bara polos.

Nara tergelak, di cubitnya pipi Bara dengan gemas, "suamiku-suamiku, kelakuanmu ya Allah ..." Nara menggerakkan pipi Bara keatas kebawah.

"Swakwit swayang," keluh Bara lemah.

Nara terkekeh, melepaskan cubitannya di pipi Bara dan ganti mencium kedua pipi itu bergantian.

"Masih sakit?" Tanya Nara dengan kedua alis di naik turunkan.

"Masih, soalnya ininya belum di cium." Bara menunjuk bibirnya sendiri, mencebik lucu berharap Nara tergoda seperti dirinya yang selalu tergoda meski Nara diam saja.

"Iihhh ... Itu mah modus!"

"Nggak modus sayang. Ayo cepetan, nggak boleh nggak nurut sama suami." Ucap Bara dengan bibir di monyong-monyongkan.

Nara tergelak, susah payah ia menghentikan tawanya hanya agar bisa berbicara. "Nih, aku serahin diri." Ucap Nara bersiap untuk di cium Bara.

Bara merengut, "nggak mau ... Maunya kamu yang cium aku, cepetan sayangggg."

Bara memaksa, dan Nara hanya bisa pasrah jika sudah begini. Sepuluh menit kemudian, keduanya menyudahi kegiatan mereka dengan Bara yang tidak rela.

"Udah ih, Kakak mah mintanya di cium doang, tapi ujungnya sampai kemana-mana." Nara sebal sendiri, habis sudah dirinya di buat Bara dalam waktu sepuluh menit.

Bara nyengir, "ayok, buatin rujak, udah nggak tahan pengen makan."

Nara mengernyit, "dih, kayak mau pup aja pakai nggak tahan." Nara geleng kepala sendiri mendengar kata-kata Bara.

"Ayoook sayang, nanti habistu baru kamu yang aku makan." Bara meraih dua kantung kresek berisi buah-buahan tersebut, tangannya yang kosong segera meraih jemari Nara dan membawa istrinya menuju dapur.

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 208K 56
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
4.7M 249K 56
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...
1.1M 54.3K 52
-Ketua Geng Motor -Nikah Terpaksa Arkana Septian, lelaki berparas tampan. Seorang Mahasiswa yang menjadi pelatih taekwondo di kampus nya. Dan ketua...
3.3M 271K 46
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...