Pure Vampire

By GarnetMagenta

4.9M 160K 18.5K

[DITERBITKAN OLEH BUKUNE] Cover by: @Ariski Bagaimana jika kamu menjadi seperti Claire Watson, seorang 'budak... More

PENGUMUMAN
Mohon Dibaca
Keputusan
1. Pertemuan Pertama
2. Kehidupan Baru
3. Beradaptasi
4. Sikap Aneh
6. Awal
7. Kejadian di Danau
8. Buku Para Peri
9. Dua kesalahan
10. Sebuah Legenda
11. Negeri Peri
12. Kalung Ruby?
13. Melrose (?)
14. Golden Clover
15. Gadis Mimpi
16. Kegagalan
17. Ratu
18. Pernyataan Sebuah Rasa
19. Ukiran Belati
20. Leo dan Kejujuran
21. Pengkhianatan
22. Raja
23. Immortal Tree
24. Sumpah Darah
25. Kematian
26. Happy Birthday (?)
27. 17 Tahun yang Lalu..
28. Izin Raja
29. Tamu Terhormat (?)
30. Lucy
31. Nasihat
32. Negeri Manusia Serigala
33. Platina Grail
34. Sebuah Mimpi
35. Retak dan Rapuh
36. Kesetiaan
37. Latihan
38. Malam
39. Negeri Warlock
40. Keras Kepala
41. Jebakan
42. Black and White Magic Book
43. Rasa Takut
44. Nyaris (?)
45. War
46. War (2)
47. Epilogue
Extra Part: Hari Kelahiran
Extra Part: Danau Marine
Extra Part: Mengikat Janji Suci
Extra Part: Hot and Cold
Extra Part: Penobatan
POLLING COVER
PRE ORDER [CLOSED]

5. Silver Sword

136K 4.9K 160
By GarnetMagenta

    Aku tidak bisa tidur lebih tepatnya susah tidur. Pertanyaan itu terus mengiang ngiang di kepalaku.

         "Kenapa kamu membenci bangsa vampire, Claire?"

     Gambaran itu terus menerus berputar di kepalaku. Gambaran tentang malam kematian Ayahku. Di mana Ibuku menggendong Viccy yang berusia 4 tahun dan membiarkanku menangis sambil membelai rambutku di saat itu terjadi.

      Ini sudah pukul setengah 11 malam. Tapi aku tidak bisa setidaknya beberapa menit saja tertidur. Lalu aku mendengar kunci diputar dari arah pintu kamarku.

       Aku berharap yang datang Luke walaupun tidak mungkin dia datang jam segini setelah apa yang terjadi. Tapi tidak, bukan dia.. Melainkan sosok yang membuatku hampir terlompat dari kasur hanya untuk memberikan hormat. Yah.. Sang Ratu. Aku membungkukan tubuhku untuk hormat padanya.

         "Sudah. Tidak perlu begitu lama." ujar Ratu, Ibunda Luke.

        Aku kembali menegakan tubuhku. Aku melihat banyak kemiripan antara Luke dengan Ibunya. Iris mata yang bisa dibilang keemasan, rambutnya yang cokelat gelombang sempurna serta caranya berbicara yang tidak begitu memakai aksen formal.

         "Ikut aku dan jangan pernah berpikir untuk kabur." Ratu memperingatkanku.

      Dia membalikan badannya dengan anggun dan berjalan dengan langkah kaki yg berirama. Aku mengikutinya dengan bertelanjang kaki. Pintu kamarku dibiarkannya terbuka tapi aku tidak berani mengatakan sepatah kata pun.

      Dia membawaku ke tempat sebuah patung yang kurasa.. Leluhur mereka. Sesaat dia terdiam. Lalu dia maju dan mendorong pangkal pedang yang patung itu pegang. Seketika, lantai di sebelah kiri patung bergerak dan tangga menuju ke bawah terlihat. Ruang bawah tanah? Entahlah.

     Ratu mengayunkan tangannya kepadaku. Memberi tau bahwa aku harus mengikutinya berjalan ke bawah. Aku hanya mengikutinya. Kakiku merasakan dinginnya lantai marmer tangga ini. Obor - obor terpasang di kanan dan kiri.

    Di lantai bawah ini, hanya terlihat satu pintu berwarna putih bersih. Dengan sedikit ukiran berwarna silver di sekelilingnya.

    Ratu mengambil kunci dari saku gaunnya dan membuka pintu itu. Setelah pintu itu dibuka, terlihat seseorang terbaring di kasur. Aku tidak tau siapa itu. Terlalu gelap untuk melihat siapa yang terbaring.

       Seseorang itu tiba - tiba bergerak lalu duduk. Dia terlihat lelah.

       "Uh.. Mama. Ada apa datang kemari?"

       Mama? Tunggu.. Itu Luke? Benar - benar tidak terlihat bahwa itu dia.

       Ratu terlihat lebih lelah, "Luke, Mama tidak mau terlalu malam membawa gadis fanamu ini."

        "Gadis fana?" dia menoleh. "Maksud Mama.. Claire..?"

         "Ya. Ini dia."

         Luke terlihat kesal, "Tapi Ma.. Ini masih jam 11 kurang."

    "Sudahlah Luke. Bersyukur Mama mau membawanya kemari." Ratu berbalik. Dia segera menutup pintu yang berada di belakangku dan menguncinya. Lalu aku tersadar, ruangan ini dipenuhi sesuatu seperti besi untuk sebuah sel.

         "Cukup geli melihatmu memakai piyama dengan bertelanjang kaki seperti itu, Claire."

     Dia terlihat agak terkikik melihat penampilanku sekarang. Aku juga melihat Luke yang agak asing penampilannya. Aku tidak pernah melihatnya memakai kaus berlengan pendek. Biasanya dia serba tertutup. Mungkin karena sekarang dia tiba - tiba didatangi Ibunya dan.. Aku.

        "Yah.. Aku juga tidak pernah melihatmu memakai kaus seperti itu." balasku setengah enggan.

        "Mm.. Yah.. Memang."

        "Ini kamarmu?" tanyaku.

        "Kamar? Ini kamar keduaku. Kamu bisa menyebutnya sebagai 'penjara' kalau mau."

        Aku bertanya kembali, "Jadi, intinya ini bukan kamarmu?"

        "Bukan. Hanya menjadi kamar jika aku bertingkah tidak menyenangkan hati orang tuaku."

     Aku berjalan mendekati kasurnya. Lalu Luke mengayunkan tangannya kepadaku agar aku duduk tepat di depannya

         "Apa yang kamu lakukan memangnya hari ini?"

          Mengajakmu ke tempat Bibi Helena."

        "Mereka tidak suka?"

         "Ya. Mama menyita motorku. Puas?"

         "Memangnya kenapa mereka tidak suka?" aku bertanya dengan malas.

   "Mereka terlalu overprotective kepadaku. Keterlaluan. Aku bukan vampire kecil lagi!" Dia menghempaskan tubuhnya dengan perasaan frustasi. Sejenak aku terdiam. Memandang ke arah jendela. Entah kenapa, tiba - tiba tubuhku menggigil.

         "Di luar.. Hujan ya?" aku menanyakan hal bodoh.

         "Menurutmu bagaimana? Tentu saja hujan." Luke bergerak untuk duduk di sampingku.

         "Maaf. Di sini tidak ada perapian. Yang ada hanya selimut ini."

     Dia memberikanku selimut wol biru dengan kombinasi wol putih. Selimutnya tebal sekali. Setelah menerimanya, aku langsung menaruh selimut itu di sekelilingku dan.. Hangat.

         "Terima kasih." jawabku singkat.

        Luke hanya melirikku sebentar dan tersenyum. Aku jadi teringat pertanyaan yang membuatku susah tidur.

          "Ehm.. Luke.."

          Luke mengatakan hal konyol, "Apa? Ingin aku menghentikan hujan?"

           "Tidak! Kamu mengada ada saja. Bukan itu."

           "Lalu kalau bukan soal hujan apa lagi?"

           "Soal pertanyaanmu tadi pagi. Tentang kenapa aku membenci bangsa vampire itu..."

            "Ya. Kamu tidak menjawabnya kan?"

          "Tunggu aku selesai bicara dulu. Aku akan menjawabnya sekarang. Jadi, sebenarnya seperti yang aku bilang. Aku tidak membenci kalian hanya saja.. Aku takut dengan kalian." jelasku.

            "Ya dan pertanyaannya adalah kenapa?"

            Aku menunduk, "Karena.. Bangsa kalian yang membunuh Ayahku."

     Luke menoleh, menatapku, "Maaf. Kalau ceritanya begitu aku tidak akan memaksamu menjelaskan lebih dalam lagi."

         "Tidak apa - apa. Aku malah ingin memberitaukannya padamu. Kurasa kamu lebih baik tahu. Jadi, begini.." kataku memulai.

      "Di saat umurku yang ke 7 tahun dan Viccy masih berumur 4 tahun. Walaupun keluargaku sudah menjadi salah satu 'tawanan' vampire sejak lama, tapi kami cukup untuk dibilang keluarga bahagia. Malam itu, adalah malam ulang tahun pernikahan orang tuaku. Aku ingat jelas bahwa Bundaku menyiapkan hidangan yang banyak. Bunda membuat hidangan yang sangat jarang dibuat. Pie apel. Sambil makan hidangan penutup itu, kami bercengkrama dengan bahagia. Teringat Ayahku menggoda Viccy yang masih polos. Sesaat kemudian, lampu rumah mati. Ayahku mengecek keluar sementara Bunda menggendong Viccy dan aku memegangi tangan Bunda dengan perasaan takut. Di luar, ternyata seluruh area perumahan gelap. Tidak ada satu pun titik cahaya selain lilin yg di bawa Ayah. Tiba - tiba.. Ayahku hilang.. Lenyap.. Lilinnya jatuh dan apinya mati. Bundaku beberapa kali berteriak memanggil Ayah. Tapi yang terdengar hanya suara semilir angin malam yang dingin.

           'Bunda, Ayah di mana?" tanyaku dengan perasaan takut.

     'Sabar ya sayang. Ayah pasti sebentar lagi datang,' Bunda pun tidak percaya pada perkataannya. Setelah beberapa lama, lampu - lampu rumah menyala. Lalu.."

         "Beberapa orang tewas termasuk Ayahku. Mereka dibunuh oleh kalian.. Bangsa.. Vampire.." aku mengakhiri.

          Aku menceritakannya tanpa tangis sedikit pun. Itu kejadian yang sudah lama sekali. Aku telah menangis untuk Ayahku waktu itu dan sekarang.. Tidak lagi. Tapi tetap pahit rasanya mengingat kejadian itu.

         "Maaf tapi ada yang sangat perlu aku tanyakan tentang ini.. Mereka tewas karena digigit atau ditusuk?"

       "Tentu saja digigit! Kalau tidak bagaimana bisa kami tahu itu bukan ulah kalian?!" ujarku dengan emosi.

      "Kalau benar begitu, berarti itu bukan bangsaku tapi para demonture. Jangan samakan bangsaku dengan mereka."

         "Apa yang membuatmu begitu yakin bahwa ya g melakukan adalah para demonture?" aku masih kesal.

         "Karena aku ingat itu penyerangan para demonture ke wilayah kami. Beberapa demonture muda yang melanggar perjanjian. Aku ada di sana Claire. Berusia 109 tahun. Mereka mengancam kami dengan membunuh beberapa kepala keluarga manusia." terangnya.

         Mendengarnya, amarahku padam, sirna dari dalam hatiku. Dia berkata jujur. Tidak pernah aku melihatnya seserius ini.

       "Jadi.. jangan takut padaku. Eh.. Tapi jangan terlalu berani juga nanti kamu kebal di takut takuti."

            "Dasar."

        Walaupun aku berkata begitu, tapi aku nyaris tersenyum. Tidak.. Aku tidak mau tersenyum padanya sekarang. Tidak mau!

             "Uh.. Sudah tengah malam ya? Kamu bercerita lama sekali." suaranya terdengar protes.

              Tapi benar sudah tengah malam sekarang.

        "Sebenarnya aku sedang tidak ingin menggigitmu. Tapi.. Darahmu terlalu manis untuk ditolak." Dia mendekatiku, duduk di belakangku. Lalu menggigit leherku untuk ke 7 kalinya atau kalian boleh menyebutnya dengan 'minum'.

         Walaupun ini sudah ketujuh kalinya namun aku tetap takut untuk melihatnya. Aku selalu menutup mataku sampai dia selesai.

—————————

           Setelah 'pertemuan' itu aku kembali ke kamarku. Tertidur dan bangun esok paginya pukul setengah 7 pagi. Aku terlambat bangun! Tapi dia tidak ada.

            Aneh. Biasanya dia mengangguku dari awal bangun tidur. Entahlah. Apa dia masih dikurung di tempat itu? Bukan urusanku juga sih.

       Kudengar, malam nanti ada perayaan. Entah untuk apa itu. Yang pasti para vampire bersenang senang. Aku hanya berdoa, semoga aku tidak disuruh Luke ikut.

        Pukul 17.15..

     Aku benar benar kesal hari ini! Aku sungguh bosan berada di kamarku terus seharian. Ini menyebalkan sekali. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri kalau Luke hanya datang dan tidak mengajakku keluar, aku hanya akan menjawab 'ya' atau 'tidak' untuknya.

       Terdengar kunci kamarku diputar. Jujur aku tidak mengharapkan seseorang datang. Lalu pintu terbuka dan sosoknya terlihat.. Luke Darwene, berdiri dengan gaya khasnya yang santai itu.

       Dia memakai sweater biru dan celana jeans. Dia terlalu santai. Tidak seperti Putera Mahkota yang penampilannya elegan. Jika kalian berpikir penampilannya seperti pangeran pangeran negeri dongeng, kalian salah besar. Dia lebih seperti remaja biasa yang cuek dengan penampilannya.

          "Claire.. Kabur yuk..?" ucapnya setengah berbisik.

        Awalnya aku terbengong bengong mendengar ajakannya itu. Kabur? Untuk apa? Tapi akhirnya aku ikut dia juga. Dia tidak memborgolku seperti biasanya. Maksudku.. Ini benar - benar kabur?

     Kami tidak berbicara selagi masih di lingkungan kastil. Gerbang kastil tidak dijaga karena matahari masih menyinari. Setelah melewati gerbang dan cukup jauh dari kastil, Luke terlihat lega.

         "Kamu hanya semalam dikurung di 'penjara' itu?" aku memulai.

    Dia menjelaskan, "Yah Mama.. Maksudku Ratu membiarkanku kembali ke kamarku yang sesungguhnya. Aku kabur sekarang karena orang tuaku pasti akan mengenalkanku lagi dengan Puteri Vampire yang cerewet di pesta nanti."

       "Jadi karena pesta itu. Bukankah akan banyak vampire yang ikut dan mungkin semua? Kenapa kamu tidak?"

      "Yah teman temanku akan datang semua. Tapi pesta itu bukan pesta vampire. Maksudku pesta itu dihadiri bukan hanya dari bangsa vampire."

       "Lalu? Memangnya di negeri aneh ini ada makhluk aneh lain selain vampire dan manusia?"

        Luke tersenyum, "Yang kamu tau penghuni negeri ini hanya vampire dan manusia ya? Biar aku tebak, kamu tidak tahu negeri ini terbagi menjadi 5 bagian, ya kan?

       5 bagian? Sungguh sepanjang pengetahuanku hanya ada vampire dan ratusan manusia yang menjadi 'tawanan' mereka. Aku pun menggeleng mantap. Karena memang tidak tau apa - apa.

     "Hah padahal kamu dilahirkan di sini kan? Tapi tidak apa. Aku ceritakan. Negeri ini terbagi menjadi 5 setelah perang beratus ratus tahun yang lalu. Sebelah Utara untuk manusia serigala, Timur untuk para warlock, Barat untuk kaum Peri, Selatan untuk para Demonture dan daerah tengah untuk Vampire non-demonture. Paham?"

         "Aku mengerti. Tapi jadi maksudmu pesta itu untuk semua makhluk?"

       "Ya kecuali Demonture. Mereka tidak berhubungan baik dengan kami. Tapi syukurlah mereka masih mau menerima aturan yang kami semua buat untuk perdamaian. Walaupun tetap saja mereka tidak bisa dipercaya."

         Aku hanya mengangguk mengerti, "Lalu sekarang ke mana kamu akan pergi?"

         "Hm.. Nanti juga kamu lihat tempatnya seperti apa. Aku yakin kamu pasti pernah ke sana."

        Baiklah Luke Darwene. Aku mengikutimu dari belakang seperti penguntit ulung. Tapi itu tidak berlangsung lama. Luke mundur lalu berjalan berdampingan denganku.

       "Aku tidak ingin membuatmu seperti gadis yang mengikutiku dari belakang terus. Cepatlah sedikit." suruhnya.

          "Lebih baik aku jadi gadis itu daripada disuruh cepat olehmu."

          "Aku hanya bercanda Claire. Kapan kamu memiliki selera humor?"

     Aku menjawab enggan, "Aku punya selera humor sejak dulu hanya saja sejak bertemu denganmu, aku jadi kaku untuk setidaknya tersenyum apalagi tertawa."

       Luke tersenyum manis, "Kamu memberiku tugas. Tenanglah akan kulakukan yang terbaik untuk menyelesaikan tugas itu."

           Tugas? Perasaan aku tidak memberinya tugas, "Tugas? Aku tidak memberimu tugas."

           "Ya kamu memberikanku tugas. Tugas untuk membuatmu tersenyum. Ya kan?"

        Untuk membuatku tersenyum? Sungguh sebenarnya dia sudah membuatku nyaris tersenyum. Hanya saja dia tidak tahu hal itu. Argh.. Sudahlah.

           Tapi tunggu, tempat ini kan..

            "Daratan Lane. Bekas perang 120 tahun yang lalu."

         Ya itulah namanya. Daratan Lane. Daratan Lane ini tidak begitu jauh dari pantai. Tempat ini bersih. Jauh dari kata 'perang'. Namun, dulu memang pernah terjadi perang di Daratan ini.

       Tapi aku tidak begitu tau mengenai perang apa. Siapa saja yang berperang. Atau pun mengapa terjadi perang. Seperti yg dikatakan Luke, 120 tahun yg lalu. Sudah lama sekali. Bahkan Luke pun belum lahir kan.

               "Kenapa kemari?" tanyaku.

               "Lewat jalan ini menuju pantai saja. Lebih cepat."

               "Oh jadi tujuanmu pantai? Kenapa tidak bilang?"

               "Malas memberi tahumu."

              Aku hanya meliriknya dengan enggan. Lalu melihat ke bawah. Menatapi hamparan rumput yang terbentang luas.

               'Di sini pernah terjadi pertumpahan darah?' Aku membatin tidak percaya.

            Jika kalian jadi aku, pasti kalian akan berpikiran yang sama. Bayangkan saja. Lapangan yang terhampar rumput hijau yang ditumbuhi beberapa semak liar, beberapa pohon menjulang tinggi di samping lapangan luas ini pernah terjadi peperangan? Wah rasanya tidak masuk akal.

              Hanya duduk di tepi pantai memang rasanya menyebalkan. Tapi itulah yang kami perbuat. Dia tidak mengajakku berbicara malah. Ini lebih parah dari diam di kamar menurutku.

                "Burung.. Magpie..?" ujarku melihat ke angkasa.

              Memang ada beberapa burung Magpie yang sedang terbang di angkasa. Kalian tahu puisi tentang burung Magpie? Sesuai hitungan. Satu..

          "Satu untuk kesedihan, dua untuk kegembiraan, tiga untuk pernikahan, empat untuk kelahiran, lima untuk perak, enam untuk emas, tujuh untuk rahasia yang belum pernah dikatakan.." Luke melantunkan puisinya.

                  Iya itu puisinya. Ternyata Luke juga tahu ya..

                   "Tunggu tadi itu ada tujuh ya?" Luke bertanya.

                   "Berarti.. Rahasia yang belum pernah dikatakan?"

                    Dia mengangguk, "Kamu punya rahasia?"

                    "Tidak ada yang menarik menurutku. Kamu?"

                    "Aku? Banyak sekali."

                     "Hah.. memiliki banyak rahasia kenapa harus bangga?"

                      "Kenapa? Mau aku beri tahu?"

              Luke? Memberi tahu rahasianya padaku? Aneh. Kenapa dia percaya padaku tentang memberi tahuku rahasianya? Aku saja belum percaya padanya.

                     "Memangnya apa? Bahwa kamu pernah menyiram kucing dengan air?" tanyaku asal.

                     "Tentu saja tidak dan itu kejam Claire."

                     "Yah aku hanya menebak."

                     "Bukan itu tapi tentang keluargaku."

                     "Memangnya ada apa dengan keluargamu?"

                     Luke tersenyum, "Aku punya.. Saudari perempuan. Kakak kembar lebih tepatnya."

                      Aku menatapnya. Kakak kembar? Perempuan? Kenapa aku tidak pernah tahu?

                  "Sungguh? Maksudku kenapa tidak pernah memberi tahuku? Bagaimana rupanya? Dia pasti mirip Ratu atau Raja kan? Juga pasti sifatnya berbeda denganmu yg menyebalkan sekali. Ya kan?"

            Luke tertawa kecil mendengar reaksiku saat tahu dia memiliki saudara kembar perempuan.

                "Kuharap juga begitu. Tapi dia sudah.. Meninggal." Ekspresinya berubah drastis. Wah aku jadi merasa bersalah.

                "Maaf.. Maaf Luke. Aku tidak tahu."

             "Tidak apa apa. Sangat sedikit yang tahu bahwa aku memiliki kakak kembar perempuan. Karena itu aku ingin kamu tahu saja."

                 "Pasti usianya sama denganmu sekarang."

               "Ya. Dulu orang tuaku menikah di usianya yang terbilang cukup muda untuk para vampire yang hidup abadi. Ratu berumur 99 tahun dan Raja.. 102 tahun."

                "Uh umur 99 terbilang muda ya?" kataku sambil memikirkan Ratu dan Raja yang berumur 99 dan 102 tahun.

             "Manusia berumur pendek sementara kami abadi, Claire. Itu yang menyebabkan perang 120 tahun yang lalu. Mereka menikah lalu memiliki anak kembar. Aku dan kakak kembarku. Karena aku lahir saat keadaan perang, aku dinamai 'Luke'."

            "Ah.. Jadi maksud dari namamu itu keberuntungan? Aku mengerti sekarang. Lalu siapa nama kakak perempuanmu?" kataku manggut manggut.

                 "Lucy. Lucy Darwene."

                 "Memang kelihatan kembar dari namanya. Lucy dan Luke."

                 "Lucy dan aku bersama hingga kami berumur 8 tahun."

                 "Apa.. Yang terjadi..?" tanyaku hati - hati.

             Luke menoleh, menatapku, "Makhluk yang sama yang membunuh Ayahmu membunuhnya."

                "Maksudmu.. Demonture?"

             Luke mengangguk. Keadaan dia sekarang.. Rapuh. Ingin rasanya menepuk pundaknya dan berkata 'Tidak perlu dilanjutkan'. Tapi aku tidak bisa. Tanganku beku sepenuhnya.

        "Aku tidak tahu apa salah kami. Tapi aku melihatnya. Aku melihat cara demonture.. membunuh.. Kakakku.. Mereka menggigitnya dan tidak menyisakan darah setetes pun."

                "Tapi.. Kamu bilang jika digigit akan menjadi bagian dari mereka.."

              "Ya. Tapi itu jika vampire sudah mulai beranjak dewasa. Silvia sudah dewasa saat digigit. Sedangkan Lucy.. Dia baru berumur 8 tahun. Pertahanan tubuhnya tidak sebaik vampire yang berumur 15 tahun."

            Mata keemasannya terlihat redup sekarang. Dia benar benar rapuh atau kalian bisa bilang dia sedang retak. Dalam keadaannya yang sekarang, dia bisa saja 'pecah' dalam waktu hitungan detik.

            Tapi yang tadi aku kira salah besar. Dengan waktu hitungan detik juga setelah kerapuhan itu, dia tersenyum manis lalu berkata, "Bisakah kita tidak membicarakan hal sedih? Rasanya menyebalkan jika harus berhenti tersenyum."

         Aku hanya diam mendengarnya. Padahal dia tadi sedang rapuh.. Kenapa bisa dalam hitungan detik berubah menjadi biasa kembali?

                Luke menepuk pundakku seraya melihat lurus ke depan, "Matahari terbenam."

            Aku mengalihkan pandanganku ke arah pantai. Benar matahari terbenam dari arah sana. Indah sekali. Jingga dan kuning bersatu menjadi perpaduan yang indah. Betapa indahnya negeri ini.

             "Oya Luke. Kamu tidak perlu berusaha untuk membuatku tersenyum. Aku kan sudah bilang aku kaku untuk tersenyum sekarang. Lagipula memang apa bedanya aku yang tersenyum dengan yang tidak?"

            Luke menatapku lama. Aku jadi bingung kenapa dia melakukan hal itu. Dia lalu tersenyum manis lagi, "Bedanya? Aku yakin kamu akan lebih manis jika tersenyum. Ketakutan juga manis sih."

            Apa? Tadi dia bilang apa? Manis? Seumur hidupku dan sejujurnya aku tidak pernah dibilang manis atau cantik dari seorang laki - laki. Biasanya keluargaku yang perempuan saja yang mengatakan itu. Tapi ini berbeda. Ini bukan keluargaku. Ini Luke Darwene!

       Aku merasakan pipiku panas. Kurasa sudah merah sekarang. Kenapa dia bilang begitu padaku? Apa ini usahanya untuk membuatku tersenyum? Tapi.. Tidak perlu seperti ini kan? Lalu maksud dia apa? Tidak mungkin dia memujiku kan..?

            "Heh aku jujur padamu. Aku bukan monster pembohong yang menyedihkan. Ingat itu"

           Dia sungguhan? Pipiku benar benar erasa panas. Bukan panas karena marah seperti waktu itu. Tapi panas karena.. Malu. Beruntung langit sudah gelap jadi aku tidak perlu repot repot menutupinya.

           Sekarang sudah pukul 20.19. Aku hanya berjalan di belakangnya. Benar hanya berjalan. Tiba tiba dia berhenti. Aku nyaris menabraknya.

            "Ada apa? Kenapa kamu berhenti?"

            "Rasanya ada yang aneh."

            "Aneh? Apa maksudmu?"

            "Perasaanku tidak enak." Aku melihat kilatan perak dari tangannya yang berkacak pinggang.

——————————

          Di luar, dua pengawal terlihat tertidur. Tapi itu hanya kelihatannya. Tiga vampire berada di dalam. Satu dari tiga vampire itu adalah seorang gadis. Sepertinya dia adalah seorang pemimpin.

        Gadis vampire itu terlihat kesal, "Buka segelnya! Ayolah kalian berdua ini bagaimana?! Robert, buka segelnya."

          Vampire yang bernama Robert itu kesal,"Heh diamlah. Jangan cerewet. Beruntung aku mau melakukannya."

       Vampire itu menggambar simbol diantara segel kotak kaca. Setelah selesai, simbol itu membuat segelnya membeku. Lalu pemuda vampire yang satunya lagi segera memotong segel itu dengan pedangnya.

              "Silahkan Puteri." ujar Robert.

             Sang gadis vampire tersenyum puas. Dia mengangkat pangkal benda itu dengan berdecak kagum, "Jadi ini yg namanya Silver Sword? Benar benar tajam. Aku yakin pemimpin akan puas melihat ini."

              "Tentu saja. Leo, kurasa akan ada penganggu kecil di luar." kata Robert.

            Vampire yang bernama Leo tersenyum tipis, "Sudah lama sekali rasanya setelah berpuluh puluh tahun tidak bertemu dengannya. Tapi tunggu.. Kudengar dia sudah memiliki 'budak' ya? Aku penasaran seperti apa rupa 'budak'nya itu."

             "Sudahlah. Aku harus cepat membawa pedang ini. Robert, Leo kalian saja yang mengurus pengganggu kecil itu." ujar sang gadis.

              "Tidak tidak.Kamu dan Robert harus bergegas. Biarkan aku sendiri yang menghadapinya."

              "Uh.. Baiklah dan.. Katakan padaku seberapa dia akan menderita nantinya." kata Robert.

               Leo hanya tertawa kecil mendengar perkataan Robert.


               "Kamu mau ke mana sih?" tanyaku kesal.

               "Sungguh Claire. Susah untuk dijelaskan sekarang. Pokoknya ikut saja, ya?"

            Aku tidak mau menjawabnya. Kilatan perak yang aku lihat tadi ternyata dari sebuah belati berpangkal perak. Sebenarnya apa yang ingin dia lakukan?

               "Ya Tuhan.. Apa yg telah terjadi?"

           Dua pengawal itu tergeletak di tanah. Dengan banyak darah di mana mana. Aku sampai menutup mulutku karena menahan mual.

            Luke berjongkok di depan kedua pengawal atau penjaga itu. Dia mengendus lalu berdiri kembali, "Racun.. Mereka terkena racun.. Ada yang sudah terjadi di sini. Kejadiannya baru dan tidak begitu lama."

                "Memangnya tempat apa ini?"

             "Tempat.. Argh kenapa aku bisa lupa?! Silver Sword!" Dia langsung berlalu. Aku langsung mengikutinya. Aku takut jika ditinggal sendiri di sini.

             Tempat ini sebenarnya bagus. Tapi terlalu gelap. Aku tidak tahu tempat apa ini. Di depan kami ada sebuah kotak kaca tapi terbuka. Luke yang juga melihat itu segera menghampiri kotak kaca itu.

                 "Bagaimana bisa..?!" Luke terlihat marah.

         Terdengar suara langkah kaki. Yang membuatku ketakutan dan bersembunyi di balik punggung Luke. Awalnya hanya terlihat sepatunya. Lalu lama kelamaan terlihat seorang vampire datang dari kegelapan.

                Terlihat adanya kebencian di saat Luke melihat vampire itu. Entah dia sadar atau tidak tapi taringnya keluar dari dalam mulutnya. Luke memperlihatkan taringnya?! Belum pernah aku lihat dia melakukan itu.

                "Sudah bertahun tahun rasanya Pangeran Luke." ujar vampire itu yang mengenal Luke.

                "Leo.." ucap Luke penuh kebencian.

.————————————————————

Note: Alhamdulillah berhasill juga menyelesaikan part ini. Maaf kalau nunggu lama. Maaf juga kalo mengecewakan yaa. Kasih kritik atau saran boleh kok. Jangan lupa vote kalo suka. Makasih bgt ya buat yg udh vote dan baca. 


Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 105K 32
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
637K 38.4K 63
(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraianny...
4.9M 183K 14
Series #2 Fantasi Damn My Mate Is A Nerd [Baca dulu cerita Mine] Hai, namaku Kelvin. Aku anak pertama dari pasangan teromantis sepanjang massa, sia...
368K 21.3K 25
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...