10. Sebuah Legenda

99.7K 3.8K 214
                                    

Claire Pov


Ombak pantai terlihat membelai pasir putih keabuan..

Burung - burung camar terbang di langit senja ini..


Aku terdiam, memandangi semua pemandangan ini. Sendirian dan selalu hanyut dalam keheninganku sendiri. Entah aku ada di mana. Aku dan pikiranku seperti tidak menghiraukan pertanyaan itu. 


Dan entah bagaimana caranya.. Sekarang aku bukan berada di pantai itu lagi. Di hadapanku sekarang adalah sebuah danau beku. Salju mulai turun dan walaupun pakaianku sudah berganti menjadi mantel, tetap saja aku menggigil. 


Aku terkejut melihat pemandangan yang berada di depanku. Di atas danau beku itu, terdapat dua sosok yang terduduk dan terantai satu sama lain. Satu laki - laki dan satu perempuan. Yang laki - laki duduk menghadapku sedangkan yang perempuan duduk memunggungiku. 


Aku mengenali laki - laki itu. Dia.. Luke Darwene. Wajahnya yang pucat tampak seperti serpihan kaca. Matanya menatap kosong ke arah danau yang sudah membeku itu. Sedangkan perempuan yang memunggungiku, rambutnya terlihat berwarna cokelat. Dan anehnya, warna cokelat itu sangat persis dengan warna cokelat rambut Luke. 


Aku ingin ke sana. Tapi entah kenapa kakiku terasa berat. Mereka seperti mencegahku untuk ke sana. Saat kembali untuk menatap Luke dan perempuan itu, Luke mengangkat wajahnya. Mata Luke terlihat lebih cerah dibandingkan warna kulitnya. Mata itu menatapku. Tapi wajahnya datar, tidak memberi emosi apa pun. Tangan kirinya yang dirantai terangkat lalu dia membuka telapak tangannya. 


Dia mengajakku. Tapi kakiku tetap tidak ingin berjalan. Aku hanya bisa menatapnya dengan cemas. Luke pun menggigit bibirnya dan.. tubuhnya terlihat bergetar sedikit. Seolah dia dapat merasakan dingin yang mematikan ini.


Lalu..


Aku terbangun. Jadi.. Itu semua hanyalah mimpi? Tubuhku berkeringat dan aku sedikit terengah engah. Lalu aku pun duduk sedangkan tanganku menopang kening. Apa maksud dari mimpi itu ya? 


"Hei, mimpi apa kamu tadi?" suara setengah malas itu datang dari tepat di sebelahku.


Suara itu juga sukses membuatku sangat terkejut. Tanganku sudah spontan mengarah ke pipinya, nyaris menamparnya. Beruntung, gerakannya sangat cepat. Dia menahan tanganku yang hanya berbeda jarak beberapa milimeter dengan pipinya. 


Luke Darwene.. 


"Gerakan tanganmu cepat. Beruntung aku vampire. Coba kalau tidak, tanganmu pasti sudah menamparku." Luke melepaskan tanganku.

"Kamu keterlaluan! Bagaimana jika aku pingsan tadi?!" protesku padanya dengan kesal.


Dia hanya terdiam lalu tersenyum. Tanganku pun dilepaskannya. Aku menghela napas lega. Kukira siapa tadi. Ternyata pengganggu langgananku. 


Senyum Luke masih terukir di mulutnya, "Selamat pagi. Oya, lain kali jangan hadiahi aku sebuah tamparan. Kasar sekali kamu, Claire."

Pure VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang