When You Lost It

بواسطة Delzy1

3.3K 1.9K 1.7K

Berawal dari mimpi buruk. Hari-hari yang seharusnya terdengar wajar bagi gadis itu mulai berubah sejak beber... المزيد

Pengantar
Character List!
Opening
Malam tanpa Ketenangan
Hari yang Indah
Teman
Pertanda Pertama
Kenapa harus meminta maaf?
Pelukan Seorang Dewi
Sekali lagi, Hari yang Indah
Pertanda Kedua
Tak lagi bersama
Penyesalan dan Tuan berwajah teduh
Kartu Nama
Pergi untuk Sementara
Khayalan atau Penglihatan?
Mulai menginap
Sosok kedua
Hampir saja!
Pertanda Ketiga
Akhirnya, mereka tahu
Apa aku tidak pantas untuk tau?
Tidak ada Keberuntungan (1)
Tidak ada Keberuntungan (2)
Tidak ada Keberuntungan (3)
Tidak ada Keberuntungan (4)
Dunia baru untukmu
Malam Perekrutan
Tekad dan Rencana
Pelatihan Pertama
Suara yang memanggil
Bertemu
Ucapan yang berguna
Bersaing!
Berkumpul
Di tengah kekacauan
Memperluas relasi
Dua golongan
Season 2 : The Beginning (1)
Season 2 : The Beginning (2)
Season 2 : The Beginning (3)
Season 2 : Awal yang buruk
Season 2 : Di Masa yang mana?
Season 2 : Sebuah Foto
Season 2 : Pesta Malam
Season 2 : Kucing dan Kupu-kupu yang berwarna hitam
Season 2 : Foto itu Menghilang!
Season 2 : Pembuat Onar
Season 2 : Seseorang yang tak terduga
Season 2 : Dia yang tidak pernah disangka
Season 2 : Asap hitam
Season 2 : Di suatu malam sehabis kekacauan
Season 2 : Kedatangan pelanggar

Kupu-kupu Hitam

44 39 46
بواسطة Delzy1

Lorong menuju kamar mandi kembali menjadi sepi, dikarenakan seluruh siswa-siswinya telah masuk ke kelas masing-masing. Sambil menunggu Hazel keluar, Reni merogoh sakunya dan mendapati sebungkus permen karet rasa jeruk. Dengan cepat Reni merobek bungkusnya dan segera mengunyah permen tersebut untuk menghindari kebosanan.

Dari dalam sepertinya suara air sudah berhenti, Hazel belum keluar juga. Namun, Reni tidak berniat mengganggu karena memang sahabatnya baru saja mengalami hal buruk.

Sambil mengunyah, gadis tersebut mencoba mengingat kembali, wajah menyeramkan Hazel ketika dia ditemukan olehnya di green house.

"Matanya berubah warna ya...." Pikir gadis tersebut sambil bermain mengait-ngaitkan jarinya, fokus.

Kenapa Hazel melakukannya? Apakah terjadi sesuatu yang buruk disamping kejadian Ibundanya yang telah meninggal? Reni juga baru ingat sudah lama sekali sahabatnya ini tidak pernah bercerita tentang sesuatu secara fokus apalagi masalah keluarganya.

Memang Hazel bukanlah tipe yang akan memberatkan sahabat hanya karena masalah pribadinya. Namun, jika sudah separah ini, bukankah Reni jadi berhak tau? Bagaimana jika kejadian ini terulang lagi diluar sana? Apalagi ketika Reni tidak ada.

Reni memandang langit-langit lorong dan berfikir, tidak adil rasanya jika hanya Hazel yang menderita di fase seperti ini. Reni menjadi sedih, dia merasa perannya sebagai sahabat yang akan selalu ada untuknya sepertinya tidak begitu dipercayai oleh Hazel. Gadis itu bahkan tidak menceritakan apapun lagi setelah sepeninggal ibundanya.

"Aku harus bertanya kepadanya," Ucap Reni lirih.

Gadis itu kemudian melihat jam tangan. Sudah 15 menit berlalu, Hazel belum keluar, mencoba untuk tidak panik, Reni memanggil sahabatnya dari luar.

"Hazu, udah selesai? Ayo kita kembali ke UKS!" Ucap Reni.

Tidak ada balasan dari dalam, Reni mencoba untuk tidak panik.

"Hazu?!" Seru Reni kini dengan suara cukup kencang, gadis itu yakin suaranya kini dapat terdengar hingga pintu terakhir toilet tersebut.

Kembali tidak ada balasan dari dalam, dengan cepat Reni membuang permen karetnya dan menyusul Hazel pergi ke dalam.

Reni melangkah masuk ke dalam, menemukan kamar mandi begitu kosong. Tetesan air dari wastafel yang baru saja dipakai menjadi satu-satunya bunyi yang gadis itu dengarkan.

Reni merasakan adrenalin ya berguncang, kemana lagi satu sahabatnya ini? Bagaimana caranya gadis itu keluar ketika Reni telah menjaga pintu di depan?

Reni kemudian berniat untuk berbalik, ketika pandangannya menghadap ke salah satu pintu toilet belakang yang tertutup. Reni terdiam, apakah Hazel disana? Gadis itu tidak menyadari toilet tersebut, karena toilet terakhir memiliki penerangan yang cukup buruk.

Perlahan Reni melangkah maju dan kembali memanggil temannya, kembali juga didapati dia tidak mendapat balasan. Merasa takut, namun jengkel karena Reni tidak tau apa yang terjadi dengan sahabatnya, dengan segala keberanian yang dimiliki gadis itu akhirnya mempercepat langkahnya.

Gadis itu menggedor pintu toilet,
"Hazel?! Kamu di dalam? Buka zel!"

Pintunya terkunci, Reni harus apalagi, apakah dia mampu membuka paksa pintu tersebut? Sepertinya dia tidak bisa, yang ada nanti Reni juga ikut terluka ketika memaksa membuka pintu toilet itu.

Kemudian terlintas di pikiran Reni tentang sosok yang ditemuinya di green house atap gedung.

Gadis itu menjadi lemas, pandangannya menjadi sayu.
"Kalau..ini kamu, tolong buka pintunya zel.." Lirih Reni.

Kemudian Reni menempelkan telinganya di pintu dan mendengar suara kecil rintihan. Reni membelalakkan mata, tangannya mengepal kuat,

"Hazel....tidak salah lagi ini suaramu..." Pikir gadis tersebut.

Dengan cepat Reni mencoba berulang kali membuka pintunya.

Satu dobrakan

Dua dobrakan

"Tunggu Hazel!" Seru Reni, jengkel karena benar-benar tidak ada orang juga yang datang ke kamar mandi, apakah ini kebetulan?

Reni berfikir semakin lama Hazel disana, maka dia akan semakin merintih kesakitan. Hal ini membuat Reni takut setengah mati, jika terjadi sesuatu terhadap sahabatnya.

Satu bulir air mata jatuh dari pipi gadis tersebut, dalam hati Reni dia sudah panik dan ketakutan bukan main. Dengan segala tenaga yang dia miliki. Akhirnya Reni berhasil mendobrak pintu toilet.

Reni membelalakkan mata, pandangannya menanar, terlihat Hazel terduduk lemas di lantai toilet dengan tangannya yang berdarah.

"Hazu?!" Seru Reni.

Reni duduk di samping sahabatnya sambil melihat tangannya yang berdarah. Reni melihat pandangan sahabatnya yang redup.

"Hazu...ada apa denganmu?" Ucap Reni menahan tangis.

Tentu saja dengan posisi seperti ini dan segala sesuatu yang terjadi di beberapa hari yang lalu. Memukul keras realita Hazel, yang begitu ceria di masa lalu.

Reni fokus memperhatikan tangan Hazel, setelah dilihat lebih dekat. Sesuatu itu seperti terukir, dan Reni menyadari itu bukanlah sebuah sayatan biasa. Itu adalah ukiran simbol yang tidak dimengerti Reni.

Kemudian terdengar isakan kecil dari mulut Hazel, gadis itu telah sepenuhnya sadar. Melihat keadaan Hazel serapuh itu, Reni menyadari sesuatu, Hazel memang menyembunyikan sesuatu. Tangisan Reni pecah, dia memeluk Hazel membuat bajunya ikut tercap noda-noda darah dari tangan Hazel.

Tidak peduli Reni harus berada di sisi Hazel. Gadis itu punya firasat, Hazel di masa sedang benar-benar membutuhkannya kali ini.

.
.
.

Setelah berhasil memanggil beberapa petugas sesama penjaga ruang kesehatan. Hazel berhasil dibawa kembali ke ruangan tersebut. Dengan luka yang telah terbalut dengan kasa, mitela, dan kapas steril.

"Hazel, mau pulang terlebih dahulu? Aku bisa membuatkanmu surat izin." Tanya Reni lembut duduk di samping kasur sahabatnya.

Hazel menggeleng,
"Tidak perlu Reni, jam pulang akan berbunyi beberapa waktu lagi. Aku bisa menunggu, lagi pula tidak akan ada yang menjemput Liam jika aku pulang terlebih dahulu."

Reni melihat gadis tersebut, mukanya kembali menjadi pucat. Raut wajahnya bahkan lebih buruk sesudah dia masuk di kamar mandi itu.

"Dengan keadaan seperti ini kamu mau bersepeda? Kamu masih lemas loh zel. Aku ga menyarankan kamu untuk pergi menjemput Liam sendirian." Ujar Reni sekedar mengingatkan.

Hazel terdiam.

"Aku akan memanggil seseorang untuk menemanimu dan Liam pulang ke rumah." Ucap Reni kemudian segera pergi ke luar ruangan.

Hazel terdiam, pandangannya begitu sayu. Matanya terasa sakit karena dia berulang kali menangis.

Apa yang Reni bilang tadi? Pulang? Ke rumah? Ke tempat itu lagi? Ke tempat dimana dia mengetahui fakta itu? Memikirkannya saja sudah membuatnya jengkel. Dia hanya ingin kembali ke rumahnya yang dahulu. Dimana dia juga sering dikunjungi oleh Reza dan ayahnya, dimana masa-masa masih indah. Ibu memasak, ayah mencari kayu bakar bersamanya, Liam membantu ibu.

Hazel sedikit tersenyum kecut, hal itu tidak akan pernah terjadi lagi di masa depan. Segalanya telah berubah.

Segera setelah rumah lama itu selesai di periksa, Hazel ingin cepat-cepat kembali ke sana. Itu lebih baik, ketimbang harus hidup satu atap dengan orang yang suaminya bersekongkol untuk membunuh salah satu anggota keluarganya yang tercinta.

"Tunggu saja...aku tidak akan membiarkanmu lari, pembunuh!" Pikir gadis tersebut lalu mengepalkan tangannya kuat.

Dari luar terdengar suara langkah kaki yang cepat, mereka berlari lalu membuka pintu. Hazel menoleh dan menemukan Reni dan Reza yang telah berdiri di bibir pintu. Reza tampak sedikit berkeringat karena berlari dari lantai tiga ujung gedung ke ruangan kesehatan lantai satu. Jarak yang cukup jauh bukan?

Reza membelalakkan matanya kemudian berjalan cepat menuju ke arah Hazel. Dia memandang Hazel khawatir.

"Rez-"

Reza memeluk erat tubuh lemah Hazel. Hazel sedikit terkejut hingga pada akhirnya gadis itu Entah mengapa rasanya begitu hangat. Hazel merasakan kehangatan, apakah karena Reza adalah sahabatnya yang begitu dia kenal, sehingga bertemu dengannya saja bisa membuat hatinya tenang seperti ini.

"Reza..-"
"Tunggu zel, biarin dulu."

Hazel mengerti yang dirasakan Reza, orang yang paling sering diajak bermain olehnya sejak kecil, yang lebih mengerti satu sama lain. Hazel berfikir Reza juga tidak akan tega melihatnya di kondisi seperti ini.

"Oke..." Lirih Hazel mengalah.

.
.
.

Jam pulang telah 10 menit yang lalu berbunyi, Hazel dan Reza berjalan ke tempat parkir sepeda. Karena memang ini posisinya di kota. Reza jadi harus memakai sepeda gayung, walaupun sebenarnya dia sangat mahir untuk mengendarai sepeda motor.

Hazel mengambil sepeda gayungnya kemudian keluar gerbang, disusul oleh Reza yang mengikutinya dari belakang.

Setelah berkelak-kelok menuju sekolah Liam, akhirnya Liam berhasil untuk dijemput dan mereka pulang.

"Kak Reza mau kerumah juga?!" Seru Liam di sepeda Hazel.

"Hmm, terserah kakakmu juga, dibolehin atau tidaknya." Ucap Reza tersenyum disebelah sambil terus memacu sepedanya sejajar dengan Hazel.

"Boleh kan kak?" Tanya Liam dari belakang Hazel.

Hazel terdiam sejenak. Kemudian menoleh ke arah Reza.

"Reza ga lagi ditunggu siapa-siapa di rumah?" Ucap Hazel sambil memacu sepedanya.

Reza menggeleng
"Lagi pula aku juga mau mengunjungi rumah Tante."

Hazel kemudian berbalik kembali fokus menghadap jalan kemudian tersenyum.

"Baiklah, kalau kamu bisa mengejar sepedaku sampai ke rumah Tante, aku mungkin bisa membuatkan salad buah kesukaanmu." Ucap Hazel kemudian mengayuh sepedanya cepat, meninggalkan Reza dibelakang.

"Hazel!! Kamu curang!" Seru Reza terpacu bibirnya mengatup sebal, kemudian menyusul sepeda Hazel secepat mungkin.

Hazel tertawa, mereka dengan cepat mengayuh sepeda menikmati pemandangan kota yang masih dipenuhi dengan pepohonan asri begitu indah. Langit cerah berawan yang begitu teduh. Candaan tawa mereka yang ceria, seolah melepaskan sedikit kesedihan yang terukir di hati mereka bertiga.

Tidak terasa sepeda mereka telah sampai di depan pintu rumah Tante. Sambil berjalan menuju garasi, mereka mencoba untuk bercanda tawa, sebelum akhirnya mereka kembali ke depan dan membuka pintu rumah tantenya.

"Duduk aja Reza, aku ke atas dahulu ya bersama Liam." Ucap Hazel yang melihat Reza berhenti di bibir pintu depan dengan pandangan yang sedikit aneh.

Reza tersadar kemudian mengangguk
"Ah, iya zel, terimakasih."

"Nanti makan malam disini yah?" Tanya Hazel di sela-sela dirinya naik tangga.

Reza mengangkat jempol kemudian disusul anggukan manis Hazel yang pergi bersama Liam ke kamar mereka.

Setelah mereka berdua masuk, Reza menghadap ke arah dimana lorong menuju dapur berada. Setelah dipikir-pikir Reza tidak melihat adanya Tante maupun ayah Hazel di depan rumah.

"Dimana mereka berada?" Pikir lelaki itu cemas.

Dia menatap lorong menuju dapur itu dengan lekat. Sesuatu sepertinya telah terjadi tadi malam, atau tadi pagi. Apa yang telah terjadi pada Hazel dan Liam, ketika dia tidak berada di sisi mereka?

Reza duduk di sofa lalu terdiam, dia menunduk, mencoba tenang sambil mengatupkan jari jemarinya. Atmosfer rumah ini aneh.

Setelah beberapa saat terdiam, Reza berdiri kemudian mengangkat salah satu kakinya dan dengan cepat menendang sesuatu di belakang sofa.

Seperti hanya menendang angin, namun ketika, kaki Reza telah kembali ke lantai. Angin itu mengeluarkan beberapa ekor kupu-kupu hitam yang dengan cepat pergi dari rumah tersebut.

Lelaki itu tersenyum miris lalu semakin menatap sesuatu itu dengan lekat. Sesuatu yang mungkin tidak kasat mata.

"Ah...jadi begitu." Ucap lelaki itu lirih.
------------------------------------------------------


واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

387K 3.3K 18
18++ Bukan konsumsi anak2 Sekian lama menjanda, kau mendapatkan kabar jika ibumu akan menikah. Mungkin bagi sebagian anak. Ia akan bahagia. Namun tid...
531K 60.5K 56
Horor - Thriller Bagaimana jika seorang indigo bertemu dengan psikopat? Dan bagaimana jika psikopat bertemu dengan indigo? Seperti inilah kisahnya...
59K 8.2K 43
Thriller, Horor | END ( Untuk sementara waktu cerita akan di unpublish sampai tahap revisi selesai ) Semenjak kecelakaan yang menimpa dirinya sewaktu...
4K 468 40
Cewek centil itu cocoknya dapet cowok yg badboy dan galak