π™Ύπšžπš› π™³πšŽπšœπšπš’πš—πš’ (#𝟸 𝙴...

By _sidedew

639K 31.3K 2.5K

#Book-2# BIJAKLAH DALAM MEMBACA! 18++ . . . π‘Ήπ’Šπ’„π’‰π’†π’π’π’† π‘ͺπ’“π’†π’”π’†π’π’„π’Šπ’‚ π‘¬π’…π’Žπ’π’π’… π’Žπ’†π’π’šπ’Šπ’Žπ’‘π’–... More

CAST
-Prolog-
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68 [END]
-Epilog-
EXTRA CHAPTER

Chapter 41

9.5K 450 16
By _sidedew

Playlist : Coldplay feat BTS - My Universe

Tanpa basa-basi,
🥂 Happy Reading 🥂

🌷🌷🌷

Ucapan Alaric bukan sekedar bualan. Itu juga sudah seperti perintah bahwa Richelle harus menjalani rawat inap dan besok pagi baru diperbolehkan pulang. Katanya. Bukan kata dokter.

"Kalian tahu aku lah anak dari pemilik rumah sakit ini. Bukan dia!" Tunjuknya dengan jari tengah pada Alaric yang duduk tenang sambil bersilang kaki. "Tapi kenapa kalian menuruti perintah dia bukan permintaan ku?" Todong nya kembali kepada dokter yang didampingi dua orang suster.

Mereka bertiga tidak bisa berkutik dan bingung harus menjawab apa. Karena selain ancaman, Alaric pun telah meyakinkan mereka bahwa ini juga atas perintah David. Entah benar atau tidak tapi mereka percaya saja.

Lagipula, Alaric bukan pria jahat. Mereka tahu bahwa keluarga Edmond dengan William sangatlah dekat.

"Justru karena Anda adalah putri dari Mr. Edmond tentu kami harus memprioritaskan anda sebagai pasien kami." Ujar sang dokter dengan ramah. Diam-diam ia melirik Alaric yang tampak acuh.

Oh tidak, lebih tepatnya sedang memandang wajah Richelle. Bibirnya berkedut menahan senyum seolah tengah melihat sesuatu yang lucu dan itu karena gadisnya yang terlihat sangat menggemaskan jika sedang marah seperti ini. Dagu yang ditumbuhi janggut halus tertopang dengan kepalan tangan yang menumpu di pahanya.

Dari sini, dokter itu yakin bahwa semua titah Alaric hanya akal-akalan saja agar mereka bisa berdua-duaan di kamar VVIP ini. Oh, romantis sekali.

"Harus bicara dengan bahasa apa agar kalian paham jika aku sudah sembuh! Aku baik-baik saja bahkan tidak ada demam apalagi keluhan lainnya. Aku sudah sehat dan yang ku minta adalah pulang....." Richelle sudah amat frustrasi. Menendang-nendang kaki di atas ranjang bagai seorang remaja.

"Kalian keluar lah." Alaric berbicara. Sepatu mengkilap sedikit runcing di bagian depan itu berdentum dengan lantai marmer ketika langkah demi langkah tercipta mendekati ranjang Richelle yang masih merajuk.

Maka tanpa perintah dua kali, ketiga profesi itu pun pamit keluar dan meninggalkan mereka.

Richelle membuang muka saat menyadari Alaric berdiri tinggi di sampingnya bahkan tidak lama kemudian ia yakin bahwa sekarang Al sudah mendaratkan bokongnya di atas kasur ini.

Bersilang tangan dan tetap dalam pendirian. Tubuhnya menegang samar merasakan kedekatan ini. Alaric mengikis jarak sehingga tidak ada sekat satu inci pun. Melingkarkan kedua tangannya di pinggang yang ramping untuk mendekap Richelle dalam pelukan kerinduan.

"Menyingkir lah! Kenapa kau semakin berani saja. Pergi! Dasar tidak tahu malu." Richelle begitu kewalahan karena tidak bisa melepas dari dekapan itu. Alaric semakin mengeratkan pelukannya bersandar tenang di sisi lehernya.

"Istirahat lah. Setidaknya untuk saat ini jangan marah-marah dulu." Alaric berujar tenang. Suaranya sedikit menggumam. Memejamkan mata menghirup udara bercampur parfum milik gadis yang begitu erat dalam jangkauannya.

"Kau selalu saja memancing amarahku semenjak hadir tiga jam yang lalu. Aku butuh istirahat dan kenapa kau malah mengganggu." Menghela nafas kesal karena ia tidak memiliki tenaga dalam untuk menyingkirkan beruang di belakangnya ini.

"Aku tidak menganggu. Tapi aku menolongmu dan memastikan bahwa kau baik-baik saja."

Richelle menyela cepat. "Tidak ada yang baik-baik saja semenjak dikecewakan oleh perpisahan tanpa berpamitan." Melenceng dari pembicaraan dan itu membuka lembar masa lalu.

"Sakit perut bisa ku sembuhkan dengan obat tapi sakit hati? Dimana aku mencari penyembuhnya?" Kerongkongan ini rasanya begitu panas dan mencekat. Buram dalam netra pun kian bermunculan namun Richelle mampu menghadangnya agar tidak meluap menjadi sungai tipis pada wajahnya.

Kenapa Richelle mencari-cari penyakit sendiri!

Alaric bungkam. Helaan nafas kuat yang Richelle lakukan adalah usaha bagaimana ia bertahan untuk tidak menangis. Al semakin memeluknya tanpa menyakiti, ia juga membetulkan posisi mereka agar lebih nyaman.

"Tolong. Jangan muncul lagi, kehadiran mu hanya membuat luka yang belum sembuh ini semakin menjadi. Aku sudah tidak berharap apa-apa padamu, jadi menyingkir lah sebelum keadaan buruk kembali menimpa ku." Richelle tercekat dalam kubangan rasa sedih dan ketakutan yang sama.

"Aku datang untuk menjadi penyembuh atas luka yang sudah tergores di hidup mu, sayang." Kecupan itu mendarat pelan nan lembut di puncak kepalanya.

Sial. Richelle rasanya ingin menangis saja.

"Aku tidak datang untuk memperparah semuanya terlebih dari proses bagaimana kau menyembuhkan dirimu sendiri. Maafkan aku atas semuanya. Percayalah, kau akan mengerti kenapa aku melakukan itu tapi yang jelas aku sudah jatuh cinta padamu, sayang."

Seharusnya pengakuan barusan menjadi kalimat yang ia harapkan. Seharusnya Richelle bisa menjadi wanita paling bahagia di muka bumi setelah mendengarnya. Seharusnya Richelle tersenyum haru dan membalas dengan kata yang sama.

Tapi. Dirinya belum sepenuhnya sembuh. Ada ruang yang hampir seluruhnya terjamah oleh polesan luka tak kasat mata dalam rongga dada. Pecahan itu tidak sesempurna dulu lagi walau telah ia tata sedemikian rupa sebagai pertahanan diri bahwa hidup harus tetap berjalan, tidak peduli semengecewakan apa hidup mu.

"Tidak semudah itu." Richelle bersuara lirih. Melepaskan lilitan pada pinggang dan tubuhnya bergerak untuk tidur memunggungi Alaric yang setia menatapnya.
"Perasaan ku mungkin sudah mati. Apa iya bisa kembali bernyawa untukmu?"

Ada beberapa detik keheningan melanda mereka, Alaric ikut terbaring di belakangnya. Lagi-lagi mencuri kesempatan untuk memeluknya.

"Jadi, apa yang harus aku lakukan agar perasan mu kembali hidup?"

"Tidak ada. Menyerah saja." Satu tangan besar itu ia ambil dan menghentak nya agar tidak menindih pinggang.

"Tidak mau." Dan Alaric kembali mendidih pinggang Richelle dengan tangannya.

"Harus!" Lagi-lagi Richelle menyingkirkannya dengan lumayan kasar. Hei, dia jengah kalian tahu?

"Tidak harus." Pun memeluknya lagi bahkan sengaja menarik lembut perut Richelle untuk merapatkan punggungnya pada dadanya yang bidang.

"Al...." Richelle merengek sebal. Tubuhnya menggeliat, berharap tidak ada pelukan tapi nyatanya Alaric tetap dalam pendiriannya.

"Ichel..." Alaric menirunya.

"Tidur ya? Besok kau harus menemui mereka." Dibelainya rambut itu dengan sayang.

"Mereka? Siapa yang kau maksud?" Kepalanya sedikit tertoreh namun tak kunjung ada jawaban.

Richelle tak bersuara lagi karena masih menunggu Alaric melanjutkan ucapannya tapi sayangnya pria itu ternyata sudah mulai terpejam dan benar-benar mengantuk.

Richelle membuang nafas kasar dan mencoba memejamkan mata menyusul Alaric.

Kedua insan yang telah berpisah cukup lama, kini terbaring miring dalam satu ranjang sempit.

Hingga malam itu terus berlanjut menghabiskan waktu sampai pajar tiba. Pun sinar pagi mengusik ketenangan dari sosok wanita yang masih terlelap seorang diri. Tangannya terangkat meletakkan punggung tangan untuk menutupi kelopak matanya alih-alih memutar tubuh menjauh dari pantulan cahaya pagi.

Namun ia dikejutkan oleh beban yang menimpa sisi tubuhnya selain kehangatan dari sebuah... Pelukan?
Memutar tubuh hingga terlentang, Richelle menoleh cepat ke arah samping dan di detik selanjutnya ia mendorong kasar sekuat tenaga sampai tubuh pria yang berbalut kaos putih itu terkapar di lantai yang dingin.

Terdengar suara dentuman serta ringisan dari sang korban.

"Fuck, aku terjatuh secara tidak estetik." Al mengerang di bawah sana.

Bagian punggung adalah letak utama yang paling sakit walau bokong seksinya lah yang pertama kali mencium lantai.

"Sedang apa kau di ranjang ku! Dasar berengsek--" Richelle menjeda ketika ia sadar bahwa ini bukanlah di kamarnya melainkan di ruang inap. Astaga, kenapa ia bisa sampai lupa.

"Sshh. Ini sakit sekali kenapa kau mendepak ku?"

"Ku-- ku pikir kau menyelinap ke kamar ku." Gugupnya. Richelle mengerjap cepat melihat Alaric yang begitu seksi saat bangun tidur.

"Aku... Aku lupa! Aku tidak sengaja, salah mu kenapa masih saja memeluk tubuhku dasar duda haus belaian!"

Hembusan nafas kasar menjadi respon dari Alaric sampai-sampai bibir tebalnya membentuk serta helaian rambut pun ikut tersibak ringan.

Mengambil ponsel secara kasar dari atas nakas sehingga suara benturan dari kedua barang tersebut sukses membuat Richelle tersentak pelan.

"Bawa pesanan ku sekarang!"

Tidak menunggu jawaban dari Devano, Al lekas memasuki kamar mandi untuk mencuci wajahnya tanpa berkata apa-apa kepada Richelle yang meliriknya takut-takut.

Richelle membanting tubuhnya saat Alaric sudah menutup pintu. Ia menendang-nendang kaki hingga selimut pun hampir seluruhnya menjuntai ke lantai.

"Apa aku sudah keterlaluan? Tapi, kan, aku tidak sepenuhnya salah! Dia sendiri yang tiba-tiba ada bersamaku. Wajar saja aku terkejut!" Monolog nya.

Entah sudah berapa lama Richelle terus menyalahkan dirinya. Dia memang begitu, selalu tidak nyaman jika sudah merasa bersalah.

Beberapa saat kemudian, Richelle menoleh cepat pada pintu yang diketuk. Dia pikir dokter ternyata seorang pria berpakaian serba hitam yang sudah tidak asing lagi di matanya. Pasti orang suruhan Alaric.

"Maaf, Nona. Ini milik Tuan Alaric." Devano menenteng dua paper bag besar hitam dengan brand yang berbeda. Juga satu berwarna cokelat muda yang ia tahu adalah paper bag makanan.

"Ya, letakkan saja di meja. Tuan mu masih di kamar mandi."

Pun Devano menyimpannya dan langsung undur diri untuk menunggu Alaric di depan kamar inap itu.

Tak berselang lama, Alaric muncul. Mengambil satu paper bag dan kembali masuk ke toilet untuk berganti baju.

Pria itu sudah berganti pakaian berbeda dari yang semalam. Kemeja hitam berlengan panjang sangat pas membalut tubuhnya yang kokoh dan tegap dipadupadankan dengan celana berwarna senada. Ada jas hitam tersampir di satu lengannya sedangkan tangannya yang lain bersembunyi di balik saku celana.

Pria itu luar biasa tampannya. Richelle bagai orang tolol yang terus saja menatapnya hingga objek hidup itu telah berdiri angkuh di dekatnya.

Cup.

"Morning, honey." Suara berat namun selembut kapas itu menjadi sapaan pagi juga sebuah kecupan singkat tepat di bibirnya.

Richelle pikir Alaric marah ia baru saja ingin meminta maaf tapi sayangnya kembali diurungkan. Ego wanitanya sedang di atas rata-rata.

Bukannya tersenyum dan menjawab dengan ucapan yang sama, Richelle justru menamparnya pelan sekaligus memalingkan wajah yang sedikit lembab dan masih terasa dingin itu-- agar tidak terus-menerus menatapnya.

"Tidak usah berlagak seperti kekasihku yang so romantis."

Hanya senyum hangat yang menjadi responnya, Al menarik tubuhnya menjadi tegap kembali. Mengusap lembut puncak kepala Richelle setelah mendaratkan kecupan juga di sana.

"Mandi lah, sudah ada pakaian baru yang bisa kau pakai sekarang sebelum pulang."

"Yakin pakaian itu pas di tubuhku?"

"Tentu. Isinya hanya gaun biasa sesuai ukuran mu termasuk satu set pakaian dalam."

"Ya! BASTARD!" Richelle terpekik gugup dengan refleks menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

"Dasar pria cabul! Semalam kau pasti sibuk memindai tubuhku bahkan menjamah semuanya agar kau bisa memastikan ukuran apa yang aku pakai!" Delikan tajam yang Ichel layangkan tak mengganggu Alaric. Pria itu tertawa pelan dan menggeleng gemas.

Padahal semalam Alaric bisa saja melakukan apa yang Richelle duga namun tidak karena ia justru terlelap tanpa bangun di tengah malam.

"Berhenti lah berpikir kotor seperti itu, kalau aku mau kenapa harus menunggu mu tidur? Sekarang pun aku bisa menelanjangi mu agar lebih tahu seberapa sempurnanya payudara mu dan pinggang rampingmu untuk membelikan satu set pakaian dalam."

Richelle tidak bisa bersikap tenang karena pria itu kembali bergerak bagai seorang predator yang siap memangsanya. Ia dibuat merinding dan was-was di waktu bersamaan.

"K-kau. Kau tidak serius akan melakukannya, kan?" Kegugupan menyerang semua saraf tubuhnya.

Oh tidak! Kenapa sialnya dia justru berdenyut dan merasa basah saat lekuk lehernya diserang ringan oleh Alaric. Hembusan nafasnya di ceruk leher begitu menggelitik. Untungnya Alaric tidak sampai melakukan lebih, ia hanya menggodanya saja. Tapi lihatlah, wajah Richelle sudah seperti kepiting rebus.

Bedebah sialan.

"Pakai lah. Kau juga bisa mandi dulu sebelum sarapan."

Barang itu pun dengan kasar Richelle terima.

Tepat pada saat Richelle duduk di sisi ranjang dengan kedua kaki siap menapak lantai, ketukan pintu terdengar jelas.

Dua suster yang sama menghampirinya yang berniat melepas jarum infus.

Syukurlah. Akhirnya dia bisa pulang juga. Batin Richelle.

Setengah jam kemudian, mereka pun keluar dari kamar inap. Richelle tidak sampai mandi hanya mencuci wajah dan menggosok gigi saja, sarapan pun tidak banyak karena ia tidak tahan terus-terusan berada di dekat Alaric.

"Tidak! Jangan memaksaku lagi!" Richelle hampir mengamuk di lobby rumah sakit kalau saja ia tidak ingat dimana mereka sekarang.

"Apa salahnya aku mengantar mu pulang?" Jawab Alaric.

"Tentu saja salah! Lucy sudah menjemput ku kenapa pula harus ikut satu mobil dengan mu? Aku tidak mau!" Bersiap memutar badan, Al justru dengan cepat mencekal lengannya tapi Richelle pun tidak kalah cepatnya menyentak genggaman mereka sehingga tubuhnya hampir saja terhuyung jika tidak memiliki keseimbangan yang baik.

"Kantor ku searah dengan apartemen mu, sayang."

"YA! Berhenti memanggilku sayang! Itu merusak pendengaran ku." Menyugar rambut panjangnya karena merasa kesal di pagi yang masih sesegar ini. "Aku tidak peduli sedekat apa pun jarak tempat tinggal ku dengan kantor mu, yang jelas kita tidak pergi bersama."

"Ichel, wait--"

Bugh.

"Aakh!"

Semua yang melihat pun ikut meringis karena tulang kering Alaric mendapat tendangan kuat dari ujung heals Richelle yang kini berjalan tanpa rasa bersalah menuju mobilnya. Ada Lucy yang tidak berani mendekat-- berdiri di samping mobil siap membukakannya untuk Richelle.

"Sudah merasa lebih baik?" Lucy berbasa-basi. Ia mengerjap gugup ketika Richelle menatapnya tanpa ekspresi.

"Duduk lah di samping ku." Ucapnya.

Tanpa curiga, Lucy menurut.

Tepat ketika mobil mereka keluar dari area rumah sakit, Prada bag berisi barang penting versi Richelle menghantam tubuh Lucy.

Wanita itu memukulnya membabi buta untuk melampiaskan kekesalannya.

"Hei! Ichel.. ini sakit-- aw. Berhenti lah.... Ada apa denganmu?"

Richelle masih saja memukulnya. Kedua tangan Lucy menjadi perisai dan Ichel tidak kehabisan akal, setelah bahu, lengan, kini beranjak pada paha dan betis pria itu.

"Sialaaaan! Kau kemana saja! Kenapa tidak ke rumah sakit? Huh! Kenapa bukan malam tadi kau menjemput ku? Dasar asisten tidak berguna. Aaaaaakh!"

"Ya Tuhan! Tolong aku.. ini sakit sekali, azab apa yang kau turunkan padaku.." Lucy memekik oleh pukulan Richelle yang kesetanan.

"Ampuni aku, ku mohon Richelle hentikan! Tulang-tulang ku bisa patah dan siapa yang akan menjadi asistenmu lagi?"

Seperti baru melakukan olahraga ekstrim, Richelle tersengal-sengal selesai memukulinya dengan tas. Melempar lemah tas itu pada Lucy sementara ia memejamkan matanya bersandar lelah di kursi mobil.

Oh, pagi yang melelahkan.

.
.
.
-to be continued-

🌷🌷🌷

Aku udah update yaaa!
Bye! Dew mau lanjut nonton Drakor :
#Now, we are breaking up#

Thank you 😘

Continue Reading

You'll Also Like

653K 13.3K 15
28-08-2019-RABU JUDUL AWAL : FORBIDDEN BABY. AKU GANTI BASTARD BROTHER! LAPAK DEWASA 21+ AKU'LAH SI BUDAK CINTA YANG PALING HINA, DAN MENYEDIHKAN DI...
460K 14.8K 38
β€’β€’Adult Story and Dark Romanceβ€’β€’ Follow akun penulis terlebih dahulu @Hi_Adelinee __________ Isabella Aster Hill, adalah gadis biasa yang ditinggalk...
39.6K 778 18
Chia Anandita adalah gadis yg baik,penurut, dan periang...namaun chia Anandita harus dihadapkan pada perjodohan dini dimana usia nya baru saja mengin...