When You Lost It

By Delzy1

3.3K 1.9K 1.7K

Berawal dari mimpi buruk. Hari-hari yang seharusnya terdengar wajar bagi gadis itu mulai berubah sejak beber... More

Pengantar
Character List!
Opening
Malam tanpa Ketenangan
Hari yang Indah
Teman
Pertanda Pertama
Kenapa harus meminta maaf?
Pelukan Seorang Dewi
Sekali lagi, Hari yang Indah
Pertanda Kedua
Tak lagi bersama
Penyesalan dan Tuan berwajah teduh
Kartu Nama
Pergi untuk Sementara
Khayalan atau Penglihatan?
Mulai menginap
Sosok kedua
Hampir saja!
Kupu-kupu Hitam
Akhirnya, mereka tahu
Apa aku tidak pantas untuk tau?
Tidak ada Keberuntungan (1)
Tidak ada Keberuntungan (2)
Tidak ada Keberuntungan (3)
Tidak ada Keberuntungan (4)
Dunia baru untukmu
Malam Perekrutan
Tekad dan Rencana
Pelatihan Pertama
Suara yang memanggil
Bertemu
Ucapan yang berguna
Bersaing!
Berkumpul
Di tengah kekacauan
Memperluas relasi
Dua golongan
Season 2 : The Beginning (1)
Season 2 : The Beginning (2)
Season 2 : The Beginning (3)
Season 2 : Awal yang buruk
Season 2 : Di Masa yang mana?
Season 2 : Sebuah Foto
Season 2 : Pesta Malam
Season 2 : Kucing dan Kupu-kupu yang berwarna hitam
Season 2 : Foto itu Menghilang!
Season 2 : Pembuat Onar
Season 2 : Seseorang yang tak terduga
Season 2 : Dia yang tidak pernah disangka
Season 2 : Asap hitam
Season 2 : Di suatu malam sehabis kekacauan
Season 2 : Kedatangan pelanggar

Pertanda Ketiga

44 41 60
By Delzy1

Satu jam telah berlalu, semenjak kedatangan guru Kimia tersebut kondisi kelas terlihat begitu senyap. Beberapa diantara murid bahkan tidak segan-segan untuk menguap ditengah penjelasan materi tersebut.

Tetapi lain halnya beberapa murid yang begitu berbinar melihat kumpulan rumus kimia dan kombinasinya termasuk Hazel.

Gadis itu memutar pulpennya beberapa kali, sambil memutar otaknya dengan keras. Apakah dia bisa memecahkan soal tersebut?

Setelah membuat beberapa pola yang di berikan oleh Guru, setidaknya dia harus tau beberapa faktor. Hal ini untuk menghasilkan cairan yang kental dengan konsentrasi suatu zat yang diinginkan dalam soal tersebut.

"Ah...sepertinya sedikit salah dibagian pengertian yang ini.." Pikir gadis itu begitu fokus.

Setelah beberapa kali mencoba menulis beberapa faktor kekentalan suatu senyawa di kertas penuh coretan angka. Akhirnya mata gadis itu melebar,

"Wah....ini pengertiannya..ini baru benar!" Pikir gadis tersebut gembira.

"Baik, semua ayo bangun-bangun! Siapa yang bisa menjelaskan rumusan beserta kekentalan suatu senyawa yang ada di papan, saya tunggu 2 menit, yang dapat menjawab angkat tangan." Jelas Guru Kimia tersebut lalu sedikit terkejut menoleh ke arah pojok ruangan dimana meja Reni dan Hazel berada.

"Saya izin mencoba untuk menjawab Bu!" Ucap gadis itu yakin.

"Silahkan Hazel" Ucap Guru tersebut ramah.

Hazel menarik nafas kemudian tersenyum dan mulai menjawab.

"Untuk menghasilkan cairan yang kental, diperlukan beberapa zat yang memengaruhi. Terlihat dalam hitungan bahwa perbandingannya juga harus memadai, jika tidak seimbang, cairan bukannya menjadi kental namun, bisa saja menjadi semi padat atau bisa saja lebih cair dari yang diperkirakan." Ucap Gadis tersebut.

"Baik kamu benar dibagian itu, namun mengapa harus beberapa zat? Mengapa tidak hanya satu zat saja, Hazel?" Tanya Guru tersebut menginterogasi.

"Karena ini adalah suatu senyawa bukan sebatas unsur maka diperkirakan mengandung zat lain contohnya seperti dihidrogen monoksida adalah sebuah senyawa yang terdiri dari dua atom hidrogen untuk setiap atom oksigen. Jadi karena tidak murni hanya satu unsur maka zat lain pasti juga memengaruhi kekentalannya juga disamping faktor-faktor yang lain." Ujar gadis tersebut yakin lalu menutup jawabannya sambil tersenyum.

"Terimakasih atas jawabannya, Hazel, yang kamu jelaskan benar sekali." Ujar guru tersebut.

Guru tersebut akhirnya kembali menghadap papan dan mengambil penggaris kayu lalu memukulnya ke papan tersebut. Hal ini untuk membangunkan beberapa murid yang masih tertidur di jam pelajarannya.

Suasana kelas semakin senyap, apalagi dengan hal yang barusan dilakukan guru tersebut. Rasa-rasanya yang ada rasa mengantuk pun akhirnya membuka matanya lebar-lebar untuk memerhatikan papan dan guru tersebut.

"Ah...guru itu benar-benar.." Lirih Reni ketakutan disebelah Hazel.

Hazel mengangguk menatap dalam, pergerakan Guru tersebut yang berjalan menuju meja salah satu murid.

"Karena itu, aku mencoba menjawab agar guru tidak semakin menghukum kelas ini. Dengan poin tidak menjawab pertanyaan dari guru." Lirih Hazel kepada Reni tanpa melepas pandangannya terhadap guru tersebut.
.
.
.
Bel istirahat pertama berbunyi, Hazel pergi bersama Reni ke kantin untuk membeli soto.

Ketika Reni hendak mengeluarkan uang dalam dompet, Hazel menahan.
"Aku aja yang bayar" Ucap Hazel.

"Serius?? Hazu, kamu ga lagi sakit kan? Biasanya kamu ngetawain aku dulu kalo gabawa uang." Sindir Reni tersenyum jahil.

"Walaupun gitu ujung-ujungnya tetep dibeliin kan, yaudah deh gajadi dibeliin nih, ren?"

"Eh jangan dong, iya iya maaf makasih banyak" Ujar Reni panik dan memeluk tangan kiri Hazel.

Setelah pesanan sudah selesai di buat. Reni membawa nampan berisi dua mangkuk soto. Sedangkan Hazel mencoba mencari tempat duduk.

Gadis tersebut menoleh beberapa meja namun, hampir semuanya telah terisi penuh.

Setelah mengerling ke beberapa arah. Ah itu Ada yang kosong! mereka segera duduk lalu masing-masing menikmati soto yang sudah tersaji.

Di tengah mereka makan, Reni membuka obrolan.

"Saat ini benar-benar sedang ramai di media sosial Tentang kasus itu zel."

Setelah mengunyah nasi tersebut, Hazel membalas.

"Kasus yang mana?"

"Yang sekeluarga di santet itu loh? Kamu gatau?"

Hazel mencoba mengingat sambil mengunyah daging di soto tersebut.

"Polisi menyelidiki kasus yang kini sedang hangatnya diperbincangkan."

"Hampir satu keluarga meninggal dunia dikarenakan kasus tersebut. Kasus ini disebut sebagai bukti bahwa alam gaib atau kejadian supranatural memang selalu berdampingan dengan kita."

"Oh yang itu, bukannya udah selesai?" Ucap Hazel kemudian menambahkan sambal dalam kuah sotonya.

Reni menggeleng,
"Ada lagi dan kejadiannya lebih sadis dari yang sekedar di jadikan tumbal, maksud aku kalau memang tumbal separah itu, ternyata masih ada lagi cara yang lebih parah. Bahkan kejadiannya masih sama ada di Blitar."

Hazel mengaduk sambal tersebut agar tercampur rata dengan kuah sotonya lalu menghadap Reni.
"Lebih parah dari tumbal? Memangnya apa?"

Reni menoleh ke kanan dan ke kiri. Lalu sedikit mendekatkan wajah dan mengatakan secara lirih.
"Dikutuk"

Hazel terdiam.

"Ada beberapa versi yang mengatakan dikutuk bisa mengakibatkan tidak bebasnya suatu kumpulan. Itu akan merembet sampai beberapa generasi. Tumbal mungkin bisa untuk beberapa orang saja. Tumbal biasanya langsung meninggal. Tapi jika sudah dikutuk, mereka biasanya bisa tetap hidup namun, mereka tidak akan pernah tenang dan bebas. Mengerikan bukan, zel?"

Reni melihat Hazel melamun, dengan pandangan kosong.

Hazel menghadap ke arah mangkuk sotonya. Dia berfikir, lalu kembali mengingat percakapan ayah dan Tante tadi pagi.

"Apa karena itu ya....apa keluargaku terkena kutukan? Namun, kenapa tidak semua?"

Hazel mencoba berfikir lebih jauh, ketika melihat ibunya yang dikatakan "bunuh diri" atau juga serangan pada kaki ayah. Kejadian di rumah Tante, pembicaraan ayah dan Tante. Ini semua pasti berhubungan bukan? Tidak mungkin hal ini terjadi tanpa alasan. Bahkan berturut-turut. Gadis itu seperti diperintahkan untuk mengumpulkan bukti dan memasangnya menjadi satu kejadian yang pantas untuk di simpulkan.

"Benarkah....dikutuk?" Pikir gadis tersebut.

Apalagi setelah mendengar kata perkumpulan yang diikuti pamannya. Hazel semakin yakin, bahwa sesuatu telah terjadi pada masa lalu mereka. Namun, lebih tepatnya siapa yang ada dibelakang ini semua? Paman tidak akan melakukannya tanpa motivasi bukan? Lalu kenapa? Apa motif dan alasannya?

"Hazel!" Seru Reni menepuk pundak Hazel pelan.

Hazel kemudian tersadar lalu mengaduk sotonya kembali.
"Maaf.."

"Gapapa, tapi jangan sampai sotomu sampai terbuang karena tidak kamu mak- Hazu! Hidungmu berdarah!" Seru Reni panik lalu mengeluarkan sebungkus kecil tissue dan memberikannya kepada Hazel.

Hazel kemudian meraih beberapa lembar tissue dan merabanya ke hidung.

Mata gadis tersebut terkejut.
"Kalau begitu aku pergi ke kamar mandi dulu Reni. Tolong jaga tempatku yah!" Ucap Hazel berlari.

"Hazel, gamau dianterin??!" Teriak Reni.

"Ga perlu!" Ucap Hazel mengangkat jempol tanpa menoleh ke arah Reni lalu berlari menuju ke kamar mandi wanita.

Ditengah perjalanan itu Hazel merasakan kepalanya berkunang-kunang, langkah kakinya menjadi berat, kenapa seperti ini? Padahal sedikit lagi sampai, ayolah jangan sampai jatuh Hazel!

Daerah kamar mandi memang harus sesunyi ini kah? Hanya suara langkah gadis itu saja yang terdengar, begitu tidak wajar. Tinggal beberapa langkah lagi menuju pintu kamar mandi, tetapi kenapa menjadi seperti jauh sekali jaraknya.

Apa karena dia pusing? Mengantuk? Hidung dia hanyalah mengeluarkan darah. Apakah separah itu?

Pandangannya buram, semakin gelap. Hazel berusaha untuk berlari. Namun, langkahnya semakin lambat.

Akhirnya kakinya jatuh. Dia terduduk, mencoba mengembalikan kesadarannya. Sekali lagi dia berfikir bahwa pintu kamar mandi tinggal sedikit lagi. Kenapa rasanya begitu jauh.

Hazel merangkak sedikit demi sedikit menarik tubuhnya. Berusaha untuk tidak tergeletak di lantai. matanya sayu, dia berusaha meraih gagang pintu, ketika dia mendengar suara memanggilnya. Samar....namun akhirnya semakin jelas.

"Hazel!"

Hazel membuka matanya dan terbelalak melihat sekitar.

Ruangan yang sama, sangat familiar baginya karena dia anggota kepengurusan kesehatan remaja.

Hazel menghela nafas dan menoleh ke samping kiri lalu menemukan Reni yang tengah berbincang dengan anggota kesehatan yang lain.

Reni kemudian berbalik dan melihat Hazel.
"Hah, akhirnya kamu bangun Hazu!" Ucap Reni lalu cepat-cepat duduk disamping Hazel.

"Kenapa aku bisa disini?" Tanya Hazel lirih.

"Seharusnya aku yang tanya dulu ke kamu! Kamu ke green house di atas gedung sekolah?" Tanya Reni, alisnya sedikit berkerut dia marah dan khawatir.

"Hah? Kok...padahal aku ke kamar mandi." Ucap Hazel lirih.

"Omong kosong Hazu, aku dan temen-temen nemuin kamu berdiri di pinggir green house! Bahaya loh, itu posisi tempat tertinggi di sekolah, kalau kamu jatuh gimana?"

"Aku ngga ke green house re-"

"Kamu jangan bohong zel!" Seru Reni menghadap tubuh lemah Hazel khawatir.

Sedetik kemudian, Reni memeluk Hazel di posisi tersebut.

"Kamu kalau ada masalah, cerita ke aku Hazu! Bunuh diri bukan solusinya!"

Mata Hazel terbelalak. Bunuh diri? Siapa? Aku?

"Kamu tadi diatas berdiri begitu, ketika aku panggil, memang kamu berbalik menghadap kita yang datang kesana, tapi muka kamu pucat Hazu! Aku kira kamu sakit parah, bener-bener pucat. Beruntung saja kamu langsung kehilangan kesadaran sehingga kami bisa membawa kamu ke sini." Jelas Reni semakin mempererat pelukannya.

"Kamu bicara apa sih Reni? Serius aku ke kamar mandi" Ucap Hazel selagi di peluk oleh Reni.

Lalu terlintas detik-detik saat dirinya hampir sampai di kamar mandi namun, tidak sampai masuk dan menggenggam gagang pintu kamar mandi itu.

"Walaupun tidak sampai masuk sih..." Ucap Hazel lirih tidak sampai terdengar Reni.

Reni melepaskan pelukannya dan menghapus beberapa air mata yang keluar dari pelupuk matanya.

"Kamu bilang apa Hazu?" Tanya Reni sambil mengusap hidungnya.

Hazel yang tadinya terpaku melihat wajah merah sahabatnya yang menangis kini menoleh ke arah lain lalu menyibak selimutnya dan turun dari kasur.

"Hazu! Kamu mau kemana?" Tanya Reni kemudian berjalan cepat menuju Hazel.

"Aku mau ke kamar mandi, yang disini, dekat kok ren, kamu ga perlu menemani aku." Jelas Hazel tersenyum lalu berjalan.

Lalu dari samping terlihat Reni mengikuti Hazel.

"Ren..gaperlu ikut" Ucap Hazel tanpa menoleh ke arah Reni.

"Terakhir kali kamu ngomong gitu, kamu langsung pergi ke atas gedung. Kalau aku biarin kamu sekarang, kamu mau pergi kemana lagi? " Jelas Reni menoleh ke arah Hazel.

"Baiklah..." Ucap Hazel lirih.

Sesampainya di kamar mandi, Hazel masuk ke dalam sementara Reni menunggu di luar.

Gadis itu masuk dan menghadap ke cermin wastafel lalu melihat mukanya yang begitu kusam, gadis itu meraba hidung, bawah mata yang berminyak. Kemudian Hazel menyalakan kran air dan menengadahkan telapak tangannya hingga penuh dengan air.

Dengan cepat gadis itu membilas wajahnya dengan air, beberapa kali. Setelah dirasa segar, gadis itu menutup kran air dan melihat pantulan bayangannya di cermin.

Kejadian yang diceritakan Reni benar-benar tidak masuk akal. Tidak mungkin dia bisa berlari lalu berdiri di green house tepat di atas gedung dengan kondisi lemah seperti tadi.

Hazel kemudian terdiam dan menunduk, Namun gadis itu berfikir dan mengangkat wajahnya kembali.

"Tapi aku tadi tidak sadarkan diri ketika berusaha meraih gagang pintu kamar mandi. Sepertinya aku kehilangan kesadaran disana. Selanjutnya...apa yang terjadi denganku?" Ucap Hazel lirih dan menatap cermin di depannya.

Kalau benar itu tadi bukan mimpi, seharusnya teman-teman akan menemukannya tergeletak lemas di pintu depan kamar mandi, namun mengapa mereka menemukannya di green house? Halusinasi kah?

Gadis itu segera menggeleng dan berfikir itu tidak mungkin.

Gadis itu merapikan seragamnya sebelum keluar ruangan, kemudian merasakan terdapat sesuatu di kantung sakunya. Ini apa? Uang?

Hazel mencoba mengeluarkannya, kemudian benar, ternyata uang, tetapi di baliknya ada sebuah kartu, terlihat begitu familiar. Ketika Hazel membalik kartunya, Hazel membelalakkan matanya.
Kartunya begitu familiar, padepokan Wirya? lagi?

Gadis itu menelan ludahnya sendiri benar-benar takjub, lidahnya kelu, jantungnya benar-benar berdetak kencang.

"Apa...Apa yang sebenarnya terjadi padaku?" Ucap gadis itu susah payah.
------------------------------------------------------

Continue Reading

You'll Also Like

423K 23.3K 30
Juwita Liliana, gadis berparas cantik, cerdas, kemampuan aneh yang dia miliki mengharuskan dia homeschooling, namun setelah satu tahun terakhir akhir...
34.3K 1.1K 40
Kisah tentang keluarga dan seorang pengasuh yang diteror oleh hantu penjaga anak kecil.
27.8K 3.3K 25
Kalian tidak akan menyangka kalau lokasi syuting The Untamed sebenarnya adalah bekas tempat pembantaian pembunuh berantai. Xiao Zhan mengalami kesuru...
3K 364 33
Ada saatnya, sebuah pengakuan sangat ditunggu oleh sesorang yang haus akan kebenaran. Di mana, realita hidup yang ia jalani, begitu pahit dan kelam. ...