ASKA (END)

By alynnnfff

43.3K 5.7K 15.5K

"hilang sebelum sempat tergenggam" JANGAN LUPA FOLLOW ! (Fiksi remaja-spiritual) Kehidupan kosong mendorong A... More

P R O L O G
1
2
3
4
5
6
7
8
9
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
EXTRA CHAPTER 1

10

989 163 161
By alynnnfff

Yu bisa yu vote dulu vren
.
.
.

Harapan yang terlalu dibesar besarkan pada akhirnya hanya akan memberi kecewa yang mendalam.

(≧▽≦)

Terhitung dua minggu sudah Aska berkenalan dengan gadis tuli bernama Lili. Selama itu pula Aska sering kali mengunjungi taman. Tapi dua hari terakhir, Aska tak melihat Lili di taman seperti biasanya. Dan hari ini adalah hari ketiga Aska mengunjungi taman namun sosok yang ingin ia temui kembali tidak ada.

Helaan nafas panjang pun kembali terdengar. Setelahnya dia berbalik dan meninggalkan taman itu dengan sedikit kecewa didalam hatinya.

Kemana Lili? Tidak tau.

Akhirnya ia memilih pulang kembali ke rumah. Hari minggu ini Iskandar tentu berada dirumah, tapi tidak dengan si anak sial*n yang entah pergi kemana.

"Assalamualaikum." Aska mengucap salam dengan lirih yang tentu hanya ia yang dengar.

Ah iya, entah sejak kapan Aska selalu mengucap salam saat memasuki rumah. Sepertinya pengaruh bergaul dengan Lili, ia jadi seperti ini. Tapi tidak papa, toh ini kan bagus.

Muka nya kusut padahal dia sudah mandi tadi. Ia menyeret langkahnya dengan malas menuju tangga.

Sial atau takdir ia tidak tau, setiap pulang pasti selalu bertemu Iskandar yang berada di ruang keluarga.

YAKAN SERUMAHHH GMNSIH

Saat hendak menapaki tangga pertama, ponsel yang berada di sakunya berbunyi. Aska mengurungkan langkah nya, dan memilih menjawab telpon yang ternyata dari Falent.

"As."

"Hm,ape?"

"Dimana?"

"Rumah."

"Ke rumah gue sini."

"Ngapain?"

"Ya ngapain kek, eh main basket sabi kali ya?"

"Sabi."

"Yaudah sini, ajak Diki."

"Hm, otewe."

"Oke."

Tut.

Aska kembali memasukan ponselnya kedalam saku.

"Ngelayap mulu." Iskandar komen. Matanya masih tetap fokus menatap kearah tv, hanya Aghnia yang menoleh.

"Lah si anj**g juga kelayapan"

Mata Aghnia melotot. Ia berdiri lalu menghampiri Aska.
"Ngomong apa kamu? Anj**g anj**g, Farel punya nama!"

"Iya namanya Farel anj**g"

Tangan Aghnia rasanya ingin sekali menampar Aska, namun sebisa mungkin ia tahan karna masih ada Iskandar disini.

"Liat tuh mas! Anak kamu kelewatan banget! Saudaranya sendiri dikatain anj**g. Aku enggak pernah kasih nama kayak gitu ke anak Aku!"

Iskandar menoleh, lalu ikut menghampiri Aska. Bukan tangan Aghnia, tapi tangan Iskandar sendiri yang menampar pipi Aska. Tidak terlalu keras tapi tetap saja sakit. Dan sudah dipastikan sakitnya akan membekas. Bukan di pipinya,tapi di hatinya.

"Lama lama kamu yang kayak anj**g! Farel pergi buat urusan jelas, bukan kaya kamu! Pergi sana sini, numpang dirumah orang lagi, malu maluin!"

"Bang**t." gumam Aska.

"Papah nggak pernah ajarin kamu kayak gini! Enggak usah sok sok tersakiti! Kalo bunda ada disini dia juga pasti ngelakuin apa yang papah lakuin."

"Nggak usah sok tau anda! Semarah marahnya bunda, dia nggak bakal pernah sampe main tangan ke anak kandungnya sendiri." Mata Aska sama tajamnya saat menatap Iskandar.

"Itu biar kamu kapok! Biar kamu belajar dari kesalahan kamu!"

Aska berdecih. "bukannya berhenti, perlakuan anda malah dorong saya supaya makin kurang ajar."

"Anak kamu itu emang susah banget diatur mas! Mau kamu sampe kamu main tangan pun, kalo otaknya masih enggak terbuka ya bakal tetep badung!"
Sulut Aghnia.

"Lo nggak usah ikut campur anj**g!" Balas Aska dengan mata sengit menatap Aghnia.

"ASKA!"

Satu tamparan kembali Aska dapatkan.
Kali ini lebih keras. Ya, kerasnya tamparan itu semakin membuat hati Aska mengeras.

"JAGA SIKAP KAMU!"

"JAGA SIKAP ANDA KE SAYA SEBAGAI PEMILIK RUMAH INI!" Pertama kalinya, Aska mengeraskan suaranya bahkan lebih keras dari Iskandar.

"Ini? Ini sikap seorang ayah? ANDA TERLALU BRENG**K BUAT DICAP SEBAGAI SEORANG AYAH!" Wajah Aska memerah, mata sipitnya menajam.

"ASKA! PAPAH NGGAK BAKAL GINI KALO KAMU NGGAK BIKIN PAPAH EMOSI!"

"SAYA JUGA NGGAK BAKAL GINI KALO ANDA NGGAK MEMBERI LUKA YANG MEMBUNUH BUNDA SAYA!"

Decihan kembali Aska keluarkan.
"Anda itu nggak pantes disebut lelaki!"

Bukan tamparan kali ini, tapi pukulan keras yang mengenai pipi Aska. Tubuhnya sampai terhuyung ke belakang.

Iskandar terlanjur emosi. Ia yang memang sifatnya keras, dan susah menahan emosi hari ini meluapkannya.
Tak menyangka anaknya berani berkata sebegitu kasarnya pada dirinya tanpa takut sedikitpun.

Aghnia langsung menahan iskandar yang hendak menyerang Aska lagi.
Ini formalitas aja kok, dalam hatinya ia sangat senang melihat Iskandar memukuli Aska.

"Udah mas, dia anak kamu."

"Anak aku nggak pernah seberani ini ke orang tua!"

Aska terkekeh kecil mendengar itu.
"Ayah saya juga nggak pernah sekasar itu ke anaknya."

Mata Iskandar kembali menajam menatap Aska. Aghnia yang mengetahui amarah Iskandar kembali tersulut pun segera menengahi.

"UDAH! STOP! KAMU DIEM ASKA! MENDING KAMU PERGI DARI PADA DIRUMAH BIKIN RUSUH AJA! KELUAR KAMU ASKA!"

"Katanya, doa anak itu gampang terkabul, apalagi anak yang disakiti. Saya berbaik hati mendoakan semoga lo cepet mati," balas Aska.

"Kurangajar," umpat Aghnia.

Dia ingin membalas, tapi ia tahan. Karna dia harus segera menenangkan Iskandar. Iskandar itu sangat menakutkan ketika emosinya meledak.


Akhirnya Aghnia membawa Iskandar untuk kembali duduk di sofa. Sedangkan Aska keluar rumah.

Sebelum mengambil motornya, terlebih dahulu ia menelpon Diki.

"Ya As?"

"Falent ngajak main basket, lo kesana duluan entar gue nyusul, gue masih ada urusan."

"Wahh okedeh."

"Ya."

Tut.

Setelah kembali memasukan ponselnya kedalam saku, barulah Aska mengambil motornya.

Tapi oh tapi saat motornya sudah keluar dari garasi, ada Aghnia menghadang di depannya sembari bersidakep dada memasang wajah angkuh.

"Ngapain lo disitu? Mau gue tabrak? Yaudah siap siap, gue bakal tabrak yang kenceng biar lo langsung mati."

Mata Aghnia semakin tajam. Dia maju dua langkah hingga benar benar sampai didepan motor Aska.

"Kamu, jangan sok!"

"Sok apa ya? Lo butuh kaca nggak sih? Di dalem ada kaca btw kalo lupa. Sono ngaca dulu."

Aghnia menggeram.
"Berani kamu ngatain anak saya lagi, awas aja kamu!"

"Ohh masalah itu toh". Aska mengangguk angguk. Ia tak membalas lagi, hanya senyuman yang ia tunjukan. Senyuman yang menurut Aghnia mencurigakan.

"Minggir! Mau gue tabrak beneran?" Aghnia pun menggeser tubuhnya hingga tak lagi menghalangi jalan.

Aska lekas menjalankan motornya. Namun, saat sampai di gerbang ia berhenti sejenak lalu kembali menoleh kearah Aghnia yang masih menatapnya.
Senyum miring semakin ia tunjukan dengan jelas.

Lalu... "Farel anj**g, Farel anj**g, Farel si anak anj**g," makinya disertai nada yang ia buat sendiri dan juga senyum manis yang menawan tapi menyebalkan.

"Kurang ajar!"

Tawa Aska keluar. Dia kembali menjalankan motornya sembari terus memaki Farel seperti tadi. Tawanya terdengar sangat puas tapi sangat menjengkelkan untuk Aghnia.

Setelah jauh dari rumah, baru ia menghentikan aksinya dan benar benar fokus menyetir. Ia akan mampir ke rumah Lidya dulu untuk mengobati luka yang Iskandar buat di pipinya sebelum ke rumah Falent. Karna kalau tidak begitu, sudah pasti dua sekawan itu akan menanyainya ini itu.

Tak sampai dua puluh menit, motornya sudah sampai di depan rumah bercat putih milik Lidya. Dia masuk seraya mengucap salam dengan lirih kembali.
Aska masih agak gengsi kalo mau mengucap salam dengan suara keras. Soalnya selama ini dirinya kan tidak pernah pake salam.

"Aska, ya ampun. Udah lama enggak kesini baru nongol." Seperti biasa Lidya menyambutnya dengan hangat.

Tapi kening Lidya mengerut ketika menyadari ada yang berbeda di wajah Aska.

"Loh..pipi kamu?"

Aska tak menjawab, tapi detik selanjutnya hembusan nafas terdengar.
Tak perlu dijawab, Lidya sudah tahu jawabannya.

"Duduk yuk," ajaknya.

"Luna!" Panggilnya pada anak gadisnya yang sedang bermain hp di sofa. Lidya mendudukan Aska disamping Luna.

"Eh bang Aska." Aska tersenyum tipis.

"Bentar, Tante ambil p3k dulu ya."

"Loh, buat apa mah?" Tanya Luna.

Lidya diam. Tapi sudut matanya mengarah pada Aska, Luna yang melihat itu langsung paham.

Beberapa detik kemudian Lidya kembali dengan membawa kotak P3K dan memberikannya pada Luna.

"Nih kamu obatin Aska yah, mamah mau buatin es teh dulu," suruhnya.

"Oke." Setelahnya Lidya pergi ke dapur.

"Bang, hadepdep sini dong," pinta Luna pada Aska.

"Sini, biar gue sendiri aja," kata Aska.

"Ih enggak enggak, Gue aja. Udah deh diem dulu napa."

Aska menghela nafas lalu diam seperti yang Luna perintahkan. Dengan telaten Luna mengobati area pipi sebelah kiri Aska yang sedikit lebam.

"Aww."

"Sorry sorry."

"Pelan pelan woi."

"Iya iya."

Beberapa detik kemudian, selesai sudah acara mengobatinya.

"Udah," kata Luna.

Lidya kembali datang membawa es teh untuk Aska.

"Nih, minum dulu."

"Makasih Tan." Lidya tersenyum lalu mengusap rambut Aska.

"Luna enggak dibuatin mah?" Tanya Luna.

"Kamu kan bisa buat sendiri."

Bibir Luna mengerucut. "Ihhh nyebelin."

"Nih mau?" Tawar Aska dengan tangan memegang cangkir teh nya.

Luna tersenyum manis. "Mauuu."
Lidya geleng geleng kepala lalu meninggalkan keduanya untuk menghampiri suaminya yang ada di lantai atas.

Cangkir itu berpindah pada tangan Luna, ia menyesapnya. Melihat itu Aska jadi gemas pada gadis yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri. Tangannya terulur mencubit pipi Luna yang chubby.

Luna yang sedang minum pun segera menarik cangkir itu dari bibirnya.
"Ihhh gue ampir keselek tauu."

Tawa Aska keluar. Sekali lagi dia menoel pipi Luna.

"Askaaaaaa hihhh."

Giliran Luna menabok punggung Aska.
Disela sela tawanya Aska mengaduh.

"Ngeselin amat lo."

Aska meredakan tawanya, lalu bertanya,
"Eh pipi gue masih lebam apa udah keliatan biasa aja?"

"Masih, tapi sedikit. Ya samar samar gitulah."

"Oh okedeh. Gue pergi dulu ya, kalo Tante nyariin bilang gue pergi."

"Mau kemana?"

"Rumah temen." Luna ber oh ria. Sebelum pergi Aska mengusap rambut Luna.

"Askaaa, ya Allah hihhh, berantakan rambut guee."

Gelak tawa kembali keluar.  Setelahnya barulah ia keluar dari rumah Lidya.

(◔‿◔)

"Nah ini die bocah nye dari tadi ditunggu tunggu juga." Suara Diki menyambut kedatangan Aska di rumah mewah Falent.

"Dari mana si As? Ditungguin lama amat."

"Iye sorry."

"Udah udah yuk mulai yuk," ucap Falent.

"Bertiga doang nih?" Tanya Aska.

"Nggak lah biasa sama adek gue," jawab Falent.

"Mana si Boy?" Tanya Aska lagi.

"Di dalem lagi disuruh minum susu dulu."

Aska ber oh ria.

Beberapa saat kemudian, Boy-adik Falent datang dari dalam rumah menuju lapangan basket samping rumah Falent.

"Eh bang Aska udah dateng."

"Gila lo boy, udah tinggi aja lo perasaan baru kemaren gue liat lo pendek. Sekarang tingginya sama Diki aja hampir sama."

"Yailah bang, puber Bang biasa."

Mereka pun bermain basket dengan lancar. Tidak ada yang curiga dengan pipi Aska yang pada kenyataannya masih sedikit lebam. Aska bersyukur untuk itu.

(◔‿◔)

Hari ke lima, Aska menuju taman dengan harapan yang sama. Semoga kali ini sosok yang ia cari ada.

Tapi sayangnya harapannya terpatahkan lagi ketika melihat bangku itu masih kosong. Padahal Aska sudah rela bolos lagi hanya untuk mengecek.

Aska sedikit frustasi, kemana perginya Lili? Bukannya gadis itu bilang, dia selalu di taman?
Rasanya ingin sekali pergi kerumahnya,
Tapi ia tidak tahu dimana.

Sekarang bagaimana? Yakali balik ke sekolah lagi. Ini aja dia bolos diam diam tanpa mengajak Diki sama Falent.

Aska melirik jam tangannya, ah pukul sembilan kurang. Eh? Biasanya di jam segini Lili kan ke masjid buat sholat duha. Aska baru ingat itu. Ia pun bergegas menuju Masjid di sebrang sana.

Ia hanya berhenti sampai di gerbangnya, tidak sampai masuk.
Entah kenapa Aska merasa tak pantas, ini kan tempat suci sedangkan dirinya kotor. Jadi ia memutuskan duduk di pinggiran Masjid, siapa tau bentar lagi Lili keluar.

Tapi ditunggu sampai berpuluh menit lebih, Lili tak kunjung keluar. Apa jangan  jangan Lili tidak disini? ia pun berdiri dan mengintip intip area dalam Masjid.

"Nak." eh ada yang menegur.

Aska menoleh, dan menemukan lelaki lansia lengkap dengan gamis dan peci nya. Sepertinya dia ustadz atau penjaga masjid disini.

"Lagi ngapain?" Tanya ustadz itu.

"Mau sholat? Masuk aja," lanjutnya.

Aska gelagapan. "Hah? enggak kok"

"Terus?"

"Em saya lagi nunggu orang, kayaknya dia lagi sholat."

Kening ustadz itu mengerut. "Orang? Tapi didalam kosong, tidak ada orang lagi."

Kosong yah?

"Emang siapa yang kamu cari?"

Jawab nggak yah?

"Lili."

"Ohh Lili, dia dari kemarin enggak kesini. Biasanya lagi enggak dibolehin keluar sama ayahnya."

Kini giliran kening Aska yang mengerut.

"Kamu..beneran temennya Lili?"

"Iya." Sepertinya ustadz itu kurang percaya.

"Pak ustadz boleh saya tau dimana rumah Lili?" Tanya Aska sopan.

Kini ustadz itu berfikir, kasih tau nggak ya?

。◕‿◕。

Bersambung...

JANGAN LUPA VOTE YA EPRIBADI

An


Continue Reading

You'll Also Like

38.3K 2.8K 41
"Nama ku Kara karena aku anak tunggal. Tapi kenapa mamah ngelahirin Catur, mah?" "Hidup gue hancur setelah kehadiran manusia tolol bernama Catur!" ...
77.6K 13.3K 54
📍WARNING📍 Baca terlebih dahulu : MJWB dan Beside You. [Tamat] Spiritual- Romance- Fiksi remaja. _________ "Mati nggak akan membuat lu lebih tenang...
14.2K 1.9K 31
Kisah tentang tiga bersaudara yang berusaha menyatukan kembali rumahnya. Tentang sosok remaja yang berusaha mati matian untuk hidup namun orang orang...
Wattpad App - Unlock exclusive features