Lapangan terlihat begitu ramai dengan siswa-siswa dari tiga sekolah yang sibuk saling mengucapkan selamat tinggal. Harry bersandar pada dinding, dengan Ron dan Hermione di sampingnya, ketiganya memandangi apa yang sedang terjadi di Lapangan.
Di sebuah sudut, Harry menyadari seorang siswa Durmstrang yang sedang menggenggam tangan seorang siswa Ravenclaw, dengan teman Slytherin-nya yang mengernyit tak suka di sebelah mereka. Di sampingnya, Krum tengah mengobrol dengan Cedric, keduanya dengan mata yang sedikit lebam. Krum terlihat akan membungkuk meminta maaf pada Cedric, namun dicegah olehnya dan sebagai gantinya mengulurkan tangannya. Harry tahu Cedric tidak akan menyalahkan Krum atas apa yang terjadi, terlebih lagi saat Krum terkena kutukan Imperius. Namun Harry tetap saja lega begitu melihatnya.
Fleur mendekat ke arah mereka, bersamaan dengan adik perempuannya, keduanya mengecup pipi Ron. Setelah itu, Fleur menghadap Harry dan mengulurkan tangannya. "Aku dengar berita tentangmu, 'Arry." katanya sambil tersenyum dan menjabat tangan Harry. "Aku turut bahagia untukmu."
Harry merasa pipinya memanas. "Er, makasih," katanya akhirnya, mencoba mengabaikan tawa mengejek dari Ron. Fleur makin ceria, dia lalu mengucapkan selamat tinggal pada Hermione juga sebelum akhirnya berbalik pergi dan menjauh. "Kok dia bisa tahu?" tanya Harry pada teman-temannya.
"Mungkin karena kamu terlalu blak-blakan," Hermione tersenyum lebar.
"Atau karena Krum suka sekali bergosip," tambah Ron. Dia mengernyitkan dahinya begitu melihat nama orang yang baru saja dikatakan berjalan mendekati mereka, "Apa maunya tuh?"
Yang Krum inginkan adalah mengajak bicara Hermione secara privat, tapi sebelum mereka berjalan menjauh, dia menghadap Harry terlebih dahulu. Dia lalu meletakkan tangannya di atas pundak Harry. "Hermione bilang padaku soal keadaanmu dengan orang itu," katanya, lalu menepuk-nepuk pundak Harry senang. "Baguslah. Sangat bagus,"
Harry cuma bisa mengangguk, kurang paham maksud Krum, sambil melihat mereka berdua berjalan menjauh. Krum berhenti sejenak di depan sekelompok anak Slytherin. Rahang Crabbe dan Goyle menganga lebar, namun Krum hanya meletakkan tangannya di atas pundak Draco. Si rambut pirang mengerjap, kebingungan karena setelahnya Krum hanya mengangguk puas pada Draco dan melanjutkan langkahnya. Draco mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari penjelasan, dan menemukan sepasang mata Harry yang menatapnya.
"Scarhead," panggil Draco mendekat ke arah Harry. "Bisa jelaskan padaku kenapa Viktor Krum mengangguk aneh padaku lalu pergi? Aku salah apa?"
"Mana aku tahu," Harry mengedikkan bahu. Lalu tersenyum pada Draco. "Hei."
Pandangan mata Draco melembut dan tersenyum balik. "Hei."
"Bye!" kata Ron, buru-buru pergi dari situ.
---
Harry mengernyit ke arah papan catur, tampak sedang berpikir keras, sebelum akhirnya bergerak untuk memindahkan salah satu pionnya.
"Jangan yang itu," suara seseorang yang tidak asing terdengar dari sebelahnya.
Ron yang duduk di seberang Harry langsung mengerang kesal.
"Diam kamu, Malfoy!" gerutu Ron. Dia lalu mengernyit pada Harry, "Kenapa dia harus di sini sih?!"
"Soalnya liburan musim panas nanti aku tidak bisa bertemu dengan dia?" jawab Harry dengan senyumannya. Dia lalu menghadap ke arah Draco. "Yang mana, dong? Ksatria-nya?"
Draco mengejek, "Merlin, kamu ini benar-benar tidak jago ya." dia lalu memperhatikan papan caturnya lekat-lekat. "Gerakkan bentengnya. Bukan, bukan yang itu—Oh, biar aku saja sini." dia lalu menggerakkan satu pion dan menyeringai senang. "Giliranmu, Weasley."
"Aku benci kamu," kata Ron, sambil berpikir keras. "Aku paham kenapa dia di sini, karena kamu bakal kangen soalnya liburan tidak akan ketemu dia. Aku paham kalau soal itu. Tapi kenapa mereka ada di sini juga?"
"Karena aku malas mendengarkan celoteh Greg dan Vincent soal Krum sepanjang perjalanan," kata Parkinson, yang duduk di sisi Draco yang lain dengan ekspresi kesal. Dia bahkan masih memakai lencana 'Potter akan kalah' di bajunya.
"Kalau aku sih cuma ingin melihat hasil dari perjuanganku sebagai mak comblang," kata Zabini yang duduk di sebelah Hermione, sambil melihat buku yang sedang dibaca Hermione. "Novel percintaan? Aku tidak menyangka seleramu seperti ini, Granger."
"Viktor yang merekomendasikannya padaku," jawab Hermione tanpa mengangkat wajahnya. "Jadi aku coba baca saja. Sejauh ini sih bagus."
Ron melongo. "Viktor Krum baca Novel Percintaan? Yang benar—"
"Jangan berusaha mengalihkan topik begitu, Weasley," potong Draco. "Sekarang giliranmu." kata Draco sambil melihat Ron menggerakkan satu pion. "Oh, jadi itu pilihanmu?"
Ron menatap Draco lekat-lekat. "Jangan harap kamu bisa mengelabuiku, Malfoy. Taktik Slytherin-mu sama sekali tidak bisa digunakan padaku!" katanya tersenyum puas.
"Masa?" tanya Draco, tersenyum lebar. "Karena kamu baru saja menggerakkan pion itu, padahal kamu harusnya menggerakkan benteng."
Senyuman di wajah Ron langsung memudar, dia langsung menatap panik papan caturnya. Harry bertanya pada Ron apakah dia senang karena akhirnya ada seseorang yang bisa mengimbanginya bermain catur dan satu pion terbang ke wajah Harry.
Pintu kompartemen kereta mereka tiba-tiba terbuka saat Draco dan Ron sedang berada di permainan mereka yang ketiga. Fay Dunbar berhenti sejenak karena begitu terkejut melihat mereka.
"Oh, maaf. Aku salah masuk," katanya. Lalu, dia seperti tersadarkan atas sesuatu, karena beberapa detik setelahnya dia menunjuk ke arah Draco. "Jangan-jangan yang ulang tahun tanggal 5 Juni itu kamu ya?"
Draco mengerjap padanya. "Iya?"
Fay lalu menjentikkan jarinya gembira dan menatap Harry puas. "Berarti kamu setuju soal apa yang aku katakan waktu itu kan?" katanya sambil tertawa senang. "Lucu sih, soalnya temanmu marah semua waktu aku bilang begitu."
"Hah?" Ron kebingungan, kemudian sadar bahwa Fay lah yang berbulan-bulan lalu mengatakan soal ketampanan Draco. "Wah, ini semua salahmu! Semuanya pokoknya!" Ron berteriak menuduh.
Fay cuma tertawa keras, lalu menyapa Zabini sebelum akhirnya berbalik pergi.
"Maksudnya apa sih?" tanya Draco, menatap Harry dengan mengangkat satu alisnya.
"Er, Rahasia Asrama?" Harry mencoba. Saat Draco masih terus memandangnya, dia menyerah. "Iya deh, jadi waktu itu—" dia lalu berhenti sejenak saat sadar ada Parkinson di sana. Dia lalu menarik Draco mendekat dan berbisik di telinganya.
"Tidak sopan!" Parkinson protes.
Draco mendengarkan dengan seksama, lalu tertawa keras. "Aku tidak menyangka kalian membicarakan soal itu. Aku butuh nama-nama yang disebut nih."
"Jujur aku tidak ingat siapa saja nama yang disebut," kata Harry. "Cuma ingat namamu saja."
"Makasih loh," gumam Draco. Dia lalu tersenyum lebar kembali. "Terus gimana? Kamu setuju dengan yang mereka katakan soal aku?"
"Tidak juga sih," Harry mengedikkan bahunya, membuat Draco menatapnya kesal. "Mereka bilang kamu tampan kalau diam saja, tapi aku lebih suka kalau kamu berbicara."
Ron dan Parkinson pura-pura muntah, apalagi saat Draco tersenyum dan mencium bibir Harry. Sebuah pion catur terlempar ke kepala Harry, membuat Draco berhenti menciumnya dan memandang Ron sengit.
Harry menyandarkan kepalanya di jendela, memandang sahabat-sahabat baiknya dan pacarnya. Dia belum terbiasa dengan kata itu, tapi Harry bertanya-tanya apakah dia bisa membuat waktu terhenti untuk sejenak.
---
"Pokoknya kamu harus menulis surat padaku," kata Draco untuk ke tiga puluh kalinya. Di belakangnya, Parkinson dan Zabini bertukar pandang kesal.
"Iya, aku janji," kata Harry, membuat Ron mengerang di belakangnya. "Setiap hari."
"Jangan bodoh. Dua kali seminggu saja cukup kok," kata Draco, sambil membenarkan letak syalnya. Draco lalu mendekatkan wajahnya untuk mengecup bibir Harry sekali lagi, membuat Ron makin kesal. "Sampai jumpa di semester depan, Scarhead," katanya sebelum akhirnya diseret menjauh oleh teman-temannya. Harry terus memandangnya sampai Draco menghilang.
"Bisa tidak sih kamu tidak menghela napas dalam setiap dua detik?" tanya Ron, sambil menyikut Harry.
"Diam deh," kata Harry, menyikutnya balik.
"Kalau menurutku sih tidak apa-apa, Harry," kata Hermione, akhirnya menutup bukunya. "Aku akan menulis surat pada Viktor setelah aku sampai rumah. Novelnya bagus sekali. Nanti aku minta orang tuaku untuk beli lanjutannya."
"Aduh kenapa sih semuanya cinta-cintaan, hoekkk," Ron pura-pura muntah, lalu tertawa keras saat dua temannya memukul pelan kepalanya. Hermione dan Harry saling bertukar pandang sebelum akhirnya tertawa juga. Mereka berdiri di sana untuk beberapa detik lagi, sebelum akhirnya mengambil barang-barang mereka untuk pulang.
.
TAMAT
.
T/N: Anjir ga nyangka dah tamat aja. Aku enjoy banget nerjemahin 155 halaman word ini soalnya emang sesuka itu sama ceritanya. Dan makasih buat kalian yang udah baca, nanti aku sampaikan ke author-nya soal komentar-komentar kalian.
Lalu, aku juga ada proyek terjemahan Drarry baru judulnya At Your Service, kalo mau baca langsung ke profilku aja.
Sekali lagi thank you banget ya udah baca!!! See you di proyek selanjutnya kalo kalian berkenan!