1 November, Hari Selasa: Pertemuan Tak Terduga

3.9K 744 36
                                    

Tangga menuju kandang burung hantu sungguh berbahaya; licin karena lapisan salju dan banyak lubang karena sudah dimakan usia. Harry terkejut karena belum ada yang patah tulang karena terpeleset di tangga ini. Cuaca yang sedingin es ini juga sama sekali tidak membantu.

Harry menggenggam kertas perkamennya lebih erat. Mengingat Harry yang jarang sekali bernasib baik, hembusan angin bisa saja menerbangkan kertas perkamennya dan dia harus kembali ke ruang rekreasi untuk mengambil kertas perkamen lebih banyak. Dan Harry malas jika harus kembali.

Kemarin, separuh dari teman satu asramanya memberikannya ucapan selamat, sedangkan sisanya bersikap dingin padanya. Tidak ada yang percaya saat Harry mengatakan bahwa dia tidak meletakkan namanya sendiri di Piala Api. Bahkan Ron juga tidak percaya.

Hermione mengulas senyum sedih padanya dan meyakinkan Harry kalau dia percaya padanya, membuat Harry luar biasa bersyukur. Dia juga menyarankan untuk mengabari Sirius soal apa yang terjadi padanya. Dan seperti saran-saran Hermione sebelum ini, Harry merasa saran kali ini juga adalah saran yang sangat bagus.

Di dalam kandang burung hantu sama sekali tidak merasa hangat, tapi setidaknya dinding-dindingnya melindungi Harry dari hembusan angin yang kencang. Kicau yang familiar terdengar dan menarik perhatian Harry ke arah salah satu area dimana Hedwig sedang hinggap di antara dua burung hantu lainnya.

Memutuskan bahwa Hedwig membutuhkan lebih banyak kehangatan sebelum menyuruhnya untuk mengirim surat, Harry pada akhirnya duduk dan mengambil pena serta sebotol tinta dari sakunya.

Harry baru saja menuliskan kalimat penutup di bagian bawah kertas perkamennya saat dia mendengar suara langkah dari seseorang yang sedang menaiki tangga. Sedikit panik, karena dia akan mengirim surat pada seorang buronan, Harry cepat-cepat menggulung kertas perkamennya dan mengikat gulungan itu.

Sedetik kemudian si menyebalkan Draco Malfoy muncul, dengan wajah merah karena kedinginan. Dan Harry harus menahan untuk tidak menampar dirinya sendiri karena baru saja berpikir bahwa semburat merah akibat kedinginan di pipi Malfoy sama sekali bukan hal yang buruk untuk dilihat.

Seperti yang Harry duga, Malfoy terlihat sama terkejutnya ketika melihat Harry. Langkahnya terhenti saat kedua mata mereka bertemu. Dia sedikit berjingkat, sampai akhirnya tersadar lalu tersenyum mengejek, membuat Harry mengernyitkan dahinya.

"Well, siapa yang menyangka aku akan bertemu dengan Juara dari Hogwarts," katanya dengan nada elegan namun menyebalkan.

"Pergi sana, Malfoy," Harry menjawabnya dengan galak.

"Kenapa bukan kamu yang pergi?" Malfoy bertanya balik sambil melangkahkan kakinya masuk. Dia memandangi gulungan perkamen di tangan Harry. "Karena aku lihat kamu sudah selesai menulis... hm, surat apa itu Potter? Menjawab surat dari para penggemarmu? Sungguh baik hati sekali pahlawan kita satu ini."

"Ha ha," Harry tertawa datar, sambil memastikan bahwa gulungan perkamennya telah diikat dengan benar. Lalu sebuah pikiran menyambangi kepala Harry, membuatnya memandang pria berambut pirang di depannya lagi. "Para pengawalmu kemana, Malfoy? Apa akhirnya mereka muak denganmu?"

Malfoy sengaja berlama-lama untuk menjawab Harry, mengikat gulungan perkamennya dan memberi isyarat pada burung hantunya untuk mendekat terlebih dahulu sebelum berkata lagi. "Kalau mengirim surat begini sih, mana mungkin aku butuh pengawal. Lagipula, bukannya aku yang harusnya bertanya begitu padamu?"

Harry bisa mengerti kemana arah pembicaraan ini, jadi dia berbalik dan memanggil Hedwig untuk mendekat.

"Dimana komplotanmu yang berambut merah, Potter?" tanya Malfoy, dengan nada tak suka. "Apa akhirnya dia muak karena selalu dibanding-bandingkan denganmu?"

Malfoy tidak tahu. Tentu saja dia tidak mungkin tahu kalau Ron sama sekali tidak mempercayainya. Dia tidak mendengarkan saat Ron menyebutnya pembohong sebelum akhirnya berbalik dan meninggalkan Harry tanpa mau mendengarkan penjelasan Harry. Tapi perkataan Malfoy menyisakan luka, membuat Harry tidak sengaja mengikatkan suratnya terlalu kencang di kaki Hedwig sampai Hedwig kesakitan.

"Oh," kata Malfoy lagi, dan Harry tahu bahwa Malfoy menyadari kalau kata-katanya sudah membuat Harry kesal. Dia sudah bisa membayangkan seringai lebar diikuti oleh cemoohan yang akan dilontarkan Malfoy.

Harry berbisik pada Hedwig untuk membawa suratnya pada Padfoot agar dia bisa cepat-cepat pergi dari ruangan ini sebelum dirinya tidak tahan untuk tidak melontarkan mantra kutukan untuk si Malfoy. Hedwig terbang keluar dari kandang burung hantu, dan saat itulah Harry memutuskan untuk tidak membuat kekesalannya terlalu ketara di wajahnya sambil menyiapkan mental untuk segera keluar dari sana.

"Jadi si Weaselby benar-benar berpikir kalau kamu yang meletakkan namamu di Piala Api."

Dan Harry sudah siap untuk memukul si Malfoy, kalau saja dia tidak sadar dengan nada yang digunakan Malfoy saat berkata begitu. Menyadarinya, malah Harry yang merasa dirinya tertampar.

Dia berbalik dan menemukan Malfoy tengah memandangnya dengan satu alis terangkat.

"Menurutmu aku tidak melakukannya?" tanya Harry tidak bisa menahan dirinya sendiri untuk tidak terheran-heran.

Malfoy mendengus seolah Harry baru saja mengatakan sesuatu yang bodoh. "Dengan wajah terkejut jelekmu saat Dumbledore memanggil namamu?" tanyanya, membelalakkan matanya dan membulatkan mulutnya, mencoba menirukan ekspresi Harry untuk mengejeknya.

Jika ada orang yang berkata pada Harry kalau suatu saat dia merasa lega saat Malfoy mengoloknya, dia tidak akan pernah mempercayai orang itu. Tapi itulah yang dirasakannya sekarang, merasa lega karena rupanya satu-satunya orang yang percaya bahwa dirinya tidak memasukkan namanya ke Piala Api selain Hermione adalah si menyebalkan Draco Malfoy.

"Melihat ekspresi jelek kemarin malam saja sudah membuatku yakin kalau kamu tidak memasukkan namamu kesana," lanjut Malfoy. "Tapi aku juga tidak terkejut sih kalau Weasley tidak percaya padamu,"

Harry seketika mengernyitkan dahinya begitu mendengar nada Malfoy. "Kenapa?"

"Karena dia terlalu bodoh," jawab Malfoy, dengan seringai mengejek yang kembali hadir di wajahnya. "Sudah kuperingatkan di tahun pertama dulu kalau kamu memilih golongan yang salah."

Dan itulah saat Harry teringat kembali dengan siapa dia berbicara. "Aku masih bisa memutuskan sendiri siapa sebenarnya golongan yang salah, Malfoy."

Si pirang itu lantas menyeringai makin lebar. "Dan sekarang lihat kemana keputusanmu membawamu."

Harry tidak repot-repot untuk membalasnya. Dia segera berderap keluar dari kandang burung hantu menuju anak tangga yang licin. Belum ada sepuluh langkah saat Malfoy memanggilnya.

"Potter!"

Saat Harry membalikkan tubuhnya, si pirang itu menatap Harry dengan aneh. "Apa kamu tahu kenapa anak-anak Gryffindor tidak berhenti menatapku seharian?"

Harry tersenyum mengejek. "Oh, jadi kamu penasaran kenapa, Malfoy?"

Katanya-katanya membuat si rambut pirang menyebalkan itu mendengus dan masuk kembali ke dalam kandang burung hantu. Senang karena kemenangan kecilnya, Harry lalu menuruni anak tangga yang licin itu dengan riang.

.

To be continued

.

✓ The Owlery #1 (INA Trans)Where stories live. Discover now