A: CH
INFO: Argara untuk sementara gak publish dulu yaa, sampai aku selesai ujiann dan bakal jarang megang hp. Jadi untuk yang minta feedback sabar yaa huhu :(
Doa in ya bestiee semoga ujian aku lancarr.
Cung angkat kaki yang minggu-minggu ini ujiann✋
Semoga yang lagi ujian lancar jaya yaa😻
•
•
•
•
•
[41] Pulang
[ H A P P Y R E A D I N G ]
***
Hari ini adalah hari ke-5 Argara sudah di rumah sakit, dan hari ini Argara sudah diperbolehkan pulang.
Sekarang Anara sedang menyusun baju-baju Argara dan bajunya untuk dimasukkan ke dalam tas besar.
Sedangkan Argara hanya duduk dengan gelisah di atas brankar masih tangan yang di infus.
"Lo kenapa sih? Gelisah banget duduknya gue liat?" tanya Anara yang masih sibuk dengan tasnya.
"Badan gue risih, lengket lagi," jawab Argara.
"Ya iyalah lengket, kan selama dirumah sakit lo belum ada mandi. Amnesia lo?"
Argara menatap tajam Anara.
"Gak takut gue ditatap kayak gitu Ga."
Argara tak menjawab, tetapi masih duduk dengan gelisah.
Anara pun jadi ikutan risih melihatnya. "Oh gue tau, lo ngode kan biar gue mandiin lo?" tuduh Anara.
"Gak usah sok tau!" balas Argara.
"Udahlah, ngaku aja kali, gue cenayang loh!" Anara pun bangkit dengan kain ditangan, lalu menuju ke kamar mandi.
Argara mentapa tubuh Anara yang berjalan sampai hilang di pintu kamar mandi.
Setelah dirasa sudah semua, Anara keluar dengan air di baskom.
"Geseran dikit," suruh Anara.
Argara pun menurut saja, nyatanya dia tak tau apa yang akan Anara lakukan.
Setelah dapat tempat duduk, Anara mencelupkan kain ke dalam baskom, kemudia memeras kain tersebut.
Dengan telaten Anara membersihkan kaki Argara sampai ke dengkul saja. Tak berani sampai paha, takut dikira cewek apaan sama Argara.
Tak lupa juga juga Anara membersihkan telapak kaki suaminya itu.
Sedangkan Argara memerhatikan apa yang dilakukan Anara, ingin tersenyum, tapi ditahan.
"Buka baju lo," suruh Anara lagi.
"Hah?!" Argara kaget saat mendengar suruhan Anara.
Anara berdecak malas. "Gimana mau bersih tuh badan, lo aja gue suruh buka baju jawabnya malah kayak orang bolot gitu!"
"Gak bisa. Tangan gue susah," balas Argara.
Lagi-lagi Anara lupa, kalau suami nya itu sedang patah tulang. Dengan pelan Anara naik ke brankar dan duduk dibelakang Argara.
"Mau ngapain?" tanya Argara dengan bingung.
"Stt! Diem aja deh lo." ucap Anara.
Anara pun membuka baju Argara dari belakang, membuat Argara terkejut, pasalnya Argara belum pernah membuka baju didepan perempuan, kecuali Bunda-nya.
"Heh! Ngapain lo?!" seru Argara.
"Gue bilang diem, ya diem." Anara mencubit punggung Argara membuat Argara meringis.
Setelah dirasa Argara diam, Anara pun kembali membuka baju Argara sampai batas leher saja mengingat tangan Argara susah untuk digerak kan.
Sempat terpesona sebentar saat melihat punggung tegap Argara yang terbentuk, membuat Anara malu sendiri sama tindakannya.
'Dari belakang aja kayak gini, apalagi dari depan, masyaallah Anara sadar!' gumam Anara.
Dengan tangan gemetaran, Anara mulai mengelap punggung Argara dengan pelan.
"Depan perlu juga gak?" tanyak Anara.
Dengan cepat Argara menggeleng. "Gak usah!" jawab Argara dengan cepat. "Udah Ra, udah nggak lengket lagi badan gue, makasih," sambung Argara.
"Oke!" Anara pun turun dan berjalan ke kamar mandi.
***
"Udah semua kan Ra?" tanya Clarissa. Clarissa datang untuk membantu Anara.
"Udah semua Bun," jawab Anara.
"Yaudah, ayok kita keluar," Clarissa pun mendorong kursi roda yang diduduki oleh Argara.
Mereka pun keluar dari rumah sakit dan memasuki mobil. Argara yang duduk disamping supir, Clarissa dan Anara yang duduk dibangku tengah.
"Nara, Bunda minta tolong ya sama kamu untuk rawat Arga," ucap Clarissa.
Anara mengangguk tanda setuju. "Iya Bun. Bunda tenang aja, Nara pasti rawat Arga kok."
"Makasih ya nak, nanti Bunda bantu-bantu kamu juga deh."
"Iya Bun," balas Anara.
Didepan, Argara yang mendengar percakapan itu pun mendengus.
"Bunda, Arga lagi sakit, bukan cacat. Arga bisa sendiri kok,"
Argara pun membuka suara.
"Tangan, kaki kamu aja gak bisa digerakin gitu, sok-sokan mau sendiri. Gak, gak! Yang ada nanti kamu malah ngerepotin Nara," celoteh Clarissa.
"Percaya deh Bun, Arga bisa sendiri," Argara tetap kekeuh pada pendiriannya.
"Liat aja nanti. Tangan kamu dua-duanya di gips gitu, sok-sokan gak mau dibantu," Clarissa berucap dengan remeh.
"Liat aja nanti." Argara sepertinya menantang Bunda Negara.
***
"Bun, tolong dong, masa' iya Arga terus-terusan didalam mobil," rengek Argara meminta tolong.
Kalau bersama Bunda-nya, ntah kemana perginya sifat dingin Argara. Anara saja sampai bengong melihat tingkah Argara.
"Tadi siapa sih Ra, yang sok-sokan gak mau dibantu," sindir Clarissa.
"Gak tau Nara Bun." Anara pun ikutan pura-pura tidak tau sambil mengedikkan bahunya.
Sedangkan Argara menggerutu ditempat. "Bun, gitu banget sama anaknya. Anaknya lagi kesusahan ini loh!" sebal Argara.
"Cerewet kamu! Gak malu apa ada istri, kamu malah merengek kayak gitu, kayak anak kecil. Bisa ilfil lama-lama Anara liat kamu, kalo sifat kamu begini," celoteh Clarissa.
Argara memutar bola mata. "Makanya, bantuin,"
"Diem kamu disitu, jangan grasak-grusuk, nanti jatuh siapa yang rapot?"
Clarissa pun berjalan ke arah mobil diikuti Anara dibelakang. Anara segera mengeluarkan kursi roda di bagasi belakang.
"Pak, tolong gotong nih anak ya pak," ucap Clarissa ke pak Adi.
"Iya buk."
Dengan hati-hati pak Adi memindahkan tubuh Argara dan mendudukkannya di kursi roda.
"Makasih ya pak," ucap Argara saat tubuhnya sudah duduk di kursi roda.
Pak Adi mengangguk. "Sama-sama den," balas pak Adi. "Saya pamit dulu den, non, nya,"
"Iya pak." jawab Argara, Anara, dan Clarissa barengan.
Mereka bertiga pun memasuki rumah. Clarissa berjalan didepan, sedangkan Anara mendorong kursi roda Argara dengan hati-hati.
Argara sudah diistirahatkan sementara di kamar tamu sampai pulih.
"Ra, ini tas nya mau letak dimana?" tanya Clarissa.
"Dikamar Nara aja Bun. Biar nanti Nara yang nyusun baju-bajunya," jawab Anara dari dapur.
Anara yang sedang menyeduh teh tiba-tiba terdiam, seakan teringat sesuatu. "Waduh, kan gue sama Arga gak sekamar. Kalo Bunda tau bisa gawat nih!" gumam Anara.
Buru-buru Anara mengecilkan api, dan langsung menghampiri Clarissa yang baru menginjak anak tangga.
"Eh, Bun gak usah repot-repot," cegah Anara sambil Inging mengambil alih tas.
"Gapapa Ra. Biar Bunda letak dikamar aja," balas Clarissa dan ingin melanjutkan langkahnya.
Degan cepat Anara mencegah. "Aduh Bun, jangan. Bunda pasti capek habis pulang dari rumah sakit malah bawak tas besar, mana berat lagi tas nya. Mending Bunda duduk aja, istirahat, biar Nara yang letak tas nya," celoteh Anara dengan cepat dicampur panik.
"Bener juga yang kamu bilang. Yaudah, ini tas nya," Clarissa pun memberikan tas itu ke Anara. "Gak salah milih mantu deh Bunda," sambung Clarissa.
Anara tersenyum mendengar itu. Saat memastikan Clarissa kembali ke depan, barulah Anara menghela nafas lega.
Dengan cepat Anara masuk ke kamarnya dan meletakkan tas itu dengan asal. Buru-buru Anara kembali ke dapur saat ingat bahwa dirinya sedang menyeduh teh.
"Ini Bun, teh nya, jangan lupa diminum biar makin rileks," ucap Anara sambil meletakkan segelas teh dimeja.
"Makasih ya sayang." sesudah mengucapkan itu, Clarissa meminum teh dengan pelan.
"Oh iya Nara, Bunda baru inget," Clarissa berkata tiba-tiba sambil meletakkan teh ditempat semula.
"Kenapa tuh Bun?" tanya Anara penasaran.
"Kondisi Arga kan lagi patah tulang dibagian tubuh yang membuat Arga sulit bergerak," Anara mengangguk tanda merespon ucapan Clarissa. "Jadi, Bunda boleh minta tolong ke kamu untuk merawat Arga ya nak,"
"Kalo itu sih udah pasti Bun. Bunda gak perlu khawatir," balas Anara.
"Iya nak, Bunda percaya. Jangan lupa juga ya kamu sulangin Arga untuk kedepannya sama mandiin Arga," ucap Clarissa denagn tatapan memohon.
Anara mengangguk sambil tersenyum. "Iya Bun," sedetik kemudian Anara tersadar dengan perkataan Clarissa di akhir. "MANDIIN?!" seru Anara dengan mata melotot.
"Iya nak. Kamu kenapa? Kok kayak terkejut gitu. Kamu tuh seharusnya gak perlu terkejut gitu, kan udah pernah liat semua tubuh suami kamu saat malam pertama," Clarissa berucap dengan gembleng.
Anara pun menyengir seperti orang bodoh yang tak tau mau bertindak seperti apa. Tak tau aja Clarissa kalau Anara baru ngeliat pundak suaminya.
Mau tak mau pun Anara mengangguk. "Iya Bun. Nanti pasti Nara mandiin kok." ucap Anara dengan terpaksa.
To be continued.....
•
•
•
•
•
Bunda, bunda, gak tau aja Bunda. Jangan kan malam pertamaan, Anara dan Argara aja pisah kamar.
___________________________________
•Jangan lupa tinggalin jejak vote dan komen sesudah bacaa ℘
•Komen 'next' disini ➛
•See you in the next chapter ᥫ᭡
Jangan lupa untuk follow akun instagram aku ya @gitaaam_wp untuk melihat sekilas tentang Argara & Anara sekawan, yang mau follback-an bisa dm