WASTED LOVE (Completed)

By felisurya

127K 17.1K 571

[DAFTAR PENDEK WATTYS 2023] Cold ass Jacqueline, direktur paling muda di Wardhana Group, harus terusik oleh k... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Epilog

Bab 22

2.3K 342 28
By felisurya

Jacqueline dan Marshall main catur hingga pukul tiga dini hari. Marshall tidak bohong, dia memang bisa main catur, lumayan jago pula. Setelah enam pertandingan, keduanya sudah tidak sanggup lagi lantaran luar biasa mengantuk.

"Berapa skor kita?" tanya Marshall sambil menguap. "Seri bukan?"

"Hah?" Jacqueline mengerjapkan mata.

"Saya menang tiga kali, kamu menang tiga kali."

"Oh." Jacqueline tidak terlalu peduli. Matanya terasa begitu berat. Dalam hitungan detik, dia sudah terlelap. Marshall tersenyum tipis dengan mata yang sayu. Dia membaringkan tubuh di atas lantai dan memejamkan mata.

Pagi harinya, Jacqueline pelan-pelan terbangun karena ada sentuhan di kening. Dia membuka mata dan terkesiap.

"Saya nggak ngapa-ngapain, cuma ngecek aja apakah kamu demam," ucap Marshall.

"Oh."

"Kamu nggak demam. Seems like you're healing well."

"I have to heal well. Banyak kerjaan di kantor."

"Kamu mau ke kantor hari ini? Memangnya kamu udah bisa jalan?"

Jacqueline mengangguk. "Pelan-pelan."

"Dan menarik perhatian semua orang?" Marshall menaikkan sebelah alisnya. Dia sengaja mengeluarkan suara-suara melengking. "Mbak Jacqueline, Mbak kenapa? Ih, Mbak kok jalannya ngesot?"

"Stop it." Jacqueline mendengus.

"Nggak mau, kan? Makanya istirahat. At least hari ini."

"Saya bosan di rumah doang."

"Tubuh kamu juga bosan dipaksa kerja terus." Marshall melipat selimut yang semalam dijadikan alas tidurnya. "Lagian, Wardhana Group nggak bakalan bangkrut cuma gara-gara Jokes nggak masuk sehari."

"Jokes?"

"Kamu. Jacqueline Kitahara Sjahrir. Disingkat jadi JKS, Jokes." Marshall tertawa garing.

Jacqueline mengernyit. Sama sekali tidak lucu. Ketika sudah pagi, Marshall sepertinya menjelma kembali menjadi sosok menyebalkan yang biasanya dikenal Jacqueline.

"Ayo, kita makan pagi." Marshall mengulurkan tangan untuk membantu Jacqueline untuk berjalan keluar kamar dan duduk di kursi meja makan. Kemudian dia membuka lemari makanan dan mengeluarkan sekaleng susu bubuk serta satu kotak oats instan.

"Cuma ada ini untuk sarapan," ucapnya. "Nggak apa-apa, kan?"

Jacqueline mengangguk. "Marshall, saya harus ke kantor hari ini. Ada rapat due diligence sama Pak Adi."

"Biar saya yang ngejalanin." Marshall mulai memasak air untuk menyeduh susu bubuk dan oats.

"Kamu? Kamu kan nggak tahu apa-apa soal itu."

"Saya tahu. I have been paying attention at work," ujar Marshall. "Sejak kamu minta saya untuk nggak nambah beban kamu di kantor, I have been trying to do things right."

Jacqueline takjub mendengar ucapan Marshall. Dia kira Marshall hanya main-main, namun raut wajahnya begitu serius.

"Just trust me."

Marshall meletakkan mangkuk berisi susu dan oats yang masih mengepul ke hadapan Jacqueline. Dia duduk dan mulai makan. Jacqueline bergantian menatap makanan di hadapannya dan Marshall yang sudah mulai makan. Jacqueline menghela napas. Dia tidak punya pilihan lain selain berusaha mempercayai Marshall. Dia tidak ingin datang ke kantor menyeret kakinya dan membuat orang-orang bertanya-tanya. Lalu, dia harus mengarang cerita dan membayangkannya saja sudah membuatnya lelah.

"Oke, kabari saya kalau butuh apa-apa," balas Jacqueline. "Speaking of which, boleh minta tolong laptop kantor dikirim ke sini? Ada di meja kerja saya, nanti Kana bisa—"

"Jacqueline, istirahat aja. Nggak usah mikirin kerjaan." Marshall menyela. "Kapan terakhir kali kamu cuti? Probably never."

"Saya cuti sewaktu nikah."

"Jadi, udah dua tahun kamu nggak pernah cuti?"

"Nggak—" Jacqueline lekas membantah, namun kemudian sadar bahwa ucapan Marshall sepertinya benar. "—juga."

"Udah, pokoknya kamu istirahat aja di rumah."

"Saya masih butuh laptop. Mau ngapain kalau nggak di sini?"

"Nonton kek, baca kek."

Alis Jacqueline terangkat sebelah. "Buku? Memangnya kamu baca buku? Katanya kamu nggak baca buku."

Marshall menghela napas. "Ada di laci meja sebelah ranjang. It should be enough entertainment sampai saya datang lagi siang ini."

"Kamu akan datang lagi siang ini?"

"Of course. Kalau nggak, kamu mau makan apa?"

"Saya bisa pesan makanan. Saya masih bisa ngesot ke kamar mandi dan ke pintu masuk." Jacqueline meyakinkan.

Marshall menatap Jacqueline dengan ragu.

"Marshall, jangan khawatir. Aku baik-baik aja."

"Uhuk!" Marshall terbatuk. "Uhuk! Uhuk! Uhuk!"

"Kamu nggak apa-apa?" Jacqueline refleks hendak berdiri untuk mengambilkan minum, lupa dengan kakinya yang masih cedera.

Marshall menahan tangannya sambil menggeleng. Wajahnya merah padam. Dia berusaha meredamkan batuknya dengan minum sisa susu yang belum diaduk dengan oats.

"Hhh." Marshall menarik napas dalam-dalam setelah batuknya mereda. "Hhh. Hhh."

"Kamu nggak apa-apa?" Sekali lagi Jacqueline bertanya.

Marshall menggeleng. "Nggak apa-apa. Uhuk! Aku baik-baik aja."

"Kenapa tiba-tiba keselek, sih?" Jacqueline mengernyit. "Ada-ada aja."

"Gara-gara kamu."

"Aku kenapa?"

"Tuh." Marshall menuding, setengah mati menahan senyum.

Jacqueline meraba-raba sekitar mulutnya. Apa dia makan belepotan?

"Bukan itu." Senyum Marshall mengembang. Dia tidak bisa menyembunyikannya lagi. "Kamu sekarang nyebut dirimu 'aku', bukan 'saya' lagi. That is a huuuge leap."

"Hah?" Jacqueline mengerjap bingung. Sesaat kemudian dia tersadar maksud Marshall. Rona merah langsung mewarnai seluruh wajahnya. Jacqueline membuang muka, menunduk fokus pada semangkuk oats di depannya. Sungguh, dia sama sekali tidak sadar!

"Dari manggil 'Bapak', lalu 'kamu', lalu 'AKU'. Jacqueline, ternyata hubungan kita udah sedekat itu!"

"Please, stop," gumam Jacqueline, masih tidak berani menatap Marshall. "Why is it a big deal anyway?"

"Jelas, it's a big deal." Marshall masih tersenyum, berusaha membuat kontak mata dengan Jacqueline. "Berarti tanpa sadar kamu udah merasa nyaman denganKU."

Jacqueline tidak menyahut. Dia melahap makanannya dengan cepat. If it's not a big deal, kenapa juga dia harus salah tingkah? Oke, harus Jacqueline akui bahwa hubungannya dengan Marshall tidak sama seperti dulu saat baru mengenalnya. To be fair, he has become a lot more civil nowadays. Dia tidak lagi bersikap tengil dan membuat Jacqueline gusar. Dia banyak membantu Jacqueline. So it's natural that they became closer, right? Not close as in 'close', but close 'close' alah apa sih, Jacquees? Ribet banget!

"Anyway, AKU berangkat dulu, ya." Marshall beranjak dan membawa mangkuknya ke bak cuci piring. Cepat-cepat dia mencucinya, lalu mengeringkan tangan dengan lap. "Kalau butuh sesuatu, telepon AKU."

Jacqueline menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata dan mengangguk.

"Oh ya, nanti siang—"

"Please, jangan datang nanti siang. Yang ada ak—" Jacqueline menghentikan ucapannya, buru-buru meralat. "S-sa-saya jadi nggak bisa istirahat."

"Kenapa? Kamu deg-degan setiap aku sama kamu?" Marshall nyengir badung.

"Please, please, stop."

"Hahaha!" Dia tertawa puas. "Oke, aku akan datang lagi nanti pulang kerja. Kita makan malam bareng. Boleh, kan?"

Jacqueline hendak menolak lagi, tapi Marshall buru-buru melanjutkan ucapannya.

"Ini kan apartemenku. Aku bebas datang, dong? Lagian, kamu masih berhutang banyak sama aku. Mana voucher makan dan nonton yang kamu janjikan?" Telapak tangan Marshall terulur dan membuka.

"Maaf, nanti aku—" Jacqueline menggeleng. "Saya—"

"Jacqueline, it's fine." Marshall tersenyum kecil. "Jangan merasa canggung. Aku senang kalau kamu merasa lebih nyaman denganku. Nanti malam aku ke sini. Aku akan bawain makan malam buat kamu, lalu kita main catur bareng lagi. Oke?"

Sorot mata Marshall begitu hangat namun serius. Senyumnya ramah namun tegas. Jacqueline luluh. Dia mengangguk pelan, menuruti ucapan Marshall.

"Sampai nanti, Jacqueline."

"Hati-hati di jalan—" Jacqueline menggumam. "—Shall."

***

Continue Reading

You'll Also Like

160K 19.5K 30
#1 The Justice Bergabung kembali dengan Adhikayasa membuat Bella harus menyeburkan diri pada marabahaya yang selalu siap menimpanya. Dilatih menjadi...
341K 52.8K 36
* Spin-Off: I Wanna Get Lost With You (Uwi-Raka) Sejak kecil Ruisha selalu bercita-cita memiliki pasangan yang tampan dan kaya. Sampai melewatkan sat...
4.7M 350K 54
TIDAK TERSEDIA DI GRAMEDIA WA 0895-6012-87793 | Shopee ariskakhurnia [CERITA LENGKAP] Arsel yang bahkan belum resmi lulus dari SMA, sudah mendapatkan...
3.8M 41.6K 33
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...