Komang

By DimskiDimski

376K 9.9K 187

Cerita tentang Komang dan empat orang sahabatnya di masa-masa mereka menikmati gejolak remaja SMA. Dari salin... More

Bagian 1 dan 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 34
Bagian 35
Bagian 36
Bagian 37
Bagian 38
Bagian 39
Bagian 40
Bagian 41
Bagian 42
Bagian 43

Bagian 33

5.4K 168 3
By DimskiDimski

Komang membuka matanya yang masih terasa berat. Dicoba digerakannya kedua tangan dan kakinya. Terikat. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali. Pandangannya masih kabur. Badannya terasa lemas. Dia kembali memejamkan matanya.

***

Soni keluar dari kamar mandi. Dia kemudian duduk di meja yang berada di tengah warung. Dinyalakannya rokok.

"Pak .. Mandi gih."

Tak ada jawaban.

"Pak?"

Soni kemudian berdiri dan berjalan menuju kamar tempat beristirahat di warung dekat sekolah itu. Dilihatnya kamar itu kosong. Sarung yang dipakai oleh bapak penjaga warung ada di tempat tidur.

Soni lalu mencari handphonenya. Dilihatnya ada nada panggil tak terjawab dari Kang Mamat. Soni menelpon balik ke Kang Mamat. Nada panggil. Tak dijawab.

Soni kemudian segera memakai kaosnya. Hatinya merasa tidak enak. Dicobanya menelepon kembali Kang Mamat dan tetap nada panggil tak terjawab. Dia kemudian menelpon bapak penjaga warung, tipis harapan bapak penjaga warung mengangkat teleponnya.

"Soni."

Bapak penjaga warung menjawab dengan berbisik.

"Pak? Pak? Dimana, Pak? Ada apa? Bapak kemana? Sama siapa?"

"Soni! Dengar bapak baik baik. Tinggalkan warung. Pergi dari warung. Jangan bawa motor. Lari ke belakang sekolah. Bapak tunggu kamu dibelakang sekolah. Bawa botol aqua besar yang ada didekat pintu kamar bapak. Sekarang!."

Dengan perasaan bingung Soni menuruti apa yang menjadi diperintahkan oleh bapak penjaga warung itu. Dia mengambil jaketnya lalu mematikan semua lampu. Lalu mengambil botol aqua yang ada didekat pintu kamar. Dia membuka pintu belakang pelan pelan lalu setelah dirasanya aman, dia berjalan keluar dari warung dan berlari menuju ke belakang sekolah.

***

Felix dan Ferdian tiba di rumah Felix. Sudah banyak tamu yang datang. Mereka segera masuk ke dalam rumah. Felix menyalami saudara saudara bapak dan ibunya lalu segera masuk ke dalam kamar untuk berganti baju, sementara Ferdian ke belakang untuk membantu ibunya Felix menyiapkan beberapa makanan yang akan dihidangkan.

Ketika hendak keluar kamar setelah berganti baju, Felix merasakan handphone yang ditaruh di saku celananya bergetar. Diambilnya handphone itu dari saku celananya. Satu pesan whatsapp masuk. Raut mukanya berubah. Dilihatnya video yang dikirimkan oleh seseorang. Video Aldo dan Stevan.

'Kalo video ini tersebar, gimana reputasi papanya Aldo?'

Felix menarik napas panjang. Tangannya bergetar. Setelah menenangkan diri, dia kemudian keluar kamar dan bergabung bersama Ferdian membantu ibunya menyiapkan hidangan.

"Felix? kenapa?"

"Hah?"

Ferdian kemudian mengambil bungkusan kuah sayur dari tangan Felix.

"Kuah ini harusnya masuk ke dalam mangkok. Lo nyadar nggak kalo kuah ini lo tuang kemana?"

Felix melihat bungkus kuah sayur yang dipegangnya. Kuah itu tumpah ke meja dapur dan bukan ke mangkok.

"Fer, bantu gue yaa. Lo bantu nyokap nyiapin makanan yaa. Gue keluar sebentar aja, kalo nyokap tanya bilang gue beli rokok."

"Lo kenapa sih? Ada apa?"

"Enggak apa apa. Gue keluar beli rokok bentar."

Ferdian hendak bertanya lebih lanjut namun Felix keburu keluar dengan sedikit berlari ke pintu belakang.

***

Stevan melihat Aldo yang tertidur dengan nyenyak disampingnya. Diangkatnya kepala Aldo dari dadanya. Dipindahkannya ke bantal. Aldo membuka matanya. Tersenyum. Stevan membalas senyum Aldo kemudian mengusap usap kepala Aldo. Aldo tidur kembali.

Perasaan tidak enak mendadak menyerang Stevan. Handphonenya bergetar. Dia kemudian bangkit dari tidurnya, duduk di pinggiran tempat tidur dan mengambil handphonenya dari saku celananya di lantai.

Pesan masuk. Sebuah video.

'Kalo video ini tersebar, gimana reputasi papanya Aldo?'

Muka Stevan memucat. Tangannya bergetar. Dia berdiri, memakai celana dalamnya lalu berjalan ke lemari dan mengambil celana jeans dari lemari itu. Dipakainya celana jeans itu, setelah itu dia bergegas mengambil jaketnya dari gantungan dibalik pintu kamar. Dipakainya jaket itu tanpa memakai kaos terlebih dahulu. Dia melihat ke arah Aldo yang masih tertidur.

Handphone Aldo tampak berkedip kedip. Stevan mengambil handphone itu dan pesan yang sama masuk ke handphonenya Aldo. Dia kemudian menghapus pesan tersebut dan menaruh kembali handphone itu pada posisi semula.

Stevan kemudian membuka selimut yang ada ditempat tidurnya, dia kemudian menyelimuti Aldo setelah itu Stevan mematikan lampu kamar lalu dia keluar dari kamar pelan pelan. Ditutupnya pintu kamar. Bersamaan dengan dia menutup pintu kamar, sebuah pesan masuk di handphonenya. Dari Kang Mamat.

'Stepan, siapa aja yang di rumah?'

'Saya sama Den Aldo.'

'Kamu ada yang kirim pideo?'

'Ada, Kang. Saya ini bingung. Akang tau siapa yang kirim?'

'Tenang. Sekarang cek di dalam rumah ada siapa. Abis itu wa sayah.'

'Ok.'

Stevan kemudian berjalan ke dalam rumah. Langkahnya waspada.

"Mamat. Lagi WA sama siapa kamu?"

"Sama Stepan, Pak, absen, ada tamu apa nggak."

"Oooh. Saya ke Bangkok besok pagi. Kamu ngga usah antar ke airport. Saya nginap di hotel malam ini. Kamu pulang. Kalo ibu tanya, bilang saya ke Bangkok seminggu. Nanti kalau saya pulang saya telepon kamu untuk jemput."

Kang Mamat mengangguk.

"Sekarang kamu pulang aja. Titip rumah yaa."

Papanya Aldo kemudian keluar dari mobil dan masuk ke dalam hotel. Kang Mamat lalu melaju, meninggalkan area hotel. Dia kemudian berhenti di pinggir jalan. Diambilnya handphonenya lalu, dilihatnya ada beberapa pesan masuk. Kang Mamat membaca pesan pesan tersebut. Setelah itu dia mengangkat telpon dari seseorang.

***

Komang membuka matanya. Pandangannya semakin lama semakin jelas. Kesadarannya mulai terkumpul.

Dilihatnya tangan dan kakinya terikat pada papan. Posisi tangannya terikat keatas dan kakinya terikat pada kursi yang didudukinya. Dia hanya mengenakan celana dalam. Samar-samar dicobanya mengingat ruangan tempat dia berada. Lamat lamat dia mendengar suara air mengalir dari keran lalu suara air itu berhenti.

Terdengar suara langkah orang mendekati ruangan itu kemudian pintu terbuka. Komang memejamkan matanya, kepalanya terkulai. Dengan telinganya dia mendengar langkah kaki itu mendekati dirinya. Sepertinya dua orang.

"Lo goblok, kebanyakan ngasih obat bius, nih anak sampai sekarang belum sadar juga."

"Sorry, boss. Gimana kalo diguyur aja pakai air dingin."

"Pala lo tuh diguyur biar ngga goblok terus terusan. Udah biarin aja, kita masih punya banyak waktu."

Kedua orang itu kemudian berjalan meninggalkan Komang. Menutup pintu dan berlalu. Komang membuka matanya. Suara orang yang bicara tadi pernah dia dengar tapi dia lupa dimana.

***

Stevan membuka pintu masuk ke dalam rumah dari arah dapur. Lampu dapur dimatikan olehnya. Setelah itu dia berjalan perlahan-lahan, menggunakan instingnya. Dia melewati ruang makan, tak ada apa apa, lalu dia melongok ke ruang tamu, tak ada tanda tanda ada orang disana. Perlahan terus dia menelusuri rumah, didekatkannya kupingnya ke daun pintu kamar Aldo sambil tangannya bergerak hendak memegang gagang pintu.

Tiba tiba gagang pintu kamar Aldo bergerak turun perlahan. Stevan menahan napas lalu mundur perlahan dan berjalan dengan ke arah kamar papa mama Aldo. Dia lalu masuk ke dalam kamar yang pintunya tidak tertutup rapat. Stevan lalu bergegas masuk ke dalam lemari gantung di kamar papa mama Aldo. Saat itu hanya tempat tersebut yang menurutnya aman.

Seseorang keluar dari kamar Aldo, lalu keluar perlahan menutup pintu kamar Aldo dan setelah itu orang tersebut berjalan ke arah kamar papa mama Aldo. Stevan mengintip dari daun pintu lemari yang tidak dia tutup rapat. Orang tersebut menggunakan kupluk dan masker. Orang itu kemudian menutup rapat pintu kamar papa mama Aldo, lalu mengeluarkan handphone dari kantong celananya. Dia kemudian tampak sedang mencari kontak di handphone tersebut. Setelah itu dia tampak sedang mengetik pesan di handphone itu. Steven menunggu dengan perasaan berdebar. Pikirannya sudah berjalan dengan rencana A dan B jika sampai ketahuan atau harus berhadapan dengan orang tersebut. Keuntungan dari Stevan adalah dia mengenal baik kamar itu. Sangat baik bahkan melebihi Aldo.

***

Soni melihat dari bayangan Pak Penjaga Warung sedang berjongkok di balik pagar sekolah seolah sedang menunggu. Pak Penjaga Warung melihat Soni yang datang berjalan ke arahnya, dia memberikan kode pada Soni untuk merunduk dan berjalan ke arahnya. Soni mengikuti perintah tersebut.

"Ada apa, Pak?"

Soni bertanya sambil berbisik pada Pak Penjaga Warung. Pak Penjaga Warung menempelkan telunjuknya pada bibirnya tanda agar diam. Soni mengangguk. Tak lama kemudian terlihat ada sinar mobil datang dari kejauhan dan berhenti tak jauh dari tempat Soni dan Pak Penjaga Warung itu berjongkok. Dada Soni berdebar, Pak Penjaga Warung menatap pada mobil yang berhenti itu dengan tegang.

Lima orang keluar dari mobil tersebut, berpakaian hitam hitam dan memakai kupluk serta masker. Tanpa bersuara mereka berjalan menuju ke arah warung dekat sekolah. Seseorang tampak membawa jerigen, sementara dua orang membawa balok kayu yang agak panjang. Keringat tampak mengucur membasahi muka dan leher Soni, tangannya mengepal, dia sudah dapat menerka apa yang akan dilakukan oleh para begundal begundal itu. Pak Penjaga Warung mengusap usap punggung Soni menenangkan sambil menggelengkan kepalanya. Soni melotot.

***

Felix tampak berusaha menenangkan dirinya. Dia masuk kembali ke rumahnya lewat dapur. Dilihatnya Ferdian sedang mengobrol dengan ibunya dan beberapa tamunya. Ferdian menoleh ke arah dapur, Felix melambaikan tangannya. Ferdian kemudian membisikkan sesuatu pada ibunya Felix setelah itu Ferdian menghampiri Felix di dapur.

"Ada apa sih? Lo tuh kenapa?"

Felix tersenyum lebar.

"Enggak ada apa. Beneran deh."

"Terus kalo ngga ada apa apa kenapa tadi wadahin sayur kayak gitu."

"Pertama gue kepikiran yang tertunda tadi di toko. Kedua gue pengen banget ngerokok. Jadi kalut deh pikiran gue."

Ferdian cemberut. Felix mengambil tangan Ferdian kemudian meremasnya.

"Jangan cemberut gitu ah. Bikin tambah pengen aja tau kalo liat lo kayak gitu."

"Felix!"

Felix tertawa tawa. Ibu Felix masuk kedalam dapur. Tersenyum melihat tingkah dua orang itu di dapur.

"Kamu pasti abis ngerokok kan? Ngga bisa nahan bentar aja kamu itu yaa."

"Tuuuhh, Ibu aja tauuu, Ferdian dikasih tau ngga percaya kalo aku abis ngerokok."

Ferdian menunduk malu.

***

Kang Mamat segera mengarahkan mobil yang dikendarainya itu dengan kecepatan tinggi menuju warung dekat sekolah. Perasaan tidak enak tiba tiba menghantui dirinya. Sambil otaknya berpikir menganalisa dan kemudian membuat bayangan apa yang akan terjadi dari pesan WA yang dia terima lalu menilik keadaan di rumah laporan dari Stevan serta telepon bapaknya yang melaporkan mengenai pesan yang diterima oleh bapaknya dan juga oleh Felix.

Instingnya mengacu pada satu orang. 

Continue Reading

You'll Also Like

My sekretaris (21+) By L

General Fiction

357K 3.4K 22
Penghibur untuk boss sendiri! _ Sheerin Gabriella Gavin Mahendra
120K 4.4K 31
[BOYXBOY] [MANXMAN] [MATURE] [BL] [18+] Setelah meninggalnya kedua orang tuaku dan berakhir diadopsi oleh keluarga Handoko, kehidupanku dan Rama menj...
2.3M 330K 42
[DIBUKUKAN] [TERSEDIA DALAM BENTUK PDF] [NOMIN - JAEYONG - MARKHYUCK] Kenapa aku selalu diminta menyelamatkan dunia orang lain disaat duniaku sendir...
63.3K 1.6K 11
Adi seorang pelajar SMA yang sedang jatuh cinta kepada Bagas yang notabene seorang perwira polisi dan sudah mempunyai isteri. Bagaimanakah hubungan p...