Annoying Husband

De Laaliisaaaaaaaa

51.5K 416 9

Konten Privat [21+] Dia yang hadir dan dia juga yang pergi. Mais

01. Berbeda?
02. Papa Aneh Banget
03. Teman Mama Papa
04. Ngeselin Banget
06. Perkenalan Diri
07. Kenapa Sih?
08. Semua Orang Nyebelin
09. Menyakiti
10. Jangan Suka Ikut Campur
11. Jangan Begini
12. Sudah Tenang Sekarang?
13. Minta Masukin
14. Idih Najis
15. Apakah Gagal?
16. Cemburu?

05. Murid Baru

1.1K 18 0
De Laaliisaaaaaaaa

14/09/2021

PART - 05. Murid Baru

HAPPY READING 🍒

🎶Jamie Miller - Here's Your Perfect

Pagi ini memang Marsya sudah bangun sehabis subuh karena hari Senin jadi harus berangkat pagi sekali untuknya. Sebelum terlambat, dan juga ada piket hari ini.

"Hadeh, ngantuk banget gue. Mana semalam belajar buat ulangan biologi lagi. Sumpek nih otak."

Satu tangannya memijat keningnya, kepalanya pusing dan juga sakit.

Selesai Subuh. Marsya duduk di atas kasur sambil ngedumel dan makan jajan yang di beli tempo hari. Semua memang di bawa ke kamar. Karena hanya dia yang memakan yang begini.

Sambil makan Marsya menonton siaran anak-anak yang tentang kolam susu. [Yang kepalanya kayak buah anggur, jeruk. Itu loh. Lupa judulnya.]

"Kok ada ya yang begitu, lucu banget."

Memang Marsya tak sibuk lagi karena sudah mandi. Baju sekolah juga sudah berada di dekat kasur. Jadi tinggal di pakai jika nanti sudah hampir setengah tujuh.

Karena siarannya hampir habis Marsya pindah lagi ke Putri bubble-gum sebelum dan terakhir menonton Putri Shofia.

Sambil nonton nyemil, dan juga minum susu yang sudah di beli kemarin. Ah, rasanya jika sudah begini malas untuk sarapan lagi, walau hanya roti. Tapi, jika tidak bagaimana? Hari Senin sangat berat.

Matahari sudah hampir muncul. Marsya buru-buru memakai baju dan juga menyiapkan buku, siapa tau ada yang tertinggal.

"Semua udah siap. Tinggal sarapan deh."

Bosan juga jika di lantai atas hanya sendiri, karena saudaranya tak ada di rumah. Apa lagi tengah malam, sering mendengar suara setan.

Sampai di lantai dasar. Marsya melihat Mamanya yang sepertinya baru selesai mandi karna rambutnya masih basah.

"Baru selesai mandi Ma?"

"Iya, kesiangan buat sarapan."

"Mama sering banget ya, kesiangan selama ada Papa."

Yang di omongin jadi sungkan sendiri, dan juga malu.

"Ngomong apa sih kamu? Mama memang akhir ini sering lembur."

"Lembur apa emang?"

"Anak kecil nggak boleh tau," sahut Papa.

"Sama-sama baru keramas."

"Ssst."

"Pa, mau tanya dong?"

"Tanya apa?"

Sambil menarik kursi di hadapannya dan duduk disana. Sambil meminum kopi hitamnya.

"Aku sering denger suara orang cekikikan, terus kayak jerit gitu tiap tengah malam, atau Subuh gitu lah."

"Hah? Denger dimana kamu?"

"Di lantai bawah lah, jadi takut di atas. Apa aku pindah aja ya di samping kamar Papa?"

"JANGAN!"

"Ih, biasa aja dong. Jangan ngegas gitu. Masih pagi juga."

"Kamu juga, sudah dengar di bawah. Malah mau pindah ke bawah."

"Hm, sangat mencurigakan sekali ya."

"Udah sarapan. Supir udah nunggu, jangan lama-lama."

"Siap bos! Nih ATM kemarin."

Rasanya Marsya juga pengen punya ATM. Iri sama temannya yang punya, karena harus nebeng jika ingin transfer. Namun sayang juga jika punya ATM. Uangnya yang di tabung pasti bakal berkurang.

"Ngelamun lagi, sana pergi udah."

"Iya Papa. Mama aku pamit ya, hati-hati di rumah sama Papa!"

Habis mengatakan itu Marsya langsung berlari keluar. Sampai di luar pintu mobil yang biasa mengantarnya sudah terbuka lebar. Marsya langsung masuk dan di tutup.

"Pak!"

"Iya Non? Ada apa?"

"Mampir ke toko dekat sekolah dulu ya ntar, ada yang mau aku beli soalnya."

"Siap!"

Setelah di dalam mobil, Marsya mengeluarkan satu bukunya untuk di baca. Karena memang biasa jika ada ulangan di sekolah begini, Marsya akan membaca dulu. Agar ingat saja, tidak ada yang lain.

Setelah mobil keluar dari pagar rumah. Marsya melirik ke arah jendela mobil, dan membuka kacanya. Dia melihat orang yang tadi malam ikut makan bersamanya.

Di lihat dari pakaiannya sama dengannya. Tapi kenapa tidak pernah di lihat di sekolahnya? Apa karena dia terlalu sibuk di kelas, atau karena dia berbeda jurusan.

Di sekolah mereka memang banyak sekali muridnya. Apa lagi populasi perempuan lebih banyak dari laki-laki. Karena kebanyakan laki-laki hanya, sekolah kejuruan saja.

Kenapa lebih suka kejuruan? Alasannya karena tidak banyak belajar materi, dan banyak praktek saja.

Kepala Marsya yang masih berada di luar jendela. Hingga ingin keluar dari komplek. Supir yang membawa mobil menegurnya. Agar tidak begitu.

"Non, kepalanya. Di masukin ya, kacanya mau saya tutup. Banyak polusi."

"Eh, iya Pak."

Segera Marsya memasukkan kepalanya lagi. Tidak sadar jika sudah keluar dari komplek rumahnya. Tidak lama ada mobil juga yang berada di belakangnya. Terlihat dari kaca depan mobil. Kepalanya ikut menoleh kebelakang.

"Satu sekolah, apa gimana ya?"

"Kanapa Non?"

"Itu mobil tetangga baru bukan ya, Pak?"

"Yang mana Non?"

"Itu, yang di belakang kita," tunjuknya dengan jarinya.

Pak Danu melihat dari kaca mobil. Lalu mengangguk.

"Eh, itu seragam dia kok sama ya, kayak punya aku Pak?"

"Mungkin satu sekolah kali Non. Setahu saya juga, itu pindah dari rumah yang lama ke sini jauh. Dan juga dulu sekolahnya asrama."

"Oh."

Hanya itu jawaban Marsya. Memang apa lagi, yang kalian harapkan ya? Hanya ingin tahu saja, tidak kepo. Tubuhnya kembali bersandar hingga mobil berhenti di toko buku dekat sekolah.

"Udah sampai Non. Saya parkir dulu."

Mengangguk mengerti. Marsya keluar dari mobil sambil membawa dompetnya. Ke toko buku hanya ingin membeli peralatan tulis saja, yang sudah mulai habis. Ketika masuk tangannya dengan lincah mencari bolpoin kesukaannya.

Yang berwarna-warni sudah pasti, namun yang berkualitas agar tidak macet ketika ingin di pakai. Setelah mengambil empat kotak bolpoin dan juga keperluan lain, dan satu buku diary.

"Yang ini aja Mbak. Berapa ya?"

"Sebentar ya, saya hitung dulu. Let, tolong cek lagi ya, barangnya."

"Bolpoin unicorn empat kotak dengan warna-warni, pensil dua kotak, penghapus satu lusin, step-ex selusin, buku gambar ukuran sedang satu, buku jurnal ukuran besar isi seratusnya satu, buku diary satu, dan dua pack buku tulis isi lima puluh delapan lembar."

Semua barang sudah di sebutkan satu-persatu. Alasan membeli banyak karena memang boros. Apa lagi ketika ada tugas. Jika hanya ada sedikit pasti akan susah. Dan semua itu juga persiapan untuk sekolah.

"Benar ya, Mbak?"

"Oh ya, jadi berapa ya?"

"Semuanya tujuh ratus lima puluh lima ribu rupiah ya, Kak. Dengan satu tas untuk membuat barangnya seharga sepuluh ribu."

"Makasih Mbak."

"Sama-sama Kak. Silahkan datang kemari lagi ya."

"Ya."

Selesai belanja semuanya. Marsya berjalan ke arah mobilnya yang terparkir tidak begitu jauh. Lalu berlari kecil ke arah sana. Pintu mobil sudah di buka oleh Pak Danu. Serta tas yang di bawanya tadi di ambil alih.

"Biar saya Non. Masuk aja dulu."

Marsya mengangguk, lalu naik ke dalam mobil. Dan mobil meninggalkan toko ini. Tidak lama mereka sampai di gerbang sekolah. Marsya turun lalu membawa barangnya tadi.

"Halo Neng Marsya."

Mang Acep penjaga gerbang menyapa Marsya yang lewat di hadapannya hingga berhenti di sana. Kepalanya mengangguk dan tersenyum tipis.

"Halo Mang Acep," siapanya kembali degan ramah.

"Baru berangkat Neng?"

"Iya nih Mang, baru aja nyampe."

"Sok atuh Neng, masuk. Upacara udah mau di mulai."

Marsya mengangguk dan berjalan masuk melewati lorong kelas MIPA-1 sampai di kelas Marsya meletakkan barangnya di meja, lalu membuka kunci di lemari kolong meja.

Baru saja duduk, dia di sapa oleh teman sebelahnya.

"Hai Sya? Banyak banget bawaannya."

Ketika melihat barang bawaan Marsya yang memang banyak. Memang selalu banyak sih.

"Iya, soalnya punya gue udah tinggal dikit. Jadi gue beli lagi deh."

"Oh ya, Sya. Ada anak baru loh di sekolah ini."

"Anak baru?"

"Iya, satu jurusan juga loh. Cuman nggak tau, nanti di kelas mana."

"Oh."

Kepala Marsya mangguk saja, sambil menyimpan buku di dalam lemari. Di susun rapi, hingga tertata. Tidak semua di tinggal di sekolah, hanya beberapa saja, dan sisanya akan di bawa pulang.

"Sya, ayo ke lapangan. Bentar lagi upacara, mulai."

"Iya, ntar lagi. Gue lagi beresin ini dulu, dikit lagi kok."

Setelah selesai membereskan semuanya marya bangun, dan mengambil topinya di dalam tas. Dan keluar bersama temannya tadi menuju lapangan yang sudah di isi banyak siswa dan siswi di sana. Hingga dia dan juga temannya menuju barisan kelasnya.

Karena upacara di sekolah ini tepat jam tujuh pagi. Jika telat akan di hukum pembuang sampah satu sekolah, dan juga memungut sampah di lapangan.

"Kayaknya bakal panas nih."

Rambut Marsya segera di ikat hingga menjadi kuncir kuda dan mengambil jepit rambut dalam kantong bajunya, dan menjepit rambutnya yang tidak terikat. Lalu mengipaskan topi ke wajahnya.

Tiba-tiba panas saja.

Namun untung karena dia berada di barisan yang dekat dengan barisan laki-laki yang berbadan tinggi hingga bisa menutupi panas jika sampai nanti jam setengah sembilan.

Tak lama upacara di mulai. Dan Marsya sudah siap dengan posisinya. Hingga pukul sembilan baru selesai. Lama sekali karena yang menjadi pembicara ada kepala sekolah.

Usai di bubarkan Marsya berlari ke arah kelasnya, dan meninggalkan temannya tadi. Namun tidak sengaja menabrak seseorang yang lewat di depannya.

"Duh, maaf ya. Gue buru-buru."

"Ck, buru-buru malah buat orang jatuh."

"Udah ya, bye!"

"Tunggu?"

Kepala Marsya menoleh dan menatap orang ini bingung, dan akhirnya dia ingat siapa dia.

"Lo?"

"Iya gue. Sempit banget dunia, kalau gue sekolah sama lo."

"Kalau nggak mau ya, pindah aja. Repot amat!"

"Kok ngegas?"

"Dih, gila ya lo."

"Dasar manusia aneh! Semoga gue gak satu sekolah sama manusia nggak bener kayak lo! Jauh-jauh sana!" usirnya sembari mengibaskan tangannya. Lalu mengeluarkan handstraizer.

"Nggak sopan."

"Bodo amat!"

"SYA!" teriakan barusan membuat Marsya menoleh hingga rambutnya yang di ikat jadi tergerai karena ikat rambutnya yang jatuh.

Wajah Marsya terkena sinar matahari hingga terlihat sangat.

"Beautiful," ucap Abbiyya tanpa sadar.

"Loh, lo kenal dia Sya?"

"Tetangga baru gue, dia mah."

"Wah, kenalin gue Rara, kelas 12 MIPA-1. Salam kenal ya."

"Permisi."

"Hahaha, di cuekin Ra."

Tangan Rara masih menjuntai, untuk bersalaman. Malah di tinggalkan begitu saja. Malu sekali, hingga Rara mengepalkan tangannya, hingga di turunkan lagi.

"Bikin gue makin penasaran aja, lagi."

"Udah, jangan di pikirkan. Ayo ke kelas."

Continue lendo

Você também vai gostar

458K 19.9K 55
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW DULU AKUNNYA!! {Cerita ini sudah di revisi,maaf kalau masih ada TYPO atau salah kata🙏🏻} **** bagaimana jika seorang...
7.3M 386K 45
⚠️FOLLOW DULU SEBELUM BACA! ⚠️Rawan Typo! ⚠️Mengandung adegan romans✅ ⚠️Ringan tapi bikin naik darah✅ Neandra Adsila gadis cantik yang berasal dari d...
477K 18.4K 47
Takdir yang membawa gadis cantik selalu kena hukuman setiap harinya dari kakak lelaki nya sendiri, karena kenakalan nya dan memiliki sahabat yang sam...
295K 15.2K 30
Awal mula mengkisahkan tentang seorang siswi yang meninggal akibat sebuah kecelakaan dan mendapat kehidupan kembali menjadi seorang anak bos Mafia te...