Toxic

Galing kay SitiUmrotun

6.7M 1.1M 1.2M

AKBAR ADJI PANGESTU [A K B A R] Yang orang lain tahu, Akbar itu: •Kalem. •Baik hati. •Pintar. •Ramah. •... Higit pa

P E M B U K A
Chapter Satu
•SEBAGAI PENGINGAT•
Chapter Dua
Chapter Tiga
Chapter Empat
Chapter Lima
Chapter Enam
Chapter Tujuh
s e k i l a s i n f o
Chapter Delapan
Chapter Sembilan
Chapter Sepuluh
Chapter Sebelas
Chapter Dua Belas
Chapter Tiga Belas
Chapter Empat Belas
Chapter Lima Belas
Chapter Enam Belas
Chapter Tujuh Belas
Chapter Delapan Belas
Chapter Sembilan Belas
Chapter Dua Puluh
Chapter Dua Puluh Satu
Chapter Dua Puluh Dua
AKSA ANAK KALEM
Chapter Dua Puluh Tiga
Chapter Dua Puluh Empat
Chapter Dua Puluh Lima
Chapter Dua Puluh Enam
Chapter Dua Puluh Tujuh
Giveaway spesial ulangtahun Haechan
Chapter Dua Puluh Delapan
Chapter Dua Puluh Sembilan
Chapter Tiga Puluh
Chapter Tiga Puluh Satu
Chapter Tiga Puluh Dua
Chapter Tiga Puluh Tiga
Chapter Tiga Puluh Empat
Chapter Tiga Puluh Enam
Chapter Tiga Puluh Tujuh
Chapter Tiga Puluh Delapan
Chapter Tiga Puluh Sembilan
Chapter Empat Puluh
Chapter Empat Puluh Satu
Chapter Empat Puluh Dua
Chapter Empat Puluh Tiga
Chapter Empat Puluh Empat
Chapter Empat Puluh Lima
Chapter Empat Puluh Enam
Chapter Empat Puluh Tujuh
Chapter Empat Puluh Delapan
chapter empat puluh sembilan (baca duluan)
Kamu harus tau 🔥
Chapter Empat Puluh Sembilan
Chapter Lima Puluh
Chapter Lima Puluh Satu [selesai]
OPEN PRE-ORDER
PROMO 10.10

Chapter Tiga Puluh Lima

81.1K 20.5K 38.4K
Galing kay SitiUmrotun

P E M B U K A A N

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

⚠️Bijaklah dalam berkomentar⚠️

***

Elang mengulurkan tangan untuk Zanna yang masih bertahan pada posisinya. Tak kunjung disambut, helaan napas cowok itu terdengar. Ia pun jongkok di hadapan Zanna yang menunduk sembari terisak sangat lirih. Kesakitan, mungkin.
Lutut dan siku Zanna berdarah.

Jujur saja Elang bingung harus mengambil sikap seperti apa pada Zanna yang tak tersentuh.

"Gue bisa bantu obatin. Itu pasti sakit."

Kepala Zanna menggeleng pelan. Cewek itu bergerak mundur, menjauh dari Elang yang menyentuh bahunya.
Dalam pikirnya, Elang juga milik Mia. Ia tidak boleh berhubungan dengan cowok itu, nanti Mia salah paham, tambah membencinya. Itu tidak boleh terjadi. Zanna sangat ingin berdamai dengan Mia yang begitu ia harapkan sosoknya.

"Kalau gitu, gue anterin lo pulang, ya?"

Zanna menggelengkan kepalanya lagi. Lewat gerakan tangan, cewek itu meminta Elang untuk menjauh.

"Jadi, gue harus gimana?" tanya Elang tak melepas tatapan dari Zanna.

Belum ada suara yang keluar dari bibir Zanna. Cewek itu masih berusaha keras untuk berdamai dengan dirinya sendiri yang bereaksi terlalu berlebihan setelah diperlakukan buruk.
Ada kalanya Zanna membenci dirinya sendiri, melebihi rasa benci orang-orang padanya. Lemah. Hal yang sebenarnya bukan keinginannya.

Zanna juga ingin bisa seperti Mia. Tangguh. Tapi, saat ia mencoba untuk itu, rasa takut selalu menjadi pemenang bahkan sebelum berhasil mencoba.

"Dengan lo kayak gini, lo bakalan nambah masalah Mia. Bilang ke gue, apa yang harus gue lakuin?"

"Kakak pergi, nanti papa jemput."

Di sisi lain, Mia yang berdiri di balkon kamar, terus mengamati interaksi yang terjadi antara Elang dan Zanna di bawah sana. Perilaku Zanna yang demikian membuat Mia merasa kasihan. Sepenuhnya Mia sadar atas tindakannya yang keliru. Meskipun kesal dengan Zanna, tidak seharusnya ia berlaku kasar pada cewek itu. Padahal peringatan saja sudah cukup, tidak perlu sampai melukai.

Memikirkan masalah yang mungkin akan datang dalam waktu dekat, pening mulai singgah di kepala.
Ingin memberi pelajaran pada dirinya yang sulit dikontrol, Mia pun masuk ke kamar.

"Cewek kasar!"

"Brengsek lo, Mia! Brengsek!"

"Tangan sialan, harusnya buat mukul diri lo sendiri, bukan orang lain! Harusnya begini! Harusnya lo yang kesakitan!"

Mia terus mengumpat pada dirinya sendiri. Telapak tangan terus dipukul meskipun sudah memerah. Mia benar-benar marah pada dirinya sendiri.

"Lo nggak mau disakitin, tapi lo nyakitin orang lain. Tolol!"

"Zanna nggak salah, Mia. Kenapa lo bego? Kenapa lo terus musuhin dia? Kenapa?!" Mia berteriak seperti orang kesetanan.

Telunjuk kirinya yang berdarah usai ditusuk dengan ujung bolpoin, belum membuatnya puas. Ini memang bagian dari yang paling Mia suka. Menemukan kesalahan, memberi pelajaran untuk dirinya yang berakhir melukai. Cukup lama tidak melakukan ini, Mia sangat menikmati setiap kedutan rasa nyeri yang datang.

"Kalau nggak suka sama seseorang, cukup dengan nggak peduli lagi. Nggak perlu lo sakitin dia buat nunjukin rasa nggak suka lo! Paham, cewek kasar?!" Mia membentak bayangannya di cermin.

Cukup lama menatap marah pada bayangannya sendiri, Mia membuka laci. Kotak P3K yang ada di sana, diambil. Sebelum keluar kamar untuk memberikan itu pada Zanna, Mia menyambar tisu kering. Benda itu ia gunakan untuk menyapu kasar telunjuknya yang berdarah.

Langkah Mia terhenti begitu menyadari jika bukan hanya Elang yang ada untuk Zanna. Akbar juga di sana, jongkok di sisi kiri Zanna. Sementara Elang di sisi kanan.

Cowok yang tengah menenangkan Zanna lewat usapan di punggung itu menoleh, menatapnya dengan tatapan yang Mia pahami maksudnya.
Bukan tatapan Akbar yang menjadi fokus Mia, melainkan bagaimana eratnya genggaman cowok itu di tangan Zanna. Lihatlah betapa baiknya orang-orang memperlakukan seorang Zanna. Elang yang orang asing untuk cewek itu saja terlihat begitu peduli.

"Gue tau apa yang lo pikirin sekarang, Bar. Bener. Gue yang bikin Zanna kayak gitu," ucap Mia begitu santai.

Kotak P3K yang ada di tangannya di lempar ke arah cowok itu tanpa aba-aba. Untungnya Akbar memiliki refleks yang baik. Benda yang ia lempar ditangkap dengan mudahnya.

"Obatin tuh cewek biar nggak nangis terus. Habis itu, bawa pulang. Kurung biar nggak nyamperin gue lagi. Bahaya. Mungkin kalau lo yang ngasih tau, dia bakal nurut. Sama gue soalnya nggak."

Kotak P3K yang ada dalam genggamannya dijatuhkan begitu saja. Akbar bangkit. Cowok itu belum mengatakan apa-apa, hanya menatap Mia dengan sorot lain.

"Oh iya lupa, barangkali butuh informasi buat Om Ivan, bilang aja kalau Zanna didorong gitu. Kurang paham, sih. Gue yang terlalu kuat atau tuh cewek yang terlalu lemah. Ah bilang aja gue kasarin Zanna gitu, biar nggak ribet. Om Ivan pasti paham. Sekalian kasih alamat gue, biar bisa langsung ke sini buat gamparin gue."

Jarak antara dirinya dan Mia terus dipangkas hingga kini ia berada di hadapan cewek itu.

"Apa? Mau marah? Silakan."

Tak bisa menatap bola mata Akbar yang tak bisa ia bohongi, Mia menggulirkan bola mata ke arah lain. Ia harus berusaha lebih keras lagi agar air mata yang membuatnya terlihat lemah, tak menerobos keluar. Selalu saja begini. Keberadaan Akbar selalu membuatnya kesulitan untuk menutup-nutupi sisi lemahnya.

"Sadar nggak, sih, sama apa yang udah lo lakuin?" tanya Akbar dengan nada yang begitu dingin. Mia sudah menduga ini akan terjadi.

Menyeka air matanya, Zanna mengangkat kepala. "Kak Akbar ... jangan marahin Kak Mia. Kak Mia nggak salah, aku yang---"

"Diem, Na! Diem!" teriak Mia sebelum Zanna menyelesaikan kalimatnya. Cewek itu menatap marah ke arah Zanna lalu kembali bersuara keras. "Bacotan lo nggak guna! Nggak usah belain gue juga! Yang ada gue makin salah di mata orang-orang!"

"Cukup, Mia!"

"Belum, Bar. Kalau ada kesempatan buat kasih penjelasan sebelum dihakimi, mungkin lo bakal ngerti kenapa gue bisa sebenci itu sama Zanna, sekalipun dia nggak nyari masalah sama gue."

Mia memburu napas saat menjeda kalimatnya. "Iya. Di sini gue yang jahat. Cuma liat Zanna aja gue udah pengin ngamuk. Gue udah kasih tau dia berkali-kali buat nggak muncul di hadapan gue. Lo juga belum tau kalau sebenernya gue yang takut sama dia! Dia selalu bawa banyak masalah buat gue, dia ...."

Saat itulah Elang menarik Mia ke dalam pelukannya sebelum cewek itu berbicara terlalu banyak soal luka.
Baru beberapa detik, kerah belakangnya ditarik kuat oleh Akbar.

"Brengsek! Lepasin cewek gue!" bentak Akbar marah pada Elang yang berani menyentuh miliknya. Dengan tenaga penuh, Akbar mengempas tubuh Elang hingga membentur pintu gerbang.

"Jangan pernah sentuh cewek gue! Gue nggak segan-segan kasih lo pelajaran," peringat Akbar pada Elang yang menahan sakit di punggung.

"Oh, ya? Nyali lo gede juga masih berani sebut Mia cewek lo."

"Kenyataannya Mia memang cewek gue!"

"Sekarang udah nggak," celetuk Mia tanpa ekspresi.

Akbar menatap nyalang ke arah Mia. "Apa lo bilang? Apa karena Zanna? Kalau iya, lo kekanakan."

"Kekanakan?! Lo bilang gue kekanakan?!"

Dagu Akbar sedikit naik. "Ya! Lo kekanakan! Gue sama Zanna nggak ada hubungan apapun, Mi. Lo boleh benci sama seseorang, tapi jangan minta orang lain buat benci orang itu juga! Kenyataannya Zanna baik, apa masuk akal kalau gue benci Zanna sebagaimana lo benci dia?!"

Mia belum mengeluarkan sepatah katapun, sampai Akbar menarik tangannya ke atas hingga telunjuknya yang terdapat bercak darah mengering berada di hadapannya.

"Dan ini hal bodoh yang selalu lo lakuin! Serius. Sekarang gue makin ragu sama lo. Gue nggak yakin kalau lo beneran paham soal status kita. Buat mencintai diri sendiri aja lo nggak bisa, gimana mau mencintai orang lain?" Setelah mengatakan itu, tanpa mau mendengar respons Mia, Akbar balik badan dan menghampiri Zanna.

"Ayo, Na! Kita pergi dari sini. Naik motor nggak papa, kan?"

Zanna menepis uluran tangan Akbar. Usai berhasil mengumpulkan semua keberaniannya, ia pun bersuara. "Kak Akbar udahan, ya. Kakak sadar nggak, sih, kalau justru sikap Kakak yang bikin Kak Mia sebenci ini sama aku. Bukan aku, Kak. Tapi Kakak yang ciptain ruang buat kita dan aku yang disalahin. Apa ini adil?"

"Stop, Na! Jangan ngomong apa-apa lagi, nanti banyak orang yang makin benci sama gue!" bentak Mia pada Zanna yang tengah melakoni peran tokoh yang paling tersakiti. Bicara soal rasa sakit, Mia rasa sakitnya lebih dari Zanna.

"Kak---"

"Mending lo pergi dari hadapan gue sekarang! Lo mau Akbar, kan? Ambil."

"Kak Mia, aku ...."

Mia yang tak mau mendengar apapun lagi, beranjak begitu saja. Pintu gerbang ia tutup rapat lalu dikunci agar tidak ada yang bisa mengganggunya. Tak terkecuali.

"Tolong antar Zanna pulang," pinta Akbar pada Elang sebelum cowok itu memanjat pintu gerbang gerakan terburu-buru.

***
TBC


Kalau rame, kan, bikin mood bagus.
Nah mood itu modal utama buat ngetik 😂

Jadi, kalian tau harus ngapain, kan? Yaaaa, spam komen di sini ➡️

update cepet, tapi isi chapter sedikit.

Update lama, tapi isi chapter banyak?

kalau followers-ku di IG sih pilih yang update cepet walaupun isi chapter sedikit.

Yang minta isi chapter panjang+up cepet=definisi magadir 🤣🤣🤣

P E N U T U P A N

Ndak mau putussss 😥

Jadi, pilih mana?

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

2.4K 1K 62
Aileen Clarissa Wijaya, gadis cantik berpenampilan sederhana yang jatuh cinta pada pandangan pertamanya dengan salah satu kakak seniornya. Laki-laki...
1.2M 191K 36
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Dipo Panji Tirtayasa adalah seorang anak geng sekolahan yang populer. Ia manis, suaranya bagus, pandai bermain gitar, jago b...
2.1M 112K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
3.6M 432K 41
[COMPLETED] [JUDUL SEBELUMNYA : Hey, Shawty] Pembicaraan tentang Andreas selalu datang dan pergi, tapi keberadaannya masih menjadi misteri. Katanya...