A Rose's with a Thorn (The Da...

By DianitaDiansyah

1.1K 145 79

Warning : Mature contain. Please be wise. Hidup dengan memiliki bakat mampu melihat masa depan melalui mimpi... More

All about A Rose's with a Thorn ( The Dark Secret series)
When the Nightmare Come.
The First Petals is White
The Second Petals is Red.
The Third Petals is White (A).
The Third Petals is White (B).
The Fourth Petals is Red (A).
Para Pelakon Utama.
The Fourth Petals is Red (B).
The Fifth Petals is White (A)
The Fifth Petals is White (B).
The Six Petals is Red (A).
The Seven Petals is Red (B).
The Eight Petals Is Grey. .

The Fourth Petal is Red (C).

56 10 5
By DianitaDiansyah

Judul lagu multimedia : the Enemy of the Truth. Ost. Various artist kdrama The Devil Judge. 

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Althea terpaksa mempersilahkan pimpinan redaksi media terkemuka tersebut masuk ke dalam ruangannya. Kebetulan kantor sub-bidangnya sedang sepi, mengingat apa yang terjadi pada Ka.Bid mereka.

"Wah, mejamu keren sekali. Pasti bangga ya bisa duduk di kursi ini sekarang" tanpa sungkan Adrius melesakkan diri di atas kursi putar hitam tempat Althea. Seolah-olah dialah pemilik tempat itu. Jemarinya menyapu papan nama bertuliskan nama Althea Taslim sekaligus jabatannya sebagai ketua sub-unit A, kasus kekerasan khusus dan konflik internal. bidang tindak pidana khusus.

Althea merenggut kesal sambil meletakkan tas kerjanya ke atas meja. "Aku pikir kamu tidak bakal pulang ke Indonesia lagi?" sindirnya.

"Aku baru mendarat semalam. Terima kasih karena sudah merindukanku" jawab Adrius. Melemparkan senyum penuh percaya diri khasnya.

"Aku tidak..." menghela nafas dalam dan lama lalu menghembuskan cepat. Sekarang bukan waktunya untuk berdebat dengan Adrius, ada banyak hal penting harus Althea urus dan pikirkan. "Dengar, apa mau mu. Kamu datang ke sini padahal baru hari pertama di Jakarta pasti ada kaitannya dengan pekerjaan bukan?".

Netra coklat kelabu Adrius melebar. "Tepat sekali, kamu paling tahu aku ya. Aku dengar kantormu sedang kalang kabut bukan. Aku mencium ada bau kasus yang bisa digali di sini. Dari ruangan ini" mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantor, lalu atensinya berakhir pada pintu kayu berwarna hitam. Ke sebuah ruangan lain yang terletak di sisi kanan.

Althea memincingkan mata, melemparkan tatapan tidak percaya. Kejadiannya baru tadi siang dan sekarang media sudah mulai tahu? Bagaimana bisa? Dia sampai tidak habis pikir. Apa para jurnalis ini punya bakat melihat sesuatu yang belum terjadi seperti dirinya??.

"Aku tidak akan memberikan informasi apapun padamu sampai berita resmi kami rilis dengan pihak kepolisian" ucap Althea dengan nada tajam.

Adrius mendongak, melipat kedua tangan depan dada sambil menyandarkan punggungnya. "Jadi memang benar ada sesuatu bukan? Orang-orangku langsung tahu begitu mendapat laporan soal kekacauan di salah rumah jaksa ternama. Mereka mengikuti sampai rumah sakit lalu mendengar salah satu jaksa junior berkata tentang waktu kematian pada rekannya yang lain di telpon".

'Itu pasti Edo. Sial' hardik Althea dalam hati.

"Maaf, tapi kamu tidak akan mendapatkan apapun kali ini, tuan Natta".

Althea memutar tubuh, berjalan ke arah pintu keluar.

"Aku ke sini bukan cuma sekedar mencari berita" kata Adrius cepat.

"Aku sedang sibuk, lain kali saja reunian nya" sahut Althea. Kali ini agak kasar sambil mendorong pintu ke arah luar. Menolehkan kepala, mengusir Adrius secara terang-terangan melalui pandangan defensif. 

"Ouch, aku sangat terluka, Lia.... Kamu tahu betapa aku merindukanmu bukan?" ucap lelaki itu sambil berdiri.

Adrius sengaja menyebutkan nama kecil Althea yang hanya berani diucapkan olehnya seorang.

Wajah Althea semakin tertekuk, padahal pria itu tahu kalau dirinya paling benci dipanggil demikian. Baginya nama itu membawa semua kenangan buruk akan masa lalu.

Adriusa kini berhadapan langsung dengan Althea seraya memasukkan kedua tangan ke dalam kanton depan celana. Wajahnya bisa jadi terlihat santai akan tetapi sorot dalam kedua matanya berkata sebaliknya. Dia amat serius.

"Jadi benar ya, anak atasanmu itu terkait dengan kasus pembunuhan di apartemen J.K?" Adrius bahkan tidak berbasa-basi.

Althea kesulitan menyembunyikan keterkejutan dari wajahnya. Dia tak percaya pada betapa cepatnya Adrius mampu menyimpulkan segala hal secara tepat dan cepat. Lebih anehnya lagi, entah mengapa dirinya masih saja merasa heran pada kemampuannya berpikir Adrius Lien-Natta.

Lelaki itu memang sangat cerdas, itulah alasan mengapa Adrius berhasil meraih posisi setinggi sekarang hanya dalam beberapa tahun berkarir.

"Sebaiknya kamu berkata jujur padaku, sebab cepat atau lambat media lain akan menyadari keterkaitannya" Adrius masih berusaha merayu dirinya.

"Tuan Natta, jangan mengeluarkan berita tanpa menunggu konfirmasi kami".

"Lebih baik memberitahu jurnalis yang kamu kenal dan percaya dari pada pihak lain yang belum jelas kredibilitasnya merilis lebih dulu".

"Aku tidak pernah mempercayaimu" tukas Althea dingin. 

Althea sadar kalau ucapannya barusan menampar telak Adrius.  Hal itu terlihat melalui kedua mata lelaki tersebut. Namun Althea tak mau ambil pusing, sebab dirinya sudah dilukai lebih dulu oleh pria itu, bertahun-tahun lalu. .

"Baiklah kalau begitu, saya sudah memperingatkan anda Nona Salim" suara Adrius berubah kaku.

"Terima kasih tapi saya tidak butuh. Lagi pula bukankah niatan anda kemari hanya untuk mengeruk informasi". Althea benar-benar tidak dapat mencegah dirinya untuk mengeluarkan jutaan kalimat bernada tajam pada pria tersebut. 

Adrius menghela nafas berat, sadar kalau dirinya belum bisa bicara baik-baik dengan Althea sekarang, sebab wanita itu dipenuhi oleh emosi.

"Baiklah. Kalau begitu saya pamit. Selamat sore Jaksa Taslim" Adrius sengaja memberi penekanan di akhir kalimat. Lantas melangkah keluar dari pintu.

Althea bahkan tidak mau menunggu hingga Adrius berjalan menjauh, ia segera menutup pintunya begitu saja lalu tanpa sadar menguncinya dan duduk di depan meja kerja.

Kedua siku tangan menekuk, Althea membenamkan kepala ke dalam kedua tangan. Suara rintihan pelan keluar dari mulut mungil tipisnya.

Pertama pembunuhan yang melenceng dari visinya. Ini baru terjadi pertama kali di hidupnya. Kedua, kematian atasannya. Ketiga, kemunculan Adrius semakin mengacaukan perasaannya. 

Althea jadi bertanya-tanya, apa dia perlu mengadakan acara syukuran untuk membuang sial?.

Dan seakan hari ini belum cukup kacau, ponselnya berdering, panggilan datang dari wakil direktur divisinya. Suara feminim terdengar dari ujung sana, dialah Rossa Harumningtyas, si pemberi keputusan penting sebelum persetujuaan akhir ditanda tangani oleh direktur mereka. Wanita itu meminta kedatangan Althea di ruangannya.

Menutup telpon, Althea memijit kening yang mulai berdenyut nyeri. Tadi pagi dia melewatkan sarapan karena terburu-buru, dan hanya menenggak secangkir kopi hitam buatan Farkas.  Sekarang disaat naga dalam lambungnya sudah memberontak minta diisi, akan tetapi kondisi masih belum memungkinkan.

Berhenti mengeluh Althea, tak bakal ada gunanya.

Kata hati wanita itu. Memperingatkan.

Ia segera berdiri, bersiap menuju ruangan Rossa. Sekaligus mempersiapkan diri kalau-kalau mendapat omelan atas kasus yang tengah terjadi.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

"Apa tim khusus?". Tanya Althea tak percaya. Memandang kaget sosok wanita yang masih saja terlihat memukau padahal sudah berumur 54 tahun dihadapannya.

Althea duduk berhadapan di dalam ruangan si wakil direktur. Air muka Rossa Harumningtyas terlihat tenang, cara bicaranya kalem, meski tatapan matanya menatap tidak bisa dibilang santai.

"Benar. Atasan menilai kematian Bapak Andrew bukan disebabkan oleh kecelakaan biasa, lagipula sampai sekarang putranya belum mengaku kalau dirinya bersalah. Baik atas tuduhan pembunuhan di apartemen J.K, maupun penusukan ayahnya. Saya mendapatkan laporan dari tim digital data di Kepolisian barusan, mereka menemukan adanya indikasi manipulasi di kamera pengawas. Selain itu, kamera di sekitar area rumah mendiang Bapak Andrew sempat mati beberapa menit saat insiden terjadi".

Althea terkesiap kaget. Berita terakhir yang disebutkan Rossa adalah hal baru baginya. "Dengan kata lain".

"Kalau firasat ku benar, ada yang sedang mencoba mengacaukan dan memfitnah keluar Jaksa Andrew, entah karena alasan apa. Namun alasan seperti ini bukanlah bukti konkrit, di mata hukum kita membutuhkan data fisik. Itu sebabnya, aku mengajukan nama anda untuk penyelidikan gabungan resmi".

"Mengapa saya?".

"Aku sudah dengar, anda meminta secara pribadi kepada mendiang Jaksa Andrew untuk mengambil kasus apartemen J.K bahkan jauh sebelum data resminya masuk ke kejaksaan. Kenapa?".

Althea terdiam, menundukkan kepala. Kedua tangannya terkepal erat di atas pangkuannya. "Soal itu...saya...".

Rossa melambaikan tangan depan wajahnya. "Sudahlah itu tidak penting. Bukan rahasia umum lagi kalau anda adalah  'dukun' di kantor kita".

Althea mendongakkan wajah. Menatap kaget pada atasan, senior, sekaligus mantan mentor saat berkuliah dulu. "Ibu Rossa".

"Yang jelas saya mau anda menyelesaikan kasus ini. Saya percaya pada kemampuan dan kompetensi anda. Nona Althea Taslim" kata Rossa langsung pada intinya. Dia memang dikenal blak-blakan dan paling benci berbelit-belit.

Perempuan itu menyodorkan map coklat ke hadapan Althea, yang segera diterima oleh wanita itu untuk dibuka.

"Surat izinnya sudah turun untuk anda dan staff anda. Saya juga telah meminta kepada kepolisian agar berkas resminya segera ditransfer ke kejaksaan. Anda akan bekerja sama secara terbuka dengan unit kepolisian yang mengurus kasus ini sejak awal" tambah Rossa.

Hati Althea mencelos. Itu artinya unit tim Farkas.

Lagi.

Entah kenapa Althea merasa kalau Rossa sengaja memasangkan mereka sebagai partner. Ini sudah kedua belas kalinya semenjak Althea bergabung dalam unit divisi kasus Pidana Khusus. Kalau sebelumnya, biasanya hanya faktor kebetulan semata sehingga Althea dan tim Farkas saling bersinggungan.

"Saya mengharapkan hasil maksimal dari anda. Jaksa Althea. Dan juga....saya turut berduka cita. Saya tahu persis bagaimana rasanya menjadi saksi kematian rekan seperjuangan" ujar Rossa. Terdengar tulus.

Althea akhirnya berani menatap kedua netra wanita itu untuk pertama kali sejak dirinya berada di ruangan ini. "Terima kasih, ibu. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan kasus ini. Saya berjanji akan ikut mencarikan keadilan. Demi mendiang Bapak Andrew" tukas Althea. Sungguh-sungguh.

Rossa menatap Althea dalam-dalam. "Saya percaya padamu. Ah. Dan tentang konferensi pers, serahkan pada saya. Saya akan mengurusnya. Fokus saja pada kasus ini".

Althea mengangguk sambil berdiri dari duduknya. Ia lantas segera berpamitan. Rossa memberinya izin.

Setibanya diluar ruangan ibu bos, Althea berniat menghubungi beberapa orang, di antaranya Farkas dan Edo. Akan tetapi....sesuatu terjadi.

Rasa nyeri luar biasa menghantam bagian belakang kepala Althea. Datangnya terlalu tiba-tiba hingga dirinya terkejut dan tak bisa menahannya. Map berisi seluruh berkas kasus terlepas dari kedua tangannya. Lembaran kertas berjatuhan di atas lantai.

Sepasang netra Althea menggelap, bersamaan dengan itu sebuah visi secara ajaib muncul dalam kepalanya.

Bunyi ketukan ujung sepatu hak tinggi berwarna merah di atas lantai marmer hitam mewah.

Sosok bertubuh ramping dalam balutan jas hujan terusan perempuan sewarna merah darah.

Suara feminim mendendangkan lagu tembang macapat Jawa.

Figur itu tampak berjalan di  lorong panjang. Tampaknya di dalam sebuah rumah mewah bergaya Eropa kuno.

Suara perempuan dalam visi Althea semakin lama semakin jelas dan keras.

Di akhir, sosok tersebut sedikit mengangkat wajahnya, membuat satu sisi rahangnya nampak sedikit dari dalam bayangan tudung jas hujan. Dan ketika ia menyeringai, deretan gigi putih yang tersusun rapi tampak berkilat, terlihat dibalik bibir dipenuhi polesan lipstik tebal yang kali ini berwarna ungu tua.

Bibir itu bergerak, membentuk deretan kalimat yang dapat di dengar Althea sebagai.

"Kamu suka kado dariku kan? Althea Taslim".

Di saat bersamaan, koneksi visi terputus. Hantaman nyeri menghajar kepala Althea. Seakan  Thor baru saja memukul tengkorak bagian belakangnya memakai Mjolnir.

Althea bisa mendengar dirinya menjerit. Tubuhnya terbanting ke depan, jatuh menghantam lantai. Telinganya berdenging kencang sekali. Ia bisa merasakan cairan keluar dari hidung juga kedua lubang indra pendengarannya.

Terlalu sakit hingga rasanya kepala Althea ingin meledak.

Althea bisa mendengar suara pintu membuka, sosok Rossa tampak berjongkok di depannya, memanggil-manggil namanya, panik, seraya berteriak meminta tolong.

Akan tetapi Althea sudah tidak tahan lagi.

Berikutnya, wanita itu membiarkan rasa sakit menelan jiwanya bulat-bulatm membiarkan dirinya tenggelam ke dalam pusaran kegelapan dan kehampaan.

Althea kehilangan kesadaran.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Author's Note :

Satu. Cerita ini genrenya thriller-paranormal-dark romance. Sepertinya sudah dijelaskan di awal. Jadi harap dimaklumi jika ada banyak scene cheesy yang mungkin tidak cocok bagi pembaca penyuka less skin ship.

Dua. Sistem hukumnya tidak mencontoh persis dengan yang ada di Indonesia. Alias sengaja dibuat berbeda. Jadi tolong, jangan bingung jika di kepolisian ada panggilan kapten segala l.o.l.

Tiga. Maaf karena telat publish. Tim penulis kalau pagi harus membagi waktu antara bekerja dan bersekolah, belum lagi perbedaan waktu berjarak dua jam 🙈🙈.

Sekali lagi terima kasih atas kesediannya membaca. Salam hormat dari penulis dan segenap tim. 💜.









Continue Reading

You'll Also Like

43K 5.6K 32
Nera adalah anak yang tumbuh di lingkungan kriminal pinggiran kota. Keputusannya menyelamatkan seorang pria tua yang terkena luka tembak membawanya m...
1.2M 90.6K 58
⚠️SEBAGIAN PART TELAH DI PRIVAT, FOLLOW TERLEBIH DAHULU UNTUK MEMBUKANYA⚠️ [Sedang dalam masa pengembangan cerita dan Revisi] "Heh kuman!" panggil se...
7.7K 1.4K 32
Berlatar dunia masa depan, di mana teknologi telah berkembang begitu pesat. Bahkan robot telah diperjualbelikan secara luas. Livia, seorang gadis yan...
1.2M 58.8K 72
Jangan lupa follow sebelum baca 🙏 Brutal, sadis, kejam dan brengsek adalah sifat yang melekat pada seorang pemuda tampan bernama Alison Steve Cristo...