RECAKA

De Aniwilla

9.2K 2.1K 2.7K

Tentang kematian beruntun dari jajaran murid berprestasi SMA Swasta Anindita. Pembunuhnya ada di antara merek... Mais

Prolog
1 || Pemuda Tanpa Teman
3 || Perpustakaan
4 || Hujan dan Kisahnya
5 || Rumah Tanpa Hangat
6 || Kata
7 || Seorang Teman
8 || Nada
9 || Mimpi Dalam Cerita
10 || Kematian
11 || Retak Bersama Waktu
12 || Tersangka dan Hipotesa
13 || Dingin
14 || Hidup
15 || Tenggelam Suram
16 || Letih yang Menyambar
17 || Ruang dan Seni
18 || Frasa Menyakitkan
19 || Sajak Luka
20 || Karsa
21 || Perihal Rasa
22 || Kontradiksi
23 || Lebur Dalam Dingin
24 || Di Antara Sesal
25 || Dia
26 || Alam Bawah Sadar
27 || Benang Kusut
28 || Sakit Jiwa
29 || Harsa
30 || Cerita yang Patah
31 || Titik Untuk Berhenti
32 || Tentang Maaf
33 || Rela Untuk Menerima
34 || Buku Harian
35 || Selamat Tinggal
Epilog
Hujan Terakhir

2 || Dia Pintar

456 103 153
De Aniwilla

㋛︎

Apa yang membuatmu sedih?

Bukan semesta yang menyakitimu, tapi ekspektasimu pada dunia yang terlalu sempurna.

-R E C A K A-

.
.
.

㋛︎

NILAI apa yang paling penting dalam kehidupan? Bisakah manusia memiliki nilai-nilai baik dalam segala aspek kehidupan mau pun di sekolah? Kenyataannya kepintaran seseorang hanya dilihat dari seberapa tinggi nilai yang mereka dapatkan. Itulah mengapa sudah hukum alam manusia menilai manusia lainnya dari perspektif pandangan masing-masing entah itu benar atau asal tebak.

Semua manusia pintar pada porsi masing-masing, tapi juga bodoh secara bersamaan. Lantas apa yang membuat kepintaran adalah sebuah hal yang bisa dibanggakan? Karena semua manusia pintar pada umumnya.

Gata tetap menulis. Pemuda manis dengan tatapan setajam mata elang itu masih sibuk membuat pulpen di genggaman menoreh tinta pada buku catatan miliknya. Bel istirahat sudah berbunyi sejak 5 menit lalu, tapi bagai murid teladan Gata bahkan tak bergerak sekali pun, masih asik mencatat pelajaran yang baru disampaikan gurunya.

Ananda Gata Sugira.

Gata adalah anak yang bisa dibilang cukup pintar, jika hanya dilihat dari kelakuan dan seberapa ember mulutnya orang-orang akan menilainya sebagai murid pemberontak yang tidak suka belajar. Kenyataannya Gata tidak seperti itu, ia selalu menyempatkan waktu agar tidak tertinggal pelajaran dan bisa mendapatkan nilai yang sempurna.

Pffftt!

Suara itu terdengar bersamaan bau yang tidak sedap. Alfa yang tertidur lelap di bangku belakang sampai terbangun dan bangkit dengan wajah bantal dan bekas kemerahan di pipi, dengan mata sayu sedikit terbuka hidungnya mengendus beberapa kali. "Bau apaan nih?"

"Kebelet berak gue anjir!" sahut Gata yang masih sibuk menulis catatan.

"Bego! Lo kecepirit di celana?" ujar Alfa kesal. Laki-laki itu menghampiri Gata dan duduk di bangku sebelahnya.

"Gue baru kentut doang, babi!"

"Berak dulu sana!"

"Tanggung nih, gue belum selesai," kata Gata, matanya masih fokus dengan catatan yang ia buat.

Alfa berdecak kesal. Menatap temannya itu dengan bingung dan kasihan secara bersamaan. "Lo belajar mulu, pinter enggak yang ada malah bego."

"Bacot lo! Sana ke kantin pesenin gue batagor!"

"Nyenyenye!" Alfa bangkit dari duduknya dan berjalan hendak keluar kelas. "Bayarnya sama ongkos jalan ya!"

"Dasar cowok bayaran," kata Gata pelan, meski begitu ia masih sibuk dengan bukunya. Kemudian matanya kembali menelisik pada goresan tinta yang baru saja ia ukir, membacanya ulang pada tiap-tiap tulisan mencoba memasukkan segala pelajaran yang ia anggap penting di dalam ingatan.

-𖧷-

"Maureen katanya dibunuh!"

"Lah? Gak jadi bunuh diri?"

"Serem banget dong."

"Siapa yang bunuh? Gue jadi takut, anjrit!

"Ada pembunuh dong di sekolah kita?"

"Tapi kalo dipikir emang bener sih, murid kayak Maureen mana mungkin bundir?"

"Jangan ngomongin Maureen dong, gue merinding."

Alfa berjalan santai melewati segerombol siswi biang gosip di sekolahnya. Sudah dua hari semenjak Maureen jatuh dari atap sekolah, tapi ternyata bisik-bisik tentang perempuan itu bahkan masih berlanjut. Jelas saja, siapa yang akan percaya perempuan mudah bergaul dan memiliki banyak keberuntungan seperti Maureen rela mati cepat?

Netranya jatuh pada tempat Mang Adi--si tukang batagor langganan Alfa-- yang sibuk melayani banyak orang. Alfa menghela napas berat, ketika mendapati antrian batagor yang sama padatnya dengan hari-hari sebelumnya.

"Pasti mau pesen batagor," ujar Janu yang entah kapan sudah berdiri tak jauh dari Alfa yang masih termenung menatap gerobak batagor Mang Adi.

"Iya, Nu. Ngantri lagi, males banget gue," kata Alfa yang padahal belum ngantri, tapi sudah tidak bertenaga.

"Yaudah, biar gue yang pesen sekalian mau beli somay. Lo cariin meja buat gue," kata Janu yang bergegas menghampiri antrian tukang dagang.

"Yaudah deh kalo lo maksa," jawab Alfa lesu, padahal dalam hatinya tersenyum lebar karena bebas dari antrian yang membuat otaknya semakin penat. "Nu, dua ya batagornya! Yang satu buat Gata!" teriak Alfa menggelar yang hanya direspon acungan jempol oleh Janu dari jauh.

Alfa kemudian memilih meja dengan dua bangku panjang yang masih kosong. Tak lama Gata datang dengan posisi hampir nyungsep ke kolong meja karena hampir menginjak seekor kucing yang tengah tidur tepat di kaki meja yang Alfa tempati.

Alfa hanya menggeleng pelan, bingung dengan kelakuan Gata.

"Anjim, tuh kucing!" umpat Gata.

"Lo yang jalan gak liat-liat!" sahut Alfa heran. "Udah nyatetnya?"

Gata mengangguk. "Tau gak tau gak. Gue ada bahan ghibahan."

"Udah beraknya?" tanya Alfa lagi tak memedulikan perkataan Gata.

"Gue gak berak. Tai gue naik lagi ke lambung gara-gara denger ada polisi di kantor kepala sekolah," jawab Gata cepat yang membuat pupil mata Alfa mendadak mengecil.

"Maksud lo? Eh btw tai itu adanya di usus besar ya, mana bisa naik ke lambung."

Gata melirik kanan kiri was-was tak peduli dengan kritikan temannya, lantas mendekatkan tubuhnya sedikit ke arah Alfa. "Dafi dipanggil ke kantor kepala sekolah, katanya mau diinterogasi," kata Gata pelan.

Kening Alfa berkerut heran. "Lho? Tiba-tiba? Kenapa?"

"Kayaknya Cio yang ngelaporin ke kepala sekolah. Dia kayak punya dendam kesumat gitu sama Dafi," jawab Gata lagi yang entah mendapatkan informasi dari mana.

"Emangnya ada bukti?" tanya Alfa lagi karena otaknya sudah penuh dengan berbagai mata pelajaran, dan tak mungkin bisa memuat segala informasi yang Gata berikan.

"Ngomongin apa kalian serius banget?" Janu datang dengan dua batagor, satu siomay, dan tiga es jeruk, ia meletakkan semua pesanan yang ia bawa di meja dan menatap Alfa dan Gata penasaran karena ekspresi mereka yang mendadak serius.

"Pinter banget lo, Nu. Tau aja Alfa paling gak bisa ngantri. Katanya takut kesalip, ribet kalo syahadat lagi," ujar Gata mengambil batagornya dengan senyuman lebar, rasanya pas sekali karena perut Gata memang sudah demo minta diisi.

Janu tersenyum lebar. "Bisa keburu bel kalau dia yang ngantri."

Gata tertawa. "Bener banget."

"Lo berdua kalo mau ngomongin gue bisa gak di belakang gue aja, jangan pas ada guenya," ujar Alfa lantas menegak es jeruknya sampai sisa setengah.

"Kalo ngomongin di belakang orangnya dosa, Al. Jadi gue ngomongin di depan orangnya aja," jawab Gata yang tak peduli reaksi wajah Alfa sudah memerah karena menahan untuk tidak menyiram wajah tengil Gata dengan es jeruk di tangannya.

Janu hanya tertawa kecil menanggapi celoteh keduanya, baginya sudah biasa. Karena mereka bertiga cukup dekat, apalagi Gata dan Alfa juga termasuk murid pintar. Mereka selalu bisa masuk 10 besar dari 350 siswa yang masuk Jurusan IPA. Kalau Janu tidak usah diragukan lagi, laki-laki itu selalu unggul dalam berbagai hal, ia selalu mendapatkan urutan pertama di kelas maupun dalam umum.

"Eh tadi kan gue lagi ngebahas Dafi," kata Gata lagi.

Janu menoleh heran, baru pertama kali Gata tertarik membahas tentang Dafi. "Kenapa sama dia?"

"Dafi disangka yang udah bunuh Maureen."

Janu menganggukkan kepala di tengah otaknya yang berpikir. "Udah ada bukti?"

Gata mengangkat dua bahunya tak tahu. "Gak tau deh."

"Menurut kalian gimana?" tanya Janu lagi.

"Bisa jadi sih. Dafi kan aneh," jawab Alfa tak begitu memedulikan.

"Oiya kalian tau Rizky dari kelas IPA tiga? Keren sih lukisannya juara satu, makin harum aja nama sekolah kita. Padahal tahun lalu dia cuma sampe juara enem," ujar Gata.

"Lo bukannya jago lukis juga, Nu? Kenapa gak lo aja yang didaftarin?" tanya Alfa pada Janu. Karena setahu Alfa, Janu itu tak hanya pintar di segala pelajaran, anak itu juga jenius dalam bidang akademik maupun non akademik. Olahraga, seni, musik, semua Janu sudah pernah coba, dan hasilnya tak pernah mengecewakan meski Janu sering bilang gak bisa tapi kenyataannya otak pemuda itu memang cepat tanggap.

Janu mengangguk pasif. "Tapi lukis bukan hobi gue."

"Terus hobi lo apa?" tanya Gata dengan mulut penuh batagor.

"Gak usah kepo lo sama Janu!"

BRAKK!!

Semua atensi kantin mendadak beralih menatap ketiga laki-laki yang baru memasuki kantin, salah satunya memiliki badan yang agak gempal. Mereka Noval dan dua babunya yang selalu mengikuti Noval ke mana pun bocah itu pergi.

Noval yang menggebrak meja. Laki-laki itu mengambil mie ayam yang tengah di santap perempuan dengan kacamata tebal bertengger di hidung bengirnya.

"Nih, lo tulangnya aja gue gak suka," ucap Noval dan meletakkan tulang ayam bekas gigitannya di hadapan perempuan bernama Tata itu--si kacamata tebal.

"Eh, beliin gue juga sono dua porsi ya, jangan lupa sama minumnya!" seru anak buah Noval. Sementara Tata hanya diam menunduk dan tak beranjak dari kursi.

"Budek lo tadi Dimas nyuruh lo apa?" bentak Noval.

"Eh gue gak nyangka ada anak sejelek lo di sekolah," ujar teman Noval satu lagi yang bernama Reza. Laki-laki itu tertawa dan meminum segelas teh di meja, lantas ia menyemburkannya pada wajah Tata yang membuat Noval dan Dimas tertawa. "Nah, gitu lebih cantik."

Sementara dari kejauhan Alfa hanya mendengkus malas. Di jaman serba moderen seperti ini masih saja ada anak perundung model Noval dan antek-anteknya. Pandangannya tak sengaja bertemu dengan mata bulat milik Yuna yang menatapnya tajam. Kembarannya itu seolah memberi isyarat untuk Alfa menolong perempuan yang tengah diperas oleh Noval. Alfa menggeleng pelan, ia tidak mau mencari masalah yang menyebabkan nama baiknya menjadi buruk.

Yuna masih menatap Alfa dari jarak yang lumayan jauh, hanya sekitar empat meteran dari meja Alfa. Tak lama Yuna berdiri karena lelah menatap Alfa tak dihiraukan. Alfa yang menyadari hal itu pun kemudian cepat-cepat berdiri memberi isyarat pada Yuna bahwa ia yang akan menyelesaikannya.

Dari jauh Yuna tersenyum puas dan kembali duduk bersama teman-temannnya.

Alfa berjalan malas mendekati Noval yang tak jauh dari meja. "Kalian ngapain?" tanya Alfa yang sudah muak melihat Noval dan dua temannya itu.

"Eh, ada Alfa. Makan Al?" tawar Noval dan tersenyum pada Alfa yang pastinya tak dibalas oleh laki-laki itu.

"Gara-gara lo selera makan gue jadi berkurang, mau tau kenapa?" tanya Alfa yang wajahnya mendadak dingin. "Muak ngeliat tampang lo yang makin hari kayak babi!"

Noval menggigit bibirnya menahan amarah. Laki-laki itu meletakkan mangkok mie ayamnya kasar membuat bunyi keributan. "Jangan sok ganteng deh lo! Mau lo apa sih?" tanya Noval yang mulai tersulut emosi.

"Lah? Gue emang ganteng. Gue cuman mau ngasih tau kalo mau ngemis jangan di sekolah."

-𖧷-


㋛︎

-R E C A K A-
.
.
.

Lanjut di bab berikutnya aja di sini udah 1570 word.

Kalian suka sama siapa?

Alfa?

Gata?

Janu?

Dafi?

Gue?
🤭

Konflik belum dimulai harap tenang.









Tangerang, 04 Oktober 2021.

Continue lendo

Você também vai gostar

461 79 13
----------------------------------------------------- Start writing from : 16th of July 2022 Finish at : 07th of October 2022 ...
S E L E C T E D De mongmong09

Mistério / Suspense

311K 16.4K 30
Tentang obsesi seorang pria misterius terhadap seorang gadis yang menolongnya. ---------------------------------------------------- Raina Karlova, se...
134340 [END] De Kamu nanyeak?

Ficção Adolescente

10K 1.2K 42
[PART LENGKAP] "Di antara beberapa planet. Aku diibaratkan sebuah planet Pluto yang keberadaannya sudah tidak di anggap, hanya perkara kedudukannya l...
If I Could De Nana RM

Ficção Adolescente

107K 8.5K 31
Ayya adalah siswa baru di SMA Century, sekolah yang paling dibenci oleh Ayya karena di sana dia selalu dibully oleh semua orang. Dan yang lebih parah...