Komang

Bởi DimskiDimski

376K 9.9K 187

Cerita tentang Komang dan empat orang sahabatnya di masa-masa mereka menikmati gejolak remaja SMA. Dari salin... Xem Thêm

Bagian 1 dan 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
Bagian 36
Bagian 37
Bagian 38
Bagian 39
Bagian 40
Bagian 41
Bagian 42
Bagian 43

Bagian 17

7.5K 234 2
Bởi DimskiDimski

Komang duduk manis selama di sekolah. Tak sedikit pun dia beranjak dari bangkunya dari mulai pelajaran pertama sampai dengan pelajaran terakhir. Hal ini menjadi bahan pembicaraan dikalangan para guru, semua menyangka bahwa ini adalah pengaruh baik dari Ferdian yang duduk sebangku dengannya.

Gank-nya pun menjadikan Komang bahan pembicaraan, tentunya pada saat dia tidak bersama mereka. Hal ini membuat kebencian Aldo pada Ferdian semakin menjadi, menurutnya Ferdian telah membuat Komang menjauh dan tidak lagi perduli dengan gank-nya itu.

"Liat aja, itu homo bakal nyesel."

Aldo berkata sambil mengisap rokoknya di warung dekat sekolah. Felix dan tiga orang lainnya diam saja tidak memberikan komentar.

"Kalian itu emang takut sama Komang? Kagak ada yang berani ngelawan dia apa?"

"Maksud lo gimana, 'do?"

Soni salah satu dari anak-anak yang sedang duduk di warung bertanya pada Aldo.

"Lo goblok sih kagak ngarti maksud gue? Lo tau ngga si homo yang duduk sebangku dengan Komang? Itu yang bikin Komang sekarang jauh dari kita."

Felix menarik napas panjang, dia tidak pernah suka jika Aldo sudah membawa-bawa orientasi seksual dengan nada mengejek. Aldo melirik pada Felix.

"Kenapa lo? Ngga suka? Selalu kan lo pasti bela si Komang dan homoannya itu."

"Gue cabut dulu semua. Gue harus ke toko."

Felix malas berhadapan dengan Aldo, untuk meredam emosinya maka dia memutuskan untuk pergi.

"Bentar, 'lix."

Soni berkata sambil berdiri. Felix menghentikan langkahnya dan membalikan badannya. Soni kemudian berjalan menghampiri meja tempat Aldo duduk.

"Gue sih sebenernya ngga pernah ada masalah mau Komang sering kumpul apa nggak dengan gue atau dengan kita disini. Gue juga ngga pernah ada masalah ama Ferdian yang teman sebangkunya itu. Gue ngga sekelas ama kalian. Tapi gue cuma mau bilang ama lo yaa, 'do, hati-hati kalo ngebacot, bacot lo suatu hari bisa nyiksa diri lo sendiri."

Soni mengatakan hal itu dekat sekali dengan Aldo. Aldo dapat merasakan dengusan napas Soni ditengkuknya.

"Satu lagi. Gue ngga suka ada ancem-anceman di kelompok kita sendiri. Lo punya masalah ama Komang, lo selesaiinlah sendiri sama Komang, jangan lo bawa bawa yang lain buat ikutan ngebenci Komang, ngga gitu aturan mainnya di kelompok ini bukan? Atau lo udah lupa?"

Aldo sama sekali tak bergerak, dia duduk menatap ke depan, disatu sisi dia tahu dia ngga punya kekuatan buat menghadapi Soni dan Felix, belum tentu juga yang lainnya sepaham dengan dia. Iya kalo sepaham dengan dia, kalo sepaham dengan pemikiran Felix dan Soni? Celaka dirinya.

Soni kemudian berjalan keluar, dia tersenyum pada Felix. Kedua teman mereka yang sedang duduk dalam warung pun berdiri dan mengikuti Soni dan Felix keluar dari warung. Aldo duduk sendirian, matanya panas, hatinya bergejolak penuh amarah. Alih-alih berusaha mencari dukungan, malah sekarang dia yang ditinggalkan oleh semua teman-temannya.

'Ini ngga bisa didiemin. Liat aja, gue bikin si homo Ferdian itu susah hidupnya.'

***

"Kamu serius?"

Ferdian bertanya pada Komang untuk meyakinkan.

"Iya, gue serius. Masa sih gue bercanda. Udah waktunyalah."

"Kamu yakin? Kamu udah siap orang-orang bakalan ngomong apa ke kamu? Aku minta kamu pikirin baik-baik lagi semuanya. Aku orang yang udah biasa hidup dibawah tekanan bully dan ejekan dan hinaan dan dan yang lain yang ngga ngenakin."

Komang yang baru saja merebahkan diri diatas kasur di kamar Ferdian kemudian bangun dari tidurnya. Komang menghampiri Ferdian yang sedang membuka lemari bajunya. Dia kemudian menarik Ferdian dalam pelukannya. Ditatapnya Ferdian lekat-lekat.

"Gue udah bilang gue akan ngejagain lo semampu gue, sebisa gue, sepanjang gue ada disamping lo, sepanjang gue masih bisa napas dan ngga mati dibacok orang."

Ferdian tersenyum.

"Okay, aku ngga akan lagi ngomong apa apa. Aku udah omongin semuanya yaa ke kamu, risikonya dan lain lainnya, jadi nanti satu hari kalo ada yang tanya soal kita, aku akan minta orang itu untuk tanya ke kamu. Bukan aku ngga mau jawab, tapi aku ngga mau kamu direndahkan orang lain. Jadi kamu bisa liat langsung ekspresi orang yang tanya dan kamu jawab dan kamu liat apakah respon dia tulus atau malah jijik."

Ferdian berkata panjang lebar. Komang mendengarkan kata-kata Ferdian. Setelah Ferdian berhenti bicara, Komang kemudian mengecup bibir Ferdian lembut.

"Sekarang ganti baju santai terus kita keluar sebentar yaa."

"Mau kemana? Katanya tadi mau belajar."

"Aaaah elo, tiap kali mau belajar bukannya belajar pasti malah lo nyosor. Hadeeeuuh."

"Hahahaha, lagian siapa suruh belajar tapi ngga mau pake baju cuma celana dalem aja."

Ferdian kemudian membuka baju seragamnya. Setelah itu dia memilih baju santai untuk dipake seperti yang dikatakan oleh Komang. Tak lama terlihat mereka berdua menaiki motor dan melesat meninggalkan rumah Ferdian.

***

Felix menanggalkan kaosnya, badannya berkilat berkeringat. Dia berdiri didepan toko, menghitung barang-barang yang baru masuk. Setelah dihitungnya semua dan dipastikan benar, dia kemudian menandatangani surat pengiriman. Setelah itu terlihat Felix sedang menggeser-geser tabung gas, berniat merapihkannya dan kemudian menata barang-barang yang baru datang tersebut.

Terdengar suara motor berhenti didepan toko. Felix tidak menoleh, pikirannya paling kalau tidak Aldo yaa Komang walaupun sesungguhnya dia malas seandainya yang datang adalah Aldo. Perasaannya lagi tidak ingin berdebat atau pun ribut.

Ferdian turun dari motor dan kemudian membuka helmnya dia menoleh kedepan toko, dilihatnya potong tubuh yang familiar di depannya.

"Heh! Kerja terus. Masih kurang itu badan udah kayak besi berkotak kotak?"

Komang berkata sambil berjalan menghampiri Felix yang membalikkan badannya karena mendengar suara Komang.

"Wohoooo ... Tumben-tumbenan lo kemari. Ada angin apa?"

Felix kemudian melihat Ferdian yang berjalan di belakang Komang.

"Eh, sama Ferdian. Waduuhh beneran ini sih mimpi apa dan ada angin apa ini?"

Ferdian menatap Felix sambil tersenyum. Dalam hatinya dia mengagumi bentuk badan Felix yang terbentuk secara alami, hampir sama dengan Komang.

"Hai, Felix. Aku ngga tau kalo Komang ngajak kesini."

"Hahahaha, lo resmi amatan sih aku kamu aku kamu kayak orang pacaran aja."

Muka Ferdian memerah digoda seperti itu. Komang tertawa tergelak-gelak.

"Emang pacaran kok."

Gantian Felix yang bengong. Kembali Komang tertawa.

"Hmm, ini kayaknya perlu penjelasan. Ayook duduk, ngga apa apa kan duduk dibawah gini? Maksud gue, duduk diatas karung beras gitu."

Felix bertanya dengan nada khawatir, dia yakin Ferdian datang dari keluarga yang berada.

"Enggak apa-apa."

Ferdian kemudian duduk disalah satu karung bertumpuk dia, Komang kemudian dengan cueknya duduk didepan Ferdian, disandarkannya badannya ke kaki Ferdian.

Felix kemudian masuk mengambil tiga minuman dingin dan keluar kembali setelah itu memberikan minuman dingin itu masing-masing untuk Ferdian dan Komang.

Ibu Felix keluar dari toko ketika Felix baru saja duduk juga diatas karung didepan Ferdian dan Komang.

"Felix."

"Iyaa, Bu."

"Lhoo ada tamu. Lhoo Komang kemana aja? Jarang main ke rumah sekarang. Ibumu apa kabar?"

"Ada, Bu, hehehe, iyaa, Komang lagi sibuk belajar sekarang. Hahaha, biar jadi orang pinter, Bu."

Ibunya Felix ikutan tertawa.

"Tuh, 'lix, dengerin kata-kata Komang. Belajar."

Felix nyengir dan kemudian menoleh sebal pada Komang. Komang tertawa.

"Lhoo ini siapa? Ibu belum kenal. Teman sekolah Komang juga? Teman Felix juga?"

"Ibu hadeeuuh, teman sekolah Komang yaa pasti teman sekolahku, kan satu sekolah."

Ferdian mendorong tubuh Komang yang sedang bersendar pada kakinya, dia lalu kemudian berdiri dan menghampiri Ibunya Felix.

Dijabatnya tangan Ibunya Felix kemudian diciumnya tangan itu, salim.

"Saya Ferdian, Bu, teman sekelasnya Komang dan Felix."

Ibu Felix terkejut dan terdiam sesaat.

"Kamu sopan sekali, Nak Ferdian. Senang ibu liatnya."

Ferdian kemudian melepaskan salamannya dan masih berdiri disitu.

"Kamu manis yaa, putih bersih, wangi, ngga dekil kayak anak dua itu."

Felix dan Komang tertawa mendengar perkataan ibunya Felix.

"Kalian sudah pada makan? Felix, kamu belilah makan buat kalian, ambil uangnya di laci yaa. Mau makan apa aja yaa tinggal beli."

"Ibu ini kalo baik hati begini pasti ada maunya."

"Hihihihi, ibu mau dijemput sama Bude Titik. Bude minta ditemanin jalan jalan katanya. Jadi kamu jaga toko yaa. Ibu ndak tau pulang jam berapa. Kamu langsung pulang yaa. Ayah tadi pagi ke luar kota sampai tiga hari ke depan."

Felix kemudian berdiri, memberi sikap hormat dan tertawa.

"Siap, Bu Jenderal."

Ibunya Felix kemudian masuk kembali ke toko diikuti oleh Felix. Tak lama terdengar suara klakson mobil didepan toko. Ibunya Felix bergegas keluar dan masuk kedalam mobil.

Felix kembali duduk di karung depan Ferdian dan Komang.

"Kalian mau makan apa?"

"Hahahaha, ntar aja, 'lix. Gue ada yang mau gue omongin sama lo."

Felix menatap pada Komang, memberikan isyarat untuk meneruskan omongannya.

"Diantara semua cuma lo yang gue paling nyaman buat berbagi. Gue terkadang malu kalo sering sering kesini karena nyokap bokap lo itu baik banget sama gue. Tapi bukan itu yang mau gue omongin sekarang. "

Felix membuka minuman dinginnya lalu meminumnya. Setelah itu dia menaruh minuman dinginnya itu dibawah dekat kakinya.

"Terus?"

"Gue mau minta maaf sama lo karena gue makin jarang kumpul sama lo dan anak-anak. Gue bukannya menjauh, kagak, kagak ada dalam pikiran gue menjauh, gue itu pengen mengubah diri gue, 'lix. Gue cape jadi orang bodoh, gue capek hidup gue kayak gini, dicap brandalan, tukang onar, tukang rusuh, tukang ribut, tukang tukang lainnya lah. Lo tau sendiri kan. Gue selama ini semakin ngebatesin diri gue. Anak-anak angkatan gue aja pada ngga percaya kalo gue segitunya mau ngubah diri gue."

Gantian Ferdian yang membuka minuman dinginnya dan kemudian meminumnya. Sementara Komang menyalakan rokoknya. Dihisapnya rokoknya itu dan dihembuskannya pelan-pelan rokok tersebut.

"Sejak gue sebangku sama Dian. Oh iya, gue manggil dia Dian, biar ngga ribet lidah gue. Sekalian itu panggilan kesayangan gue. Hahahaha. Sejak gue sebangku sama Dian dan gue liat hidup gue, kayaknya kalo gue terusin gue ngga bakalan jadi apa apa, dan gue takut, takut banget gue ngecewain lagi nyokap gue. Gue minta dia buat ngajarin gue. Gue ngga mau gagal buat kedua kalinya ngga naik kelas. Takut gue, 'lix."

Felix mengangguk-angguk mendengarkan cerita Komang.

"Iyaa, gue ngerti kok dengan apa yang lo ceritain barusan. Gue juga ngerti banget kalo lo pengen ngubah diri lo. Lo bakal selalu dapat support gue kok. Apa pun itu gue bakalan bantu lo semampu gue sepanjang itu buat kebaikan diri lo kedepannya. Lo itu ngga bodoh, 'mang, percaya ama gue, lo itu hanya males aja. Bener nggak, Fer?"

Felix bertanya pada Ferdian. Ferdian tertawa dan kemudian mengangguk angguk.

"Kan, bener kan apa yang gue bilang, ternyata Ferdian sepemikiran sama gue. Sekarang gue mau tanya kalo misal lo ngga keberatan."

"Mau tanya apaan?"

"Seberapa deket lo ama Ferdian? Hahahaha. Abisan pake panggilan kesayangan segala, gue kepo nih, 'mang."

Komang tertawa sementara Ferdian tampak memerah mukanya. Komang kemudian mengambil kedua tangan Ferdian dan menaruhnya didepan dadanya. Ferdian jadi agak sedikit membungkuk karena kedua tangannya ditarik Komang.

"Sedekat apa pun yang lo kira dan perkiraan itu benar. Daaah gitu aja daaaah jawabannya. Gue lapar niiihhh wooooyyy ... "

Felix tertawa kemudian mengacungkan jempolnya.

"Ya udah lo mau makan apa gue beliin sekarang."

Tak lama terlihat ketiganya asyik menikmati nasi bungkus yang dibeli oleh Felix. Sesekali terdengar tawa renyah dari arah toko.

Tak jauh dari toko Felix, seseorang tampak sedang memperhatikan kegiatan didepan toko. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal.

'Liat aja lo, homo anjing. Liat aja. Lo udah ngambil temen-temen gue dari gue. Liat aja, anjing.'

Dari sudut matanya Felix tahu bahwa seseorang sedang mengamati tokonya dari agak kejauhan. Ketika tahu siapa yang sedang mengamati tokonya, sikapnya berubah waspada walaupun itu tidak terlalu diperlihatkan pada Komang dan Ferdian.

Tanpa disadari, seseorang pun sedang mengikuti Aldo dan berhenti ketika Aldo sedang mengamati toko Felix. 

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

844K 31.7K 34
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
39.2K 2.8K 24
Pembuatan ulang tulisan pertamaku, Maschalagnia, yang terbit 2020 saat aku masih belajar nulis. Temanya LGBT. Male to male. Highlight di Fetish. Genr...
946K 21.3K 49
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...
KINGDOM - NOMIN Bởi R

Viễn tưởng

2.3M 330K 42
[DIBUKUKAN] [TERSEDIA DALAM BENTUK PDF] [NOMIN - JAEYONG - MARKHYUCK] Kenapa aku selalu diminta menyelamatkan dunia orang lain disaat duniaku sendir...