SAMUEL

By MartabakKolor

19.1M 2.3M 1.6M

[Sudah Terbit + Part Masih Lengkap] Baby El, panggilan kesayangan dari Azura untuk Samuel. Namanya Samuel Erl... More

PROLOG
1. Kabar Mengejutkan
2. Tunangan
3. Samuel itu Bayi
4. Dia Spesial?
5. Raskal
6. Sepihak
7. Tidak Pernah Akur
8. Rapunzel dan Baby El
9. Marah
10. Tidak Ingin Kehilangan
11. Cemburu
12. Pelukan
13. Kesedihan
14. Satu Persen
15. BERULAH
16. TERINGAT KEMBALI
17. Kenapa?
18. Lagi dan Lagi
19. Tidak Peduli
20. Panik
21. Samuel dan Lukanya
22. Damai
Amankan 2 Bayi dan Surat dari Canva
23. Persahabatan Diamond
24. Masa Lalu
25. Insiden
26. Dia lagi
VOTE COVER DAN GIVEAWAY
28. Sama-sama Tersiksa
29. Menghilang
30. Bertemu
31. Hari Kelulusan
32. Akhir
Pre Order SAMUEL
Pre Order Kedua
OFFICIAL JACKET DIAMOND GANG

27. Merenggang

420K 63.5K 53.5K
By MartabakKolor

Follow Instagram

@samuel.erlngga
@azura_anastasia
@areksa.drgntr
@queenilona
@gang_diamnd
@wp.martabakkolor
@iiiitaaaa_12
@marvel.algara
@marvin.algara
@canva.tamvan
@farzantanubrata

*****

SURAT DARI CANVA ADA DI SEMUA PAKET PRE ORDER. MAU YANG PALING MURAH, ATAU PUN MAHAL. SEMUANYA ADA.

*****

Bisa COD. Datengnya 30 hari setelah tanggal 2 September. Jadi masih bisa sambil nabung.

Beli di shopee atau tokped novely young, melstorebook, tokotmindo, zahrabooks, bumifiksi.

Untuk luar negeri nanti bisa melalui wa.

2 SEPTEMBER 2021

******

Azura berjalan lesu di koridor sekolahan. Ia tidak bisa tidur sampai pagi hingga membuat kantung matanya menghitam. Setiap ia memejamkan mata, bayang-bayang Samuel pasti datang menghampirinya.

"PAGI, ZURA!" Ilona merangkul pundak Azura dengan raut wajah yang terlihat bahagia. Gadis itu datang bersama dengan Canva dan Marvin.

"Muka lo, kok, cemberut?" tanya Ilona setelah menyadari raut wajah Azura yang cemberut.

"Lagi ada masalah sama Baby El," balas Azura seraya menundukkan kepalanya dalam.

Ilona mengangguk-anggukkan kepala. "Gue juga lagi marahan sama Eksa. Semua cowok itu sama aja, ya, Ra."

Azura menghentikan langkahnya. Begitu juga dengan Ilona. Canva dan Marvin yang berada di belakang mereka itu pun ikut berhenti.

"Kamu bener, Na. Kecuali papa aku, abang, sama Apan. Cuma mereka yang baik," balas Azura membenarkan ucapan Ilona.

"Berarti gue juga?!" sahut Marvin tidak terima.

"Lo, kan, hobi ngoleksi cewek," balas Canva pada sahabatnya itu.

"Tapi gue lagi on the way tobat." Marvin menempeleng kepala Canva keras.

Canva mengusap kepalanya dengan wajah kesal. "Gue lagi pusing karena nggak tidur semaleman! Jangan nambah-nambahin lo!"

Azura dan Ilona pun membalikkan tubuh mereka untuk menatap Canva dan Marvin. Kedua cowok itu saling merangkul pundak.

"Tapi gue udah nggak sedih karena semalem habis balapan sama mereka berdua." Ilona menunjuk Canva dan Marvin. Memang benar, mereka bertiga melakukan balap motor di sirkuit untuk melepaskan penat.

Azura yang mendengar itu pun sedikit terkejut. "Jadi, Apan nggak punya waktu buat istirahat?"

"Udah biasa, Ra. Kita emang sering balapan sampai pagi," balas Marvin enteng.

"Kasian tau. Kemarin dia habis main gendong-gendongan sama aku. Sebelumnya udah main di rumah Ilona juga. Ternyata malemnya kalian pergi balapan sampai pagi," ujar Azura perihatin. Ia menatap ke arah Canva dengan sorot mata hangat.

Mendengar itu, Canva pun terkekeh ringan. "Perhatian banget, sih, Ra. Bener kok kata Marvin. Kita udah biasa."

Azura menghela napas berat. Ia tahu kalau cowok itu pasti merasa kecapekan. Tapi, Canva selalu saja punya alibi yang membuatnya selalu terlihat baik-baik saja di depan orang lain.

Dari kejauhan, terlihat Samuel dan Areksa berjalan ke arah mereka. Azura dan Ilona yang punya masalah dengan mereka pun memilih untuk membuang pandangan mereka ke arah lain. Enggan bertatap muka dengan Samuel dan Areksa.

"Ikut gue bentar, Va," ujar Samuel pada Canva setelah sampai di depan mereka.

"Ngapain, Bos?" tanya Canva bingung.

"Bentar doang. Ada yang mau gue omongin ke lo," balas Samuel. Cowok itu melangkah pergi dari sana terlebih dahulu tanpa melirik sedikit pun ke arah Azura.

Canva mengedikkan bahunya kemudian memilih untuk mengikuti Samuel. Ternyata cowok itu berjalan ke arah taman belakang SMA Taruna Bakti. Entah apa yang ingin Samuel bicarakan kepada Canva hingga harus menjauh dari yang lain.

Sampainya di taman belakang, Samuel langsung duduk di bawah pohon mangga. Disusul oleh Canva yang ikut duduk di sebelahnya. Keduanya terdiam cukup lama. Canva tetap menunggu Samuel untuk memulai pembicaraan mereka.

"Jagain Rapunzel buat gue, ya?"

Setelah terjadi keheningan, akhirnya Samuel pun membuka suara. Perkataannya itu membuat Canva menoleh dengan kening mengerut.

"Nggak lo suruh sekali pun, gue bakalan tetep jagain dia," balas Canva.

Samuel mengulas senyum tipis menanggapi itu. "Bagus kalau gitu."

"Kenapa lagi, sih, El? Baru aja kalian baikan. Sekarang apa lagi masalahnya? Kasihan Azura," tutur Canva mengeluarkan isi pikirannya.

"Banyak." Samuel menghela napas berat. Cowok itu menundukkan kepala. Pikirannya kacau dan perasaannya tidak karuan. "Keadaan sekarang lagi nggak baik, Va."

"Lo sayang, nggak, sama dia? Jangan mainin perasaan dia kayak gini, El."

"Saking sayangnya gue ke dia sampai nggak bisa dijelasin sama kata-kata."

Canva berdecih pelan mendengar itu. "Lo aja bikin dia sedih terus. Itu yang dinamain sayang?"

"Lo nggak bakalan paham maksud gue."

Canva terdiam. Banyak hal yang bersemayam di pikirannya. Hal itu membuatnya merasa pusing sendiri. "Tapi ... gue nggak bisa 24 jam jagain dia."

"Gue nggak minta 24 jam lo jagain dia, Va. Cukup lindungin dia kalau ada apa-apa," balas Samuel.

"Terus lo mau ngapain?"

"Sama. Gue juga jagain dia. Tapi dari jauh."

Canva merangkul pundak Samuel. "Lo takut Azura kena bahaya gara-gara deket sama lo, ya?" tebaknya tepat sasaran.

Samuel mengangguk membenarkan. Ancaman yang terus mengintainya itu membuat Samuel semakin takut jika Azura akan terkena imbasnya.

Pandangan mata Samuel tidak sengaja mengarah ke punggung tangan kiri milik Canva.

"Tangan lo kayak ada bekas infusan," ujar Samuel.

Tersadar jika tangannya diperhatikan oleh Samuel, Canva pun memilih untuk menyembunyikannya di balik punggung.

"Mata lo katarak kali," balas Canva cengengesan.

Kedua alis Samuel menyatu. Hatinya mengatakan kalau Canva membohonginya. "Lo bohong?" tanyanya.

"Enggak. Mana pernah gue bohong. Canva, kan, anak jujur."

"Gue perhatiin belakangan ini lo sering kelihatan capek banget. Kenapa?" Samuel mengalihkan pembicaraan mereka.

"Kebanyakan main," balas Canva santai. Ia menyenderkan punggungnya di pohon batang mangga. Kedua matanya terpejam untuk menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya.

"Jangan belajar."

Canva langsung memelototkan matanya mendengar itu. "Ketua stres!" hardiknya.

"Mending kayak dulu aja, Va. Nyontek ke Areksa bareng yang lain. Lo nggak perlu capek-capek belajar."

Canva memutar bola matanya malas. "Lo ngajarin gue kesesatan?"

Samuel tertawa kecil mendengar itu. Ia meninju pelan bahu Canva. "Jangan ada yang disembunyiin. Kalau ada apa-apa langsung cerita."

"Itu rahasia gue. Kalian nggak perlu tau."

"Gue tau lo punya privasi. Tapi seenggaknya, cerita-cerita dikit kalau lo punya masalah. Gue ngerasa lo cuma mau mendengar tanpa mau didengar. Nggak capek nyimpen semuanya sendirian?" Samuel menaikkan sebelah alisnya.

"Lo juga gitu, anjir!" balas Canva kesal.

Samuel menanggapinya dengan tersenyum tipis. "Capek, ya, Va?"

"Capek." Canva mengangguk setuju. Wajah cowok itu berubah serius. "Tapi nggak boleh nyerah."

Samuel menepuk pelan pundak Canva. Ia merasa bangga bisa mengenal orang hebat seperti cowok itu. "Lo keren, Va. Mungkin kalau jadi lo, gue nggak bakalan bisa hidup sampai sekarang."

"Namanya juga hidup. Nikmatin aja sambil nunggu giliran menuju tak terbatas."

"Mati?"

"Iyalah. Apalagi?"

Samuel terkekeh. "Kayaknya gue duluan daripada lo."

*****

"ADUH! KALAU JALAN LIHAT-LIHAT DONG!' Azura merapikan buku-bukunya yang berserakan di atas lantai setelah bertabrakan dengan seseorang. Orang yang menabraknya itu ikut berjongkok dan membantu Azura membereskan bukunya.

"Galak banget," kata orang itu.

Merasa kenal dengan suaranya, Azura pun mendongakkan kepala. Dan benar saja dugaannya. Ternyata Samuel yang menabrak dirinya. Keduanya pun berdiri.

"Mau ke mana?" tanya Samuel pada gadis itu.

"Bukan urusan kamu," ketus Azura. Raut wajahnya sama sekali tidak bisa dikatakan bahwa gadis itu sedang baik-baik saja. Azura benar-benar menyimpan dendam kesumat pada Samuel.

"Ya udah. Sana pergi."

"Kamu ngusir aku?!"

"Iya," jawab Samuel terdengar enteng.

Azura memandang Samuel dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ya udah kalau itu mau kamu."

Tanpa memedulikan Samuel lagi, Azura pergi dari hadapan cowok itu dengan perasaan dongkol. Ia hendak pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku-buku yang beberapa hari yang lalu ia pinjam.

Samuel memandang kepergian Azura dengan sendu. Ingin sekali ia mengejar, kemudian mendekap tubuh rapuh itu dengan erat. Namun, sekuat apa pun keinginannya, Samuel tetap tidak bisa melakukannya.

"Melas amat hidup lo," ujar Marvel yang kebetulan lewat di sana.

*****

Azura duduk di halte bus sembari memakan permen milkita kesukaannya. Ia hanya numpang duduk di sana dan menunggu Canva yang sedang mengambil motor di parkiran sekolah. Azura lebih memilih untuk menunggu cowok itu di halte daripada di depan pintu gerbang karena ada Samuel di sana.

Tidak berselang lama, akhirnya Canva datang dengan motornya. Cowok itu mengulas senyuman lebar ke arahnya.

Azura pun segera berdiri dari duduknya dan menghampiri Canva. Sebelum naik ke atas motor, ia memandang ke arah langit terlebih dahulu.

"Langitnya gelap banget. Kayaknya mau hujan," gumam Azura.

"Iya kayaknya. Ayo buruan pulang. Nanti kehujanan," kata Canva kemudian memberikan satu helm dari Samuel kepada Azura.

Azura tidak menerima uluran helm dari Canva. Gadis itu justru tersenyum aneh. Membuat Canva memandangnya dengan tatapan bertanya.

"Gimana kalau kita hujan-hujanan?" seru Azura.

Canva terdiam. Ia menatap raut wajah Azura yang memelas ke arahnya. Hal itu membuat ia merasa tidak tega. Ia pun akhirnya mengangguk menyetujui.

Azura langsung meloncat senang dan meninju angin dengan kepalan tangannya.

"Ke lapangan mana aja. Biar bisa lari-larian sambil hujan-hujanan," ujar Azura seraya naik ke atas motor Canva.

"Perintah diterima," balas Canva kemudian menyalakan mesin motornya. Mereka pun mulai membelah jalanan bersamaan dengan rintik hujan yang mulai berjatuhan.

*****

Hujan deras pun mengguyur tanah dengan bebas. Dua orang remaja itu berdiri di tengah lapangan dengan seragam yang masih membalut tubuh mereka. Keduanya seolah tengah melampiaskan beban bersamaan dengan jatuhnya hujan.

Tangan Azura dan Canva saling menaut. Napas keduanya masih ngos-ngos an karena baru saja lari-larian mengitari lapangan.

Kedua mata Canva terpejam. Menikmati guyuran hujan deras yang menyapu seluruh tubuhnya yang kedinginan. Ia semakin mengeratkan genggamannya pada tangan Azura.

"Aku nggak pernah main hujan-hujanan selama tujuh belas tahun hidup di dunia. Dan hari ini pertama kalinya aku nyobain bareng kamu," kata Azura dengan semangat. Suaranya itu sedikit ia keraskan agar tidak kalah dengan suara hujan.

Canva membuka kedua matanya. Ia menoleh ke arah Azura dengan senyuman hangat. Rambut gadis itu basah dan lembek. Sama seperti dirinya. Pita berwarna pink di kepala gadis itu yang hampir jatuh, segera dibenahi oleh Canva.

"Nanti kalau sakit gimana?" tanya Canva pada gadis itu. Jujur saja ia merasa khawatir.

Azura menggelengkan kepala kuat. "Aku masih mau hujan-hujanan. Lagian tubuh aku juga nggak gampang sakit."

"Ra."

Azura menoleh ke arah Canva. Raut wajahnya terlihat berbinar. "Apa?"

"Tiduran di sini kayaknya enak." Canva terduduk di atas rumput tanah lapangan yang terawat. Cowok itu merebahkan diri di atas sana.

Melihat itu, Azura pun tidak segan mengikutinya. Ia tertawa saat air hujan menerpa wajahnya hingga terasa sakit. Hal itu membuat Canva menghalangi air hujan dengan tangannya agar tidak langsung menimpa wajah Azura.

"Kamu nggak apa-apa, kan, kalau harus hujan-hujanan?" tanya Azura seraya memiringkan kepalanya untuk menatap wajah Canva.

"Gue seneng." Canva tersenyum tipis.

Tidak berselang lama setelah itu, Canva menurunkan tangannya dari atas wajah Azura yang sempat ia gunakan untuk menghalangi air hujan.

"Gimana perasaan lo sekarang?" tanya Canva. Kedua matanya kembali terpejam erat.

"Udah lega. Aku tadi sempet bicara sama Baby El karena dia nabrak aku."

"Jangan kelamaan marah-marahnya," peringat Canva.

"Dia ngeselin!" kata Azura kesal.

"Dia sayang sama lo, Ra. Sampai rela jauhan kayak gini biar lo nggak kenapa-kenapa." Canva mengusap punggung tangan Azura dengan ibu jarinya.

"Pusing, ya," gumam Canva. Nada bicaranya terdengar semakin menelan.

Canva tidak boleh terkena air hujan secara langsung. Dan cowok itu melanggarnya hanya demi keinginan Azura. Akibat dari itu, tubuhnya mulai bereaksi tidak normal. Canva mudah sakit jika terkena air hujan.

"Aku enggak," balas Azura.

"Bagus kalau lo nggak ngerasain."

"Kamu pusing, ya? Ayo kita pulang aja."

Canva menggelengkan kepalanya. "Puasin dulu. Nanti baru pulang."

Tanpa keduanya sadari, ada seorang pria berpakaian serba hitam mengamati mereka di balik pohon mangga yang terletak di pinggir lapangan. Orang itu mengeluarkan sebilah pisau dari saku celananya. Kedua matanya memicing. Bersiap untuk melemparkan pisau itu ke arah Azura.

"LO SIAPA, ANJING!" Samuel menarik bagian belakang baju yang dikenakan pria itu. Akibat gerakannya yang tiba-tiba, membuat pisau yang dipegang oleh pria itu terjatuh ke atas tanah.

Tadi, Samuel sengaja mengikuti Canva dan Azura. Tubuh cowok itu juga basah semua. Beruntung ia melihat pria berpakaian serba hitam yang kini berada di hadapannya. Kalau tidak, mungkin nyawa Azura yang menjadi taruhannya.

Samuel melayangkan pukulan di pelipis pria itu. Kemudian menarik kerah baju pria itu dan menendang kuat bagian perut lawannya. Hal itu membuat pria tadi merasa kesakitan sejenak.

Saat pria itu hendak mengambil pisaunya lagi, Samuel dengan cepat menendang pisau itu agar menjauh dari mereka.

"Suruhannya siapa lo?!" tanya Samuel. Ia mendekat ke arah pria yang juga memakai masker di wajahnya. Membuat Samuel tidak bisa mengetahui itu siapa.

Tanpa Samuel sadari, pria itu bergerak cepat mengambil sebuah kayu yang terletak di dekat mereka. Tanpa lama-lama, dia segera memukulkannya tepat di bagian kepala Samuel. Cowok itu kehilangan keseimbangan akibat pukulan keras yang ia terima di kepalanya.

Tidak ingin kehilangan kesempatan, pria itu pun kembali melayangkan pukulan ke arah leher bagian belakang Samuel. Alhasil, cowok itu pun ambruk ke atas tanah dengan posisi tengkurap. Suara hujan yang deras membuat Canva dan Azura tidak mampu mendengar perkelahian itu.

Tidak sampai di situ, pria tadi kembali melayangkan tinjuan di kepala Samuel. Dan terakhir, dia menginjak kuat bagian leher Samuel hingga membuat cowok itu memuntahkan cairan merah dari mulutnya.

Darah dan air hujan yang menggenang di tanah bercampur menjadi satu. Pandangan Samuel mulai mengabur. Bersamaan dengan perginya pria itu dari hadapannya.

Samuel menatap ke arah Azura dengan mata yang perlahan mulai memejam. "Rapunzel," panggil cowok itu lemah sebelum semuanya berubah menjadi gelap.

*****

15k+20k

Bye

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 132K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
2.1M 126K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
5.5M 237K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
3K 197 20
Aku rasa jika kalian tidak punya nyali jangan pernah membaca cerita-cerita ini, atau hanya memiliki nyali yang setengah-setengah lebih baik jangan! k...