Extra part lagiiii, seneng gakkk😋✨
Setelah sekian lama yee ㅠㅠㅠ
Absen dulu dongg yg kemarin minta extra part lagii 😄🙌
Kiwkiwkiw
Happy reading !!
***
Selesai sarapan pagi, anak-anak Rheta bermain di depan tv. Sementara pak Linggar meski weekend tetap di sibukkan dengan kerjaannya dari rumah sakit.
Rheta membuka pintu untuk menyambut Nanny-Nanny yang akan menjaga anak-anaknya sampai jam 5 sore.
"Pagi bu," sapa Lisa salah satu Nanny itu.
"Pagi. Silakan masuk, Lis, Jen. Anak-anak baru selesai sarapan tuh," suruh Rheta.
"Kalian udah pada sarapan belum? Kalau belum, sarapan dulu. Di dapur masih ada makanan kok, saya engga mau ya nanti kalian pingsan karena ngurusin anak-anak saya." Kekeh Rheta.
Lisa dan Jeni pun ikut terkekeh. Mereka dengan sopannya menjawab jika sudah sarapan sebelum datang ke rumah megah ini.
"Yaudah kalo gitu saya tinggal dulu ya. Saya harus ngurusin bapak dulu."
"Iya bu, silakan."
Rheta tersenyum lembut kemudian dia pergi ke ruangan kerja pak Linggar. Seperginya Rheta, Jeni tiba-tiba menyeletuk.
"Enak kali ya jadi bu Rheta. Udah cantik, kaya, punya anak-anak yang lucu, belum lagi suaminya." Dengan tampang yang membayangkan wajah ganteng pak Linggar, Jeni bergumam. "Mau deh punya suami kaya pak Linggar."
Pletak!
"Aduh! Lengenku kok disentil sih, Lis, sakit tau."
Lisa menghela nafasnya. Terkadang dia jengah dengan sikap Jeni yang menurutnya kurang sopan itu.
"Memang kamu punya apa, Jen, sampai ingin punya suami kaya Bapak?" Cetus Lisa membuat Jeni mencebikkan bibirnya.
Dari segi umur memang Jeni lebih 1 tahun di atas Lisa. Tapi di sini justru Lisa yang lebih dewasa pemikirannya.
"Membayangkan ingin punya suami seperti Bapak engga salah. Tapi mbok ya sadar... Kamu emang bisa seperti Ibu?" Lisa melanjutkan ceramahnya sambil tata-tata perlengkapan mandi Garga, Gatya dan Gina di kamar.
"Bu Rheta bisa tegas tapi juga bisa lembut di waktu yang bersamaan. Bawaanya juga anggun dan keibuan. Apa kamu bisa?"
Rasanya ingin sekali Lisa menegaskan secara kasar di depan muka Jeni jika:
Bu Rheta terlalu sempurna woi!
Sah-sah aja kalau dapatnya modelan Bapak Linggar!
Ah. Tapi Lisa masih mau menghargai perasaan Jeni.
"Yaudah sih, kan aku cuma bilang aja. Kamu kok sewot banget," dumel Jeni.
"Maaf kalo kamu gak nyaman. Tapi aku cuma ngingetin." Jawab Lisa.
"Kamu lanjutin ini ya? Aku mau siapin air angetnya dulu. Abis itu kita panggilin Den Garga, Gatya sama Non Gina."
Jeni hanya berdeham sebagai jawabannya.
Di sisi lain, di ruangan kerja pak Linggar. Rheta yang masuk diam-diam ingin mengageti suaminya itu.
Ceritanya pak Linggar lagi ngambek sama Rheta karena perkara mandi pagi tadi.
"Lho kok gak ada orangnya?" Heran Rheta saat melihat ke arah meja kerja pak Linggar.
"Kemana dia?" Rheta bingung.
Rheta pun menelusuri seruangan itu. Biar kata ini cuma ruang kerja, tapi di dalemnya bahkan ada kamar sama kamar mandi!
Emang sultan kok pak Linggar.
Sudah semua Rheta periksain. Mulai dari kamar mandi, kamar, balkon. Dan semuanya kosong.
Rheta jadi parno sendiri. Jangan-jangan pak Linggar minggat diem-diem dari rumah karna tadi dia udah ngancam.
"Aduhhh. Hamba belum main jadi janda ya Tuhann..."
"Mana anak-anak masih pada kecil..."
"Huaa! Bapak di mana sih???"
Rheta keluar dari ruangan itu. Dia beralih ke kamar anak-anaknya. Di sana dia bertanya sama anak-anaknya.
"Abang, adek, liat ayah di mana gak?"
Dengan kompak, 3 anak itu yang sedang antri mau di mandiin dengan Lisa dan Jeni, menggeleng.
"Ayah kemana bunda?" Gatya malah balik tanya.
"Bunda juga lagi cari." Rheta tidak bisa nutupin wajah paniknya. "Bentar ya, bunda cari ayah dulu. Kalian mandi aja sama Nanny."
"Iya bunda..."
"Lisa, Jeni, saya titip anak-anak. Jangan sampe ilang juga kaya bapaknya!"
"Baik bu," jawan Lisa patuh.
Setelah itu Rheta keluar lagi dari kamar anak-anaknya. Rheta beranjak ke kamarnya untuk mengambil ponsel.
"Ish. Kamu kemana sih?! Tadi bilangnya mau kerja di ruangan, kok gak ada..."
Rheta berusaha menghubungi nomer pak Linggar. Berdering. Tapi hp itu justru ada di atas nakas samping tempat tidur pak Linggar.
"Astagaaa. Hp nya juga gak dibawa!"
Tanpa sadar kedua mata menanas. Entah kenapa dia cemas sekali kali ini.
"Ck. Awas aja sampe dateng-dateng terus minta ini-minta itu. Gak akan aku kasih!"
Hiks.
"Harus gimana nih...."
Rheta berusaha berpikir jernih. Lalu dia kepikiran untuk telpon asisten nya pak Linggar di rumah sakit.
"Halo ibu, selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu, bu?"
"Pagi. Pak Linggar ada di rumah sakit tidak? Apa dia ada meeting dadakan? Atau jam operasi darurat?"
"Tidak ada bu. Hari ini bapak hanya perlu menanda tangani berkas-berkas yang dikirim lewat email. Bapak tidak ada jam di luar atau di rumah sakit."
"Huaaaaa. Terus pak Linggar kemana???" Rheta langsung meraung.
"Halo bu? Apa ibu baik-baik saja? Ibu membutuhkan sesuatu?"
Rheta tetap menggeleng meski secretaries pak Linggar tidak akan melihat.
"Tidak. Sudah cukup. Terimakasih infonya. Kalau ada pak Linggar di rumah sakit tolong kabari saya ya?"
"Baik bu. Saya akan kabari ibu."
Panggilan pun terputus. Rheta frustasi banget. Mukanya udah banjir sama air mata. Dia meratapi nasib, atas hilangnya pak Linggar.
Byur!
Kcepak! Kcepak!
Mendadak tangis Rheta berhenti. Suara apa itu barusan?
Beberapa saat Rheta menajamkan pendengarannya. Hingga di detik ke lima, otaknya mulai connect. Dan kepala Rheta langsung tertoleh ke arah balkon.
Rhata langsung ke luar, ke arah balkon. Sesampainya di sana...
"By?" Kebetulan pak Linggar lagi menyeka rambutnya yang basah sehingga lelaki itu mendongak ke atas.
"By, mau ikut renang gak??"
Sial.
Kepala Rheta langsung mendidih ketika melihat orang yang dari tadi dia khawatirin ternyata sedang asik-asiknya berenang di lantai 1.
"BRENGSEK!" Teriak Rheta tanpa pikir panjang.
Di tempat pak Linggar yang terkejut melotot ngeri. Memang salahnya apa sampai dikatai brengsek sama istri sendiri??
Melihat Rheta yang sepertinya marah besar, pak Linggar buru-buru mentas dari kolam.
Badan atasnya yang polos segara dia tutupi dengan bathrobe yang sudah dibawanya tadi.
Pak Linggar lari untuk sampai ke kamarnya.
Cklek.
"By...?"
Rheta tidak menoleh. Dia sibuk menangis di sela-sela lututnya.
"Kamu kenapa, by? Kok nangis gini?"
"Gak usah deket-deket!" Rheta mendorong badan pak Linggar yang ingin mendekat.
Dia kembali nangis. Antara lega dan kesal. Rasanya campur aduk sekali di batin Rheta.
"By, aku ada salah?" Tanya pak Linggar lagi. Karena dia betul-betul tidak tau.
Rheta pun menatap pak Linggar dengan tatapan paling sedihnya. Ditatap lamat-lamat wajah itu, hingga Rheta pun menangis kembali dan beringsut memeluk pak Linggar.
"Jahat banget sih, bikin aku khawatir. Kalau mau kemana tuh bilang dong!"
Hiks.
"Aku kan takut kamu pergi."
Hiks.
"Mana tadi kamu lagi ngambek lagi sama aku..."
Hiks.
"Maafin aku yaa..."
Pelahan-lahan Pak Linggar mengerti. Ternyata istrinya kelimpungan mencarinya. Padahal tadi dia pamitnya ke ruang kerja tapi karena suntuk pak Linggar memilih berenang sebentar.
Pak Linggar pun segera balas memeluk badan Rheta. Dia cium sekali puncak kepala Rheta.
"Maafin aku juga, udah bikin kamu nangis gini."
Hiks.
Rheta sibuk meredakan tangisnya di pelukan pak Linggar.
Tapi beberapa saat kemudian, pak Linggar baru ingat.
"By... Ka-kamu gak lagi hamil kan?"
***
Jang jang, jang jang!!!
Hamil beneran gak tuh?? 😅👈
Parah sih kalo sampe hamil beneran. Anaknya bakal jadi 4 coyyy!!! 😭😆😆
Ternyata seru ih bikin cerita after marriage nya mereka😜😜
Kalian mau next lagi gak??
Xixixi
Segini dulu hari ini 🤓🤙
Semoga kalian sukak!!
Babyeee✨✨✨