(ALMOST) PERFECT [Completed]

By haniiiifa

9.3K 4.9K 4.2K

Sebuah kisah perjalanan dua manusia yang memiliki perbedaan keyakinan. Sama-sama percaya jika Tuhan menakdirk... More

PROLOG
Bagian 1 : Alvaro Keenan Giordano
Bagian 2 : Permintaan Tanggung Jawab
Bagian 3 : Informasi Tentang Ara
Bagian 4 : Jadi Pacar Alvaro
Bagian 5 : Sindiran Pedas
Bagian 6 : Kantin Sekolah
Bagian 7 : Ketahuan Bolos
Bagian 8 : Warung Bu San
Bagian 9 : Makan di Restaurant Mewah
Bagian 10 : Kericuhan di Kelas XI IPA 3
Bagian 11 : Sebuah Paksaan
Bagian 12 : Persyaratan Alvaro
Bagian 13 : Bertemu Mantan
Bagian 14 : Kemarahan Ara
Bagian 15 : Paksaan Orang Tua
Bagian 16 : Cemburu?
Bagian 17 : Ajakan Pulang Bersama
Bagian 18 : Perkelahian
Bagian 19 : Kejujuran Ara
Bagian 20 : Curhat dan Amarah
Bagian 21 : Sebuah Wejangan
Bagian 22 : Dandelion Café | Lantai 30
Bagian 23 : Tersebarnya Berita
CAST
Bagian 25 : Ke Rumah Camer
Bagian 26 : Pengaduan Jane
Bagian 27 : Rencana Camping
Bagian 28 : Camping
Bagian 29 : Camping (2) - Malam Api Unggun
Bagian 30 : Camping (3) - Jelajah Malam
Bagian 31 : Camping (4) - Last Day
Bagian 32 : Dania Pindah?
Bagian 33 : Bad News
Bagian 34 : Titik Terang
Bagian 35 : Berdamai dengan Masa Lalu
Bagian 36 : Klarifikasi
Bagian 37 - Baikan
Bagian 38 - Keributan
Bagian 39 - Peringatan Kecil
Bagian 40 - Terbongkar
Bagian 41 - Hukuman Stella
Bagian 42 - Pengakuan
Bagian 43 - Kecerdikan Alvaro
Bagian 44 - Beach
Bagian 45 - Bertemu Stella
Bagian 46 - Rahasia Terkuak
Bagian 47 - Alvaro Nyebelin!
Bagian 48 - Birthday Girl
Bagian 49 - Nasihat Papa
Bagian 50 - Kegundahan
Bagian 51 - Break?
Bagian 52 : Alvaro dan Mauren
Bagian 53 : Keputusan?
Bagian 54 : Oxford?
Bagian 55 : Peri Cintaku
Bagian 56 : Sunset
Bagian 57 : Sunset Part 2
Bagian 58 : Menerima Kenyataan
Bagian 59 : Perpisahan (Akhir Sebuah Cerita)
EXTRA PART

Bagian 24 : Bolos

93 41 67
By haniiiifa

Rooftop adalah tempat tujuan Alvaro saat ini. Cowok itu memang menyukai tempat itu di sekolah ini. Dan sekarang ia tengah bersama kekasih barunya-- Ara. Memang sih tindakan yang dilakukannya ini melanggar peraturan sekolah karena berada di rooftop saat jam pelajaran berlangsung. Namun Alvaro tak peduli, saat ini yang ada di pikirannya adalah menghabiskan waktu bersama Ara.

Ara sedari tadi masih menyimpan banyak pertanyaan di otaknya. Alvaro memanggilnya di kelas dan meminta izin kepada guru karena Bu Dira memanggilnya. Tetapi mereka berdua sekarang malah berada di rooftop sekolah yang sedang sepi saat ini.

Alvaro duduk di atas aspal rooftop. Kemudian ia menoleh ke sebelah kiri yang disana Ara masih berdiri dan melihat kondisi sekitar rooftop. Alvaro sangat mengerti jika gadisnya itu tengah cemas saat ini.

Alvaro tertawa kecil, "Ra, sini duduk!" titahnya sembari menepuk aspal yang ada disebelahnya.

Ara berdecak, "Kak, ngapain sih kesini? Ini tuh masih jam pelajaran!"

"Bolos sehari nggak bakal kenapa-kenapa, Ra. Santai aja lah nggak usah panik gitu. Kan ada aku," ujar Alvaro sembari mengedipkan sebelah matanya genit.

Ara bergidik ngeri, "Mirip om-om genit!" ledeknya.

Alvaro melotot ke arah Ara karena ucapan gadis itu yang berani mengatainya seperti om-om. Alvaro langsung berdiri dan bersiap untuk memberi Ara hukuman.

Alvaro langsung meluncurkan aksinya yaitu menggelitiki Ara dan membuat gadis itu banyak gerak karena ingin menghindari serangan Alvaro.

Tubuh Ara yang lebih kecil dari Alvaro membuat gadis itu susah menghindari Alvaro. Alvaro terus menggoda gadisnya, kedua tangan cowok itu melingkar di perut Ara dengan sempurna. Alvaro mengunci tangannya disana hingga Ara tidak bisa bergerak lagi.

Ara terkejut karena ia baru sadar jarak antara tubuhnya dengan tubuh Alvaro begitu dekat. Alvaro memperhatikan mata Ara lekat yang membuat jantung Ara berdegup tak karuan. Sementara tangan Alvaro masih setia melingkar di tubuh kecil Ara.

"K-kak..." lirih Ara karena ia merasa wajah Alvaro semakin mendekat ke wajahnya.

"I love you, Ra," ujar Alvaro tulus.

Siapapun tolong Ara, selamatkan Ara sekarang juga karena Ara mau pingsan!

"Kok nggak dibalas?" tanya Alvaro karena tak kunjung mendapatkan jawaban yang ia mau dari mulut Ara.

"Kan ini bukan lagi chatting-an," balas Ara yang kelewat polos.

Alvaro baru ingat jika ia mempunyai kekasih yang sangat polos dan juga menggemaskan seperti Ara. Saking gemasnya Alvaro ingin menculik gadis itu dan membawanya ke tempat dimana hanya ada ia dan Ara disana. Alvaro juga ingin sekali menghentikan waktu seperti ini di dalam hidupnya, waktu dimana ia merasa tenang, nyaman, bahagia, dan merasa dicintai.

"Kalo nggak jawab, aku nggak bakal lepasin kamu!" kata Alvaro memperingati.

Bukannya Ara takut akan ancaman Alvaro, ia malah tersenyum meremehkan Alvaro yang membuat cowok itu bingung.

Tiba-tiba Ara menabrakkan tubuhnya ke tubuh Alvaro dan membuat jarak diantara mereka terhapuskan dalam sekejap. Alvaro yang menerima perilaku Ara pun bingung karena ini benar-benar diluar dugaannya.

"Aku juga nggak mau dilepasin. Mau peluk aja!" ujar Ara manja. Ara malah mengeratkan pelukannya pada Alvaro, meletakkan kepalanya tepat di dada bidang Alvaro dan mendengarkan detak jantung Alvaro yang bisa membuatnya tenang.

Alvaro tersenyum senang menerima pelukan Ara. Alvaro pun membalas pelukan itu dengan erat pula seolah sekolah ini hanya milik mereka berdua.

"Nakal juga ya kamu!" bisik Alvaro di telinga Ara. Ara hanya tersenyum mendengarnya. Ia masih mencari kehangatan saat memeluk Alvaro.

"Beneran nggak mau dilepas nih?" tanya Alvaro dengan nada sedikit menggoda.

Ara melerai pelukannya, kemudian ia menatap Alvaro sembari tersenyum. "Aku baru pertama kali pelukan sama cowok selain ayah." kata Ara.

"Spesial dong aku jadi cowok pertama yang peluk kamu. Lama lagi," Lagi-lagi Alvaro menggoda Ara.

Ara tersenyum lagi, "Kak Alva pasti udah banyak cewek yang dipeluk," ujarnya. Tiba-tiba rasa insecure mulai timbul dalam diri Ara.

"Ehm, berapa ya? Coba aku inget-inget dulu!" ujar Alvaro yang mulai berpura-pura menghitung dan membuat Ara kesal.

Ara mengacak rambut Alvaro cukup kasar, "Dasar playboy!" ujarnya marah.

Bukannya Alvaro marah karena rambutnya berantakan, tetapi cowok itu malah tertawa renyah, "Ciee cemburu!" godanya. "Memang bukan kamu yang pertama aku peluk, tapi kamu yang pertama buat aku nyaman dipeluk dalam waktu cukup lama." kata Alvaro menjelaskan.

Pipi Ara memerah mendengarnya. Ia cukup malu karena ucapan Alvaro. Lagi-lagi jantungnya berdegup kencang. Ara jadi takut ia punya penyakit jantung jika terus-terusan berada di dekat Alvaro seperti ini.

"Ra, besok kan hari sabtu, mau jalan-jalan?" tanya Alvaro, cowok itu kini kembali duduk di aspal dan diikuti pula oleh Ara yang duduk di sebelah kirinya.

"Ehm, mau sih kak, tapi kayanya nggak bisa deh. Ara harus bantuin ibu buat kue dan dijual deh. Kalo hari minggu aja gimana?" tawar Ara.

"Hari minggu aku ke gereja dong, Ra,"

Astaga, Ara baru saja ingat jika ia tengah berpacaran dengan Alvaro yang notabene beragama katholik.

"Ah iya, maaf kak aku lupa." ujar Ara yang merasa tak enak.

Alvaro terkekeh, "Santai aja kali, takut banget kayanya. Aku nggak bakal bisa marah lagi ke kamu."

"Emm, besok aku ke rumah kamu aja ya? Ngapelin kamu sekalian bantu camer nyiapin kue!" ujar Alvaro memberi ide.

"Eh kak--"

"Udah nurut aja!"

*****

Bel pulang sekolah telah dibunyikan sejak 5 menit yang lalu. Beberapa siswa sudah berhamburan keluar sekolah untuk segera pulang, namun juga ada yang masih di sekolah, entah untuk ekskul, piket, atau mengerjakan tugas sekolah yang belum terselesaikan.

Mauren dan Feli masih berada di dalam kelas untuk mencatat tugas mereka yang harus dikumpulkan besok pagi. Bu Cheny-- sang guru matematika di kelas X IPA 5 memang sangat kejam. Beliau memberikan tugas matematika sebanyak 15 soal dan harus dikumpulkan besok pagi. Padahal murid-muridnya banyak yang tak paham dengan yang dijelaskannya tadi, namun tiba-tiba malah diberikan tugas sebanyak itu.

"Eh, Ara kemana sih? Kok nggak balik sampe bel pulang sekolah?" tanya Feli yang tengah membereskan buku-bukunya.

"Diajak pacaran kali sama kak Alva. Kan mereka lagi seneng-senengnya baru jadian." balas Mauren.

"Iya juga sih. Tapi kok Ara mau bolos sih, dia kan anti banget sama bolos. Bahaya nih kalo dia terus-terusan diajak bolos sama kak Alva!"

"Nggak akan. Ara pasti bisa kok bedain mana yang baik buat dia dan mana yang buruk. Tenang aja," kata Mauren yang berusaha menenangkan pikiran buruk Feli.

Tak lama kemudian, Ara muncul dihadapan Feli dan Mauren yang membuat kedua gadis itu terkejut.

"Bu Cheny ngasih tugas gak?" tanya Ara dengan sedikit panik.

"Darimana aja neng? Mentang-mentang punya pacar malah bolos pelajaran!" sindir Feli.

"Iya sorry-sorry, kak Alva tuh sesat malah ajakin gue bolos!" kata Ara. "Jadi gimana ada tugas gak?"

"Ada banyak tuh. Langsung catet aja materinya." ujar Mauren memberikan interupsi.

"Oh ya, tadi Bu Cheny nggak nanyain gue kan?" tanya Ara pada Feli dan Mauren.

"Makanya jangan bolos! Lo punya pacar harusnya bukan buat bolos-bolosan gini dong!" ujar Feli yang sewot pada Ara. Feli bukannya iri pada Ara yang tengah memiliki kekasih saat ini, namun Feli hanya khawatir jika Ara berada di jalan yang tidak benar. Feli tidak mau Ara yang dulunya rajin, tidak pernah bolos, tidak pernah telat dan tidak pernah ada coretan merah di buku kesiswaannya menjadi berubah sekejap hanya karena berpacaran dengan Alvaro. Feli hanya takut jika Alvaro membawa dampak yang buruk bagi Ara.

"Udah Fel, udah," ujar Mauren menenangkan. Kemudian Mauren menatap Ara, "Jangan diulangi lagi kaya gini. Untung aja Bu Cheny nggak ngeh kalo lo bolos hari ini. Kalo sampe beliau tau bisa abis lo, Ra," ujar Mauren yang kini ikut menasehati Ara namun dengan kata-kata yang halus agar tak menyakiti hati gadis itu.

"Iya iya sorry, Ren, Fel. Gue nggak bakal ngulangin kaya gini lagi kok. Jangan marah sama gue ya," ujar Ara menyesal.

"Udah nggak papa. Sekarang mendingan lo tulis materinya dan jangan lupa kerjain tugasnya." ujar Mauren mengingatkan.

"Siap, thanks ya, Ren!" balas Ara. Ara langsung mengeluarkan buku tulis dan bulpoinnya. Ia harus menulis dengan cepat agar ia bisa segera pulang dan mengerjakan tugas yang diberikan Bu Cheny.

"Mau ditungguin?" tanya Feli. Meskipun gadis itu tengah marah pada Ara namun Feli masih peduli dengan Ara karena bagaimanapun Feli sudah menganggap Ara dan Mauren seperti keluarganya sendiri.

Ara tersenyum mendengarnya, "Enggak usah. Kalian duluan aja. Gue bisa pulang sendiri kok nanti."

"Nggak pulang sama kak Alva?" tanya Feli lagi.

Ara mengangkat kedua bahunya, "Dia ada latihan basket. Kalo kelamaan ya gue balik duluan nanti cari angkot." ujarnya.

"Gue tungguin ajalah. Gue yang anter lo pulang daripada lo kenapa-kenapa nanti." kata Mauren dengan nada sedikit khawatir.

"Iya nih, balik bareng kita aja." Feli menyahuti ucapan Mauren.

"Nggak usah, Ren, Fel. Kalian berdua balik duluan aja. Gue nggak enak ngerepotin kalian terus!" kata Ara.

"Apaan sih, Ra, lo kaya sama siapa aja. Gue sama Mauren juga nggak pernah ngerasa direpotin kok!" ujar Feli.

"Iya tapi gue yang nggak enak sama lo berdua. Udah pulang aja. Gue bisa jaga diri kok."

"Serius nih?" tanya Mauren memastikan.

Ara mengangguk mantap, "Serius. Kalian balik duluan aja!"

"Oke, kalo ada apa-apa langsung hubungi gue atau Feli ya!" pesan Mauren yang dibalas acungan jempol oleh Ara.

Setelah Feli dan Mauren meninggalkan kelas, kini hanya tersisa Ara sendirian di kelas itu. Ara melanjutkan aktivitas menulisnya dan agak mempercepat agar ia bisa pulang.

*****

TERIMA KASIH YANG SUDAH MEMBACA CERITA INI❤❤

JANGAN LUPA VOTE KOMENNYA YA

SAMPAI JUMPA DI CHAPTER BERIKUTNYA❤❤

Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 218K 75
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
291K 21.7K 34
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
685K 31.9K 47
selamat datang dilapak ceritaku. 🌻FOLLOW SEBELUM MEMBACA🌻 "Premannya udah pergi, sampai kapan mau gini terus?!" ujar Bintang pada gadis di hadapann...
2.4M 127K 61
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...