HEART GAME 3 : not me, but yo...

Por Ygn_Sada

191K 14.1K 2.1K

Ceritanya enggak recomended buat kamu yang perfect. Bukan kisah cinta bahagia, yang terpikirkan oleh semua o... Más

Prolog
Part 1 - Ada Apa?
Part 2 - Wanita Cantik
Part 3 - Wida
Part 4 - Mencoba
Part 5 - Di Pagi Hari
Part 6 - Lagi lagi
Wedding Invitation
Part 7 - Kembali
Part 8 - Mantan
Part 9 - Siapa dia?
Part 10 - Dia kembali
Part 11 - Curiga
Part 12 - Siapa dia? (2)
Part 13 - Sangat dekat
Part 14 - Saling
Part 15 - Dilema
Part 16 - Aku kecewa
Part 17 - Akhir kehidupan
Part 18 - Bukan Mimpi
Part 19 - Harapan
Part 20 - Buket Bunga
Part 21 - Agar kamu Bahagia
Part 23 - Merindukan
Part 24 - Rencana
Part 25 - Pergi bersama
Part 26 - Kamu yang menyuruh
Part 27 - Akan berpisah
Part 28 - Pertemuan
Part 29 - Pelukan di depan mata
Part 30 - Jangan berterima kasih
Part 31 - Lagi-lagi (2)
Part 32 - Tak ada pemberitahuan
Epilog
Mr. Right but Evil

Part 22 - Tenangkan dirimu

4.1K 374 84
Por Ygn_Sada

Mood nulisnya kebetulan lagi bagus.. jadinya cepet update, tapi jangan minta double update yahh.. nanti malah jadi lama update-nya.. hehehe..

Happy reading! Kalau bisa vote dan komen yahh..😉 makasih

.

"Hanna, mau ke mana?" Suara samar Sarah terdengar. Jinata mengusap wajahnya kasar. Air matanya keluar begitu saja, saat istrinya pergi.Dirinya menangis tersedu-sedu.

Dia pikir, keputusannya sudah benar. Hanna harus bahagia. Bersama dengan seorang pria yang mencintainya dengan tulus dan membahagiakannya. Sedangkan dirinya tak pernah melakukan hal itu. Selama ini Hanna selalu terlihat sedih, tertekan, kesal, marah saat bersamanya. Dia tak bisa membuat istrinya itu bahagia. Apalagi dengan kondisinya sekarang, dia semakin takkan bisa menjamin kebahagiaan Hanna. Dia mungkin akan menyusahkan Hanna nantinya. Tapi di sisi lain, hatinya tak ingin Hanna pergi dari hidupnya.

Jinata menghapus air matanya. Dia seharusnya tak bersedih, menceraikan Hanna adalah keputusan dirinya. Hanna tak pergi meninggalkannya. Tapi dirinya sendiri yang membuat Hanna pergi. Bodoh sekali pria itu.

"Jinata!" Panggil sang ibu, masuk ke dalam kamar-menghampirinya.

"Apa yang terjadi? Kenapa Hanna pergi sambil menangis?" Tanya Sarah yang khawatir dengan menantunya.

Jinata terdiam sejenak. Lalu menatap mata sang ibu. "Aku bilang pada Hanna akan menceraikannya, Mah," katanya.

"Apa?!" Tentu saja Sarah sangat terkejut mendengarnya. "Kamu sudah gila? Kenapa menceraikan Hanna? Mamah gak akan izinin menceraikan Hanna. Mamah gak mau kalian berpisah."

"Aku harus melakukannya, mah."

"Kenapa?! Apa alasannya, Jinata Alam?" Terka Ibunya.

"Mamah gak lihat aku sekarang? Kakiku lumpuh, mah dan juga Hanna mencintai pria lain," ucapnya dengan matanya melihat buket bunga yang dibuang Hanna tadi ke dalam tong sampah.

"Kamu gengsi dan malah menuduh menantu Mamah. Kaki kamu bisa sembuh. Ayah kamu sudah bilang. Hanna hanya mencintai kamu."

"Aku ingin istirahat, Mah. Bisa kan Mamah keluar dulu? Aku lelah."

Emosi Sarah mulai memuncak. Dia sangat marah pada putranya itu. "Terserah! Tapi asal kamu tahu, kamu sangat egois! Kamu bahkan gak mikirin kedua anak kamu!" Bentaknya, lalu pergi melangkah keluar.

Jinata terdiam, ternyata dia lupa dengan keberadaan Fadli dan Maryam.
_______

Pintu rumah Selly terbuka, Hanna langsung memeluk sang ibu yang ternyata membukakan pintu. Tangisnya langsung pecah. Dia tak bisa menyembunyikan kesedihannya sekarang.

"Hanna, kamu kenapa?" Jelas-jelas Sri terkejut-khawatir dengan putrinya yang tiba-tiba datang dan langsung menangis.

Hanna tak menjawab pertanyaannya dan mengeratkan pelukan sang ibu.

"Kita masuk dulu." Sri menuntun Hanna untuk masuk ke dalam dan duduk di sofa. Hanna kembali memeluk ibunya itu dan tetap menangis.

Sang ibu hanya mengelus kepala Hanna yang tertutup oleh kerudung itu, menunggu putrinya tenang.

Tak lama, tangisan Hanna mulai reda. Dia melepaskan pelukannya. Sri memegang tangannya. "Kamu bisa ceritakan, apa yang buat kamu menangis?"

Air mata Hanna masih memenuhi pelupuk matanya. Keluar begitu saja menuruni pipinya. "Jinata menceraikan aku Mah. Dia menalak aku," isaknya.

Sri sangat terkejut, namun ekspresinya tetap tenang. "Apa masalahnya?"

Hanna menggeleng pelan. "Dia bilang aku harus bahagia dengan pria lain."

"Pria lain? Maksudnya?"

"Mungkin Reza," asal Hanna.

"Kamu masih hubungan sama Reza? Kalian bertemu lagi?"

Hanna mengangguk.

"Lebih baik kamu pulang, dan jelaskan semuanya. Minta maaf sama suami kamu," kata Sri yang berpikir kalau putrinya yang salah.

Hanna menggelengkan kepalanya. "Untuk apa ke sana lagi? Jinata akan menceraikan aku. Dan juga alasannya pasti juga bukan hanya karena Reza!" Ucapnya yang mulai kesal karena Ibunya seperti menyalahkan dirinya. Hanna beranjak dan langsung masuk ke dalam kamar tamu di rumah Selly. Dia langsung mengunci pintunya.

Tak ada ketukan dari sang ibu. Mungkin ibunya membiarkannya untuk sendiri dulu.

Hanna melihat jam dinding yang menunjukkan pukul satu. Dia belum shalat, Hanna bergegas untuk mengambil wudhu. Dirinya akan berdoa, mencurahkan semua isi hatinya pada Sang Maha Kuasa.
_______

Setelah melaksanakan shalat Dzuhur, Jinata hanya diam menatap jendela dengan pandangan kosong. Tiba-tiba suara ketukan pintu kamar terdengar. Jinata sengaja mengunci pintu agar tak ada seorang pun yang masuk ke dalam kamar.

"Ummi! Kata nenek Abi udah pulang! Ummi, Abi!! Buka pintunya!" Suara Fadli terdengar. Namun Jinata tetap tak ingin membukakan pintunya.

"Ummi! Abi!" Teriak Fadli.

"Kenapa pintunya di kunci?!"

Lalu tangisan Fadli pecah. Jinata tetap membiarkannya, berusaha untuk tidak peduli. Beberapa menit kemudian, tangis anaknya tak berhenti-henti. Jinata pun goyah dan akhirnya membukakan pintu untuk putranya.

"A...bi.." Fadli terisak-isak.

"Sini sayang," kata Jinata sambil menarik tangan Fadli. Mengusap kepalanya lembut. "Maafin Abi."

Tangisan Fadli berhenti, digantikan oleh raut wajah penasaran. "Kenapa Abi pakai ini?" Tanyanya menunjuk kursi roda.

"Kaki Abi lagi sakit, gak bisa jalan, jadi harus pake ini," jawab Jinata.

"Sakit kenapa?"

"Abi jatuh.."

Fadli mengelus kaki sang ayah. "Cepet sembuh yah kaki," katanya.

Jinata tersenyum melihatnya.

"Ummi di mana, Abi. Fadli laper pengen makan."

"Ummi lagi pergi. Kalau mau makan minta ke Mba Kasih aja."

"Pergi ke mana? Kenapa gak ngajak Fadli?"

"Abi gak tau." Jinata memang tak tahu di mana keberadaan Hanna sekarang.

Air mata Fadli mulai berlinang lagi, dia kembali menangis. "Jangan nangis, kan ada Abi di sini," kata Jinata menenangkan putranya itu.

"Udah buat nangis ibunya, sekarang kamu buat nangis anaknya?" Sindir Sarah menghampiri keduanya.

"Fadli sayang, ayo sama nenek aja," kata Sarah sambil menarik tangan Fadli, meninggalkan Jinata yang hanya terdiam melihat ibunya yang masih marah padanya.

Dia melirik Kasih dan Wida yang sepertinya memperhatikan dari tadi. Kasih langsung buru-buru pergi, sedangkan Wida melangkah menghampirinya.

"Bapak sudah pulang ternyata, selamat datang di rumah, pak," kata Wida dengan senyuman pada bibirnya.

"Ya.." singkat Jinata hendak masuk ke dalam kamar lagi, namun dirinya berhenti. "Bu Wida," panggilnya.

"Iya, pak. Kenapa?"

"Bisakah tolong panggilkan Pak Jojo?"

"Oh, iya, pak."

Jinata mengangguk. "Terima kasih," katanya.
______

Hari sudah malam, Hanna tetap berada di dalam kamar. Berbaring ke samping dengan memeluk lututnya. Wajahnya sudah sangat sembab, air matanya tetap mengalir seolah takkan habis.

Dari sore pintu kamarnya selalu diketuk oleh sang ibu untuk mengajaknya makan. Begitu pula sekarang. Ibunya memanggilnya beberapa kali. Hanna enggan untuk beranjak, apalagi sekarang dia merasakan perutnya mulai sakit, penyakit maag nya mulai kambuh.

"Hanna! Buka! Ini aku, Selly!" Kali ini suara sang kakak yang terdengar.

Beberapa saat suara ketukan dan panggilan tak terdengar lagi. Namun pintu kamar malah terbuka.

"Hanna.." Selly menghampirinya dengan raut wajah khawatir.

Hanna meringis merasakan sakit pada perutnya. Wajahnya yang sembab dan pucat, terlihat jelas oleh sang kakak.

"Kak," lirih Hanna.

"Kamu harus makan dulu.." kata Selly yang ternyata tadi membawakan nampan yang di atasnya terdapat bubur dan air putih. "Kamu bisa duduk kan?"

Hanna mengangguk. Selly membantu adiknya itu untuk duduk. Lalu sang kakak memberikannya minum. "Minum dulu, biar Kakak yang suapi," kata Selly yang mulai mengaduk bubur dan memberikan suapan pada sang adik.

Setelah bubur habis, Hanna kembali membaringkan tubuhnya lagi. Selly menyelimutinya, lalu menatapnya lama.

"Kakak gak bertanya kenapa aku begini? Kakak sudah tahu kan?"

Selly mengangguk. "Besok, kita bicara. Aku ingin sekarang kamu tenang dulu. Tidurlah.."
.
.

Huh.. semoga bisa cepat update lagi..

Gimana ceritanya?

Seguir leyendo

También te gustarán

997 77 15
Mungkin, kamu sudah pernah baca kisah ini. Karena ini adalah tulisan lama yang ingin saya share kembali buat pembaca setia. Happy reading. Jangan lup...
19.4K 1.9K 20
FOLLOW SEBELUM MEMBACA√ •JANGAN LUPA MENINGGALKAN JEJAK√ •KRITIK SARAN DI PERBOLEHKAN√ •TIDAK MEMPLAGIAT KARYA SAYA√ Niatnya cuman mau ngelamar peker...
14.9K 999 46
Tidak ku sangka, ternyata sang Maha Kuasa masih memberi kesempatan untuk bersujud mengucapka beribu kali kata syukur, kenapa? selama aku hidup diduni...
4.8K 439 45
Banyak waktu di korbankan demi keyakinan bersama di kemudian hari. Namun keyakinan itu akhirnya meluruh seiring dengan takdir yang tak berpihak. Menu...