Romansa Remaja Satu Atap (END)

By Orchid_sci

5.6M 568K 25.5K

Bagaimana ketika Syila ditemukan takdir bahwa ia harus tinggal satu atap dengan seorang laki-laki yang ternya... More

Part 1 "Pertama Kali"
Part 2 "Kedipan"
Part 3 "Berdua"
Part 4 "Pagi yang Berbeda"
Part 5 "Ditemani Arlan"
Part 6 "Ditinggal Arlan"
Part 7 "Sekolah Baru"
Part 8 "Erga"
Visual Tokoh
Part 9 "Tatapan Arlan"
New Year
Part 10 "Arlan Jadi Baik?!"
Part 11 "Sisi Lembut Arlan"
Part 12 "Baper"
Part 13 "Gara-Gara Arlan"
Part 14 "Pacaran?!"
Part 15 "Mimpi Buruk"
Part 16 "Danau"
Part 17 "Menghindar"
Part 18 "Tingkah Arlan"
Part 19 "Lukisan Lainnya"
Part 20 "Kepergok"
Part 21 "Kejahilan Arlan"
Part 22 "Malam yang Berbeda"
Part 23 "Bantuan untuk Erga"
Part 24 "Sisi Lemah Arlan"
Part 25 "Another Roti Sobek"
Part 26 "Cemburu?"
Part 27 "Perdebatan"
Part 28 "Tergesa-gesa"
Part 29 "Terbongkar"
Part 30 "Lelah"
Part 31 "Perasaan Syila"
Part 32 "Sakit"
Part 33 "Rumah Sakit"
Part 34 "Kecupan"
Part 35 "Keceplosan"
Part 36 "Memerah"
Part 37 "Mengobati"
Part 38 "Jemputan Erga"
Part 39 "Double Kill"
Part 40 "Menemukan"
Part 41 "Kenyataan"
Part 42 "Sedarah"
Part 43 "Kesalahan"
Part 44 "Rumah Rara"
Part 45 "Sahabat"
Part 46 "Minta Maaf"
Part 47 "Dimaafkan"
Part 48 "Ibu"
Part 49 "Dikunjungi"
Part 50 "Permintaan"
Part 51 "Hujan"
Part 52 "Berdamai"
Part 53 "Mall"
Part 54 "Cemburu"
Part 55 "Perang Cat"
Part 56 "Tidur Bareng?!"
Part 57 "Saudara Ipar"
Part 59 "Pertandingan"
Part 60 "Pacaran Lagi"
Part 61 "Celebration"
Part 62 "Goresan Tangan"
Part 63 "Mine"
Part 64 "Kencan"
Part 65 "Luka"
Part 66 "Last One"
Part 67 "Kacau"
Part 68 "Menyesal"
Part 69 "Kecewa"
Part 70 "Menyerah"
Part 71 "Trauma"
Part 72 "Pergi"
Part 73 "Terlambat"
Part 74 "Promise"
Part 75 "Lukisan untuk Arlan"
Part 76 "Pulang"
Part 77 "Love"
Part 78 "Sampai Jumpa Lagi" (End)
Extra Part "Unexpected"
Extra Part "Burung Besi"

Part 58 "3 Orang"

48.4K 5.4K 222
By Orchid_sci

Yuk jangan jadi silent readers ;)
1 vote kamu berarti sejuta bagi penulis❤

Dengan rambut dikuncir setengah dan sweater putih, Syila masuk ke dalam kelasnya. Setengah dari keseluruhan murid sudah datang dan menduduki bangku masing-masing. Tapi anehnya semua dari mereka merunduk ke bawah membaca lembar demi lembar buku begitu serius, bahkan termasuk ketiga sahabatnya.

Syila datang menduduki bangkunya. Ia menyenggol lengan Seva di samping. "Anak kelas pada belajar apa sih? Kok serius banget?"

Seva menutup bukunya kasar. "Hari ini kita ada tes fisika dadakan, gila nggak lo kepala gue mau pecah rasanya." Keluh Seva menghamtam-hamtamkan buku ke kepalanya.

"Lo tau darimana?" Tanya Syila mengernyitkan alis.

"Anak IPA lain semua bilang habis tugas praktikum waktu itu, pertemuan selanjutnya pasti dikasi tes dadakan." Jelas Seva menghadap ke samping. Ia berharap ini hanya penggalan bunga tidur.

Syila mengambil tangan teman sebangkunya dan menepuknya pelan. "Kayaknya lo rugi deh." Katanya dengan rasa bersalah.

"Maksudnya?"

"Tadi gue dikasi tahu sama wali kalo Bu Ratih alias guru fisika kita hari ini izin, jadi disuruh baca materi aja." Jelas Syila menahan tawanya sebisa mungkin. Ia jadi tidak enak karena teman sekelasnya belajar susah-susah tanpa tahu fakta terbaru.

Seva mengacak rambutnya frustasi. "Anj*r, terus buat apa gue daritadi belajar susah-susah."

Tawa Syila tak bisa ia tahan lagi. "Kasi tahu gih depan kelas, hahaha..."

Akhirnya Seva beranjak ke muk kelas dan mengumumkan ketidakhadiran Bu Ratih. Semua murid sontak menutup buku mereka rapat-rapat. Sayangnya ada yang sudah menulis contekan panjang-panjang berakhir menelan kekesalan.

"IBASSSS!!" Teriak Rara di bangkunya dengan keras. Telinga Syila sampai berdengung dibuatnya.

Gadis itu membara dan berjalan ke pojok kelas. Ia mengejar murid laki-laki tersebut dengan tangan yang siap memukul. "Lo tuh makanya jangan asal ngasih info, cek dulu. Gara-gara lo gue jadi keringat dingin, sakit perut, pusing, apalagi ya... banyaklah pokoknya." Protesnya kesal.

Ibas sendiri berdiri di atas meja menghindari pukulan Rara sebisa mungkin. "Ya mana gue tahu gurunya nggak ada, maap ye semua." Ucapnya seraya menyatukan kedua telapak tangan di depan dada. Memang ia lah yang memulai informasi tersebut dan benar adanya. Hanya saja mereka lupa guru juga manusia yang bisa tidak menghadiri sekolah.

Seisi kelas bernafas kasar, namun lega disaat bersamaan. Jika saja Syila datang lebih lambat dipastikan mereka bisa saja selesai membaca singkat keseluruhan materi. Meski mereka memilih jurusan IPA, tapi rasa suka pada pelajaran fisika sangat kecil. Yang diajarin apa yang keluar apa, tahu rumus nggak selalu jamin kita bisa menjawab.

Syila menggerakkan tangannya memberi isyarat Rara agar kembali duduk di tempatnya. Temannya terlihat begitu meresahkan.

Ilma menepuk punggung Rara, menyabarkannya. "Udah Ra, yang penting kan rambut lo masih di tempatnya belum hangus kebakar karena stress." Ucap Ilma konyol. Rara bahkan sudah mencoret seisi telapak tangannya dengan berbagai rumus.

"Ilmaa, tau ah."

Syila menyodorkan dua lembar tissue basah kepada Rara. Gadis itu terlihat mencebikkan bibirnya membuat Syila kasihan. "Nih pake."

"Thank you Syila."

Tissue itu mulai Rara usap membersihkan seluruh telapak tangannya. "Eh btw lo nonton kan pertandingan basket dua hari lagi?" Tanyanya menghadap ke depan.

Syila menganggukkan kepalanya. "Nonton, kalian juga kan?"

"Iya, lagian nggak bayar masuknya." Jawab Seva menyahuti.

Rara merapikan rambutnya dan mulai bertingkah gemulai. "Nonton lah, gue mau hunting nanti disana, pasti banyak cowok ganteng."

Masih dengan kegenitannya sendiri, kepala Seva ditoyor oleh Ilma. "Cowok aja isi otak lo, belajar fisika tu dulu yang bener."

Rara berdecak membantah. "Demi masa depan Ma, memperbaiki keturunan."

"Tapi ya Syil, gue tebak kalo lo sama Arlan punya anak pasti mantap tu hasilnya."

"Uhuk..uhuk...."

...

"Hari ini cukup sampai disini persiapannya, ingat kesehatan yang utama. Jangan sampai acara ini buat kalian kelelahan atau kecapean. Acaranya tinggal tiga hari lagi." Ingat Kak Indi di depan anggota-anggota club.

Pameran seni ini memang cukup besar dan akan mendatangkan banyak tamu. Mereka sebagai salah satu partisipan tentunya harus mengeluarkan yang terbaik. Lukisan-lukisan disortir hingga diperoleh yang menarik untuk diikutseratakan nanti.

Setelah membubarkan seluruh anggota untuk kembali pulang, Kak Indi melangkah mendekati Syila yang tengah mengambil tas. "Syila, nanti tolong di data-data lagi ya persiapannya, terus kirim aja lewat email."

Tangan Syila terangkat ke atas membentuk tanda oke. "Oke kaj, gue balik dulu ya kak."

"Sip, hati-hati."

Kaki Syila berpijak di lingkungan sekolah yang sepi. Jam saat ini menunjukkan pukul tiga lebih tiga puluh menit. Kedua tangannya ia renggangkan ke samping, menghilangkan rasa pegal.

"Hufttt.."

Sampai akhirnya hendak melewati lapangan basket, Syila menyadari anggota ekskul basket tengah istirahat sesaat sebelum melanjutkan latihan.

Entah kenapa, Syila ragu untuk melangkah. Padahal tidak ada alasan juga untuk merasa canggung.

"Air buat lo."

"Makasi."

Dari kejauhan Syila dapat mendengar percakapan antara Arlan dan Gladys. Laki-laki itu menerima sodoran botol mineral tersebut bahkan langsung membukanya. Syila memalingkan wajah ke samping dengan kesal dan memilih cepat-cepat pergi.

"Arlan, bebeb lo lewat tuh." Teriak Rakil menggelegar yang bahkan masuk ke telinga Syila dengan volume besar.

"Mati gue."

Arlan bangkit dari duduknya lalu melangkah menuju gadis itu. Semakin ia berlari mengejar semakin Syila mempercepat langkahnya. Gadis itu bahkan tak memalingkan wajahnya ke belakang.

Hingga sampai di pelataran depan sekolah, Arlan baru berhasil menggaet tangan Syila dan memutar badannya ke belakang.

"Apa Arlan? Kok nggak ngelanjutin kegiatannya di lapangan?" Tanya Syila mengangkat kedua alisnya. Ia berdecak melihat tangan Arlan yang satunya masih memegang botol mineral yang diberikan Gladys.

"Cemburu ya?"

"Enggak kok, cuman ngerasa pingin NIRKAM lo aja." Jawabnya seraya mendelik tajam dengan rahang diketatkan.

Arlan terkekeh kecil. "Bukan gue doang kok yang dikasi air, Rakil sama Argan juga dapet."

Syila menarik tangannya dari pegangan Arlan. "Ya udah, diminum aja sana sekalian botol-botolnya." Tukas Syila dengan dagu menunjuk botol mineral dalam pegangan Arlan. Kedua tangannya terangkat menyilang di depan dada.

"Uhukk..uhukk.." Arlan memegang tenggorokannya dengan tubuh yang nampak linglung ke depan.

Syila awalnya berniat tak menghiraukan, tapi kenapa batuknya tak berhenti dan ekspresi laki-laki itu terlihat kesakitan.

Syila menghilangkan egonya, ia meraih lengan Arlan. "Lo kenapa?" Tanyanya khawatir.

"Kayaknya gue dirancunin deh."

"Uhuk...uhuk.."

"Duh mau pingsan nih."

Syila menatap sekelilingnya yang sepi dengan cemas. "Tuh kah, makanya jangan asal nerima gitu aja." Ucapnya panik. Tangannya lantas pindah memegang kedua sisi wajah Arlan. Meneliti apakah air muka laki-laki itu berubah pucat.

"Tapi boong." Arlan mengedipkan satu matanya nakal. "Takut gue mati ya."

"Sialan." Syila menarik tangannya dan berdesis sebal.

Arlan menarik badan gadis di depannya, mengikis jarak. "Dimaafin kan? Gue terima aja biar dia cepet pergi, sumpah." Kali ini Arlan mengatakan yang sebenarnya. Meski Arlan terang-terangan mendekati Syila di sekolah, Gladys beberapa kali masih suka mengintilinya. Karena itu air ini ia terima saja agar gadis itu segera pergi.

Syila mengacuhkan laki-laki itu. Ia mengarahkan wajahnya ke samping. Siapa suruh sudah membuatnya cemburu tambah menjahilinya pakai acara pura-pura keracunan segala.

"Syilaa..."

Arlan menongolkan kepalanya di depan wajah Syila.

"Syila..."

Gadis itu memalingkan wajahnya ke samping menghindari tatap muka. Dan Arlan tidak menyerah, ia terus memunculkan wajahnya di hadapan Syila, lagi dan lagi. Sial pertahanan Syila runtuh dikala wangi mint Arlan menyeruak ke dalam hidung padahal laki-laki itu tengah berkeringat, bisa-bisanya ia tetap harum.

"Iya-iya, dimaafin." Syila menatap lurus ke manik mata Arlan. "Sini airnya buat gue aja." Tangannya merebut botol tersebut dan menyembunyikannya di balik badan.

Arlan menekan pipi Syila gemas. "Gue tuh cuman suka sama 3 orang." Ia menurunkan kepalanya hingga sejajar dengan wajah Syila.

Kening Syila bekerut mendengar ucapan Arlan. "Maksu.."

"Satu, orang yang tinggal satu atap sama gue."

"Dua, orang yang sekarang berdiri di depan gue."

"Tiga, perempuan yang namanya Syila, ngerti?"

Late night update 🎉🎉
Gimana part ini?
Semoga kalian suka ya bacanyaa....
Btw happy 200k viewsnya 😊
Makasi banyak kaliannn ❤❤
Jangan lupa support cerita aku yang lain ya :)
Btw aku bikin ig @orchids.stories, kedepannya aku bakal banyak post soal cerita, nanya-nanya, minta saran, bahkan spoiler, dll.
Jangan lupa difollow ya
Bye....

Continue Reading

You'll Also Like

14.6M 1.4M 69
"Papaaaaa!!" Sontak mata Damares membulat sempurna saat gadis kecil itu meneriaki nama 'Papa' menatap mata mungil itu. Ranayya menjadi mengingat apa...
8.1K 3.3K 50
Ini adalah kisah seorang gadis yang hidup penuh pengorbanan yang tak mudah, bahkan ia kerap kali jatuh dan terluka, tetapi ia dipaksa bangkit dan kua...
7.4M 192K 22
[SUDAH TERBIT] Note: Belum revisi. Cerita ini ditulis ketika belum paham PUEBI, dll. *** Apa yang kalian rasakan ketika memiliki pasangan yang tidak...
1.1M 18.8K 28
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+