DIVALDRIS

Av nndprmdt

10.6K 6.5K 9.5K

[On Going] [MENGANDUNG KATA-KATA KASAR] ---------------------------------------------------- Diva menganggap... Mer

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39

Chapter 40

102 34 160
Av nndprmdt

Hello!

Apa kabar?

Lagi mikirin inisial apa nih? Wkwk

📣 Sebelum lanjut scroll, please baca ini dulu❗

Terimakasih untuk kalian yang udah setia sama cerita inii. Nunggu updatean, demi kelanjutan cerita DIVALDRIS💖

Saya mohon maaf, karena akhir-akhir ini slow update. Mendekati kata bangett.

Jujur aja, saya sedih. Dikarenakan kesibukan di rl life, cerita ini nyaris sangat berdebu alias terlantar. Padahal nggak😭🙏

Maka dari itu mohon pengertian dan dukungannya yaa🙆

Jangan lupa tinggalkan jejak. Nanti kapan-kapan kalo Tuhan berkehendak, saya double update😭

Okayy, segitu aja😅

Selamat membaca!



Buat yang kangen..

Kiki Pratama & Andra Samurya

Diva menarik tubuhnya menjauh dari Aldris. Membawa kedua tangannya untuk menghapus jejak air mata. Kemudian tersenyum singkat pada lelaki yang kini menatapnya lekat.

"Cengeng banget," celetuk Aldris disusul elusan di puncak kepala Diva.

"Suruh siapa kak Al kesakitan. Harusnya kakak tahu, kalo setiap kali kak Al sakit, Diva juga--"

Omongannya menggantung begitu saja. Sementara bola matanya bergerak tak tentu arah. Hampir saja Diva kelepasan.

"Juga apa?" tanya Aldris yang pada dasarnya ia sendiri sudah tahu jawabannya.

"Jangan banyak omong. Sekarang tugas Diva cuma perlu ngobatin luka kakak. Jangan bahas yang lain."

"Kamu merintah aku?" tanya Aldris sedikit meledek.

"Diva serius, kak Al."

"Serius apa?"

"Diva serius mau ngobatin kak Al. Selebihnya gak ada."

Pancaran harapan dalam bola mata Aldris seketika menghilang. Melihat Diva yang tengah serius ingin mengobatinya. Kenapa lagi-lagi ia merasa kecewa?

"Kenapa tadi gak sarapan di rumah?" tanya Aldris disertai ringisan kecil.

"Gak nafsu."

"Kalo aku suapin, bakalan makan gak?"

Diva bungkam tak menjawab. Ia lebih memilih untuk mempercepat kegiatannya.

Hingga akhirnya luka Aldris selesai diobati, Diva menatap Aldris sejenak sebelum akhirnya menghela napas.

"Div?"

"Diva minta maaf atas semua sikap Diva yang egois. Diva minta maaf karena udah jadi manusia gak tahu diri,"

"Diva--"

"Diva juga berterima kasih sama semua kebaikan kak Al yang pada akhirnya bikin Diva sadar kalo Diva egois. Diva gak tahu diri."

Seketika perasaan bersalah menguasai lelaki bersurai hitam itu. Matanya menatap Diva penuh sesal.

"Kenapa kak Al baru bilang sekarang? Padahal Diva udah dari lama ngerasa kalo Diva emang manusia gak tahu diri. Diva selalu nyusahin hidup kakak. Kalo emang kak Al risih, kenapa gak dari dulu ngusir Diva dari kehidupan kak Al? Kenapa baru sekarang pas udah banyak waktu yang kita habisin bareng?"

Menggigit bibir bawahnya, Diva berusaha bertahan agar dapat bertemu tatap dengan manik teduh Aldris.

"Mau bilang apa lagi? Bilang aja. Keluarin semua isi hati kamu. Kamu mau maki-maki aku, mau nangis, aku siap terima semuanya. Tapi sumpah, aku gak kayak apa yang kamu kira, Diva."

"Kamu kenal gimana aku. Gimana aku emosi, kamu harusnya tahu. Aku ngomong kayak tadi secara gak sadar."

Seharusnya gadis itu tahu, bahwa sampai kapanpun tatapan teduh Aldris sulit dikalahkan. Sekarang Diva tak bisa untuk tidak menangis.

Bagaimana kedua sudut bibir itu tertarik menghasilkan senyum hangat. Dilengkapi tatapan teduh yang berhasil meruntuhkan ego Diva.

Dibiarkannya Diva menangis, Aldris terus memperhatikan gadis kesayangannya. Senyumnya terus tercetak tak sedetikpun meluntur.

"Aku tahu kamu sakit hati sama omongan aku tadi. Makanya, aku minta maaf, ya?" ujar Aldris dengan lembut.

Berdiri dari posisi duduknya, lelaki berbadan tinggi itu berdiri berhadapan dengan Diva. Menatap yang lebih pendek darinya, lalu menangkup wajah beruraian air mata itu. Aldris pun menyempatkan untuk mengusap kedua pipi Diva.

"Maaf ya? Aku minta maaf." Aldris berbisik dengan tenang.

Baru setelah itu, Diva mengangkat wajahnya untuk menatap Aldris. Namun ia langsung menunduk kala mengetahui bahwa lekaki itu tengah menatapnya dengan dalam.

Jantung Diva terasa berhenti untuk sesaat. Kedua matanya melebar tak berkedip.

Sekarang, Aldris mencium dahinya dengan waktu yang cukup lama.

Setelah menjauhkan wajahnya, ia langsung kembali memeluk Diva.

"I love you. Please be mine."

***
DIVALDRIS
***

"Apa gak bisa buat kamu nahan emosi kayak tadi, Ge?" tanya Nayla dengan kepala yang menengadah ke atas pohon, tempat Gea berada.

"Pertanyaan lo aneh amat Nay. Padahal lo udah kenal gue lama. Masa masih gak apal gimana sifat gue."

"Bukan gitu maksud aku, Nayla. Tapi apa kamu gak sadar? Tadi kamu bilang soal aku yang suka sama kak Aldris."

Baru setelah itu tubuh Gea tersentak. Ia memperbaiki posisi duduknya di atas pohon. Lantas menatap sang sahabat seolah tak percaya.

"Yang bener lo?"

"Ya bener. Sekarang jadi banyak yang tahu kalo aku suka sama kak Aldris."

Beberapa detik setelahnya, Gea bergerak turun dari tempatnya duduk.

"Tapi apa salahnya? Lo biasa aja kali, Nay." Gea berucap seraya menempatkan dirinya diatas rerumputan.

Menghela napas putus asa, gadis berambut panjang itu menyusul Gea. Menutup wajahnya menggunakan satu tangan, sesudahnya Nayla menatap menerawang ke arah depan.

"Diva sama kak Aldris, pasti banyak yang dukung hubungan mereka, kan? Terus tiba-tiba aku dateng, terus tadi kamu keceplosan di uks. Apa gak jadi teror buat aku nantinya? Kamu tega ngeliat aku disebut orang ketiga?"

Mulut Gea menganga setelah mendengar penjelasan dari Nayla.

Dukung apanya? Aldris dikenal saja tidak sampai lima puluh persen oleh anak-anak di sekolah mereka. Sebagian besar itu ialah para guru yang tahu dan mengenal Aldris. Itupun karena sikap lelaki tersebut dalam belajar.

"Udah deh. Lo gak usah cemas sama mikir aneh-aneh. Percaya aja sama gue, lo aman. Malah mungkin anak-anak ngedukung lo sama Aldris."

Sebelum Nayla kembali bersuara, Gea menahannya. "Aldris itu tertutup. Begitupun Diva. Jadi yang bakal tahu sedeket apa mereka, itu gak banyak. Lo mau suka sama Aldris, itu bebas."

"Tapi percuma. Yang kak Aldris mau cuma Diva."

Setelah itu pula bel masuk berbunyi. Sepasang sahabat itu kompak menghela napas. Jika yang tadi diucapkan Nayla tak bisa diubah, maka apa yang harus dilakukannya? Mundur, atau terus maju?

***
DIVALDRIS
***

"Akhirnya, ya Ndra. Aldris nyatain perasaannya ke Diva. Coret wishlist nih gue," sambil membuat pesawat dari kertas, Kiki berceloteh pada Andra yang duduk disampingnya.

Mumpung guru yang mengajar sedang pergi ke toilet, beberapa anak malah bertingkah laku sesuka hati. Termasuk Kiki yang kini membuat banyak pesawat kertas. Kolong mejanya sampai penuh.

"Kurang kerjaan banget anjir. Mau lo apain itu pesawat kertas?" sahut Andra disela kegiatannya bermain game online.

"Gue jejelin ke mulut lo tiap lo ngebacot," balas Kiki asal.

"Yee si curut."

"Tapi iya juga, Ndra. Ini gue bikin banyak banget, buat apaan ya?"

Aldris yang tengah sibuk mencatat, tanpa sengaja mendengar perkataan Kiki. Sedari tadi juga ia tidak sengaja mendengarkan obrolan dua manusia itu.

"Buat koleksi dah. Nanti kalo lo gabut, di hias-hias gitu, Ki."

"Sorry aja, Ndra. Gue kalo gabut ngitungin duit."

"Duit-duitan kan? Halah!"

Refleks, Aldris tersenyum geli.

Sambil memegang kertas, Kiki menggerakan badannya untuk menatap Aldris. Di panggilnya lelaki tersebut, Kiki pun memberi pesawat kertas buatannya yang telah jadi.

"Ini gue kasih beberapa, buat mainan lo sama Diva. Biar kayak di film-film gitu. Pasangan nerbangin pesawat kertas, sambil minta harapan sama tuhan."

Memilih menyudahi gamenya, Andra berdiri dan melongok ke arah Kiki dan Aldris.

"Gue juga mau dong," pintanya pada Kiki yang kini tersenyum lebar.

"Lo mau buat apa? Kalo Aldris mah, ada Diva. Lah elo? Jomblo gitu."

"Sama lo!"

"Sorry ya Ndra. Tapi gue masih suka cewek. Kalaupun cowok, gue juga pilih-pilih."

Aldris menatap Kiki tak percaya. Itu, yang diucapkan Kiki hanya bercanda atau gimana?

"Lo juga suka cowok, Ki?!" kaget Andra heboh.

"Bangsat lo! Suara kecilin dikit dong anjir!"

Mendapat banyak tatapan aneh, Kiki menimpuk kepala Andra menggunakan tempat pensil miliknya.

"Nanti gue kasih duit buat servis mulut sama nyuci otak. Agaknya lo sedikit gak waras."

Selain mendengus, apa lagi yang bisa Andra lakukan?

Bersabar.

"Oh iya Ki, lo tahu soal yang di uks?" tanya Aldris pelan.

"Yang mana?" tanya Andra menyahuti.

"Yang, i love you. Please be mine, ya Al?" tanya Kiki memastikan.

Andra dan Kiki kompak tertawa. Melihat Aldris yang seperti salah tingkah.

"Tadi gue sama Andra niatnya mau nyamperin lo sama Diva. Sekalian ngajak lo makan di kantin. Eh malah gak sengaja denger lo ngomong gitu," ujar Kiki dengan sisa tawanya.

"Oh, Akmal? Dia tahu nggak, kira-kira?"

"Depan pintu uks cuma ada gue sama Andra sih. Akmal di kantin sampe bel masuk. Padahal dia sendiri bilang cuma ngasih waktu sepuluh menit. Gak tahunya lebih."

"Nah iya juga. Kenapa ya?" timpal Andra.

"Lupa mungkin," jawab Aldris seadanya.

"Jadi gimana Al? Apa jawaban Diva? Tadi kayaknya Diva diem aja, ya? Udah gitu bel masuk bunyi. Jadi gak tahu endingnya."

Andra mengangguk setuju. "Pasti diterima, kan?"

Aldris diam setelah ia menggelengkan kepala. Beberapa detik berlalu, ia hendak bersuara. Namun guru yang mengajar sudah datang.

"Gak mau tahu gue Al, lo wajib cerita." Andra berucap final alias tak ingin dibantah.

***
DIVALDRIS
***

Waktu yang ditunggu akhirnya tiba. Begitu bel pulang berbunyi, Diva langsung merapihkan alat tulisnya dengan cepat. Sontak Gea dibuat penasaran. Karena sahabat berambut panjangnya itu nampak terburu-buru.

"Lo ada perlu ya, Div? Kok kayak buru-buru banget?"

"Nggak juga. Tapi Diva mau cepet pulang ke rumah." Diva menjawab Gea seraya menggendong tasnya.

"Tapi lo pulang bareng siapa?" tanya Gea saat melihat Diva yang hendak berlalu pergi.

"Diva pesen ojek online. Duluan ya Gea."

"Ha? Eh iya, lo hati-hati!"

Sampai Diva menghilang dari balik tembok, Gea masih diam ditempatnya. Sedikit merasa aneh juga dengan sikap Diva tadi.

Memilih untuk melupakannya, Gea melangkah keluar kelas. Ia berniat menghampiri Nayla di kelasnya.

Di lain tempat, Kiki dan Andra berjalan tergopoh-gopoh mengejar Aldris di depannya.

"Lo ngapain cepet-cepet sih jalannya?" tanya Andra begitu ia berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Aldris. Begitupun Kiki yang kini merapihkan rambutnya.

"Gue gak ada nyuruh kalian buat ngikutin gue," sahut Aldris sedikit kesal.

"Kelasnya Diva?" gumam Kiki setelah sadar bahwa sekarang ia berada di depan kelas yang hampir kosong itu.

Aldris berdecak keras. "Lo berdua mau tau jawaban Diva, kan? Gue kesini mau nagih itu. Tapi mana? Diva udah pergi."

"Lah terus? Salah gue gitu?" tanya Andra sambil mendelik tak terima.

"Ah elah Al. Kalo sekarang lo pulang, terus ke rumah Diva. Itu gak sampe makan waktu satu menit. Tenang aja kenapa si," celetuk Kiki yang disetujui Andra.

Tak menggubris perkataan Kiki, Aldris langsung melengos pergi. Ia yakin Diva masih disekitar area sekolah. Sebelum mencari Diva, Aldris mengambil motornya terlebih dahulu di parkiran.

Benar saja. Diva belum pergi jauh. Gadis itu tengah berdiri di seberang jalan seorang diri. Hal itu cukup membuat Aldris merasa lega.

Baru hendak melajukan motornya menyusul Diva, sebuah mobil berhenti tepat di depan Diva. Lalu sosok Bara keluar dari sana. Mendadak Aldris tak bisa bergerak dari posisinya.

Akmal datang bersama motornya dan berhenti di samping motor milik Aldris.

"Kasian deh, kalah start," ledek lelaki itu dengan tawa mengejek.

"Udah kali Al, berhenti nyiksa diri lo sendiri. Diva bener kok, emang harusnya kalian berdua ada jarak. Diva baik loh, dia mau lo bahagia."

"Jawab gue jujur Mal. Diva pacaran sama Bara?"

"Iya."

"Jangan bohongin gue."

"Lo kalo gak percaya, gak usah nanya," cibir Akmal kemudian pergi bersama motornya.

"Gue gak percaya," bisik Aldris pada dirinya sendiri.

Tbc.

Nayla Oktavia

Gea Aprilia

HSHSHS segitu dulu yaa temen-temen♥

See you~!!

Fortsett å les

You'll Also Like

487K 25.5K 36
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR NYA DULU YA GUYSS.. ~bagaimana ketika seorang perempuan bertransmigrasi ke tubuh seorang perempuan yang memili...
548K 59K 37
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
3.6M 170K 63
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
4.8M 258K 58
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...