Yuk jangan jadi silent readers ;)
1 vote kamu berarti sejuta bagi penulis❤
Syila terlihat sibuk di tengah ruang club disebabkan oleh pameran seni mendatang. Ia juga mengikutsertakan salah satu lukisan terbaiknya. Semua anggota diperintahkan untuk berkumpul di jam istirahat ini selama sepuluh menit pertama. Pengurus club akan memberikan himbauan lebih detail tentang acara tersebut.
"Syila, tolong ambil beberapa lukisan yang baru dateng dong, di pintu masuk sekolah ya." Pinta Kak Indi yang tengah sibuk berkomunikasi dengan pihak panitia pameran melalui telepon.
Menyelesaikan pekerjaan mendatanya, Syila bergegas melakukan hal yang diminta. Ia berjalan cepat seraya mengeluarkan handphone dari saku rok. Tangannya mengetik membalas chat Rara di grup soal makanan yang ia titip belikan.
"Makasi ya pak." Ucap Syila setelah mengambil alih semua lukisan yang diantar. Paling tidak ada sepuluh lukisan yang tertumpuk hingga menutupi dagunya.
Ia melangkahkan kaki cepat agar waktu istirahatnya tak habis terpakai.
"Ehh.." Tukas Syila ketika tumpukan lukisannya kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh sebelum tangan lain mengambil setengah dari keseluruhan lukisan.
"Biar gue bantu."
Syila menoleh ke samping dan mengangguk. "Makasi Erga."
Mereka berdua lantas berjalan beriringan dengan euphoria yang canggung. Status baru membatasi mereka dalam perilaku karena mental yang masih berkecamuk.
"Syila."
"Ya?"
"Kalo gue ngasi tahu ke orang-orang kita saudar.."
"Jangan!" Cegah Syila cepat tanpa berfikir panjang. Kata itu spontan keluar.
Erga sedikit tertohok dengan jawaban yang ia dapat.
Syila seketika merasa tidak enak, tangannya erat bertengger pada lukisan. "Maksudnya gue belum siap aja dan belum terbiasa dengan status saudara. Menurut gue itu lebih baik jadi privasi aja dulu, di sekolah kita tetep temen." Jelas Syila sesekali melirik ke samping.
Erga mengulum bibirnya ke dalam seraya tersenyum beberapa kali pada orang yang menyapa. "Oke, tapi gue harap lo nggak canggung dan bisa bersikap kayak dulu." Pinta Erga dengan tulus. Ia akan mengganti rasa sayangnya yang awal mula lawan jenis menjadi rasa sayang sesama anggota keluarga. Jelas akan sulit untuk dilakukan, tapi fakta mendorongnya untuk itu. Well, ternyata takdir memang menghubungkannya dengan Syila, melalui jalan yang tak pernah ia bayangkan.
"Gue pasti coba, makasi udah ngertiin." Jawab Syila meyakinkan.
"Lo kalo perlu apa-apa jangan sungkan buat hubungin gue." Ucap Erga lebih lanjut.
Syila menganggukkan kepalanya dengan senang hati. Kedua sudut bibirnya perlahan terangkat. "Ini kan udah haha."
Erga terkekeh kecil. "Bener juga ya hehe." Tangan kanan yang sebelumnya menopang lukisan pindah mengacak rambut Syila gemas. Interaksi hangat seperti ini, sangat ia rindukan.
"Mau dibawa ke ruang club kan?"
"Iy.."
"Halo saudara ipar." Sapa Arlan dengan senyum pepsodent dan tangan masing-masing merangkul Erga dan Syila, memposisikan diri di tengah.
Syila menatap ke samping sembari memutar bola matanya malas. Bahunya digerakkan ke belakang berusaha menyingkirkan tangan Arlan. Erga sendiri wajahnya seketika berubah masam dan geli lantaran jaraknya dengan Arlan yang sangat dekat.
"Sini biar gue aja." Arlan mengambil paksa lukisan tersebut dari tangan Erga.
"Nggak usah, gue aja." Erga masih berusaha menahan tumpukan lukisan tersebut tetap padanya. Matanya saling adu melotot dengan Arlan seraya bibir dikatupkan kuat. Terjadilah aksi tarik menarik membuat Syila menghela nafas kasar.
Sial, dua laki-laki ini benar-benar menyusahkan dan mengulur waktunya. Tidak tahukah mereka semangkok mie ayam tengah menunggunya di kantin.
"CEPETT!!"
Baik Erga maupun Arlan sontak memalingkan wajah ke samping terkejut dengan teriakan Syila. Tidak hanya mereka bahkan murid-murid yang lewat sama syoknya. Arlan menendang kecil kaki Erga sehingga barang yang mereka perebutkan akhirnya berpindah padanya.
"Yuk." Ajak Arlan melanjutkan langkah dengan takut-takut karena Syila sudah memasang wajah kesal frustasinya.
"Erga, gue duluan ya, makasi tadi bantuannya." Ucap Syila ramah.
"Sama-sama."
Arlan menatap sirik seraya berbisik di telinga Syila. "Sama dia aja ngomongnya lembut, gue digalakkin."
Delikan tajam terlempar ke arah Arlan membuat nyali laki-laki itu kembali menyurut. "Ngomong lagi?"
"Enggak-enggak." Jawab Arlan dengan senyuman manis dan mata melengkung. Bau-baunya ia tengah membangunkan macan betina.
...
"Istirahat dulu." Teriak pelatih di ujung lapangan.
Pemain-pemain basket tersebut menghentikan kegiatan latihan mereka. Semuanya tampak dibanjiri keringat dengan rambut yang basah. Pertandingan antar sekolah akan diadakan tiga hari lagi. Untuk itu mereka dilatih dengan keras demi mengharumkan nama sekolah.
Arlan mengambil handuk di tasnya dan mengelap seluruh wajah serta lehernya.
"Lawan pertama kita siapa sih?" Tanya Arlan seraya mendudukkan diri.
Rakil yang tengah meneguk air dari botol plastik menghentikan kegiatannya. "SMA Bina Harapan, gue denger-denger sih cheerleadernya cantik-cantik ye, lumayan nih."
Begitu mengucapkannya, muka Rakil tiba-tiba digampar dengan handuk oleh Argan. Laki-laki itu menggeleng-gelengkan kepala. "Liat dulu WA lo berapa cewek tuh yang dighosting, awas karma." Ingatnya sebagai teman.
Rakil menabok lengan Argan tidak terima. "Anj*ng ya lo doain temen yang nggak baik, gue tu cuman memilih bro supaya dapat yang terbaik." Belanya dengan penuh percaya diri. Namanya juga proses seleksi sekalian mencari teman.
Suatu ide tiba-tiba terlintas di kepala Arlan. "Gue minta tolong dong." Ucap Arlan bersemangat menyimpang dari topik pembicaraan.
Rakil dan Argan mengangkat kedua alisnya penasaran.
"Kita harus menangin pertandingannya." Tekad Arlan dengan membara. Kepalan tangannya bahkan terangkat ke atas.
Kepala Rakil sontak memutar ke belakang, ya kalo itu juga ia sudah tahu. Ini latihan kan juga demi memperoleh kejuaraan.
"Dah ngerti gue Lan." Jawab Rakil malas.
Arlan menggerakkan tangannya ke udara menandakan bukan itu yang sepenuhnya dimaksud. "Gue mau ngelakuin sesuatu ya tapi syaratnya harus menang, kalo kalah malu-maluin." Tambah Arlan menjelaskan lebih lanjut.
Argan mengernyitkan alisnya seraya satu jarinya sibuk memutar bola basket. "Maksud lo?"
Mata Arlan mengedar ke samping, menatap anggota-anggota lain. Ia lantas berdiri seraya memposisikan diri di tengah-tengah. Rencana ini butuh pasrtisipasi keseluruhan, ini harus berhasil bagaimanapun caranya.
Arlan mulai mengumpulkan seluruh anggota bahkan termasuk pelatih mereka. Ia mulai menjelaskan rencananya. Dan seketika cuit-cuitan dan sorakan memenuhi lapangan. Semua tampak begitu bersemangat dengan idenya.
"Thank you semua."
...
Arlan baru saja memarkirkan motornya di garasi. Jam tangannya menunjukkan pukul tujuh malam, cukup lama juga latihan hari ini. Pelatih mereka memang sengaja memperpanjang porsi latihan lantaran pertandingan yang sudah di depan mata.
Begitu membuka pintu rumah, ia dihadapkan dengan pemandangan Syila dan mamanya yang tengah menyantap makanan.
"Malam." Sapa Arlan mendekat sembari menduduki kursi di seberang Syila.
Gadis itu terlihat tersenyum singkat, tapi tak terlihat berniat membalas sapaannya. Sepertinya ia masih kesal dengan kejadian tadi di sekolah. Atau jangan-jangan ia kecewa dan sedih karena tak bisa diantar pulang oleh dirinya. Lihatlah Arlan mulai menghalu-halu.
"Malam banget selesai latihan, kapan emang lombanya?" Tanya mamanya seraya menyiapkan sepiring makanan untuk putranya. Baju basket Arlan terlihat cukup basah menandakan bahwa ia berlatih dengan keras.
Arlan mengambil piring yang disodorkan mamanya. "Tiga hari lagi."
"Syila." Panggil Arlan.
Gadis itu mengangkat alisnya dan menatap ke seberang. "Iya?"
"Lo mau kan nonton pertandingannya?"
Senyum Syila mengembang lebar seraya menganggukkan kepala. "Pasti." Ia akan menjadi sesupportive mungkin jika itu menyangkut tentang bakat atau keahlian Arlan. Lagipula ini akan menjadi pengalaman pertamanya menonton Arlan bertanding, Syila sangat menantinya. Lupakanlah rasa kesal, melihat usaha laki-laki itu hingga berlatih begitu keras membuatnya ikut semangat.
"Makasi." Ucap Arlan lembut.
"Sama-sama."
Disaat mereka bercakap begitu manis, ada satu orang yang menatap penuh bahagia sekaligus terabaikan, tidak lain tidak bukan adalah Tante Rita.
"Nasib ibu-ibu gini amat ya."
Updatee 🎉🎉
Gimana part ini?
Semoga kalian suka dan enjoy ya
Jangan lupa tinggalkan vote ⭐
Oh ya aku juga pingin milih visual versi barat, boleh dong drop rekomendasinya di komen.
Aku tunggu ya :)
Terimakasihh 🙏
Sampai jumpa di part selanjutnya....