in-between

By vianitammy

57.2K 6.6K 1.4K

(Canon) growing up. growing apart. and coming back together. ___ Ditengah-tengah pertarungan, intrik, persel... More

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
15

14

2.8K 324 62
By vianitammy

Shinsuke dijadwalkan untuk bertemu dengan dokter mata sore ini. Itu karena Dewan selalu mendesak Sasuke dan Hinata untuk membawa Shinsuke untuk pemeriksaan mata. Sasuke tentu tidak setuju, tapi berkat Uchiha Hinata yang meyakinkan jika hanya sekali ini saja, maka Sasuke mau tidak mau setuju. Lagi pula, untuk seorang Ibu shinobi, Hinata harus mengetahui apa yang sedang mereka rencanakan untuk anaknya. Entah itu sesuatu yang buruk atau semua itu memang hanya pemeriksaan mata biasa.

Mereka memasuki rumah sakit, saat Hinata merasakan perasaan tidak enak, dia dengan refleks menggenggam tangan Shinsuke lebih erat. "Ah, Hyuuga-san." Dokter itu berdiri dari tempat duduknya untuk menyambutnya.

Bagus, sepertinya dia tidak tahu jika yang datang kemari adalah aku, Uchiha Hinata.

"Tsunade-sama memberitahuku tentang anak itu dan saya akan sangat senang jika bisa membantu. Saya Ryosuke-sensei."

Hinata hanya diam tanpa niat untuk menanggapi. Tatapannya tenang. Namun sorot matanya penuh dengan kewaspadaan.

"Ah, Silakan, ikuti saya, saya akan segera melakukan pemeriksaan." Dia menatap Shinsuke. "Siapa namamu, Nak?"

"Shinsuke." Hinata yang menjawab.

Ryosuke tersenyum.

Hinata tidak pernah meninggalkan Shinsuke saat Ryosuke melakukan serangkaian tes.

Begitu selesai, dokter yang bernama Ryosuke itu melihat-lihat hasilnya dengan kerutan di dahinya. "Hasilnya tidak buruk, namun harus di waspadai dari sekarang. Saya memiliki obat untuk membantu agar Shinsuke-kun tidak mengalami kebutaan, bagaimana pun memiliki dua Dojutsu sangat berbahaya. Tapi saya tidak begitu yakin seberapa aman untuk anak seusianya."

Hinata merasa tidak nyaman sekarang.

"Saya tidak tertarik. Jika belum dicoba, maka saya tidak akan melakukannya. Setahuku, belum pernah ada obat untuk itu sebelumnya, dan sejujurnya saya tidak mengerti mengapa anda berbicara seakan anda memilikinya. Bahkan Hyuuga dan Uchiha tidak tahu soal obat yang anda katakan. Saya tidak berniat menyerahkan anak saya sebagai uji coba kalian." Hinata berdiri. Saat akan pergi, kata-kata yang keluar dari mulut dokter Ryosuke berhasil menghentikannya.

"Apakah Anda akan mempertaruhkan kesehatan dan masa depan anak anda?"

Hinata menelan ludah. Dia tidak menyukai ini sama sekali.

"Apa bedanya jika obat itu gagal? Saya tidak ingin bertaruh untuk masa depan anak-anak." Hinata segera meninggalkan rumah sakit.

Hinata kembali ke kediaman Hyuuga bersama Shinsuke. Dia mengalami serangan kecemasan yang konyol, dan perutnya kram karena itu.

"Kau baik-baik saja, Bu?"

Hinata mengangguk.

"Ibu baik-baik saja. I-ibu hanya.." Hinata menarik napas dalam-dalam sebelum melepaskannya. "Kenapa kau tidak pergi bermain dengan adik-adikmu?"

Bocah itu dengan patuh mengangguk, tahu betul jika sang Ibu membutuhkan waktunya sendiri.

Hinata berdiri dari posisi duduknya di lantai, dia perlahan berjalan ke sofa dan duduk dengan hati-hati. Dia tidak tahu mengapa dokter itu memberinya perasaan yang mengerikan. Atau mungkin itu hanya perasaannya, dan pria itu hanya berniat membantu.

Dia tidak menyadari bahwa dia tertidur sampai dia mendengar ketukan di pintu.

Saat hendak bangun dan menjawabnya, dia merasakan kepala seseorang di pangkuannya, Kurosuke tertidur lelap. Hinata merasa sedikit bersalah, Kurosuke adalah yang paling peka. Bocah itu pasti tahu jika Hinata tidak dalam suasana hati yang baik.

Hinata dengan hati-hati membaringkan kepalanya disofa dan memastikan dia jauh dari tepi sebelum berdiri dan memeriksa siapa yang berkunjung.

"Uhh, Hinata-san. Aku tidak bermaksud mengganggumu." Hyuuga Hinata berdiri kaku didepannya.

"Aku tahu, ini masih sangat canggung untukmu. Tapi, ayo masuk." Uchiha Hinata memberinya ruang sehingga dia bisa masuk ke kamarnya.

"Kau baik-baik saja?"

"Ya." Mereka duduk di atas tempat tidur. "Langsung saja, apa itu?"

"Sejujurnya aku ingin bertanya.. apa yang dikatakan dokter terkait hasil pemeriksaan Shinsuke." Katanya gugup. "Walaupun, Shin-kun sudah memberitahu, aku hanya ingin memastikan dan mendengarnya langsung darimu." Lanjutnya.

"Aku tidak akan melakukannya. Apakah itu sulit untuk dipahami? Persetan, aku tidak akan membiarkan anakku menjadi kelinci percobaan untuk hal seperti itu."

"A-aku mengerti kekhawatiranmu, Hinata-san. Aku tidak akan memaksamu melakukan apapun. Aku hanya ingin memastikan."

Uchiha Hinata tetap diam untuk waktu yang lama sebelum dia menghela napas. "Aku hanya merasa cemas. Aku mempercayai instingku lebih dari apa pun, dan seperti yang kau tahu, aku adalah seorang Ibu. Aku hanya tidak bisa mempercayainya. Kurasa ke tidak hadiran Sasuke membuatku gila sekaligus trauma."

Hyuuga Hinata terkekeh mendengarnya. Sangat menyenangkan melihat dirinya yang berasal dari masa depan. Dia terlihat sangat tangguh, bahkan bisa mengumpat.

"M-mungkin Sasuke-kun sedang berada ditempat latihanㅡ"

Uchiha Hinata memutar bola matanya. "Kau tahu bukan itu yang aku maksud."

Hening.

"Di mana Shinsuke?"

"Dia sedang berlatih bersama tou-sama." Hinata menatap tangannya yang terlipat di atas pangkuannya, ekspresi khawatir di wajahnya. "Hinata-san..."

"Sejujurnya aku tidak ingin anak-anakku menjadi Shinobi. Apakah itu buruk?"

Hyuuga Hinata menggelengkan kepalanya. "Tentu saja tidak! Tapi mengingat situasinya, mereka harus bisa membela diri, Hinata-san."

Uchiha Hinata mengangguk tanpa sadar. Lalu ingatannya kembali pada pertemuan yang terjadi minggu lalu.

Disana terduduk, Naruto, Sasuke, Kakashi, Hyuuga Hinata, Kurosuke dan Uchiha Hinata.

"Pertama-tama kita harus memikirkan rencana sebelum menyerang Isshiki. Sementara itu, kita juga harus mengambil tindakan pencegahan ekstra. Apakah kalian sudah mulai melatih Shinsuke dan Kurosuke?"

"Mereka berlatih sendiri. Kadang bersama Hiashi." Sasuke menjawab dengan nada acuh.

"Kau mungkin harus membantu melatihnya. Nyawa mereka bisa sangat terancam, terutama karena mereka adalah anak-anakmu. Akan menyenangkan melihat mereka tumbuh menjadi anak-anak biasa seperti pada umumnya, tetapi yang terjadi saat ini tidak bisa dihidari, kemungkinan besar mereka akan menjadi target."

Dan ini adalah bagian yang dibenci Uchiha Hinata. Dia tahu sejak awal dia tidak ingin anak-anaknya menjadi Shinobi, tapi dia juga tahu bahwa anak-anaknya adalah keturunan dari Hyuuga-Uchiha, akan ada banyak orang yang mengincar mereka suatu hari nanti. Dan satu-satunya cara, mereka harus bisa membela diri mereka sendiri.

"Aku akan melakukannya." Sasuke menatap Hyuuga Hinata dengan heran. Dia tidak pernah melihat gadis itu berkata dengan nada yang sangat serius seperti sekarang ini.

"Kalau begitu, mungkin aku bisa membantu." Sahut Sasuke.

"Aku juga akan dengan senang hati membantu-ttebayo!"

"Sasuke-kun.. Naruto-kun.."

"Jika itu untuk keselamatan anak-anak, aku akan melakukannya." Sasuke bisa melihat pertempuran di mata Uchiha Hinata. Dia tahu tidak mudah untuk Hinata bangkit setelah kematian suaminya, tapi ancaman sudah berada didepan mata. Seperti yang Kakashi katakan, mereka tidak bisa menghindarinya.

"Mengingat jika Shinsuke masih dalam masa tahanannya, anak itu mungkin akan menghabiskan waktu berlalih didalam ruangan, dan aku berpikir untuk memasukan Kurosuke ke dalam tim Genin." Kata Kakashi. Semua kepala melihat kearah Uchiha Hinata yang terdiam sebelum wanita itu mengangguk setuju.

"Baik. Kalau begitu, kalian dibubarkan!"

"Aku pikir, kita terlalu mengkhawatirkan mereka."

Uchiha Hinata menghela napas. Menatap sendu kearah Kurosuke yang tertidur. "Jika aku tidak tahu secara langsung betapa kejamnya dunia ini, mungkin aku akan membiarkan mereka pergi sendiri di tengah malam."

"Kita berdua tahu itu." Tersenyum. Hyuuga Hinata memberikan pelukan dukungan pada Uchiha Hinata.

"Bukankah kita terlihat konyol? Aku baru saja bertukar pendapat dengan diriku yang berasal dari masalalu."

Hyuuga Hinata terkekeh. "Ya. Aku pikir ini sangat konyol, tapi- Ah! A-apa itu?!" Hinata dengan cepat melepaskan diri dari pelukan Uchiha Hinata.

"Ada apa?"

"Aku tidak tahu. Tapi saat memelukmu, aku merasakan sesuatu bergerak dari arah perutmu atau.. aku tidak mengerti."

"Ah, itu ya.." Hinata menunduk untuk melihat kearah perutnya yang tertutup sweater. Tanpa sadar dia terseyum saat mengusap perutnya. "A-aku sedang hamil, dan kandunganku sudah berusia 18 minggu."

"K-kau... hamil?"

"Iya."

"D-dengan Sasuke-kun?"

"Pertanyaan macam apa itu?" Uchiha Hinata mengangkat sebelah alisnya. "Tentu saja dengan Sasuke-kun, suamiku yang sudah mati."

"Aah.. maaf."

"Nee, Hinata," Uchiha Hinata menatap jauh keluar jendela. "Apa kau masih mengharapkan Uzumaki Naruto?"

"...."

"Ada apa?" Uchiha Hinata menatap pada sosok dirinya dari masa lalu yang hanya terdiam. "Kau masih mengharapkannya?"

"Aku..tidak.. aku tidak tahu.."

Mengangguk. Uchiha Hinata kembali menatap jauh keluar jendela. Dia ingin dirinya di masa lalu berakhir dengan Sasuke. Tapi masa ini bisa dibilang sudah berantakan karena kehadirannya beserta anaknya. Dia tidak tahu akan seperti apa masa depan nya kali ini. Entah itu berakhir dengan Sasuke atau berakhir memiliki anak bermata biru yang dahulu sering dia impikan.

.
.

Kurosuke mencengkeram tangan Ibunya dengan erat. Kepalanya tertunduk. Tinggal sepuluh langkah lagi mereka sampai di Akademi Konoha. Hinata mencoba membuat putranya bergerak, tetapi dia menolak.

"Ada apa, Kuro?" Hinata bertanya lembut. Kurosuke menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak ingin pergi ke akademi, Bu." Dia berbisik. Hinata mengacak-acak surai kelamnya dengan sayang.

"Ku pikir, kau akan sangat senang pergi ke Akademi." Hinata mengangkat sebelah alisnya. Dia ingat saat Kurosuke dan Shinsuke yang selalu berlomba saat akan pergi ke Akademi. Tapi, saat melihat keengganan Kurosuke sekarang membuatnya bingung. Apa karena ketidak hadiran Shinsuke?

"Ini berbeda." Kurosuke bergumam dan mengenggamnya lebih erat.

"Kenapa? Apa karena tidak ada Shinsuke dan Ichiro?" Hinata mengungkit teman satu timnya. Berharap mendapatkan jawaban.

"Aku tidak peduli dengan mereka, Bu." Katanya setelah terdiam cukup lama. "Aku ingin kembali ke kediaman Hyuuga, aku bisa berlatih dengan kakek."

Hinata menghela nafas. Putranya terkadang sulit dimengerti. "Kau akan baik-baik saja. Lagi pula, apa yang membuat tempat ini begitu buruk?"

"Karena aku tidak suka cara mereka menatapku. Mereka membenciku, aku tahu itu." Kurosuke menunduk sebelum mengangkat kepalanya kembali. "Bukan berati aku peduli dengan mereka! Hanya saja... kau benar, sangat aneh tanpa Shinsuke dan Ichiro."

Kurosuke menghela napas setelah monolog singkatnya dan menunggu jawaban Ibunya.

Hinata berlutut dan menarik Kurosuke ke dalam pelukannya. Kurosuke mencengkeram baju Ibunya, mencoba berpegangan pada satu-satunya orang yang dia kenal, yang benar-benar mencintainya. Hinata mencium keningnya.

"Mereka tidak membencimu. Mereka hanya tidak mengenalmu. Begitu kau bertemu mereka, kalian akan menjadi teman dan kemudian kau akan merasa konyol karena mengira mereka membencimu." Kurosuke menarik diri dari Ibunya.

"Tapi-"

"Tidak ada tapi-tapian. Mereka akan menyayangimu seperti aku."

Menghela napas. Kurosuke akhirnya mengangguk setuju.

Saat mereka sampai di sebuah pintu, Hinata mengetuknya. Seseorang membukanya, Hinata mengenali pria itu. Pria yang sudah melewati masa jayanya. Dia memiliki bekas luka di hidungnya yang telah memudar seiring bertambahnya usia.

"Ah, Hinata. Hokage telah memberitahuku tentang seorang siswa yang akan masuk tim genin. Apa itu dia?" Iruka melirik Kurosuke yang dibalas anggukan Hinata.

Iruka menatap bocah laki-laki yang berpegangan pada Hinata. Dia tersenyum hangat padanya dan berlutut.

"Halo Kurosuke. Namaku Iruka. Aku akan menjadi sensei barumu. Bagaimana kalau kita masuk dahulu? Kau bisa bertemu teman sekelasmu dan mendapatkan timmu. Aku yakin mereka akan menyukaimu."

Kurosuke sedikit mengangguk. Dia melepaskan genggamannya pada sang Ibu dan mengambil langkah menjauh. Iruka membuka pintu baginya untuk masuk. Dia mengikuti tepat di belakangnya, tetapi berhenti untuk berbalik dan melambai kepada Ibunya dan tersenyum.

.
.
.

Hari sudah petang saat guru pembimbing Kurosuke berkunjung ke kediaman Hyuuga. Karena hari ini Hiashi dan Hanabi pergi untuk mengadakan pertemuan klan, dan Hyuuga Hinata pergi ketempat Kurenei-sensei, maka hanya Uchiha Hinata yang menghadapinya sendirian, tentu saja dengan Kurosuke disampingnya. Sedangkan Shinsuke menjaga Hitomi agar tidak menganggu pertemuan antara Ibunya dan Sensei Kurosuke.

Waktu berlalu begitu cepat, Kurosuke sudah berada di tim geninnya selama satu bulan. Selama itu pula anak itu sangat sibuk dengan latihan dan misinya. Hinata tidak bisa menyalahkannya, tapi dia merasa gelisah karena ketidak hadiran salah satu anaknya. Mungkin karena kehilangan Sasuke ikut andil dalam perasaan takutnya kali ini.

"Hyuuga-san.."

Hinata tidak menanggapi. Jika dia berada dijamannya, mungkin Hinata akan mengkoreksi cara pria itu memanggilnya. Karena marganya sekarang bukan lagi Hyuuga, melainkan sudah berganti menjadi Uchiha.

"Saya datang untuk memberitahu anda bahwa Kurosuke telah melakukannya dengan sangat baik sebagai Genin." Hinata merasa bangga mendengar kata-kata itu, tetapi ketika gurunya menyerahkan selembar kertas ke arahnya, dia mengerutkan kening. "Saya datang untuk meminta Anda menandatanganinya secara resmi agar Kurosuke dapat mengikuti ujian Chunin."

"Menurutku, ini terlalu cepat." Walau sebenarnya kedua putranya sudah menjadi genin di usia yang sangat muda. Dan akan segera mengikuti ujian chunin jika para otsutsuki itu tidak menyerang desa. Tapi untuk menjadi chunin di era ini rasanya tidak perlu.

"Saya mengerti, Hyuuga-san, tapi dia sangat cerdas. Dalam misi, dia sangat bisa diandalkan. Saya percaya dia cukup dewasa untuk menjadi Chunin."

"Sama sekali tidak. Dia hanya seorang anak. Dia harus belajar lebih banyak dari pengalamannya sebagai seorang Genin."

Hinata tahu dia sedang mengatakan omong kosong. Putranya sangat baik di akademi, lebih baik dari teman-temannya, tetapi sekali lagi, instingnya menolak semua saran itu. Atau mungkin dia hanya tidak ingin merasakan kehilangan sekali lagi?

"Hyuuga-san, anda perlu mengerti bahwa tidak ada lagi yang perlu dipelajari Kurosuke sebagai seorang Genin. Jika dia tidak bisa pergi ke misi dengan peringkat yang lebih tinggi, dia tidak akan pernah bisa mengasah kemampuannya."

"Dan keputusanku sudah bulat. Terima kasih atas waktunya, Yoichi-sensei. Saya yakin anda memiliki urusan yang lebih penting diluar sana." Hinata berdiri, dia akan pergi ke dapur sebelum kata-kata Yoichi membuatnya membeku di tempat.

"Saya akan berbicara langsung pada Hokage tentang iniㅡ"

"Lalu apa?" Hinata menatapnya dengan tatapan tenang yang menakutkan. "Anda pikir keputusannya akan berbeda dari keputusan saya? Apakah Anda pikir saya akan tunduk hanya karena kedudukannya lebih tinggi dari saya?" Hinata menatap kertas di atas meja sebelum mengambilnya dan merobeknya menjadi empat bagian, meletakkannya di telapak tangan Yoichi.

"Sensei, saya menyarankan agar anda segera keluar dari rumahku sebelum saya kehilangan kesabaran dan memanggil seluruh penjaga untuk menyeretmu keluar."

Saat mengatakan seluruh penjaga, Yoichi keluar dari sana dalam hitungan detik. Hinata menghela napas ketika dia tidak merasakan kehadiran Yoichi dan menatap putranya yang berdiri kaku ditempatnya.

"Kurosuke,"

"Bu.. kupikir kau akan bangga padaku.."

Hinata dengan cepat berlutut di depan putranya dan memegang wajahnya di antara telapak tangannya, memaksanya untuk menatap matanya. "Kuro, apa yang membuatmu berpikir bahwa aku tidak bangga padamu?" Mata putranya melihat ke bawah, mengabaikan tatapan Ibunya, dan Hinata bisa melihat sedikit getaran di bibirnya.

"Kuro.."

"Aku ingin menjadi kuat... Aku ingin melindungi kalian."

Hinata mencium kening putranya. Perubahan kepribadian, keseriusan dalam pelatihan ninja. Semuanya bermuara pada traumanya karena sangat tidak berpengalaman dan ketidakmampuan untuk melakukan apa pun untuk saudaranya saat itu. Untuk keluarganya. Kurosuke menyembunyikan traumanya dengan baik, mempelajari apa yang dia bisa. Hinata tidak bisa tidak mengagumi anaknya.

"Maafkan, Ibu." Kata-kata itu membuat Kurosuke menatap ibunya dengan bingung.

"Maaf karena aku mengabaikan tanda yang begitu jelas. Bahwa aku mengabaikanmu. Kuro, kau tidak harus menjadi yang terbaik dalam latihan. Aku ingin kau terus menjadi bayiku. Sebisa mungkin, aku ingin kau tidak seperti aku dan ayahmu. Yang aku inginkan untuk kalian bertiga adalah melihat kalian bahagia. Sebagai orang tua, adalah tugas kami untuk melindungi kalian dan memastikan kalian tumbuh sehat. Jadi, jangan.."

Hinata mencoba untuk merendam emosinya. Terkutuklah hormon kehamilan ini. Dia tidak ingin menangis didepan anaknya dan membuat anaknya semakin terbebani. "Jangan lakukan ini pada dirimu sendiri. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, Kuro."

Kurosuke tidak sepenuhnya memahaminya, tidak tahu mengapa orang tuanya tidak seperti orang tua rekan satu timnya yang memaksa mereka untuk menjadi lebih baik, menjadi yang terbaik, tetapi dia dapat melihat keputusasaan di mata ibunya. Dia melihat ketakutan. Sangat tipis, tetapi mirip dengan ketakutan yang dia tunjukkan ketika dia menemukan mereka di tempat latihan terluka dan tidak berdaya.

"Bu.. apakah Ayah.. membenciku karena lemah?" Hinata menatap putranya dengan tidak percaya.

"Apakah dia.. tidak menyayangiku?"

Ketika Ibunya tertawa terbahak-bahak, dia menatapnya dengan cemberut. "Kurasa Ayahmu tidak akan pernah berhenti mengagumimu. Dia memberitahuku setiap kali dia berada dirumah. Kau tahu, sayang? Kau sangat mirip dengan seseorang yang sangat ayahmu hormati selama sisa hidupnya."

Rona merah di wajah Kurosuke membuat Hinata menghela napas lega. "Mengapa kau tidak bermain bersama Hitomi? Kau tahu, Dia selalu menanyai keberadaanmu."

"Oke." Kurosuke mengangguk, tapi sebelum dia pergi, dia membungkuk dan mengecup kening ibunya dengan cepat.

Hinata melihatnya pergi dan dengan lembut meletakkan kedua jarinya di tempat anaknya menciumnya. Dia memutuskan bahwa dia lebih menyukai ini dari pada menggunakan dua jari.

.
.
.
.

Setelah makan malam, Shinsuke dan Hitomi pergi keruangan Hiashi bersama Hanabi, sementara Hyuuga Hinata membantu Uchiha Hinata mencuci piring dengan Kurosuke yang mengamati keduanya dari tempat dia duduk. Uchiha Hinata memberikan mangkuk basah ke Hyuuga Hinata yang dengan senang hati mengambilnya dan mengeringkannya dengan kain yang berada di tangannya. Mereka bekerja dalam diam sampai Kurosuke berbicara.

"Bu, apa kau membenci Yoichi-sensei?" Uchiha Hinata berhenti sejenak dari pekerjaannya sebelum melanjutkan. Sedangkan Hyuuga Hinata hanya diam mendengarkan akan kemana pembicaraan itu berlanjut.

"Aku tidak membencinya. Aku hanya tidak suka tekanan yang dia berikan padamu. Apakah dia melakukan hal yang sama pada rekan setimmu?"

"Aku tidak tahu. Hanya saja, dia sering melatihku ditempat latihan, sendirian." Jawaban Kurosuke membuat kedua Hinata menghentikan pekerjaannya sepenuhnya, Uchiha Hinata mematikan keran dan menatap putranya.

"Ceritakan padaku."

"Kami sering menghabisakn waktu untuk berlatih dan terkadang dia membawaku ke dalam misi sendirian. Dia mengatakan, semua itu agar aku bisa tumbuh lebih baik. Dia..." Kurosuke tampak ragu-ragu, seperti disuruh secara khusus untuk tidak memberitahu orang tuanya.

"Dia apa, Kuro?" Hinata mencoba untuk menenangkan suaranya dari kemarahan yang dia rasakan.

"Dia sepertinya tertarik dengan Sharinganku. Dia terus membicarakannya. Suatu hari, aku mendengar dia berbicara dengan seseorang tentang bagaimana mataku hampir siap. Aku bahkan tidak tahu apa artinya itu."

Hinata berlutut, dia mengeringkan tangannya di celana sebelum meletakkannya di salah satu pipi putranya.

"Kuro, aku ingin kau menunjukkan Sharinganmu." Ketika putranya melakukannya, mata Hinata melebar saat menyadari bahwa Sharingan anaknya memiliki tiga tomoe. "Misi macam apa yang dia berikan padamu?"

"Dia memberitahuku bahwa misi itu peringkat D dan C. Tapi dalam latihan... dia melatihku untuk..." Putranya ragu-ragu dan melihat ke bawah, dan Hinata harus mengangkat dagu Kurosuke untuk kembali melihatnya.

"Melatihmu untuk apa, Kuro?"

"Dia memberitahuku bahwa dalam pertempuran, aku tidak bisa menunjukkan belas kasihan... jadi, seminggu yang lalu... dia menyuruhku untuk melukai Hatori. Jika Hatori tidak menangis dan memohon, aku harus terus melakukannya..."

Hyuuga Hinata menutup mulutnya dengan tangan karena terkejut. Sedangkan Tangan Uchiha Hinata gemetar karena marah, dia dengan cepat berdiri. Hati Ibu mana yang tidak sakit saat mendengarnya. "Bajingan itu!"

Dia ingat sekarang, saat Kurosuke pulang ke rumah seminggu yang lalu dan menolak untuk berbicara. Itu pasti membuatnya trauma!

"Ibu, tunggu!" Kurosuke mencoba mencegah ibunya pergi, tapi Hinata tidak mendengarkan. Setelah Hinata mengenakan sandal, dia dengan cepat berjalan keluar rumah. Namun tangan Hyuuga Hinata yang berada di bahunya berhasil menghentikannya.

"Hinata-san, aku tahu kau sangat marah sekarang, tapi-"

"Kau tahu apa? Aku lelah dengan omong kosong ini." Mata Kurosuke melebar mendengar bahasa ibunya.

"Hinata, tenanglah! Ada apa dengan semua ini?" Hiashi datang dengan Hanabi, Shinsuke dan Hitomi. Beberapa pelayan bahkan menyaksikan keributan itu.

"Aku sekarang tahu apa yang sedang direncanakan bajingan itu. Dia mencoba melatih Kurosuke dengan keras agar Sharingan-nya menjadi lengkap. Dia hampir membiarkan Kurosuke membunuh rekan setimnya sendiri! Murid pria itu sendiri!"

Ekspresi Hiashi berubah menjadi serius, dan Hinata tahu Ayahnya juga mulai marah.

"Mari kita bicarakan ini di dalam. Jika kita menyerangnya sekarang, tidak ada hal baik yang akan terjadi, Hinata. Bagaimana pun juga, kita harus memanggil Sasuke untuk membicarakan ini."

Hinata akhirnya mengangguk dan meletakkan tangannya di pipi Hitomi. "Maaf jika Ibu membuatmu takut."

"Kau seharusnya tidak mengatakan kata-kata buruk seperti itu, Bu." Hitomi berkata dengan mengantuk, Hinata mengambil putrinya kedalam dekapannya, mencium keningnya. Dia berjalan kearah kamar Hitomi dengan anak itu di dalam pelukannya.

"Aku tahu. Maafkan aku." Dan kata-kata itu tampaknya memuaskan putri bungsunya, bocah itu kembali menguap.

"Selamat malam, Bu. Selamat malam, ayah." Hinata tertegun sejenak. Hitomi memang tidak pernah menanyakan keberadaan Ayahnya. Tapi saat menyebut Ayahnya untuk mengucapkan selamat malam, Hinata tidak bisa untuk tidak merasa bersalah karena tidak berani berbicara apapun pada Hitomi soal kepergian Ayahnya.

"Selamat malam, Hitomi. Mimpi indah." Hinata mencium kening putrinya sebelum keluar dari ruangan dan menutup pintu. Hinata berjalan kearah kamar Kurosuke dan Shinsuke, dia melihat kedua anaknya naik ke tempat tidur, menarik selimut. Hinata mendekatinya dan berlutut di samping tempat tidur.

"Aku minta maaf karena kalian harus melihat sisi diriku yang seperti itu." Hinata berbisik, Kurosuke menggelengkan kepalanya.

"Maaf aku merahasiakannya darimu, Bu... dia menyuruhku."

"Aku tahu. Jangan pernah takut pada orang yang mengancammu, karena Ayah dan Ibu akan selalu melindungimu. Aku berjanji." Hinata mencondongkan tubuh untuk mencium kening kedua putranya. "Untuk saat ini, aku ingin kau bersikap normal, tetapi beri tahu kami saat dia melakukan hal seperti itu lagi, atau jika kau mendengarnya berbicara dengan seseorang tentang doujutsumu, mengerti?"

"Baik, Bu."

"Ingat, Shin, Kuro, tidak peduli apa yang orang lain katakan tentang kalian, Ibu dan Ayah akan selalu bangga pada kalian. Percaya itu."

Shinsuke memberi Ibunya senyuman kecil dan anggukan. "Baik, Bu. Selamat malam."

Setelah mengucapkan selamat malam kepada kedua putranya, Hinata keluar dari kamar, menutup pintu, dan melanjutkan keruang tamu, di mana Ayahnya, Hanabi, Hyuuga Hinata dan Sasuke sudah duduk melingkar. Menunggunya.

"Sasuke, aku ingin kau mencari tahu segala sesuatu tentang Yoichi."

Sasuke menatapnya, dia mengerutkan alisnya.

"Aku punya firasat jika pria ini memiliki rencana buruk."

"Apa kau berpikir jika pria ini mungkin terhubung dengan dokter yang memeriksa Shinsuke bulan lalu? Dan dia harus diwaspadai?"

"Aku tidak tahu." Hinata menghela napas. Dia meletakkan tangannya di perutnya yang terasa sakit. "Tapi kau bisa meminta Kakashi untuk melihat daftar ninja Konoha yang terdaftar. Ini baru permulaan."

"Hinata-san, mengapa kau tidak pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan? Besok aku mungkin bisa menemanimu. Dan setelah selesai, kita bisa menemui Hokage. Kita mungkin bisa menyelidikinya bersama-sama." Kata Hyuuga Hinata saat melihat dirinya yang berasal dari masa depan mengelus area perutnya dengan raut wajah kesakitan.

"Itu ilegal. kami terdaftar sebagai warga sipil, kami tidak bisa melihat-lihat file itu dengan bebas."

"Tunggu, mengapa Hinata harus pergi kerumah sakit?" Hiashi bertanya. Tidak mengerti mengapa harus ada pemeriksaan disaat Uchiha Hinata terlihat baik-baik saja.

"Aku.. sebenarnya aku sedang hamil."

Seluruh kepala diruangan itu sontak terkejut. Tidak tahu jika selama ini Uchiha Hinata ternyata sedang hamil. Hamil saat perang bukanlah kombinasi yang sempurna!

"Astaga! Nee-sama, mengapa kau tidak memberitahu kami?! Demi tuhan, kau sudah tinggal berapa lama didunia ini? Besok kau harus kerumah sakit!" Hanabi berucap dengan panik. Siapa yang tidak panik saat mengetahui kakaknya sedang hamil. Bukannya dia tidak senang, tentu saja dia senang. Tapi mengingat situasinya saat ini, Hanabi yakin jika Hinata sering sekali mengalami stress. Dan itu tidak baik untuk kandungannya.

"Sasuke-san, katakan sesuatu!" Hanabi menuntut sosok pria yang sedari tadi hanya terdiam.

"Aku.." Sasuke merutuki Hanabi. Memangnya apa yang harus dia katakan?! "Ehm, selamat."

"Aku tahu itu! Hanya kata-kata itu yang bisa diharapkan dari seorang Uchiha!" Hiashi menyahut. Sasuke mendelik tidak suka.

"Ada apa dengan kalian? Kembali pada awal pembicaraan kita!"

Tidak ada yang berani membantah. Mereka kembali membahas soal Yoichi dan Kurosuke.

Diam-diam Sasuke melirik Uchiha Hinata, memikirkan kembali tentang kondisi wanita yang sedang hamil itu, mungkin itu sebabnya Hinata mengalami mood swing selama ini.

_____

.

To be continue..

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 75.9K 21
Dalam novel Devastating Love, Sagatra itu antagonis yang menyukai kakaknya sendiri, a.k.a pemeran utama wanita. Lelaki itu mengejar Kirana. Namun say...
105K 8K 102
[Bl Terjemahan] ________________________________________ "Itu kanker. Dengan tingkat metastasis seperti ini... pada dasarnya tidak ada perawatan yang...
136K 8.9K 14
katanya musuh tapi kok posesif? -- ya, ini yang sedang dialami oleh ๐—ฅ๐—ถ๐—ฐ๐—ธ๐˜† ๐—ฑ๐—ถ๐—ฝ๐˜๐—ฎ ๐—ฎ๐—ฑ๐—ต๐—ถ๐˜๐—ฎ๐—บ๐—ฎ yang harus berurusan dengan musuh sejatin...
721K 61.7K 30
Zio meninggal di usianya yang ke 19 tahun, akibat gagal jantung. Tapi siapa sangka, Zio malah terbangun di tubuh seorang anak berusia 13 tahun. ____ ...