Berlayarnya Perahu Nyonya Ria...

Par CalonIstriRowoon

281K 22.3K 664

Udah tiga hari ini aku bertapa sambil merenungi nasib di kamar setelah orang tuaku jelasin kenapa pulang mend... Plus

Bab 1: Harisa malas pacaran
Bab 2: Harisa mendaki dan dorrr
Bab 3: Harisa sudah sold out?!!!!
Bab 4: Harisa bertemu Abang
Bab 5: Harisa, tali lingerienya jatuh
Bab 6: Harisa mengenal Abang
Bab 7: Harisa dikiss-kiss Abang
Bab 8: Harisa mengelilingi kota
Bab 9: Harisa digodain Abang
Bab 10: Harisa insecure dan pengen diet
Bab 11: Harisa sabar menyuapi Abang
Bab 13: Harisa bingung dengan sikap Abang
Bab 14: Harisa menerima panggilan telepon
Bab 15: Harisa berlibur ke Nihi Sumba
Bab 16: Harisa dan kejutan menyakitkan
Bab 17: Harisa dibohongi Abang
Bab 18: Harisa galau Abang selingkuh
Bab 19: Harisa mendengarkan penjelasan
Bab 20: Harisa memiliki kejelasan
END PART: Harisa dan hari bahagianya

Bab 12: Harisa punya belahan duren

12.1K 969 9
Par CalonIstriRowoon

"Loh, memang barangnya cuma segini?" Aku mengangguk ke Abang yang menatapku dengan tatapan heran. Memang segini yang barang yang mesti ku bawa.

"Kamu gak bawa baju ganti? or any stuff?" Sambungnya.

"Kita mau menginap?" Abang mengangguk.  Aku menatap Abang malas. Dia gak bilang sama sekali kalo kita mau menginap. Dia cuma bilang mau ke puncak dan menyuruh aku untuk mengemas barang. Aku kira kita bakalan langsung pulang sorenya, jadi yang ku bawa hanya tas kecil.

Abang meringis. "Aku kira kamu sudah tau."

"Mana kutau kalo gak bilang Kakaaak."

Aku buru-buru mengambil barang yang kami butuhkan dengan perasaan antara jengkel dan senang. Aku excited banget dengan rencana Abang ke puncak. Ini pertama kalinya kita berdua liburan bareng. Andai aku tau kalo mau menginap, mungkin aku udah prepare dari tadi malam. Dia mengekor di belakangku dan membantu seadanya.

Kami berdua sudah selesai menyiapkan barang-barang yang dibutuhkan selama menginap di puncak dan sudah siap untuk berangkat. Tapi ketika aku mulai menutup pintu apartemen, telepon Abang berdering.

"Ya." Tidak lama kemudian, mata Abang membelak.

"What? Really? So what now?"
Aku sadar ada sesuatu yang nggak baik yang baru diterima Abang. Dia mengerang dan mengumpat. "Holy shit!!"

Aku mengusap bahunya berharap Abang bisa menahan emosinya bagaimanapun masalah yang terjadi. Walaupun aku gak tau duduk permasalahnnya, setidaknya aku bisa berguna sedikit untuk dia.

Abang memejamkan mata sambil menarik napas dengan dalam setelah mematikan telepon, lalu dia menatapku dengan pandangan bersalah. "Kenapa Kak?"

"Hampir semua investor mau menarik sahamnya. Mereka mau mengadakan rapat. Sebenarnya ada Andreas di sana.  But, mereka mau kami bertiga hadir dalam rapat ini. You know, pacar Jo punya andil besar dalam masalah ini. Jo masih kami amankan."

"Kapan rapatnya?"

"Lusa."

"Jadi...Kakak mau ke US?" Abang terdiam.

Dari gelagatnya, dia ingin bilang iya tapi disisi lain dia juga tidak enak. Jadi, bisa ku simpulkan kalo rencana kita ke puncak kemungkinan besar batal. Padahal sejak tadi, di kepalaku sudah banyak tersusun rencana kita mau lakuin apa dan ke tempat mana saja. Tapi masalah ini lebih penting. Kita bisa liburan kapan pun.

"But.. This is our first holiday."

"Gak papa. Kita bisa liburan semau kita di lain waktu." Dia menatapku dengan pandangan berat seolah dia ingin menyanggah.

"Really?" Aku mengangguk. Dia punya tanggung jawab besar di sana.

"Iya. Ku bantu packing yah?" Ucapku sambil kembali membuka pintu apartemen.

Selagi aku memasukkan baju Abang ke dalam koper, dia memesan tiket pesawat. Sesekali teleponnya masuk. Kali ini Abang lebih tenang dari sebelumnya. Kalo kemarin dia sampai mengacak rambut dan mondar-mandir di balkon, sekarang dia cuma menarik napas panjang dengan mata tertutup lalu bicara dengan tenang melalui telepon.

Padahal, liburan ini sebagai permintaan maafnya karena dia sibuk selama tiga hari. Belum sampai ke puncak, dia udah harus sibuk lagi.

*****

"Atau kamu ikut saja Sa?"

Aku menggeleng. Bukannya konsentrasi sama masalah kantornya, dia malah kerepotan ngurusin aku yang mungkin aja kena culture shock selama di sana karena baru pertama kali keluar negeri. Lagipula minggu ini aku juga sedang sibuk-sibuknya dengan UTS.

"Aku mau UTS kak. Kalo gak UTS, nanti bisa mengulang. Kalo mengulang, lulusnya jadi lama." Abang mengangguk.

Tiap langkah kami di bandara ini makin berat. Jarinya tidak pernah lepas memegang jariku. Sedangkan tangan satunya dia gunakan untuk menarik koper. Tepat di depan pintu keberangkatan, dia berhenti dan menatapku.

"Setelah ini kamu langsung ke rumah mama kan?"

"Iya."

"Oke. Kalo pulang dari apartemen, matikan lampunya, pastikan tidak ada elektronik yang terhubung dengan listrik kecuali kulkas. Jangan bandel, nurut sama Mama Papa."

"Iya. Kakak juga, jaga kesehatan. Biar sibuk jangan lupa makan. Jangan begadang." Abang tersenyum menatapku dan menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Duh, kok makin berat yah? Padahal dia perginya gak sampai satu tahun.

Abang menarik kepalaku dam mencium pucuknya berkali-kali sementara aku masih memeluk pinggangnya. Satu tangannya menarik tengkukku, secara spontan bibirnya sudah bertengger di bibirku.

"Kak Rian! Banyak orang, astaga!!"Dia hanya terkekeh saat aku menatapnya kesal.

"Aku pergi ya. I'll call you later." Aku mengangguk sambil melepaskan pelukan. Abang lalu menarik kopernya dan mulai berjalan menuju pintu keberangkatan.

*****

Empat hari kepergian Abang tanpa kabar buat aku jadi uring-uringan sendiri. Makan segan, gak makan bisa mati kelaparan. Mama sudah empat kali keluar masuk kamar karena aku belum makan dari tadi siang.

Kalo ku pikir-pikir, di kamar ini, aku dulu sempat nangis dan berdoa sama tuhan supaya video dimana Abang menikahiku cuma mimpi. Aku tidak pernah berpikir jika efek Rianditya Wiranata bisa sebesar ini.

Baik dua bulan yang lalu atau sekarang, suasana rumah ini masih sama. Papa yang sibuk dengan ikan cupangnya, Mama yang sibuk dengan eksperimen resepnya, Adikku yang masih sibuk dengan Mobile legendnya, atau bahkan suara Mas-Mas  bakso tiap sore, semuanya masih seperti dua bulan yang lalu. Sebenarnya aku senang bisa kembali di masa ini. Tapi disisi lain, ada hal yang gak bisa ku tahan. Rinduku dengan Abang Rian.

Awas ya Bang. Kalo pulang, bakalan ku peluk sampai gak bisa napas.

Tiba-tiba pintu kamarku terbuka. Di sana ada adikku yang memasang wajah paling manis yang dia punya. Tumben sekali.  Kalo begini, artinya dia lagi ada maunya.

"Kak, bobanya kan ada dua, kalo diminum semua bisa diabetes. Minta satu boleh?"

Aku mengerutkan kening. Boro-boro mau minum boba. Makan saja aku masih malas. "Boba dari mana?"

"Dari tadi ada Abang ojol bawa boba sama makanan. Dia bilang atas nama Kakak."

"Coba tanya Mama dek, Aku gak pesan apa-apa. Tuh liat, hp ku di charge. Dari tadi mati total," ucapku sambil menunjuk handphone yang baru sekitar sepuluh menit ku charge karena sudah mati total gara-gara menunggu kabar Abang dan nonton drakor.

Adikku mengangguk lalu menghilang dari pintu. Tidak lama kemudian, dia balik lagi dengan muka bingung. "Bukan Mama yang pesan Kak. Kata Mama gula darahnya lagi naik, jadi gak mau minum boba dulu."

Aku jadi sama bingungnya. Kalo bukan Mama dan aku, lalu siapa yang pesan?

Aku buru-buru menyalakan handphone untuk mengecek siapa tau ada yang sengaja mengirim makanan dan dia sudah memberi tau. Ketika ku buka whatsapp, ada sekitar lima panggilan tidak terjawab dan tiga pesan yang belum terbaca dari Abang.

Abang
Ca, sudah makan? Maaf baru sempat balas chat kamu
Kamu bilang mau dikirimin boba sama pacar. Jadi aku sudah pesan sushi dan boba. Bagi ke Abil juga.
Habisin, Oke? Salam sama Mama dan Papa.

Jadi Abang yang kirim? Aduh, padahal jarak kita sangat jauh dan dia masih sempatnya mikirin boba. Ku tekan tombol panggilan. Belum sempat diangkat, panggilannya sudah ditolak duluan.

Abang
Sudah sampai kan? makan dulu baru telepon.

Harisa
Kok kakak tau aku belum makan?

Abang
Scroll chat kamu diatas. Kamu sendiri yang bilang malas makan.

Aku menggulirkan layar handphoneku. Aku meringis karena baru menyadari kalo aku sudah se-alay ini. Ternyata sudah ada puluhan chat yang ku kirimkan ke Abang. Mulai dari laporan aku yang haus, lagi menyapu, lagi nonton drakor, sampai aku yang lapar tapi malas makan.

Harisa
Oke

Aku bergegas ke bawah dan mencari makanan yang di kirim Abang. Ketika tiba di ruang tengah, ternyata ada Mama yang sedang menonton televisi. Di depannya sudah ada bungkus makanan dan Adikkku yang sudah memasang wajah sok manisnya. Bikin aku jijik aja, ewh.

"Giliran Rian yang pesanin makanan, baru mau makan. Coba kalo Mama, sampe besok kakakmu gak akan keluar kamar." Aku cuma ketawa karena sindiran Mama. Mau bagaimana lagi, orang udah kangen berat tiba-tiba dikirimin makanan. Mana makan harus jadi syarat untuk telepon.

Aku menyiapkan makanan ke dua piring, untukku dan untuk adikku lalu duduk di samping Mama. "Mau Ma? enak loh ini."

Mama menggeleng dengan matanya yang masih fokus di televisi. "Gak. Makan aja. Mama mau diet ini. Tau gak Sa? Berat Mama naik empat kilo semenjak kamu pindah. Mungkin karena kamu udah gak ada, mama jadi boring kali ya, jadi makan terus."

Aku menatap Mama dengan manyun lalu menaruh piringku ke meja dan menarik Mama ke pelukanku. Mama pasti kesepian semenjak aku sudah tidak tinggal di sini. Biasanya kan kami masak bareng, ngobrol bareng, curcol bareng, maskeran bareng.

"Ah Mamiiii. Aku usahain tiap dua hari sekali ke sini deh."

Aku merasakan Mama tersenyum. Dia menepuk punggungku. "Kalo kamu kewalahan, gak usah. Mama senang kok lihat anak Mama sekarang udah mulai mandiri, urus suami, artinya anak Mama udah dewasa. Oh iya, kamu gak telantarin anak orang kan? kamu kasih makan? kamu urus kan?"

"Ngga ku telantarin Mama, aku kasih makan enak terus."

"Dia baik gak sama kamu?"

"Iya. Baik banget. Buktinya sekarang dia pesanin aku makanan"

"Udah nananina belum?"

Aku mengerutkan kening karena tidak tau maksud Mama. Aku lepaskan pelukan dan menatap Mama dengan pandangan bertanya."Maksudnya?"

"Ck ituloh, yang biasa suami istri lakuin. Ah, masa kamu gak tau." Tiba-tiba pipiku kerasa panas pas mengerti maksud dan arah pembicaraan Mama. Hal itu masih tabu untuk dibicarain dengan orang lain. Lagian hubunganku dengan Abang belum sampai ke situ.

"Mama jangan bahas itu deh, malu tau." Tiba-tiba aku panik dan menatap sekeliling ruangan. Untungnya, Abil sudah gak ada.

"Loh, kenapa? Wajar kali sayang. Kamu udah dewasa, sudah merit. Mestinya hal begituan, kamu gak perlu malu lagi. Lagian kamu udah bersuami. Kecuali kalo kamu belum itu?"

Mama menatapku dengan tatapan menuduh membuat aku menggeleng cepat. Bisa gawat kalo Mama tau aku belum nananini. "Aku, udah kok Ma."

"Ah, begitu?" Aku mengangguk dan buru-buru mengambil piring di meja, berharap Mama menghentikan pembicaraan ini.

"Dia sukanya yang kasar gak?" Pertanyaan Mama buat aku otomatis tersedak. Ya ampun Mama!!

"Anggap aja ini secret girls talk." Bisik Mama.

"Ya, bisa dibilang begitu." Mending iyakan saja semua pertanyaan Mama supaya topik ini bisa selesai. Sumpah, aku risih banget bahas begituan. Malu, canggung, aneh bahas hal seperti ini di depan Mama. Kalo teman-temanku, mungkin bakal kuladeni sampai kita bersorak.

"Udah ya Ma, please. Aku mau makan. Jangan bahas begituan."

"Iya, iya. Tapi kalo ketemu mungkin Mama mau tegur dia supaya dia bisa lembut dikit."

"Ma!!" Aku tau ini tidak sopan. Tapi aku serasa mau jantungan ketika Mama bilang begitu. Kalo ternyata betul kejadian, aku betul-betul sudah tidak punya muka untuk ketemu dengan Abang.

Mama terkekeh. "Enggak kok, bercanda sayang."

*****

Setelah makan aku bergegas kembali ke kamar lalu menyalakan panggilan video ke Abang sambil mulai tertelungkup di tempat tidur. Tidak lama kemudian, Abang menerima panggilan videonya.

"Sudah makan?"

"Iya."

"Okay. Gimana? Baik-baik aja kan? Kuliah mu bagaimana?"

Aku menatap Abang di layar yang kelihatannya makin ganteng berkali lipat. "Baik kok. Tadi sempat UTS, alhamdulillah ku kerjakan semua."

"Oh iya, Kakak habis cukur?" sambungku.

Abang mengangguk dan mengusap kepalanya. "Iya. Ganteng gak?"

"Ganteng sih, tapi masa bisa cukur tapi balas chat ku gak bisa?"

Abang menatapku gemas. "Ini baru aja selesai. Pas kamu makan, Andreas minta aku jadi eksperimentnya. Dia punya alat cukur baru."

"Oh gitu. Masalahnya sudah selesai?"

Abang mengangguk dengan antusias. Wajahnya teramat cerah. Sangat beda ketika dia mau pergi ke Us. "Iya. Mereka batal menarik sahamnya. Malah, mereka minta cabang di situ dipercepat."

"Wah, selamat Kak."

"Ica." Panggilnya. Mukanya tiba-tiba mendadak keruh. Kulihat rahangnya mengeras sambil terus menatap layar.

"Ya Kak?"

"Keberatan gak, kalo ku suruh satu hal?"

"Apa?"

"Ganti gaya kamu, duduk yang benar, tarik bagian kerah bajumu ke belakang."

Aku masih belum mengerti dengan permintaan aneh Abang. "Maksudnya?"

"Belahan kamu mengundang sekali."
Belahan? belahan apa? belahan bumi? Aku masih belum mengerti sampai dimana aku menemukan sesuatu yang mengganjal saat melihat diriku di layar kecil. Aku seketika menatapnya dengan horor. Mati!

Badan tertelungkup, leher baju yang lebar dan tertarik sampai ke dada. Sangat PD, PD sekali Harisa! Gayamu persis seperti perempuan yang sedang Open Booking sama Om-Om. Astaga! Mukaku mau ditaruh di mana????

*****

19 Juli 2021

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

80.1K 5.7K 61
{COMPLITED} #10 dalam Ketegori Kisah Romantis #18 dalam Kategori Comedy Romantic #20 dalam Kategori Terbaik 😍🥰😘 Thank you gaaaessss.... 🍁🍁🍁 Kis...
775K 61.4K 71
(REPOST-JUDUL SEBELUMNYA ISTRI SETTINGAN) Dijodohkan dalam keadaan terikat hubungan dengan seseorang membuat Darius M Darwin harus memutar otak deng...
211K 12.6K 49
Hanya dalam tiga hari, hidup Oceana berubah total. Ia yang awalnya merupakan seorang wanita dengan prinsip tidak akan pernah menikah tiba-tiba diharu...
54.7K 7.9K 69
Publish : 10 Maret 2021 End : 17 Januari 2022 Mulai Revisi : 14 Februari 2022 End Revisi : 10 Maret 2022 Jovita Auristella tidak terima dilangkahi sa...