Mr. Naim [ jaemren ]

By im_shke

61.9K 5.5K 624

"Pertemuan sesaat yang berakhir bencana." *continuation of one-shot [Never The End, Darling] in chapter 3, pa... More

I : Explosion
II : Perpetrator
III : Dinner
IV : Struggle
V : Lunch
VI : Church
VII : Corpse
VIII : Candle
IX : Mr. Naim
X : Kiss

XI : Stupid

2K 379 34
By im_shke

Aku benar-benar habis.

Hanya setengah yang bisa kujawab, sedangkan lembar jawaban sudah direbut duluan.

Tanganku mengepal tanda tak tenang dengan perasaan berkecamuk. Fokusku buyar bahkan tidak sadar saat seseorang datang menghampiriku.

"Renjun, selamat pagi."

Suara ini ....

Naim.

Dia duduk di sebelahku, tapi di meja yang berbeda, melihatnya menyapa murid-murid lain juga, dia seperti sudah berbaur dengan suasana kelas ini.

Aku baru tahu, Naim berada di kelas yang sama denganku.

Aku ingat dia ada di kelas C.

Ke mana saja aku selama ini tidak pernah menyadarinya?

Ah, minggu ini aku absen dua hari ....

"Renjun? Apa kau mendengarku?"

"...."

Aku terlalu gegabah.

"Maaf, aku melamun sedikit," Aku berusaha menaikkan garis senyumku,  tapi gagal, hanya senyum masam yang kuberikan.

"Kau sakit?"

Aku kaget saat telapak tangannya mendarat di dahiku, "Normal .... Kau mau ke uks?" Ah, ternyata dia mencoba untuk memeriksa suhu tubuhku.

"Aku tidak apa-apa."

Bohong jika aku bilang begitu.

Tak lama seorang guru masuk yang membuat kelas seketika hening.

Suasana jadi mencengkam, itu adalah guru matematika semalam.

"Anak-anak, hari ini Ibu akan membagikan nilai ulangan harian kalian, harap semuanya mengambil kertas jawaban setelah Ibu menyebutkan nama kalian."

Ini menegangkan.

Semuanya memasang telinga mereka dengan baik, termasuk aku. Ibu guru mulai mengambil kertas paling atas.

"Yena, 9 .... Hyuna, 9 .... Jeongsook, 9 .... Jinhee, 8 .... Ji-seon, 9 .... "

Helaan napas yang ditahan mulai terdengar dari murid-murid yang baru saja disebutkan namanya, senyuman mengembang di wajah mereka, perasaan lega sekaligus senang dapat dirasakan. Hanya aku, dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan.

Lembar di meja guru semakin tipis, keringat dingin membasahi keningku, sampai hanya menyisakan dua lembar jawaban siswa yang belum disebutkan.

Ini buruk.

"Naim, 10."

Semua orang menyorakkan namanya, mereka seakan tahu Naim yang akan mendapatkan nilai itu. Lagi-lagi hanya aku yang masih kaget.

Kupikir, dia akan menjadi saingan terberatku.

"Dan yang terakhir,

Renjun, 6."

Aku sudah mendugannya, tapi tetap saja, itu adalah nilai paling rendah yang pernah kudapatkan.

Dengan langkah yang berat aku maju untuk mengambil hasil jawabanku. Semuanya menatapku dengan tatapan merendahkan, aku tahu, ini memang biasa terjadi.

"Renjun, di kelas ini hanya dirimu yang memiliki nilai ini, dan hanya kau, yang paling banyak absen bulan ini."

Ucapannya menusuk-ku tepat, tapi itu memang benar adanya.

"Maaf, Saya akan belajar lebih giat lagi."

Tanganku melipat ke belakang, pandanganku turun tidak berani menatap mata sang guru.

Aku merasakan pundak-ku diremas oleh beliau, sontak aku mendongak karena kaget.

"Belajar saja tidak akan cukup, setidaknya kau harus mengikuti kursus di beberapa pelajaran untuk melebihi teman-temanmu."

Tapi, aku tidak punya uang untuk semua itu. Biaya saat ini saja sudah sangat memberatkanku.

"Jika peringkatmu tidak memenuhi syarat, kau tidak akan lulus."

Itu benar, dan aku tahu.

Genggamannya terlepas, di balik kaca lensanya, dia sedang menatapku sama seperti cara murid-murid di sini memandangku.

Dia mengucapkan sesuatu, dalam volume suara yang lebih kecil, tapi aku tetap dapat mendengarnya.

"Kau yang memaksakan diri."

"Ingat di mana kau berada."

Untuk beberapa detik aku terdiam, apa maksudnya aku tidak tahu di mana tempatku? Apa aku terlalu naif untuk berada di sini?

Tapi dia tetaplah guru, aku menundukan pandanganku.

"Saya akan mengingatnya."

-

"Renjun? Kenapa belum pulang?"

Aku hampir saja jatuh dari kursi karena kaget dengan suara yang tiba-tiba muncul di tengah kesunyian, apa lagi saat ini sudah jam pulang.

Naim, pria ini selalu datang tanpa suara. Seperti hantu.

"Sebentar lagi aku akan pulang," Aku menenangkan diriku, mengambil bukuku yang terjatuh karenanya.

Setelah kelas selesai, aku memutuskan untuk menyerap materi di perpustakaan sekolah. Tapi rasanya percuma, semuanya sulit kupahami.

Setelah bertanya pada teman-teman di kelas pun, mereka tidak memberitahuku, itu adalah hal yang wajar.

"Sebentar itu kapan?"

Aku juga tidak tahu.

"Sampai aku dapat mengerti." Jawabku.

"Kau tidak mengerti di bagian mana?"

"Kau tidak perlu, pulanglah, aku tidak ingin menahanmu di sini." Aku membalikkan badanku membelakanginya, melihat lembaran buku yang kubolak balik.

"Tapi aku mau kok?"

Tiba-tiba saja dia sudah ada di sampingku, mengambil kursi dan duduk di sana, lalu memperhatikan tumpukan buku yang berserakan di meja. Oh, setelah ini aku akan merapikannya.

"Apa?"

"Beritahu aku apa saja yang tidak kau mengerti, aku akan mengajarimu." Dia mengambil buku yang ada di tanganku, melihat secara rinci bagian yang susah kupahami.

"Jika kau hanya berkutik dengan buku-buku di sini, percuma saja, kau tidak akan paham, kau hanya akan membuang waktumu."

Dia mengambil kertas kosong dan pulpen, lalu mengajariku beberapa cara mudah versi miliknya. Semuanya terlihat mudah saat dia menjelaskan.

"Terima kasih."

Sungguh, sangat.

-

Kembali lagi di sini, apartemen Haechan yang kutinggali.

Aku masih canggung dengannya, tapi sedikit berkurang setelah kejadian malam itu. (part IX)

"Haechan? Kau kenapa?"

Dia memelukku sangat erat, jujur, tubuhnya tidak bisa terbilang ringan.

Tak kunjung lepas, dia masih menyandarkan dirinya padaku.
"Sesak .... Haechan, aku tidak bisa bergerak." Aku berusaha mendorongnya sekuat tenaga, tapi tak kusangka tenaganya sebesar ini.

".... Eomma ...."

Satu kata itu membungkamku. Apa dia sedang mengigau? Apa dia sedang merindukan ibunya?

Butuh beberapa lama sampai dia sedikit memberiku sedikit ruang untuk mengantarnya ke kamarnya.

Dengan hati-hati aku melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku, aku pulang sedikit terlambat hari ini, jadi mungkin saja sekarang dia sedang tidur.

Kamar mandi di ruang tengah sudah selesai dengan perbaikannya, Haechan bilang dia sudah memanggil tukang dan membuang patung lilin yang hancur waktu itu. Sekarang tidak ada yang disembunyikan lagi, aku merasa sedikit tenang.

Aku membawa baju ganti, jadi aku tidak keluar dengan keadaan telanjang dada, tapi yang membuatku bingung adalah, Haechan ternyata tidak tidur.

Dia membawa tas hitam di punggungnya, dan juga topi. Dia mau pergi ke mana malam-malam begini?

"Kau mau ke mana?"

To be continued.

Continue Reading

You'll Also Like

85.1K 8.1K 33
Supaporn Faye Malisorn adalah CEO dan pendiri dari Malisorn Corporation yang memiliki Istri bernama Yoko Apasra Lertprasert seorang Aktris ternama di...
152K 11.6K 86
AREA DILUAR ASTEROID🔞🔞🔞 Didunia ini semua orang memiliki jalan berbeda-beda tergantung pelakunya, seperti jalan hidup yang di pilih pemuda 23 tahu...
86.5K 9.4K 29
"Tunggu perang selesai, maka semuanya akan kembali ketempat semula". . "Tak akan kubiarkan kalian terluka sekalipun aku harus bermandikan darah, kali...
205K 4.7K 19
Warn: boypussy frontal words 18+ "Mau kuajari caranya masturbasi?"