Afterglow | In Repair

By Tirecstasy

15.1K 2.9K 2.7K

Kenapa orang yang takut menyakiti hati orang lain malah tetap berpeluang disakiti oleh orang lain..? Juga ke... More

prolusio: jelita renjani
prolusio: joshua gautrama
prolusio: viart farhanidar
‼️read this before you start reading the whole story‼️
2 | requirements
3 | as husband and wife
4 | depends on her, he said
5 | an old friend's wish
6 | joshua's future wife
7 | the gautrama(s)

1 | nayna and her fiance

1.3K 292 570
By Tirecstasy

RASANYA agak aneh menginjakkan kaki di lantai dingin yang sama sekali bukan tempat yang terbilang asing ini. Namun meskipun begitu, Jelita tetap saja merasa kikuk hingga kotak kado yang telah apik dia hias selama berjam-jam hasil mencontoh tutorial dari youtube tersebut dia jadikan perantara kegugupannya—dia peluk cukup erat, giginya menggertak ragu sebelum memutuskan untuk sungguhan masuk melewati ambang pintu atau tidak.

Rumah Nayna masih nampak sama dengan yang pernah bertahun-tahun lalu Jelita pijak.

Rumah yang menurut Jelita terlalu luas untuk ditinggali oleh tiga orang—Ayah, Adik, dan Nayna sendiri. Ibu Nayna sudah berpulang pada Sang Pencipta sejak Nayna duduk di bangku sekolah dasar. Sementara adik bungsu Nayna pun baru-baru ini Jelita tahu sedang sibuk mengurus pertukaran pelajar ke Jepang, itu artinya hanya Nayna yang bisa diandalkan untuk mengurus Ayahnya yang seorang pensiunan Angkatan Laut itu untuk melewati masa merentanya yang tak kunjung henti setiap hari.

"Jadi harus nunggu gue mau nikah dulu, ya, baru lo mau main ke sini lagi?"

Dibuat terkesiap dari lamunan sejenaknya, Jelita langsung disuguhi pemandangan ayu yang menyirati wajah cantik Nayna dengan gaun bergradasi peach dan krem pada renda di ujung rok. Potongan rambut sebahu Nayna membuat wanita itu terlihat segar, lebih muda dari umurnya yang dalam jangka waktu tiga tahun yang akan datang akan berkepala tiga, sama dengan Jelita.

Jelita mengulas senyum tipis, "Cantik banget. Ini beneran Nayna yang pernah nyebur selokan cuma buat nyari-nyari cincin imitasi tukang jerepitan?"

Nayna mengulur tangannya untuk menggandeng Jelita memasuki kamarnya seraya terkekeh kecil—ah, Jelita memang selalu mengingat kejadian-kejadian yang pernah menimpanya lebih baik dari dirinya sendiri yang rentan akan kata lupa. Nayna menggiring Jelita untuk duduk pada bangku depan meja riasnya yang berbentuk memanjang, bersisihan dengan dirinya yang masih belum puas memoles riasan pada wajah cantiknya.

"Bukan masalah cincin imitasinya, tapi masalah yang ngasihnya, tau!"

"Iya-iya paham, deh. Beruntung orangnya sekarang bisa lo nikahin beneran ya, Nay."

"Kata gue mah dia sih yang seharusnya beruntung bisa nikahin gue." balas Nayna enteng, kadar percaya diri wanita itu masih sama saja menggebunya dengan Nayna yang dulu.

"Yang suka dia duluan kan elo?"

"Aduh, pake segala dibahas yang bagian itu. Bodo amat lah, yang penting sekarang dia yang lebih bucin ke gue."

Hanya menggeleng kecil tak berniat memperpanjang topik tersebut, Jelita menarik atensi berlebih pada beberapa figura yang menghiasi meja rias Nayna. Foto Nayna terpampang bersama seorang pria yang wanita itu cintai sekaligus yang akan melamarnya hari ini dengan beragam lokasi tempat indah yang berbeda-beda. Tempat wisata lintas kota dan lintas negara. Nayna memang tidak bebohong ketika pernah bercerita bahwa pria yang akan dia nikahi ini lebih kaya dari kelihatannya.

"Kalo lo udah pernah ke Maldives sama dia, terus nanti bulan madunya mau kemana, dong? Secara Maldives tuh wishlist banget buat dijadiin tempat honeymoon yang romantis. Eh dengan enaknya lo udah ke sana duluan sebelum nikah." Jelita memegang salah satu figura, foto Nayna dengan background langit biru berawan di pantai Maldives. Pinggang wanita itu dipeluk mesra oleh kekasihnya.

Nayna menjawab santai, "Ke Maldives lagi, lah! Terakhir kali gue ke situ diajak sama keluarga besar dia, mana sempet buat ngapa-ngapain?"

"Gak enak ya, Nay, kalo nggak berduaan doang?" Jelita terkikik samar.

"Iyalah! Jadi nggak tenang, nanti kalo tiba-tiba terciduk terus digrebek gimana?!?!" seperti yang Jelita kenal, Nayna selalu punya ekspresi dan nada bicara yang unik ketika wanita itu sedang bercerita. "Dipikir-pikir, calon gue bener-bener se-crazy rich itu deh, Ta. Lo bayangin aja dinner kumpul keluarga doang sampe ke Maldives, lah kaum kita mah kalo mau kumpul keluarga yang ada di rumah nenek!"

Jelita lagi-lagi tertawa melihat ekspresi Nayna, "Culture shock dikelilingi keluarga sultan yang suka lo ceritain di chat ternyata bener adanya ya, Nay..."

"Yaiyalah, masa gue bohong???" Nayna mengambil sesuatu dari laci meja riasnya. Beberapa lembar kertas persegi panjang yang diperlihatkan pada Jelita. "Udah gitu gue baru tunangan aja udah dihadiahin tiga tiket liburan, Ta, sama sepupu-sepupunya. Belom lagi sama anggota keluarganya yang lain. Ya ampun, dulu nenek moyang gue abis menyelamatkan dunia bagian mana ya sampe gue didekatkan sama orang-orang baik binti tajir kayak gini..."

Ada perubahan tak terlalu ketara dari mimik wajah Jelita, tapi Nayna bisa menangkap itu lewat matanya yang melayu. "Lo beruntung Nay bisa diterima dengan baik sama keluarga calon suami lo..."

Bibir Nayna otomatis mengerucut, sebelah tangannya jatuh pada bahu Jelita, menyesal.

"Ta? Gue menyinggung lo, ya? Maaf..."

Dibalas gelengan lemah oleh Jelita, "Enggak. Gue malah seneng banget liat lo yang sekarang. You really deserve this, Nayna."

Jelita tidak berbohong, dia sungguhan senang. Bertahun-tahun dia bersahabat dengan Nayna, Jelita telah banyak tahu kesulitan-kesulitan apa saja yang pernah sahabatnya itu alami.

Terutama ketika Nayna duduk di bangku SMA. Wanita itu sama sekali tak bisa banyak mengecap manisnya sekolah tingkat akhir sebelum dia benar-benar beranjak jadi orang dewasa. Saat itu, di hidup Nayna lebih banyak pahit yang menimpa. Sampai Jelita paham bahwa segala manis yang Nayna sekarang rasa adalah buah dari ketabahan atas kesulitan yang berhasil Nayna lalui.

"Huhu.. Gue sayang banget sama lo, asli deh, Ta..." manik mata Nayna nampak berkaca-kaca tatkala berpelukan singkat dengan Jelita. Nayna tidak berubah, hatinya masih rentan tersentuh akan hal-hal kecil yang terjadi.

"Gue juga!" balas Jelita.

Jelita menyerahkan kotak kado yang ia bawa selepas pelukan terlepas, "Ini kado dari gue. Isinya ada lebih dari satu. Sekalian kado ulang tahun lo bulan lalu. Maaf, ya, kalo gue nggak bisa dateng. Udah dua kali gue skip perayaan ulang tahun lo, pasti lo bosen banget ya ngundang gue terus tapi guenya nggak pernah nampakin batang hidung?"

Bibir Nayna kembali mengerucut, matanya agak berair seiring menerima hadiah dari Jelita. "Ngomong apa, sih?? Gue tau kok lo nggak dateng bukan karna lo nggak mau, tapi karna kondisinya yang nggak memungkinkan. Gimanapun itu, gue bangga banget lo bisa tetep survive dari titik terendah lo kemarin-kemarin. Justru gue yang perlu minta maaf karena nggak bisa selalu ada buat lo ketika lo melewati masa-masa sulit itu..."

"Nay, sedeket apapun persahabatan kita, kita tetep punya jalan hidup masing-masing. Bukan salah lo kalau lo nggak bisa menaruh banyak peran di kehidupan gue.."

Nayna yang bingung harus menjawab apa itu beralih mengintip isi kotak pemberian Jelita, "Ih penasaran gue, boleh dibuka sekarang gaak??"

"Jangan, dong! Nanti aja kalo gue udah pulang."

"Ini sekalian sama kado pernikahan juga nggak?"

"Maunya gimana?"

"Maunya sih enggak. Nanti pas gue nikah kadoin lagi, ya, Ta??? Kotaknya aja gapapa deh! Gue pengen foto ditengah-tengah kado yang dikasih tamu undangan terus upload ke Instagram. Kan kurang estetik kalo kadonya cuma sedikit!"

"Duh, iya deh iya. Apa sih yang engga buat Jeng Nayna masternim. Biar followers banyak yang ngucapin, ya?"

"Nah tuh tau!"

Jelita hanya menggeleng-geleng maklum, menyapu tatapannya pada setiap inci kamar Nayna dan menyadari sesuatu yang berubah selain ranjang dan lemari yang bertukar posisi. "Poster oppa-oppaan lo pada kemana? Perasaan dulu hampir setiap sudut lo tempelin, sampe tembok lo nggak keliatan."

"Gue copotin semua gara-gara waktu itu gue liat di tiktok katanya jin suka nempel di poster ganteng. Apalagi lo tau lah, gue demennya majang yang udel dan roti sobeknya cetar membahana. Makin betah aja tuh jin mengendap di kamar gue nanti." Nayna menunjuk pojok ruangan dimana terdapat bekas-bekas poster yang ia tempel tergeletak dalam kondisi tak layak ditempel lagi.

"Ampun deh Nay, Nay.."

"Hehehe... pengen give away ke followers tapi gak enak, masa iya seorang Jeng Nayna bagi-bagiin barang bekas??? Helloww bisa turun kasta influencer gue!"

Well, Nayna bisa dibilang memang seorang influencer, tapi lebih condong ke kpop things dan segala jenis tetek bengeknya. Dia biasa dikenal dengan panggilan Jeng Nayna. Nayna punya ratusan ribu pengikut, dia suka apply fansign dan jualan album dengan harga yang lebih murah. Nayna juga suka membagikan fancam yang ia rekam sendiri tiap habis konser serta bisa membuat photobook limited edition hasil cekrekan tangan ajaibnya yang tentunya diperebutkan oleh para fangirl sultan lainnya. Kalian tau cindy noona? Nah, bisa dibilang Nayna satu kasta dengan beliau.

"Eh, kayaknya udah lama deh gue nggak liat lo konseran?"

Nayna yang tengah merapikan rambutnya yang telah tertata sempurna itu buru-buru mengangguk, "Iya!! Kangen ngebolang ke Korea, tapi beberapa bulan ini kan gue sibuk nyiapin perintilan nikah. Lo sendiri gimana? Udah balik hiatus nulis?"

"Rencananya dalam waktu dekat ini. Lagi ngelengkapin draft. Nanti minggu depan tinggal teken kontrak sama penerbit." keluh Jelita.

"Aduh, susah ya emang kalo punya sahabat penulis best seller. Hiatus setahunan aja masih banyak yang nunggu loh???" Nayna menyenggol-nyenggol bahu Jelita menggoda. "Jadi inget dulu yang baca cerita lo cuma gue. Sampe rela buka Wattpad lima kali sehari buat baca ulang biar views cerita lo naik. Ibarat minum obat, gue udah overdosis kali ya???"

Jelita menyengir, mencubit kecil paha Nayna, "Jeng Nayna emang yang terbaik!!! That's why gue nggak pernah lupa buat nyantumin nama lo di kolom thanks to setiap buku gue."

"Yes yes!! Followers gue juga banyak dari readers lo, tau! Gue panjat sosial lewat jalur halal ini mah!"

"Nggak ada kata panjat sosial. Kalo perlu semua readers gue harus tau lo, orang yang paling berjasa dalam karir menulis gue!"

"Ululu jadi terhura..." Nayna berlagak menghapus air mata, bereaksi berlebihan.

Nayna baru ingin berbicara lagi kalau saja sebuah notifikasi pada ponselnya tak berbunyi. Jelita yang tak sengaja melihat nama si pengirim pesan itu mengoper ponsel Nayna pada pemiliknya sebab jarak ponsel tersebut lebih dekat dengan Jelita.

"Dari Bina." ucap Nayna lalu mengetikkan sebuah balasan sesaat, "Katanya dia nggak bisa dateng, anaknya sakit."

"Anaknya yang mana yang sakit?" tanya Jelita khawatir.

"Yang perempuan, anak bungsunya. Lo nggak tau ya kalo anak keduanya Bina ini sering sakit-sakitan?"

Jelita hanya menggeleng polos, dia saja sudah lost contact lama sekali dengan Bina. Padahal dulu mereka sangat dekat, seperti anak kembar yang tak terpisahkan. Entah bagaimana arus kehidupan membuat mereka seasing ini. Tanpa diterpa masalah yang berarti.

"Pokoknya, Bina tuh... kasian. Selama lo nggak di Jakarta, gue sama Bina hampir nggak pernah ketemu. Pernah beberapa kali ketemu di transmart pas dia lagi grocery shopping sama Mahes, tapi dia seolah menghindar buat berlama-lama ketemu gue." jelas Nayna sambil memilih-milih beragam warna lipstick yang tersusun rapi di atas meja.

Kening Jelita berkerut, "Terus kasiannya di bagian mananya?"

"Dia kurusan banget sekarang, Ta." Nayna nampak sedih dan batal memoles lipstick yang sudah ia pilih. Bola matanya bergerak ke atas mengingat-ngingat. "Matanya selalu keliatan capek. Meskipun ketutup concealer, gue bisa tau kalo kantong matanya menunjukkan dia kurang tidur. Dia tetep kerja dan ngurus dua anak secara bersamaan, kebayang nggak lelahnya kayak apa? Belum lagi gue sempet denger kalo rumah tangganya sama Mahes nggak seindah jaman mereka pacaran dulu."

"Poin terakhir emang sering terjadi, Nay. Gue pun ngerasain."

"Maksudnya tuh kayak... Bina nggak bahagia sama Mahes tapi dia sok-sok gapapa-in aja gitu loh??? Dia dari dulu selalu begitu, nggak pernah mau cerita dan nggak pernah mau keliatan punya masalah."

Jelita jadi kepikiran. Menyadari banyaknya yang berubah akan kehidupan di usia menuju kepala tiganya ini.

"Nay, kapan-kapan kita main ke rumah Bina, yuk? Kangen ngumpul bertiga.." ajak Jelita.

Nayna menaruh lipsticknya dengan cara sedikit membantingnya hingga suara pertemuan permukaan bawah lipstick dan meja cukup mengagetkan Jelita. "HAYUK!!! Mau banget, kalo bisa secepatnya!!!"

"Biasa aja dong, nggak usah bikin kaget!"

"Hehe," Nayna menjeda sebentar, "Selama lo healing di Bandung, gue kesepian banget. Tau sendiri gue nggak punya banyak temen selain lo sama Bina. Sampe akhirnya, gue tiba-tiba main sama orang yang paling mustahil buat akrab sama gue."

"Jangan bilang..."

"Yap, bener, Solwa! Gue sekarang deket sama dia alias nenek lampir musuh bebuyutan gue pas jaman SMA!"

"Kok bisa??" Jelita menatap penuh tanya.

"Kan bebeb gue ceesan parah sama lakinya Solwa. Diajak double date terus sampe surprisingly, kita akrab beneran. Solwa udah gak semenyebalkan pas jaman SMA."

"Wow... gue kudet banget kayaknya..."

"Gapapa-gapapa! Temen gue itu temen lo juga, nanti orangnya dateng ke sini terus gue bakal bikin dia akrab sama lo juga! Bakal ada Yoli sama Else, pokoknya bakalan gue kenalin ke lo semuanya!" Nayna excited sendiri.

Selanjutnya, percakapan didominasi seputar cerita Nayna dan calon tunangan kaya rayanya. Tentang Nayna yang dijemput ke Korea naik first class secara dadakan, Nayna yang nyaris disewakan MUA langganan artis papan atas hanya untuk dua jam acara lamaran, Nayna yang dibelikan sepuluh jenis sepatu di toko mewah anti abal-abalan, dan masih banyak lagi.

Cerita berencana bersambung tatkala salah seorang sanak saudara Nayna masuk ke kamar dan bilang bahwa acara akan segera dimulai dua puluh menit lagi. Jelita juga membantu Nayna memilih dari kesepuluh pasang sepatu perihal mana yang paling pantas dikombinasi dengan gaunnya sekarang ini.

Diam-diam, Jelita berbisik dalam hati.

Semoga kebahagiaan Nayna bisa berlangsung abadi. Semoga Nayna tak pernah lagi tersandung rintangan hidup yang berarti.

Semoga Nayna... tak mengecap kegagalan yang pernah dirinya alami, cukup Jelita yang merasakan sendiri.

Cukup Jelita.

Jelita sedang mengantri es podeng bersama Lyra, Yoli, dan Else tatkala barisan mobil-mobil mengkilap memasuki pekarangan rumah Nayna. Ketika diberi tahu keluarga pelamar sudah tiba, Jelita kira semuanya sudah langsung sekalian datang serempak. Rupanya baru beberapa paman dan bibi si pelamar yang sampai, tokoh utamanya belum menampakkan batang hidung.

"Well... another sultans is here." ujar Yoli singkat.

"Mereka keluarganya Sanca?" tanya Jelita.

"Yes. Keluarga Daraguna, satu dari keluarga kaya berpengaruh di Indonesia—mm, maybe not just Indonesia but also Asia."

"Asia Tenggara. Mereka nggak se-kaya itu buat nguasain semua Asia." koreksi Yoli pada Else.

"Kenyataanya mereka emang se-kaya ITU."

"Biasa aja."

"Alah, gengsi amat ngakuin keluarga mantan sendiri tajir."

Yoli melirik agak sinis, "Ngasal."

"Aduh... itu mobilnya merek apa, sih? Maklum, orang miskin taunya cuma Avanza sama Innova." mata Lyra menyipit dari jauh untuk meneliti mobil yang kini mesinnya mulai berhenti usai mendapat area parkir.

Ngomong-ngomong, Lyra nih salah satu kerabat Nayna—bukan saudara sih tapi sudah dekat sama Nayna dan keluarga sejak lama. Itu juga yang bikin Jelita kenal sama Lyra. Kalau Yoli dan Else, dua wanita yang seumuran dengan Jelita tersebut merupakan teman satu kelas Nayna semasa kuliah yang katanya baru dekat lagi akhir-akhir ini. Jelita pula baru mengenalnya hari ini.

"Merek Rolls Royce, anjir! Kayak punyanya Raffi Ahmad sama Hary Tanoesoedibjo."

Lyra masih bingung, "Apaan dah, baru pernah denger. Gak kenal Rolls Royce, kenalnya cuma kabel rolan sama royco."

Jelita tergelak ringan sementara Yoli dan Else tak menanggapi, sibuk menatap pintu mobil yang mulai terbuka satu per satu. Hal itu membuat antrian es podeng mereka terus diselak bocil komplek yang entah darimana ikut menikmati salah satu hidangan di acara pertunangan Nayna tersebut.

"They look expensive." kata Yoli, tak ingin menampik kenyataan meski salah satu di antara mereka terdapat orang yang malas dia lihat hari ini.

"Oke, Jelita, Lyra, karena kalian kayaknya clueless banget sama para sultan itu, gue akan berbaik hati memperkenalkan mereka." Else, yang bau-baunya bandar gosip itu menawarkan diri tanpa ada yang meminta.

"Yang pake black dress, yang keluar dari mobil putih itu namanya Tari, Utari Daraguna. Satu tahun di bawah Sanca, dia model yang pernah mewakili Indonesia buat fashion show di LA. Tari pernah juga jadi founder brand tas tapi nggak laku, sampe akhirnya dia sekarang sukses sama usaha gym-nya yang punya cabang dimana-mana." Jelita memandang wanita cantik bernama Tari tersebut yang raut wajahnya agak sedikit judas.

"Eh? Kok itu ada temen SMA gue, sih?" Lyra menunjuk lelaki yang keluar dari mobil yang sama dengan Tari.

"Tuh cowok namanya Edgar Daraguna, adeknya Tari. Emang seumuran sama lo, Ra. Edgar nih selebgram yang akhir tahun lalu debut jadi aktor film adaptasi novel Wattpad, dipilih karena tampangnya paling ganteng. Ujungnya malah actingnya kaku abis sampe dinyinyirin terus di base Twitter. Katanya sih sekarang ini masih ikut kelas mendalami acting, tapi, yah, orang kayak dia mah semisal nggak kerja pun bakalan tetep kaya tujuh turunan!"

"Gue baru tau, weh. Dia sama gengnya famous banget dulu pas SMA."

"Iyalah, orang ganteng dan beningnya kayak dilumurin pilok gitu?? Malah nih ya, pas Edgar dihujat gara-gara actingnya, dia punya kaum BIM yang belain setengah mampus sampe ada yang record video nangis sambil bilang; 'kamu boleh menghinaku tapi tidak dengan idolaku!' mantap nggak tuh???"

"Serem." komentar Jelita.

Kemudian, di mobil sebelahnya yang berwarna oranye—yang kayaknya onderdilnya sudah dicustom itu keluarlah seorang pria bermata sipit diikuti seorang wanita berkuncir setengah yang menggendong anak. Jelita duga, mereka merupakan keluarga kecil dari bagaimana mereka mengenakan pakaian bermotif sama. Tapi tunggu, motif apa itu? Seperti batik dengan perpaduan warna oranye dan hitam, namun Jelita tidak pernah melihat motif batik seperti itu sebelumnya.

"Baju mereka tuh konsepnya apaan, dah?" pertanyaan Jelita terwakilkan oleh Yoli.

"Motif macan. Noh liat aja anaknya, di sepatunya ada gambar muka macannya segala." jawab Else. "Yang pake kulot beige dan gendong anak perempuan itu namanya Salisha Daraguna, biasa dipanggil Chaca. Denger-denger, karir terakhirnya sebelum nikah itu dia sempet jadi pelatih trainee buat grup korehe gitu—K-pop, ceunah. Dia nikah muda karena gawangnya kebobolan. Itu, yang digendong adalah hasil dari benihnya Hamid, namanya Gloria Murya. Glory nih pernah nongol jadi model iklan makanan kucing—"

"Kenapa harus makanan kucing??? Padahal biasanya kan anak segede gitu jadi model iklan susu atau shampoo kek gitu."

"Karna mukanya mirip kucing." benar juga sih, matanya si Glory itu nurunin bapaknya yang sipit ala-ala invisible kalau sedang tertawa. "Beralih ke si kepala keluarga, Hamid Murya. Lo pada bertanya-tanya kenapa penampilan mereka macan-macanan gitu? Nah ini dia biang keroknya! Hamid nih maung lovers, maung addict, maung holic, or apalah itu namanya, pokoknya terobsesi banget sama maung things. Keknya kalo kita telanjangin, itu sampe sempak-sempaknya pun ada muka macannya."

"Harimau, Se, bukan macan." koreksi Yoli.

"Ya itulah pokoknya! Gak tau gue apa bedanya harimau sama macan, bunyinya sama-sama 'haumm' soalnya."

"Kalo bunyinya 'ha-haw yu laik det' ya bukan harimau namanya, tapi Blackpink." enteng Lyra, dia jadi ingat girlgroup koriya yang disukai Nayna. Kata Nayna, Lyra ini mirip sama salah satu personilnya yang namanya Lalisa.

"Lu nggak salah sih." respon Yoli sambil geleng-geleng kepala.

Sementara itu, Jelita menertawai dirinya sendiri yang mulanya mengira kalau warna oranye di mobil itu melambangkan pemiliknya adalah bagian dari jakmania. Eh taunya malah melambangkan hewan belang-belang yang habitatnya di hutan.

"Nah, ini dia brayy yang gue tunggu-tunggu. Si mantannya Yoli!" Else menyempatkan untuk menyenggol-nyenggol sisi bahu Yoli yang bikin wanita itu nampak risih seraya memutar bola mata malas. Bersamaan dengan tatapan yang tertuju pada pria berkemeja rapi—auranya khas direktur kantoran gitu, yang ternyata memang benar bahwa dia merupakan salah satu pemegang jawaban tertinggi perusahaan Keluarga Daraguna. "Yang tampangnya kayak tokoh manga itu, namanya Tobias Daraguna. Waktu pacaran dulu sih, Yoli manggilnya Oby—awh! sakit ege Yol!"

"Introduction-nya nggak usah bawa-bawa nama gue bisa nggak sih??"

"Nggak bisa. Kalian itu bagaikan upil dan bulu idung di mata gue."

"Menjijikan dong??"

"Saling terikat satu sama lain, maksudnya."

"Perumpaannya bagusan dikit, kek."

"Oke, ralat. Kalian itu bagaikan ketek dan rexona—awh! apa lagi sih, Yol?? Kan udah bagus itu!"

"Bagus your ass!"

"Thank you so much pujiannya. My ass emang very nice."

Yoli tepuk jidat sedangkan Jelita dan Lyra sudah terbahak sejak tadi. "Kok bisa orang begini gue temenin..."

"Mau pembuktian, gak? Gue perlu twerking sambil nyanyi smack my ass like a drum gak???"

"Boleh, tapi di masjid ngelakuinnya. Biar leher lo langsung dipiting sama Pak Ustad!"

"Jahat." bibir Else mencebik. "Kalo soal Tobias, informasi lebih lanjut tanyain ke Yoli aja ya. Udah khatam banget dia soalnya, dari mulai makanan kesukaan, kebiasaan, sampe ke ukuran kolornya pun Yoli tau. Yah, emang dua mantan ini diem-diem masih saling mencintai namun terpaut gengsi."

"Sotoy!"

Kemudian ada salah satu pria lain yang turun dari mobil yang sama dengan Tobias. Dia pakai kacamata hitam dan pakaiannya lebih santai. Kalau pakai celana pendek, mungkin sudah cocok untuk berjemur di pinggiran pantai.

"Saatnya gue balas dendam." Yoli menyeringai jahat, "Itu, yang kayak penyandang tuna netra alias pake kacamata item padahal silau aja enggak, namanya Yoyo Daraguna. Abangnya Tari sama Edgar, pernah jadi guest star di Materchef season 5 sama pernah jadi cameo di sinetron Diam Diam Suka pas bagian goyang dumang soalnya dia ngefans berat sama Cita Citata. Punya puluhan cabang restoran Mie Gincuan saingannya Mie Gacoan. Paling nggak punya malu di antara keluarganya soalnya pernah nembak Else di tengah-tengah tempat sembelih kurban. Pernah lari-larian mengitari empang cuma pake boxer monokurobo buat nyariin Else gara-gara pas abis ngewita tiba-tiba si Else ngilang gitu aja. Pernah confess di channel youtube—"

"STOP IT YOLI JUANCOKK!!!"

Else membekap mulut Yoli, telinganya memerah mendengar semua lugasan Yoli yang membuatnya malu. Biasalah, tipe-tipe orang yang suka ngeledek tapi pas diledekin balik mentalnya langsung depresot.

"OH MAI GOD! MY BABY SESE, IS DAT YU???"

Wajah Else seketika panik karena teriakannya ternyata sampai ke telinga Yoyo di seberang sana. Yoli kegirangan sebab inilah saatnya dia bisa menertawakan Else yang sebentar lagi akan dikejar-kejar budak cintanya tersebut.

"Dua tiga uban oma-oma, emang yang namanya jodoh gak bakal kemana!"

Setelah berpantun begitu, Yoyo melepas kacamata hitamnya yang ia serahkan asal pada Tobias yang untungnya cekatan menangkap lemparannya. Kedua adiknya alias Tari dan Edgar hanya bisa merotasikan bola mata malas akan kedramaan hidup abang mereka, mereka berlalu untuk masuk ke dalam rumah Nayna diikuti Tobias yang masih waras untuk tidak ikut menghampiri Yoli di sana.

"Yol! Yol! Ayo kita lari!"

"Lah kok ngajak-ngajak gue?!"

"Gara-gara elo dia jadi sadar ada gue!"

"Lo duluan—"

"Please, Yol! Terakhir kali gue ketemu dia, gue punya utang silaturahmi bibir! Nggak lucu kalo gue dicipok di sini. Dia bringas banget, Yol! Selang sedot WC kalah telak dibanding sedotan moncong dia!"

"T-tapi—"

"BABY SESE!"

"Run girl run!"

Dua-duanya lari beneran dengan keadaan tangan Yoli yang ditarik Else. Manaan si Yoyo ngejarnya sambil senyum-senyum terus pantatnya geal-geol. Kalo dikasih selendang, jadi dah tuh film India.

"Ly, tadi kenapa si yoyo-yoyo itu nyariin Else-nya sampe keliling empang, ya?" tanya Jelita random sepeninggal dua wanita yang tadi bersama mereka.

"Nggak tau. Padahal kan mukanya Mba Else nggak mirip spesies yang suka berkubang di empang."

Pesanan es mereka akhirnya jadi tatkala ada seseorang yang bertanya dengan suara melengking.

"Abang, ini es apa ya?"

Tadinya, si Abang mukanya rada asem soalnya kayaknya capek dikerubungi orang banyak. Tapi pas melihat wajah cantik Chaca Daraguna si pemilik tanya, wajah si Abang sok-sok pasang senyum ramah. "Es podeng, Teh.."

Suami Chaca yang disebut-sebut Else sebagai maung lovers itu ikutan bertanya, "Kenapa dinamain es podeng?? Padahal nggak ada tajem-tajemnya."

Semua krik-krik seketika. Tak terkecuali Jelita dan Lyra yang berpikir keras apa maksudnya.

Chaca terkekeh canggung sambil memukul kecil legan suaminya, "Itu pedang, Papa..."

"OHHHH......."

Hamid ngakak sendiri tatkala yang lain ber-oh ria. Baru anak satu aja jokes bapak-bapaknya udah begitu, gimana anak selusin.

"Gimana, sih, si Abang. Sesama bapak-bapak masa nggak ngerti??"

"A-anu.. hapunten, 'A, urang teh belum menikah. Baru swit sepentin tiga hari yang lalu..."

Hamid nampak paling syok dari semua yang juga syok, "Walah, itu muka kok sebelas dua belas sama isi ATM saya. Sama-sama boros."

"Papa..."

"Bercanda, Mama. Iya, kan, Bang?"

Si Abang iya-iyain aja biar cepet. Padahal sempat terpikirkan dukun mana yang akan dia datangi semisal kata-kata menyakitkan lain segera muncul dari mulut Hamid. Alhasil, Abang es pun sengaja memperbanyak kacang di atas es milik Hamid sembari berharap pria yang satu itu akan keseretan nanti.

"Bang, Abang mau saya kasih duit, nggak?"

"Uang untuk naon atuh, 'A?"

"Buat biaya bedah gerobak Abang."

"...."

"Saya pengen liat gerobak ini ada nuansa harimaunya. Saya udah terbiasa ngeliat yang harimau-harimau, pas liat gerobak Abang saya jadi gimanaaaa gitu." Hamid mengelus-elus dagunya seraya memperhatikan keseluruhan gerobak. "Polos banget. Kayak anak gadis yang belom pernah disentuh orang."

Baik Jelita dan Lyra mengira kalau Hamid hanya bercanda. Rupa-rupanya, kelar es podeng milik Hamid dan Chacha jadi, Hamid sungguhan meminta nomor rekening si Abang es baru legal tersebut kemudian mentransfer uang dengan nominal sepuluh juta rupiah hanya untuk reparasi gerobak dan menyulapnya jadi motif harimau seperti yang Hamid minta.

Yang bikin kaget lagi, saat Hamid berujar sebelum berlalu dari itu. Ujaran yang praktis membuat jiwa kemiskinan Lyra menjerit-jerit.

"Ma, tadi Papa liat di Blok C ada lapangan gede. Besok-besok kalo mau ke rumah Nayna kita naik heli ajalah, naik mobil macet."

Tentu saja heli yang dimaksud ialah helikopter bukan heli guk-guk-guk.

Tidak peduli berapa kali Jelita pernah melihat wajah calon tunangan Nayna, pikiran Jelita akan tetap sama—bagaikan pinang dibelah dua dengan salah satu artis ternama, mirip Irwansyah jaman masih muda dan berjaya.

Sebenarnya, tidak semirip itu bila tak diperhatikan secara seksama. Namun siang ini, Sanca yang berdiri gagah di ambang pintu rumah Nayna beserta deretan anggota keluarganya itu nampak semakin berkarisma dengan tatanan rambut disisir rapi keatas dipadukan kemeja gelap dan jam tangan rolex mengkilap.

Beberapa keluarga dan tamu undangan sempat dibuat takjub akan kehadiran Sanca, tak terkecuali Else dan Yoli yang tadi nyaris pulang karena mereka keringetan habis dikejar Yoyo.

Jelita berdiri di sudut kiri, kira-kira kalau dideskripsikan, semua undangan yang hadir membentuk litter U dimana pandangan berpusat ke arah pintu. Nayna tidak mengundang begitu banyak orang, dari sanak saudaranya hanya sekitar dua puluh orang dan sisanya diramaikan oleh teman dekat berserta keluarga Sanca yang agaknya berjumlah sedikit lebih banyak dari pihak keluarga Nayna sendiri.

Meski bersahabat lama dengan Nayna, Jelita tak begitu tahu banyak seputar Sanca. Nayna dan Sanca saling mengenal sejak SMA—sementara Jelita berbeda SMA dengan Nayna. Jelita, Bina, dan Nayna bersahabat ketika SMP, dipisahkan sebab Nayna secara mau tidak mau harus berakhir lanjut ke sekolah swasta karena nilainya yang tidak mampu mencapai rata-rata. Jadilah Nayna sendiri yang terpisah, Jelita dan Bina satu sekolah lagi di sekolah negeri yang sama.

Ketika hubungan Nayna dan Sanca sedang hangat-hangatnya, Jelita pula sibuk dengan hubungan pernikahannya sendiri. Maka dari itu, Jelita tak punya banyak kesempatan untuk mengenal Sanca lebih dalam. Hanya sebatas pernah menjadi nyamuk Nayna sekali ketika menonton film di bioskop. Tapi setidaknya walau begitu, Jelita sudah bisa menyimpulkan kalau Sanca adalah orang yang tepat untuk Nayna.

Jelita mengarahkan kamera ponselnya untuk mengabadikan beberapa momen di acara lamaran Nayna. Nayna terlihat begitu bahagia kala menyapa satu per satu keluarga Sanca. Mimik mukanya semakin sumringah ketika ia duduk bersampingan dengan Sanca—bahkan, pipinya memerah tatkala Jelita menangkap Sanca yang terus menerus memuji cantiknya Nayna secara berkali-kali.

Kini Jelita menyempatkan berfokus pada Sanca. Setiap memandang Nayna, sorot itu seolah bisa bicara banyak kata tentang arti cinta. Sorot yang membuat Nayna seolah orang paling berharga baginya.

Semua terasa lucu bila mengingat Nayna yang dulu acap merasa tak pantas dicinta malah menemukan orang yang bisa memberinya beragam kasih sayang tak terduga. Semakin lucu lagi Jelita yang dulunya merasa orang paling bahagia malah punya banyak kejadian naas tak terkira.

Membuktikan memang benar adanya pernyataan bahwa tak ada yang bisa menebak aturan semesta.

Barang kali Jelita musti berhenti membandingkan keadaan dirinya dengan Nayna beserta khidmatnya berlangsungnya acara ini yang bedanya sangat terbanting pada acara lamarannya dulu. Kendati begitu, alam bawah sadarnya berkata lain dan terus melakukannya.

Belum sampai pertengahan acara, Jelita mendapat panggilan telepon yang membuat suasana hatinya seketika berubah buruk.

Panggilan dari Viart, yang mengakatan kalau pria itu tengah dalam perjalanan menuju kemari. Bukan untuk menyusul Jelita, tapi untuk menjemput Jelita pulang sebelum waktunya.

Sebelumnya, dia ingat bahwasannya Viart sudah berpesan padanya untuk tidak berlama-lama sebab pria itu ingin menghabiskan waktu dengan Jelita hari ini. Namun haruskah dalam kondisi begini? Sama saja menghancurkan acara Jelita, Jelita bisa merasa tak punya muka untuk pulang sebelum terlihat hilal selesainya acara.

Tak punya banyak pilihan sebab Viart sejatinya tak suka penolakan dalam bentuk apapun, Jelita mulai bersiap untuk meninggalkan acara ini. Agaknya Jelita terpaksa untuk pamit lewat chat pada Nayna karena kondisi tak memungkinkan untuk Jelita menghampiri Nayna sekarang ini.

Kira-kira, jarak yang ditempuh Viart memerlukan waktu sekitar setengah jam ke sini. Makanya, Jelita masih punya waktu untuk berlama-lama—sampai disela menunggu Viart tiba, Jelita melihat kedatangan dua sejoli yang telah lama ia kenal.

Di sana Solwa dan Jehan baru datang. Solwa—si wanita jangkung yang kata Nayna sudah menjadi teman akrabnya sebab seringnya diajak double date lewat jalur pertemanan Sanca dan Jehan—itu nampak mengipas-ngipas wajahnya dengan jemarinya sendiri. Napasnya memburu bak habis dikejar anjing liar, dia beridiri di barisan paling belakang atas rasa tahu diri akan kedatangannya yang paling akhir. Sementara itu Jehan yang baru tiba langsung mencari kursi kosong dan mengangkutnya ke arah Solwa agar Solwa bisa duduk dengan tenang.

"Itu Solwa ga sih?"

Pertanyaan itu tertangkap telinga Jelita, berasal dari Else yang berkata pada Yoli.

"Iya, noh liat aja ada Jehan juga." balas Yoli santai.

"Katanya dia lagi isi ya? Badannya tetep bagus, gils, cuma buncit dikit doang." Else masih asik berbisik.

"Baru tiga bulan, cuy, maklum."

"Alah, liat aja sampe sembilan bulan juga tuh perut nggak akan segede gaban. Percaya sama gue!"

"Dikata Solwa hamil anak jin kali makanya itu perut ngga boleh melendung?" balas Yoli lagi tak habis pikir terhadap Else.

Bukannya ikut masuk ke pembicaraan, Jelita malah terbengong-bengong kala mendengar percakapan barusan.

Matanya praktis terarah menatap Jehan secara intens, pria yang rela berdiri demi sang istri karena tak ada lagi kesediaan kursi. Rambut yang entah kapan terakhir kali gondrong nyaris sebahu itu kini sudah dibabat rapi—menyisakan tatanan rambut ala pria dewasa seumurannya meski bagaimanapun, di mata Jelita, Jehan tetaplah Jehan yang punya beribu sifat konyol terpendam.

Pandangan mereka sempat bertemu sehingga Jelita perlu mengalihkan tatapannya ke arah lain—cukup malu bila ketahuan. Setelah beberapa menit, Jelita memberanikan untuk menatap Jehan lagi yang mulanya dia pikir sudah tidak ikut mengarahkan pandang padanya, tau-tau pria itu masih saja terang-terangan menatap Jelita tanpa ada malu seperti yang Jelita rasa.

Jehan mengulas senyum manis, tak ada rasa canggung sedikit pun. Otomatis Jelita pun membalas senyuman itu sebab tak ada alasan untuk berpura-pura menjadi orang asing di hadapan Jehan.

Jelita ingin sekali menghampiri Jehan dan melakukan perbincangan sebagai pelampias rasa rindunya selama ini, tapi Jelita ingat bahwa hal tersebut hanya akan membuatnya terlibat dalam sebuah masalah besar bila mendadak Viart menyaksikannya.

Jelita bisa dipermalukan, langsung diseret pulang jika Viart mendapati Jelita berani-berani berdekatan lagi dengan Jehan.

Viart akan sungguhan melakukannya.

—❦—

yang berbahagia karena abis tunangan ;

the daragunas ;

another 95s ;

Hamid Murya, suami maung lovers-nya Chaca Daraguna ;

Lyra, bukan sodara tapi kayak sodara sama Nayna ;

**

a/n :

‼️TARGET = 150+ votes, 300-400+ comments ‼️

(pasti bisa dong, chap ini 5k words loh hayu hargain diriku)

gimana sama chapter pertamanya guys???? seru gak????

udah dapet sneak peak yakan kalo lyra nih di MoM nanti bakalan jadi orank missqueen shay wkwkwkw nanti anak 95L, 96L, 97L bakalan lebih banyak yang muncul lagi hihii ikutin cerita ini terus ya!!

karena seperti biasanya, cerita aku bakalan banyak castnya wkwk kali ini aku kenalin seiring berjalannya cerita aja yaa, nggak kaya biasanya yang aku kenalin duluan. tapi tetep, fokus cerita ini bakalan ada di tiga orang di prolusio juga diwarnai dengan para cameo di sekitar mereka~~

i hope you guys enjoy this story TANPA perlu ngeskip-ngeskip bagian mana pun karna semua scene di cerita ini itu PENTING.

last, kayak yang udah aku bilang, ini bakalan saling berkaitan sama Mind of Mine jadi kuharap kalian juga masukin Mind of Mine ke library yaa, bakalan aku publish kalo chapter di sini udah sampe belasan. makasih banyak buat yang udah baca dan votment. have a great days, Prudentirals!❤️

Jakarta, December 4th 2021

Continue Reading

You'll Also Like

50.9K 6.6K 42
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
80.7K 7.7K 21
Romance story🀍 Ada moment ada cerita GxG
54.8K 8.5K 52
Rahasia dibalik semuanya
826K 87.3K 58
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...