Raiden. (SUDAH TERBIT)

By auraagsnnda_

6.2M 639K 82.6K

"Gengsi dan cinta di waktu yang sama." Bagaimana rasa nya di posisi seorang Alena Darendra, menjadi satu-sat... More

PROLOG.
Raiden-chapter 1
Raiden-chapter 2
Raiden-chapter 3
Raiden-chapter 4
Raiden-chapter 5
Raiden-chapter 6
Raiden-chapter 7
Raiden-chapter 8
Raiden-chapter 9
Raiden-chapter 10
Raiden-chapter 11
CAST☁️
Raiden-chapter 12
Raiden- chapter 13
Raiden-chapter 14
Raiden-chapter 15
Raiden-chapter 16
Raiden-chapter 17
Raiden-chapter 18
Raiden-chapter 19
Raiden-chapter 20
Raiden-chapter 21
Raiden-chapter 22
Raiden-chapter 23
Raiden-chapter 24
Raiden-chapter 25
Raiden-chapter 26
Raiden-chapter 27
Raiden-chapter 28
Raiden-chapter 29
Raiden-chapter 30
Raiden-chapter 31
Raiden-chapter 32
Raiden-chapter 33
Raiden-chapter 34
Raiden-chapter 36
Raiden-chapter 37
Raiden-chapter 38
Raiden-chapter 39
Raiden-chapter 40
Raiden-chapter 41
Raiden-chapter 42
Raiden-chapter 43
Raiden-chapter 44
Raiden-chapter 45
Raiden-chapter 46
Raiden-chapter 47
Raiden-chapter 48
Raiden-chapter 49
Raiden-chapter 50
Raiden-chapter 51
Raiden-chapter 52
Raiden-chapter 53
Raiden-chapter 54
Raiden-chapter 55
Raiden-chapter 56
Raiden-chapter 57
SELESAI
VOTE COVER🐥
RAIDEN PRE-ORDER

Raiden-chapter 35

84.3K 9.6K 1.3K
By auraagsnnda_

Hello☄️

•••

Happy reading.

Cahaya matahari masuk kedalam celah jendela kamar seorang gadis yang masih berada di alam mimpinya. Mungkin karena pelukkan nyaman seseorang semalam bisa membuat Alena tidur senyaman ini.

Gadis itu perlahan membuka kedua mata lalu mengerjap pelan, namun ada terdengar langkah seseorang masuk kedalam kamarnya Alena dengan cepat kembali memejamkan mata.

Itu Geno Ayahnya, pria itu duduk ditepi ranjang sang anak mengusap kepala Alena penuh kasih sayang. "Maaf kalo Ayah egois, tapi ini demi kebaikan kita semua. Ayah yakin Arabella bisa menyembuhkan luka dihati kita semua."

Arabella? Batin Alena.

"Bunda tidak pernah hilang dihati ayah sayang, jangan pernah mengira ini hanya demi kesenangan ayah sendiri. Ayah ingin mengobati luka dihati anak-anak Ayah." Geno terus-menerus mengusap kepala Alena bahkan setetes air matanya telah lolos membasahi pipi pria tua itu.

Alena dengan sekuat tenaga menahan tangis. Perkataan Ayahnya begitu sangat terlihat jelas betapa dalam luka hati Ayahnya atas kepergian Bundanya.

Ya, Alena tidak mau egois demi kebahagian Ayahnya ia harus mengikhlaskan Ayahnya untuk kembali membuka hati mengobati luka itu.

Geno mencium pelipis Alena lama. "Anak Ayah jangan nangis lagi. Alena jangan salahin diri Alena lagi, ini sudah skenario Tuhan sayang. Kita coba sama-sama untuk ikhlaskan Bunda biar Bunda Alena tenang disana." Lirih Geno masih mencium pelipis Alena bahkan air matanya turun membasahi wajah Alena.

Pria itu beranjak pergi meninggalkan kamar Alena. Dan gadis itu kembali menangis.

Alena mengatur deru nafas, menghapus jejak air mata yang sudah membengkak 'kan kedua mata indah nya.

"Alena ayo bisa, jangan nangis, jangan nangis!" Gadis itu berusaha meyakinkan dirinya.

"Kasian Bunda kalo semuanya sedih terus." Gadis itu menghapus air mata dengan kasar. "Tenang aja Alena suatu hari nanti aku pasti bisa ketemu sama Bunda lagi." Gadis itu meyakinkan diri.

Dengan perasaan yang lebih tenang Alena beranjak dari kasur segera membersihkan diri karena harus berangkat kesekolah.

°°°

Dimeja ruang makan terdapat semua sudah berkumpul sedang melakukan sarapan. Raiden, lelaki itu dengan wajah datar duduk bersebelahan dengan gadisnya.

Hanya dentingan sendok yang terdengar. Tidak ada pembicaraan seperti biasa bahkan lontaran candaan. Alena tidak suka situasi ini. Semuanya terasa begitu asing.

Bahkan Samudra pun lelaki itu yang biasanya paling berisik kini membungkam mulut.

Sampai suara bariton Geno mengalih perhatian para semua remaja itu.

"Nanti malam Ayah akan mempertemukan kalian dengan Arabella. Calon istri Ayah."

"Secepat itu?" Sinis Devan.

"Lebih cepat lebih baik. Dia akan Ayah undang untuk makan malam bersama. Raiden ajak Ayah dan Bunda kamu untuk datang nanti malam."

Dengan raut wajah datar Raiden mengganguk kepala. Dibawah meja, Alena dengan erat menggengam tangan lelaki itu. Raiden mengelus tangan gadis itu guna menenangkan perasaannya.

"Alena udah selesai." Gadis itu beranjak dari duduk. Dengan keberanian Alena mendekat pada Geno menyalami Ayahnya menahan air mata itu kembali untuk turun.

"Hati-hati, semangat belajar anak Ayah." Alena menarik sudut bibir paksa untuk tersenyum.

Lalu ia beralih menyalami Devan memeluk lelaki itu erat. "Alena berangkat sekolah dulu, abang jangan kecapekan lagi kerjanya."

Devan membalas pelukkan sang adik tak kalah erat. "Iya, jangan nangis lagi jadi jelek."

Alena mendengus lalu beralih menarik tangan Samudra. Padahal lelaki itu sudah mengangkat tangan pertanda Alena untuk memeluknya.

"Abang juga sekolah ayo! Bentar lagi mau lulus juga," ucap gadis itu menarik tangan Samudra.

"Gak romantis lo sama gue." Decak nya.

"Ayo berangkat!" Deru Alena.

°°°

Didalam kelas, Alena sedang menatap ke arah luar jendela, wajah gadis itu terlihat sendu. Pikiranya sedang kosong sekarang.

"Alena lo kenapa?" Bisik Dira pelan, karena didepan ada seorang guru yang sedang menjelaskan.

Gadis itu menggeleng dengan tersenyum. "Gak kenapa-kenapa kok."

"Lo gak bisa bohongin gue Al."

Alena menghembus nafas pelan. "Nanti aku ceritain."

Dira mengganguk paham ia mengusap bahu sahabatnya yang terlihat sedang tidak baik-baik saja. Setahu Dira Ayah Alena sudah pulang ke indonesia mengapa Alena terlihat sedih? Biasanya gadis ini selalu ceria bahkan sangat aktif. Mungkin setelah Alena cerita nanti ia akan tahu apa penyebab kemurungan sahabatnya ini.

Bunda sedih gak ya kalo Ayah nikah lagi? Batin Alena.

Kalo Bunda nangis disana gimana? Yang hapus air mata Bunda siapa? Semoga aja Bunda gak lihat. Lirih gadis itu.

°°°

Di perpustakaan sekolah sekarang lah Alena dan para sahabatnya berada. Suasana terlihat sangat sepi karena hanya ada mereka saja didalam perpustakaan.

"Ada yang mau coba lo ceritain sesuatu ke kita?" Tanya Rella.

Alena mengganguk pelan. "Ada," ucapnya pelan.

"Kita sahabatan Al kita dengerin cerita lo bukan hanya sekedar ingin tahu lalu pergi. Kita pasti bantuin lo saat lo sedih. Gue gak biasa liat wajah murung lo kaya tadi pagi," ucap Dira menggengam kedua tangan Alena.

"Kita bukan orang asing bagi lo kan? Apa lo butuh waktu buat cerita? Kalo belom siap gak papa kok, kita bisa selalu buat lo happy aja biar gak sedih lagi." Imbuh Ghea mengusap pelan bahu Alena.

"Aku percaya kok sama kalian. Ayah aku udah pulang ke indonesia, kalian biasa liat wajah aku pasti seneng banget kan kalo Ayah aku pulang? Kenapa sekarang enggak, soalnya Ayah bawa berita bahagia untuk dirinya sendiri tapi aku enggak."

"Ayah mau nikah lagi." Lanjut Alena lirih.

"Om Geno nikah lagi?"

Alena mengganguk seraya tersenyum. "Iya, aku mau ikhlas tapi gak bisa. Tapi aku juga gak boleh egois Ayah keliatan sedih banget kehilangan Bunda, itu juga karena aku kan? Jadi aku harus ikhlas semoga Ayah bisa bahagia lagi."

Dira memeluk Alena kencang. "Berhenti salahin diri lo sendiri Alena."

"Tapi itu semua kenyataan dira." Lirih Alena kembali meloloskan air mata.

Dira melepas pelukkan menangkup wajah Alena. Menghapus jejak air mata di pipi basah sahabatnya.

"Dengan cara salahin diri sendiri itu gak bisa buat lo sembuh Al, luka yang lo berusaha untuk tutup itu gak akan bisa hilang kalau lo terus-menerus membuat lobang luka itu sendiri." Ujar Dira memegang erat kedua bahu Alena.

"Ikhlasin Bunda lo biar bisa tenang disana, suatu waktu nanti, lo pasti ketemu sama Bunda Azine pasti ada saatnya." Lanjut Dira menenangkan Alena.

Alena kembali menangis, betapa beruntungnya dirinya bisa memiliki sahabat yang begitu baik dengannya.

"Makasih, Aku pasti bisa ikhlasin Bunda. Aku yakinin diri aku suatu saat pasti bisa liat Bunda lagi." Gadis itu menghapus air mata dengan kasar dan menarik bibir tersenyum.

Dira kembali memeluk Alena diikuti Ghea dan Rella. Sekarang mereka seperti teletabis yang sedang berpelukan.

"Aaaa gak boleh sedih-sedih lagi yaa!!" Teriak Rella. Lalu mereka melepas pelukkan itu.

"Em Al, lo udah pernah ketemu sama calon istri Ayah lo?" Tanya Ghea.

"Belum nanti malem kata Ayah," jawab Alena.

"Semoga aja orangnya baik yah, kita pasti doain selalu yang terbaik deh buat lo. Kalo calon istri Ayah lo jahat siap-siap aja kita labrak!" Ucap Rella semangat.

Alena tertawa pelan. "Hahah iya, semoga aja ya. Udah yuk balik kekelas!"

"Ayo!"

°°°

Jam menunjuk pukul 15.00 suara bell pulang sekolah pun berbunyi. Artinya jam pelajaran telah usai dan semua murid bersiap untuk pulang kerumah masing-masing.

Para murid berderu-deru untuk segera pulang, berbagai jenis motor pun keluar dari gerbang SMA Galantri.

Salah satunya, motor milik pemuda bernama Raiden Geordino yang jok motornya sudah diisi oleh seseorang. Kalian sudah tidak bisa untuk duduk disitu. Hanya Alena Darendra seorang yang bisa.

Dengan tangan melingkar diperut lelaki itu Alena menikmati perjalanan pulang dengan angin sore yang menerpa kulit wajahnya.

Walau perasaannya kini terasa tidak nyaman, karena malam nanti ia akan bertemu dengan seseorang yang akan tinggal seatap dengannya.

Alena berdoa pada semesta semoga kehidupannya tidak seperti dengan drama-drama kehidupan serial televisi.

Memiliki ibu tiri yang jahat.

°°°

Setelah mengantar dirinya tadi, Raiden lelaki itu langsung pulang kerumahnya dan kembali malam nanti bersamaan dengan Bunda nadin dan Ayah Askara untuk menghadiri acara makan malam pertemuan calon istri Geno-- Ayah Alena.

Alena menghembus nafas kasar. "Semoga dengan ini luka dihati bang Devan sama Ayah bisa terobati."

Lalu gadis itu masuk kedalam kamar mandi segera bersiap-siap. Acara makan malam akan dimulai pukul 7 malam nanti. Sekarang sudah pukul 6 sore.

°°°

Malam ini Alena menggunakan dress putih, gadis itu berjalan menuruni tangga. Dimeja makan rumahnya kini sudah dipenuhi dengan berbagai jenis makanan hasil masakan bi marti dan bi sira.

Alena duduk diatas sofa menghembus nafas pelan. Ayahnya belum pulang dari kantor katanya akan bersamaan dengan Arabella. Calon dari yang akan mengisi hati Ayahnya nanti.

Samudra dan Devan bersamaan turun dari tangga keduanya berjalan menghampiri Alena. Dan duduk diantara gadis itu.

"Lo berdua udah restuin?" Tanya Samudra.

"Aku belum tau," lirih Alena.

"Kalo Alena belum siap abang bisa beli rumah, biar kita gak disini lagi." Devan kini menatap sang adik serius.

Alena menggeleng kepala cepat. "Enggak, aku gak mau tinggalin Ayah."

Devan menghembus nafas kasar. "Yaudah, ikutin alur aja," pasrah nya.

Tin tin

Suara klakson mobil terdengar. Bi marti segera membuka pintu.

Ternyata itu Raiden bersama kedua orang tuanya. Alena menghampiri keluarga itu dan menyalami Bunda Nadin dan Ayah Askara dengan sopan.

"Cantiknya anak Ayah." Puji Askara mengusap kepala Alena. Raiden mendegus malas mendengarnya.

Alena tersenyum menunjukkan senyum manisnya. "Makasih Ayah Askara."

Kini semua telah duduk di kursi meja makan masing-masing, terlihat dua kursi masih kosong, itu pertanda mereka sedang menunggu dua orang lagi.

Alena duduk bersebelahan dengan Raiden dan disebelahnya terdapat Bunda Nadin yang sedari tadi tak berhenti mengusap punggung tangannya.

Askara berbincang asik pada Devan dan juga Samudra mungkin membahas persoalan kantor. Hebat juga Samudra, padahal dirinya masih menginjak kelas 12 SMA tapi telah banyak mempelajari tentang perusahaan.

Asik berbincang hingga semuanya tidak menyadari atas kehadiran dua insan yang telah masuk kedalam rumah. "Assalamualaikum." Ucapnya serempak.

Alena yang sedang menunduk pun mengangkat pandangan. Menolehkan kepala pada asal sumber suara, manik matanya bertemu dengan manik mata seorang wanita tepat berada disebelah Ayahnya, yang memiliki bola mata cokelat sama seperti dengan dirinya.

Alena menahan nafas gugup dikala Ayahnya bersamaan wanita disebelahnya itu berjalan semakin mendekat.

"Terimakasih Askara, Nadin. Sudah hadir untuk makan malam hari ini," ucap Geno seraya duduk disebuah kursi diikuti oleh wanita bergaun putih bermotif bunga itu.

"Santai saja." Jawab Askara.

Geno mempersilakan semuanya untuk makan terlebih dahulu. Arabella zaindidya, seorang wanita berumur 30 tahun dia seorang pemilik sebuah toko kue dan juga kedai es krim yang begitu terkenal dikalangan ibu kota. Dan Ayahnya seorang sutradara film layar lebar. Yang sangat terkenal.

Wanita itu dengan hazel mata cokelat miliknya yang sama seperti Alena. Dan wajah yang terlihat sangat cantik dan anggun menambah kesan elegan dari dalam dirinya.

Geno berdehem pelan, kini ia harus memulai membahas persoalan ini.

"Dia, Arabella Zaindidya. Yang akan berperan sebagai ibu untuk anak-anak
saya sebentar lagi. Bukan berarti saya menghianati almarhum istri saya Azine, dia adalah seorang ibu yang sangat baik untuk anak-anak saya dan berperan sebagai istri yang baik untuk saya. Terpaksa Azine berhenti melaksanakan tugas itu karena Tuhan lebih menyayanginya dan membawanya pergi. Tetapi semua sudah rencana Tuhan dan kembali mengirimkan seseorang yang berhati baik untuk kita."

"Arabella Zaindidya, yang akan menikah dengan Ayah."

Alena beranjak dari kursi lalu berlari begitu saja. Alena merasa gagal padahal tadi sudah berjanji untuk tidak menangis dan egois. Tetapi rasa sesak dan sakit itu selalu datang dihatinya.

Alena selalu membayangkan dirinya berperan menjadi Bundanya yang disakiti karena lelaki yang ia cintai menikah dengan wanita lain.

Alena berlari kearah taman belakang rumahnya. Mencoba menenangkan diri disana ditemani angin malam yang sejuk, serta hamparan bintang yang indah.

Raiden hendak beranjak dari duduk segera untuk mengejar Alena, namun pergerakannya terhenti dikala Arabella juga bangkit dari duduknya. "Biar aku coba bicara dengan Alena. Dia masih remaja perasaan nya mudah tersentuh, mengikhlaskan seorang ibu itu tidak mudah, aku paham." Lalu Bella dengan perlahan melangkah kearah dimana Alena pergi.

Dengan senyum lembut Bella melangkah mendekat kearah gadis yang tengah menunduk kepala menangis. Matanya kembali berkaca-kaca karena gadis ini, Bella menjadi teringat betapa terpuruk dirinya dulu karena kepergian ibunya.

Bella tahu rasa sakit kehilangan seseorang yang kita sayang dan berperan penting dalam kehidupan kita, memang sangat sulit untuk dilupakan. Apalagi seorang ibu yang telah melahirkan kita ke dunia ini.

"Alena?" Bella mendudukan diri disamping gadis itu.

Alena segera menghapus air matanya kasar, memandang Bella tanpa ekspresi. "Tante, kenapa kesini?"

"Kenapa tadi Alena lari?" Tanya Bella lembut.

Alena memalingkan wajah lalu kembali menyentak kasar air mata yang kembali meluruh. Mengapa suaranya begitu sama dengan Bundanya? Alena merasakan dirinya sedang berdekatan dengan Azine Almarhum Bundanya.

"Tante tau Alena pasti belum ikhlas Ayah Alena menikah lagi kan? Semua manusia butuh waktu untuk menyembuhkan luka didalam hatinya. Tapi kalau terus-terusan luka itu semakin menyakitkan, apakah kita tidak membutuhkan orang lain untuk menyembuhkan luka itu?"

"Orang baru tidak akan pernah ada yang sama dengan orang lama. Setiap orang memiliki sifat yang berbeda kan? Kalau Alena terus-terusan mencari karakteristik seperti orang lama kapan lukanya mau sembuh?"

"Alena harus ikhlasin Bunda Alena. Kalo Bunda Azine tau Alena nangis terus Bunda Alena disana nanti ikut sedih juga. Tante aja bisa ikhlasin ibu Tante soalnya kata papa tante Bella, kalo nangis terus ibu tante juga ikut nangis," ucap Bella seolah berbicara dengan anak kecil.

Selama Bella berbicara Alena tidak beralih sedikit pun dari wajah cantik Arabella. Wanita ini meskipun sudah berumur 30 tahun namun wajah nya sangat menolak tua. Terlihat sangat muda.

Alena tersenyum tipis dikala Bella mengusap jemarinya pelan. Dengan keberanian Alena bertanya. "Tante udah pernah nikah? Kaya Ayah?"

Bella menggeleng sebagai jawaban. "Belum, Ayah kamu lelaki pertama yang buat tante berani kejenjang lebih serius."

"Bingung kan? Umur tante sudah 30 tahun tapi baru nikah sekarang. Karena tante dulu tidak berani untuk membuka diri, dan tante bertemu Geno Ayah kamu ditoko kue tante, karena tante ngerasa Ayah kamu satu-satunya lelaki yang tante bisa ngerasain rasa nyaman."

"Dan kita bisa dibilang LDR indonesia-singapore? Tante tau Ayah kamu orang yang sangat sibuk."

"Semakin hari kita semakin dekat, dan suatu saat dimana Ayah kamu berani membuat satu keputusan untuk melamar tante."

"Ayah kamu jujur, dia sudah menceritakan semuanya sama tante. Dan tante menerima dengan sepenuh hati semua kekurangan dan kelebihan Ayah kamu."

Rasanya pemikiran Alena tentang dirinya yang akan mendapat ibu tiri seperti serial televisi sangat salah. Tidak semua apa yang dirasakan oleh banyak orang akan sama seperti dirinya.

"Semoga tante Bella orang baik. Dan bisa sembuhkan luka dihati Ayah. Alena seneng kalo Ayah bisa kembali dan bangkit dari keterpurukannya." Ujar Alena seraya tersenyum tipis.

"Tante akan tunggu dimana waktunya Alena sama bang Devan udah siap untuk nerima tante," ucap Bella memegang kedua pundak Alena. Dibalas anggukan serta senyum tipis gadis itu.

Alena mungkin butuh waktu, untuk menerima orang baru yang akan mempengaruhi seluruh kehidupannya nanti.

Semoga semesta memberikan yang terbaik.

•••

See you the next chapter.

Gimana sama part ini?

Sebentar lagi 1 M readers semoga bisa ya<3 terimakasih yang sudah baca cerita aku.

<333!!!

Continue Reading

You'll Also Like

2.9M 167K 40
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
351K 43.4K 33
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...
3.2M 266K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
477K 5.3K 6
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANG🤭 Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...