Mr. Naim [ jaemren ]

By im_shke

61.9K 5.5K 624

"Pertemuan sesaat yang berakhir bencana." *continuation of one-shot [Never The End, Darling] in chapter 3, pa... More

I : Explosion
III : Dinner
IV : Struggle
V : Lunch
VI : Church
VII : Corpse
VIII : Candle
IX : Mr. Naim
X : Kiss
XI : Stupid

II : Perpetrator

6.2K 666 79
By im_shke

"Pada tanggal 9 Februari lalu, gedung SMA xxx terbakar hangus di dalam kobaran api yang tiba-tiba muncul dari dalam."

"Peristiwa ini membuat semua orang di dalamnya termasuk guru, para murid, tak terkecuali tukang kebun dan petugas sekolah tewas dengan luka bakar yang parah dan beberapa dengan tubuh yang sudah hangus, hanya sedikit yang dapat terselamatkan dari bencana itu."

"Setelah diselidiki lebih lanjut, kami mendapatkan saksi yang melihat langsung ledakan api muncul saat kebetulan berada di luar area sekolah,"

"Tidak ada yang memicu api ini muncul, ledakan besar terjadi secara tiba-tiba, para polisi yakin jika kejadian ini terjadi dengan disengaja oleh si pelaku."

"Selain api yang tidak biasa, para saksi dan orang luar juga mendengar suara ledakan yang sangat keras sebelum sekolah terbakar, hal ini juga diyakini dengan pelaku yang sengaja meletakkan beberapa bom di setiap sudut dalam sekolah."

"Masih tidak diketahui apa tujuan dan motif sang pelaku, pihak kepolisian masih menyelidiki kasus ini sampai sekarang ...."



Pip-



Televisi yang menampilkan berita dengan reporter wanita kini layarnya menjadi hitam padam setelah remotnya ditemukan.

"Huft, aku tidak ingin mendengarnya lagi." Ucap pemuda dengan kulit tan yang eksotis bersandar pada sofa.

Teman yang menjadi tamunya hari ini sedang membawakan dua cangkir teh hitam untuk mereka berdua, pria tan itu segera menyadari saat indra penciumannya menangkap aroma teh yang memenuhi ruang tamu.

Tuan rumah menyesap duluan tehnya, meninggalkan tanda pada bibir cangkir. "Mereka masih belum menemukan penjahatnya, bukankah itu berarti kondisi sekarang ini sangat tidak aman? Bagaimana orang-orang dapat keluar rumah dengan bebas jika pembunuh itu masih berkeliaran? Bisa saja 'kan orang itu sedang berada di dekat kita." Ujarnya panjang lebar, pria lain di sana meletakkan cangkirnya perlahan dan berkata,

"Kumohon jangan memperburuk suasana."

"Aku hanya memperingatimu." Sang empu melipat kedua tangannya, memperhatikan sang teman yang mulai tidak nyaman dengan topik saat ini.

Renjun hanya diam sambil memainkan teh di dalam cangkir, sedangkan pria tan masih menatapnya lekat.
"Apakah kau tidak kepikiran sama sekali? Kau 'kan salah satu murid di sana." Ucapnya tiba-tiba.

"Syukurlah hidupmu tidak berakhir saat itu juga." Lanjutnya sedikit terkekeh seolah ada unsur jenaka yang terkandung pada ucapannya barusan.

Renjun lebih banyak diam akhir-akhir ini, lebih tepatnya saat ledakan itu, dia masih menyimpan memori itu dengan jelas.

"Oh ya, bagaimana kau bisa lolos dari ledakan itu? Bukankah saat itu jam istirahat? Harusnya kau berada di kantin 'kan?"

Renjun terdiam lagi, tak lama kedua alisnya bertautan, memasang ekspresi bingung.

"Lee Haechan, jangan bilang sekarang kau sedang mencurigaiku?"

Haechan segera menampilkan wajah cemberutnya. "Apa-apaan sih, aku 'kan cuma bertanya."

"Lagi pula aku hanya seorang anak SMA, mana mungkin dapat menyebabkan hal gila seperti itu." Dengus Renjun menutup kedua matanya dengan alis yang tajam.

"Aku juga anak SMA."

Samar-samar Renjun mendengar Haechan mengatakan sesuatu, tapi dia tidak mendengarnya begitu jelas.

"Apa ...?"

"Ada apa di kulkas? Siapa tahu aku dapat membuat hal yang lezat dengan bahan-bahan seadanya." Haechan berdiri, berkacak pinggang melihat ke arah Renjun.

Lagi-lagi Renjun memasang ekspresi wajah kebingungan. "Kenapa tanya padaku ...? Ini 'kan apartemenmu."

"HAHAHAHAHA."

Seketika tawa Haechan meledak. Renjun tidak mengerti, apakah ada hal yang sangat lucu? Atau temannya ini sedang gangguan mental?

"Apa sih? Bikin merinding saja."

-

"Haechan, di mana toilet?" Renjun berjalan ke arah dapur, menghampiri Haechan yang sedang menyiapkan makan malam.

"Di sebelah sana."

Sang empu menunjuk satu ruangan kecil dengan pintu putih yang kusam, tak ada penerangan di bagian lorong itu.

Membuat Renjun sedikit ragu, dia tidak tahu kenapa dia seperti ini.

"Di sana ...?" Tanyanya memastikan.

Haechan menoleh pada temannya, meletakkan spatula dan tersenyum aneh. "Kenapa? Kau cemas aku menyimpan mayat di sana?"

Renjun terdiam, kenapa Haechan mengatakan itu? Dan untuk apa dia tersenyum?

"Pft, bercanda~"

Melihat Renjun yang panik dan ketakutan membuatnya terkekeh, dia kembali mengaduk masakannya.

Renjun seketika menatap datar pada pria berkulit tan itu, dia tidak percaya selera humor Haechan sangat aneh.

Manik matanya beralih pada kamar mandi itu, dia melangkah mendekati pintu, tapi suara Haechan menghentikan gerakannya.

"Ah, tunggu sebentar."

"Ada apa?" Renjun berbalik mendapati pemuda Lee sedang melepaskan celemek yang mengikat di pinggangnya. Pria itu menghampirinya.

"Jangan masuk, aku lupa kalau keran airnya rusak, kau pakai kamar mandi yang ada di kamarku saja." Ucap Haechan sambil menggaruk tengkuk lehernya.

"Oh, aku bisa gunakan air dingin."

"Tidak baik mandi air dingin di cuaca seperti ini, bagaimana jika kau sakit? Aku tidak akan mengurusmu."

'Tidak biasanya dia khawatir seperti ini? Aku jadi penasaran ....'

"Kamar mandi di mana pun 'kan sama saja, aku sudah membersihkannya, jadi tenang saja~"

Haechan mendorong punggung sempit Renjun menjauh dari dapur, mempersilakan kamar mandi miliknya digunakan sesuka hati.

"Ukh, jangan dorong aku."

Haechan mendorong pemuda itu ke dalam kamar mandinya, padahal dia tidak perlu melakukan itu.

"Nanti aku akan memanggil tukang untuk memperbaikinya~" Itu ucapannya terakhir kali sebelum menutup pintu.

Setelah keadaan benar-benar hening menandakan Haechan sudah keluar dari kamar, Renjun menanggalkan pakaiannya. Dia menyalakan keran air dalam suhu 38 derajat celsius, cukup hangat hingga meninggalkan banyak embun. Dia membasahi rambut, membiarkan air mengalir hingga ujung kakinya. Semerbak sabun memenuhi ruangan itu dan indra penciumannya. Busa yang berlimpah membuatnya harus berhati-hati dalam melangkah.

Ah, dia baru saja menyadari. Bahwa dia lupa membawa baju ganti. Keran air dibiarkan menyala, dia berjalan menuju pintu dengan handuk putih melingkar di pinggangnya.

Tapi anehnya, dia tidak dapat membuka kenopnya.

Berusaha bersikap tenang, dia hanya berpikir 'Oh, mungkin saja karena tanganku licin.'

Dan dia memutuskan untuk mencari baju ganti setelah mandi.

Beberapa lama hingga kulit itu sepenuhnya menghangat Renjun meraih handuk bersih dan mengeringkan tubuhnya sebentar, setelah itu dia mencoba kembali membuka kenop itu.

Sesuai dugaannya, pintu ini tidak dikunci.

Renjun membuang napasnya lega, hampir saja dia berpikir Haechan sedang menjahilinya.

Pintu itu terbuka, tapi betapa terkejutnya dia saat Haechan, pria itu, berada di depannya.

"Se-Sedang apa?" Apa mungkin Haechan benar-benar menjahilinya? Dia benar-benar kaget hingga jantungnya ingin lepas, untung saja dia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.

"Apa? Kau tidak bawa pakaian 'kan? Dasar bodoh, ini." Haechan memberikan beberapa potong baju dan celana pendek, serta pakaian dalam.

"Kau 'kan tidak perlu memberikannya langsung, letakan saja di depan pintu."

"Bagaimana kalau nanti kau jadikan alas kaki? Hanya ini baju yang bisa kupinjamkan padamu."

Renjun menerima potongan kain itu. "Kenapa? Apa pakaian di lemarimu cuma beberapa lembar saja?"

"Ck, ukuranku 'kan berbeda jauh denganmu, kalau mau pakai saja celanaku ini, akan kujamin bokongmu akan terpampang dengan jelas." Ucap Haechan dengan nada kesalnya, Renjun hanya tersenyum kecil menanggapinya.

"Sepertinya kau nyaman hanya memakai handuk saja, tampaknya baju ini tidak diperlukan." Haechan mengambil kembali pakaiannya.

Tapi dengan sigap Renjun merebutnya. "Eh, berikan padaku."

Karena Renjun akan mengganti bajunya, Haechan pergi membuka pintu.

"Aku mau pergi sebentar, makan malam sudah kusiapkan di meja." Begitu katanya sebelum pintu benar-benar menutup.

Jika diingat-ingat lagi, Haechan adalah satu-satu temannya di kota ini. Bagaimana bisa dia memiliki teman? Bahkan belum sehari tapi sekolahnya sudah hangus terbakar. Ah, dia punya, laki-laki yang duduk bersamanya hari itu, baru saja mereka akan menjadi teman, tapi dia sudah meninggal duluan karena insiden yang tidak terduga.

Jika saja saat itu dia tidak menyuruhnya pergi ke gudang, mungkin saja Renjun akan bernasip sama.

Dia ingin sekali menganggap bahwa temannya itu masih hidup, tapi data-data siswa yang selamat memberitahu segalanya. Nama Na Jaemin tidak tertulis di sana.

To be continued.

Continue Reading

You'll Also Like

94.9K 12K 37
Jake, dia adalah seorang profesional player mendadak melemah ketika mengetahui jika dirinya adalah seorang omega. Demi membuatnya bangkit, Jake harus...
725K 58.3K 63
Kisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu ba...
797K 58.5K 53
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...
87.4K 9.5K 29
"Tunggu perang selesai, maka semuanya akan kembali ketempat semula". . "Tak akan kubiarkan kalian terluka sekalipun aku harus bermandikan darah, kali...