Pak Linggar

By rammdinn

1.7M 141K 1.5K

[TAMAT] cerita ini santai minim konflik untuk penghilang penat:) *** Rheta Amanita L, mahasiswa semester tiga... More

00
01. pagi yang buruk
02. pak dosen idola?
03. kecelakaan
04. diperiksa pak dokter
05. modal pdkt
06. temu kangen
07. masalah baru
08. malaikat tanpa sayap
09. phone
10. no more excuses
11. happiness
12. kembali ngampus
13. mall
14. poor Arumi
15. cat cafe
16. mba Riri
17. akhir (tak) bahagia
18. nasi goreng
19. kebodohan yang haqiqi
20. hey siapa dia
21. Bisma sialan
22. tanpa judul
23. sugar baby
24. dapat(kan) ijin papah
25. malam berbintang
26. kembang api
27. aku yang salah
28. best vren
29. andai aku bisa
30. video call
31. pak Linggar sakit
32. agresif
33. spesial undangan
34. cemburu tanda cinta
35. birthday party
36. tembok transparan
37. jodoh orang
38. semakin rumit
39. hancur
40. perjanjian tanpa sadar
41. chill dren
42. titik terang bukan
43. pecah
45. ditelpon Mamah
46. di waktu yang singkat ini
47. kita kembali
48. hanya mimpi
49. perundingan meja makan
50. the end
51. hari yang cerah
52. sisi buruk pak Linggar
53. hadiah indah
54. katanya mau pergi
55. pesan terakhir
the last
extra part
extra part lagi
extra part dulu
extra part terus
yuk yuk extra part nih
extra part lagi astogel
mabok extra part:")

44. doi ngambek

22.4K 1.9K 28
By rammdinn

happy reading !!

***

RHETA POV

"Pak... Kok diem aja?" Aku masih memeluk pak Linggar meski udah berhenti nangi. Lamaaa banget rasanya, dan pak Linggar tetep membisu.

"Pak? Ayo kita ngobrol banyak. Saya punya segudang pertanyaan buat bapak."

"Hm? Hm? Hm?"

Aku melengok, menatap wajah pak Linggar. Hell kok nyeremin! Tatapan matanya tajam sekali ke arah depan. Apa pak Linggar marah?

Gawat. Masa iya pak Linggar marah gara-gara aku prank pake kertas undangan? Sumpah demi apapun ini idenya Bisma. Bukan akuu!

flashback on

"Bi-Bisma ini seriusan?" aku menatap Bisma dengan mata yang sembab. Capek menangis.

"Ya masa boong. Apa kurang jelas penjelasan anak buah gue tadi?"

Aku menggeleng. Udah cukup! cukup banget malah sampe aku tertampar kenyataan. Dari semua bukti dan penjelasan anak buahnya Bisma, menunjukkan bahwa pak Linggar ga salah sama sekali.

Ternyata selama ini aku doang yang terlalu gegabah dan egois. Aku menangis menyesali semuanya.

Hiks.

"Gue kudu gimana Bis? p-pasti pak Linggar marah banget sama gue..."

Tiba-tiba Bisma menyeringai santai. Dia menonton tv, mengabaikan aku yang nangis bombay gini.

"Bantuin gue ih! malah diem aja sih lo."

Dia berdecak. "Gue punya cara," katanya membuatku penasaran.

"Coba lo kasih dia undangan tunangan kita. Boong-boongan aja. Lo liat gimana reaksinya."

Mataku mengerjab beberapa kali. Mencoba mencerna ide Bisma.

"kalo dia nahan lo pergi, artinya dia cinta mati pake banget sama lo. Tapi kalo kebalikannya, harap dipertanyakan tuh." Bisma terkikik tanpa sebab.

Aku menatapnya tajam, jadi curiga. Persetanan sama nanti pak Linggar ga nahan aku, masalahnya aku ga percaya sama idenya Bisma.

"Sesat ga nih?" tanyaku menyelidik.

Bisma mengedikkan bahu acuh tak acuh. "Gue cuma ngasih ide, kan tadi lo yang minta."

flashback off

hih ternyata emang sesat! Sialnya lagi pak Linggar beneran ga nahan aku. Ck. Bunyi kretek ini hati.

Bibirku mengerucut sedih. "Jangan diem aja dong pak..." rengekku di punggungnya.

Aku menghirup dalam-dalam wangi tubuh pak Linggar. Huua kangen. Tapi pak Linggar lagi bete sama aku, dia cuekin aku.

Terdengar helaan nafas panjang dari pak Linggar. Tiba-tiba dia melepas lilitan tanganku. Aku panik bukan main!

"Bapak... Maafin saya." Aku hendak memeluknya lagi tapi segera dia tahan. Kini pak Linggar menatapku dingin.

"Perasaan saya apa sekedar candaan buat kamu, Rheta?"

Deg.

"Kalo iya, selamat. Kamu berhasil menghancurkan perasaan saya."

"Pak..." Bukan gitu maksudku. Aku niatnya i-ingin--

"Saya harus meeting. Sebaiknya kamu pulang, sudah sore."

Reflek aku menggeleng kuat-kuat, menolak. "Ikutt..." cicitku meminta.

Aku yang tidak tenang bagaimana bisa pulang. Rencana dari awal juga ingin masalahku dengan pak Linggar hari ini  selesai. Tapi malah jadi gini! nambah masalah baru gara-gara Bisma sialan.

"Tidak perlu. Sudah ada Kinan yang menemani saya."

"GA BOLEH!" amukku langsung.

Aku menatapnya tajam. Enak aja sama Kalong Wewe. Biarpun terbukti Kinan sebatas teman pak Linggar aku tetep ga biarin mereka berduaan!

"Mau ikut... Kut, ikut, ikutt ikut ikut!"

Aku gelandotan di lengannya pak Linggar. Nempel kemana pun dia pergi. Tiba-tiba pintu ruangan kebuka. Muncul sosok Kinan.

"Ling--" ucapan Kinan mengambang karena pandangan kami bertabrakan.

"Sebentar saya siap-siap dulu."

Tanganku kembali dia lepas, tapi aku menolak. Aku semakin mengeratkan pelukan di lengannya. Pak Linggar yang hendak protes aku sela.

"Mba saya ikut gapapa kan?" tanyaku pada Kinan.

Dia melirik pak Linggar dulu. Aku berharap cemas semisal ga diijinin ikut.

"Ikut aja. Biar Linggar ada yang nemenin," balas Kinan lalu terkekeh. Sontak aku tersenyum lebar.

"Tuh, sama mba Kinan aja boleh pak. Yuk pak siap-siap. Saya bantuin deh."

Aura pak Linggar semakin dingin kepadaku. Sayang, aku ga peduli. Terserah kalian mau dibilang ga tau diri, atau apa. Yang penting jangan sampe hubunganku dengannya semakin menjauh. Cukup sekali aku merasa hampa.

Hiyah. Jadi bucin lo, Ta.

Ahaha

"Gue tunggu di bawah sama yang lain, Nggar."

"Duluan Rheta."

"Oke mba! ntar kita nyusul."

Seperginya Kinan, badanku dilepas paksa oleh pak Linggar. Aku melayangkan protes lewat mata.

Damn. Kayanya pak Linggar beneran marah sekarang. Tanpa mengatakan apapun, dia berjalan menuju meja kerjanya, mengambil tas kerja lalu memasukkan beberapa berkas ke dalamnya.

Aku menunggu di dekat pintu. Saat dia ingin keluar, dia mengusirku. 

"Minggir."

Nyes banget ini hati. Aku memelas kepadanya.

"Saya ikut ya?"

"Terserah."

Yes! Walaupun doi ngambek, buktinya aku tetep dibolehin ikut. Hiyah.

Aku digeser sama dia agar bisa lewat. Dia jalan duluan meninggalkan aku, buru-buru aku mengejarnya dan langsung memeluk lengannya lagi.

"Sini aku bawain tas nya."

Pak Linggar tidak menggubrisku. Aku jadi kesel sendiri, udah niat baik malah dicuekin.

Huft.

Sabar Rheta...

Ting.

Pintu lift terbuka. Tak jauh dari situ sudah ada Kinan dan manusia-manusia lain. Sepertinya mereka rekan kerja pak Linggar.

Aku kok jadi kikuk ada diantara mereka-mereka semua. Dari segi penampilan aja kontas banget.

"Naha! Yang ditunggu-tunggu muncul juga. Ayo deh langsung ke mobil masing-masing ya."

Aku sebagai pengamat saja. Baru bergerak kalo pak Linggar juga bergerak. Kini kami menuju mobilnya, ah dengan senang hati aku akan masuk. Tapi tiba-tiba pak Linggar bersuara, "Kinan duduk di depan."

What the hell??! 

Mataku melotot tak terima. Sialan. Bisa-bisanya dia minta Kinan yang duduk di sampingnya. Aku yang baru ingin protes terpaksa mingkem karena pak Linggar berkata dengab tajamnya. "Di belakang atau tidak sama sekali?"

Aku merengut, menghentakan kaki. Sempat melirik Kinan, dia pun melihatku dengan rasa bersalah.  

Apa boleh buat. Dari pada engga sama sekali. Akhirnya aku batal membuka pintu samping kemudi. Aku dan Kinan tukeran posisi. Aku jadi yang duduk di kursi belakang.

Brak!

Kututup pintu mobil dengan kencang. Hah! Pengen nyakar orang bawaannya.

Kalo gini terus gimana bisa aku dan pak Linggar cepat baikan. Ish. Padahal cuek gapapa asal jangan menjauh.

Selama perjalanan, entah mau kemana, aku hanya bisa diam. Pak Linggar dan Kinan sibuk membahas pekerjaan mereka. Aku yang ga tau apa-apa jadi kambing congek di sini.

"Rheta, bangun."

Aku mengerang dalam tidurku.

"Mau ke toilet ga? Mumpung di rest area," kata Kinan lagi. 

Aku kaget begitu nyawa terkumpul dan menatap keluar jendela mobil. Ini di mana?? kata mau meeting kenapa sampe ke rest area segala!

"Kita meetingnya di Bogor. Kamu ingin ikut tapi ga tau tujuannya ya?" kinan tertawa geli. Aku jadi meringis. Aku kan cuma ingin ikut kemana pun pak Linggar pergi, ga tau juga kalo ternyata perginya sampe Bogor.

"Eh pak Linggar kemana?!" Aku liat kursi pengemudi itu kosong. Aku takut ditinggalin pak Linggar. Tidakk!

"Lagi ke market beli kopi."

Aku mengehela nafas lega. Syukur deh kalo cuma ke market.

"Saya mau ke toliet dulu mba." Aku kepengin pipis. Takut ntar kalo di tengah jalan malah minta berhenti, yang ada pak Linggar makin kesel.

"Yaudah. Perlu aku antar ga? aku tadi sih udah duluan. Sorri ya baru bangunin, ehehe. Di suruh Linggar tadi."

"Gapapa santai mba. Saya bisa sendiri." 

"Bener?"

"Iya. Saya udah gede kali, bukan bocah lagi," kekehku. Kinan sekarang beda sama Kinan yang dulu. Apa aku masih mimpi ya? alah bodo amat.

"Saya pergi dulu mba."

Panggilan alam semakin mendesak. Aku keluar mobil lalu berjalan cepat mencari di mana letak toilet.

Rasanya di bawah sana ga nyaman banget. Apa aku dapet?

Tau-tau dari belakang ada yang membelokkan pundakku ke arah lain. Membuyar lamunanku tentang pertanggalan, aku berhenti di tempat.

"Toiletnya di sana."

Aku mesem bahagia. Itu suara pak Linggar!!! Baru aku mau berbalik, tapi dia tahan pundakku lagi.

"Jalan. Ga usah noleh-noleh."

"Ck. pelit amat," gerutuku tapi lanjut berjalan sesuai perintahnya. 

"Bapak ngapain ngikutin?? mau anter aku sampe dalem ya?" godaku mengerling nakal. Kita udah sampe depan toilet khusus perempuan.

Dia berdeham sekali. Lho-lho kok muka gemesinn. Ahaha.

"Kamu bawa pembalut tidak?"

"Buat?" tanyaku belum kepikiran.

"Bukannya kamu datang bulan?"

WHAT?!

Reflek aku meraba pantatku dan--shit! saat aku liat telapak tanganku memerah.

"Saya belikan pembalut dulu," kata pak Limggar. "Tunggu di sini."

Tanpa menunggu jawaban dariku, dia pergi begitu saja. Aku menatap punggungnya yang menjauh. Hiks. Terharu, sedih. Perhatiannya dia ke aku ga pernah hilang.

----------

tangan aku lagi sakit ah🙍

see you

-----------








Continue Reading

You'll Also Like

890K 39.2K 69
Sequel of Pacar Rahasia. Boleh loh kalo mau follow dulu :) Cerita untuk remaja 17 tahun ke atas cover by @d345ty
211K 10.8K 38
Kaleo Davian Tirtayasa (30 tahun) CEO Tirtayasa Corp, Mempunyai seorang Sekretaris Cantik dan juga kompeten Aurora Gladyssa Reanita(26 tahun). Gladys...
71K 2.9K 44
Alista harus menjadi tulang punggung keluarga setelah kematian kedua orangtuanya. Ia harus menghidupi dirinya dan satu adik laki-lakinya. Beberapa pe...
1.8K 125 31
JUAN MAHENDRA sang ketua osis yang berwajah tampan dan juga bertubuh tinggi. Bertemu dengan gadis cantik dan mungil bernama JASMINE gadis cerewet yan...