Made by Request

Por terzyaa

1.5K 216 2.5K

Ini story didedikasikan untuk para followers jadi ga terima feedbackan untuk story ini ya :) Kumpulan FF one... Mais

1. Dinosaurus Ganteng
2. Instaseleb (1/2)
2. Kelinci Bodoh (2/2)
3. Berandal Baik
4. Gentle Beast (1/2)🔞
4. The Striker (2/2)🔞
5: Descendant of the Pare
6: Lover Over Fans

7: Unpredictable Guy

108 13 16
Por terzyaa

Warning: 3.8K+ words.
Dedicated to:vanbulous BUCHINERSS

Cast:

JASON (OC)
JINHEE (OC)
LEE HAECHAN

"Jinhee, aku suka kamu. Jadi pacar aku ya?" –Haechan

Mataku terbelalak, kenapa dia tiba-tiba bilang begitu? Aku saja tidak kenal dia.

Sebentar, biar kuralat. Aku kenal dia, Haechan adalah kakak kelasku. Sekarang adalah tahun terakhir ia di sekolah, sebentar lagi ujian dan lulus. Tapi hanya itu yang kutahu tentangnya.

"Mau kan?" -Haechan

Aku harus jawab apa?

"Hmmm... maaf ya kak. Tapi-"

"Sebentar! Jangan nolak dulu! Kalau alasannya karena kamu belum kenal aku, jangan tolak aku." –Haechan

Aku hanya terdiam menatapnya. Lalu, apa maunya?

"Beri aku waktu satu bulan untuk dekat sama kamu. Setelah satu bulan, aku akan bertanya lagi dan saat itu kau boleh menolakku jika kau memang tidak punya perasaan apapun padaku." –Haechan

"Gimana? Mau kan? Mau ya? Oke sip!"

Dia pergi bersama senyumannya, meninggalkan aku yang masih bingung di tempat. Berusaha mencerna percakapan kita barusan. Atau mungkin lebih cocok dianggap sebagai pemberitahuan?

"Hello Jinhee! Don't forget to come to my party, okay?" –Jason

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum canggung. Aku tidak suka datang ke pesta di sini, pesta anak remaja di Amerika jauh berbeda dengan pesta di Korea.

Sebulan pertama aku masuk ke sekolah internasional di Amerika ini, aku mendapatkan undangan pesta seorang teman sekelasku. Aku datang dan terkejut dengan seberapa liar pesta yang mereka adakan.

Mereka diam-diam meminum minuman yang belum boleh mereka minum. Belum lagi melakukan hal-hal aneh dan kegiatan di luar batas lainnya.

"You should come! See you next week!" –Jason

---

10 hari setelah kejadian Haechan bersikap aneh. Dan yang lebih anehnya lagi semenjak itu aku tidak pernah berinteraksi dengannya lagi. Sepertinya dia kemarin kalah main ToD saja, syukurlah aku tidak menerimanya, kalau ia aku pasti terlihat sangat bodoh.

Tapi hari ini menjadi lebih aneh lagi karena saat berpapasan, tiba-tiba saja Haechan menyapaku.

"Jinhee! Hai! Gimana kabarmu?" –Haechan

"Aku? Baik..."

"Mau kemana?" –Haechan

"Perpustakaan."

"Wah! Kebetulan aku juga mau ke sana! Ayo bareng." –Haechan

Sebenarnya lorong tempat kami bertemu memang hanya menuju ke satu tempat sih...

Haechan berjalan di sampingku, dia menyamakan langkahnya denganku. Padahal aku yakin dia biasanya berjalan lebih cepat dari ini, terutama karena kakinya yang lebih panjang dari kakiku.

"Gimana harimu?" –Haechan

"Ya... begitu-begitu saja. Tidak ada yang spesial."

"Tidak ada yang spesial? Kalau di dalam hati? Udah ada yang spesial belum?" –Haechan

Aku memilih berpura-pura tidak mendengar.

Haechan masuk duluan ke dalam perpustakaan, dia membuka pintu kaca itu lalu menahannya agar tetap terbuka sampai aku masuk ke dalam. Sampai di dalam perpustakaan, dia mengikutiku terus.

"Siapa tahu kamu perlu buku di rak atas yang ga bisa kamu ambil nanti aku yang ambilin." Bisiknya. Dia mengedipkan sebelah matanya sambil mengacungkan jempol.

Terserah aja deh. Selama gak ganggu, anggap aja dia gak ada.

Tapi ternyata dia memang dibutuhkan. Beneran ada buku yang tidak bisa kuraih, jadi dia yang mengambilnya untukku. Dia juga mengambil semua buku yang ada di tanganku dan menawarkan dirinya secara suka rela untuk membawa semua buku itu.

"Tugas Mr. Smith ya? Mencari referensi kan?" –Haechan

"Iya."

"Sini deh, biar aku kasih tahu buku yang bagus." –Haechan

Berhubung dia kakak kelas, dan tugas ini selalu sama dari tahun ke tahun, Haechan memberitahuku buku yang paling tepat untuk dipilih. Bahkan dia juga menjelaskan secara singkat tentang isi dari beberapa buku itu. Berkatnya, aku sangat terbantu.

Akhir pekan tiba, aku perlahan melangkah memasuki halaman rumah Jason. Setengah hatiku tidak ingin datang ke sini karena alasan yang sudah pernah kukatakan. Tapi sebagian lagi, teman-temanku terus menanyakan kedatanganku. Selain itu aku juga bosan sendiri di apartemen.

"Jinhee?" Itu Haechan, dia sedang berlari menghampiriku.

"Kau datang ke acara seperti ini juga?" –Haechan

"Oh... itu, soalnya aku cukup dekat dengan Jason."

"Dekat?? Kalian dekat?" –Haechan

"Iya... karena kita satu kelas dan banyak tugas kelompok bersama."

"Oh... aku tidak boleh kalah cepat dong ya?" Katanya sambil tersenyum, senyum yang tidak kumengerti apa maksudnya.

"Kau yakin mau masuk? Mereka menggila di dalam sana." –Haechan

"Benarkah?" Aku berusaha melihat ke dalam rumah Jason. Ya, memang terdengar seperti mereka sudah mulai kehilangan kesadarannya di sana.

"Gimana kalau kita ke tempat lain saja?" –Haechan

"Kemana?"

"Kemana ya... apa ada tempat yang ingin kau kunjungi?" –Haechan

"Aku sudah lama sekali tidak ke pantai."

"Pantai??? Kalau pantai sih jauh sekali." –Haechan

Benar. 2 jam lamanya dengan naik tol. Pantai berada di bagian kota lain dari tempat kita sekarang berada. Aku memang sengaja sih.

"Ya udah deh ayuk." –Haechan

"HAH?!"

Karena aku berteriak kaget, Haechan juga kaget. Dia sampai menaikkan bahunya untuk menyembunyikan lehernya dan meletakkan kedua tangannya ke telinga.

"Kamu memang gadis penuh kejutan ya." –Haechan

Aku dibilang penuh kejutan terus dia apa? Tiba-tiba bilang suka, terus ilang, trus tiba-tiba datang lagi. Terus mau-maunya diajak ke pantai jam 8 malam gini.

"Jinhee? It's Jinhee, isn't it?"

Samar-samar aku mendengar suara Jason. Aku langsung memalingkan tubuhku agar Jason tidak melihat wajahku. Sepersekian detik kemudian, tubuhku tertarik ke depan. Haechan menggenggam tanganku.

"Ayo cepat lari sebelum ada yang tahu kamu di sini." –Haechan

Aku berlari seperti arahan Haechan. Mungkin tepatnya berlari menurut arah Haechan? Karena dia menarik tanganku.

Kami berhenti di depan sebuah mobil hitam, yang kutebak adalah mobilnya Haechan.

"Ayo masuk. Jangan lupa sebelum buka pintu diketuk dulu ya." –Haechan

Sejak kapan mau masuk mobil ketuk pintu dulu?

Haechan duduk di kursi pengemudi dengan sabuk pengaman yang telah terpasang. Sementara aku masih bengong. Bingung harus masuk atau tidak. Ya sudah, masuk saja deh tapi minta anterin pulang aja.

Aku baru saja memegang gagang pintunya, tiba-tiba jendelanya bergerak turun.

"Ingat, jangan lupa ketuk dulu!" –Haechan

Dia serius ya? Beneran aku harus ketuk dulu? Itu ritual untuk masuk pintunya atau bagaimana sih? Akhirnya walau aku bingung dan ragu-ragu, aku mengetuk pintu itu perlahan sebanyak tiga kali.

"Pfffttt" –Haechan

"Kenapa ketawa?!"

"Baru kali ini aku lihat orang mau masuk mobil ketuk pintu dulu. Hahaa." –Haechan

Sialan. Dia ngerjain aku? Aku masuk dan menutup pintu dengan kencang. Aku juga langsung pasang sabuk pengaman. Gak bisa. Gini caranya dia harus nyetir ke pantai beneran! Biar deh dia rasain nyetir 4 jam pulang pergi malam-malam begini.

"Pantai ya pak!"

"Dipikir aku supir Uber?" –Haechan

Aku yang masih kesal tidak menggubris pertanyaannya.

"Baiklah nona manis, tujuan kita adalah pantai. Duduklah dengan nyaman karena perjalanan ini memakan waktu selama dua jam. Silahkan menggunakan sabuk pengaman, menegakkan sandaran kursi, melipat meja-" –Haechan

"Dipikir naik pesawat kali ah." Potongku, dan dia hanya terkekeh.

Aku benar-benar duduk dengan nyaman. Mobil Haechan nyaman banget, bersih juga, wangi juga. Kayaknya dia barusan cuci mobil kali ya? Setelah melihat sekililing isi mobil Haechan secara sekilas, aku terhenti pada sang supir.

Haechan menggulung lengan bajunya yang panjang hingga ke siku. Dia memutar setir mobil itu dengan cekatan meski hanya menggunakan satu tangan. Satu kata terlintas di benakku, keren.

"Aku keren ya?" –Haechan

HAH? DIA BISA BACA PIKIRAN APA GIMANA?

"Habisnya dari tadi ngeliatin aku terus." –Haechan

"Ih siapa yang liatin kamu aku tuh lagi liatin ini nih." Aku menunjuk ke mainan yang ada di atas dashboard mobil haechan. Mainan itu goyang-goyang terus ke kiri dan ke kanan. Aku bisa melihat warna bajunya yang merah dan celananya yang kuning.

"Oh dia? Lucu kan??" –Haechan

"Iya lucu. Gemesin. Dia hewan apaan?"

"ENAK AJA HEWAN!" Haechan gerak cepat menutupi telinga mainan itu dengan ibu jari dan telunjuk dari tangan kanannya.

"Jangan dengarkan dia hyung." –Haechan

"Hyung?"

Itu miniatur hyungnya Haechan? Astaga, aku jadi merasa bersalah.

"Dia itu Shinchan hyung. Masa kamu nggak tau?" –Haechan

"Emangnya kakak kamu terkenal ya?"

Dia menatapku cukup lama, dengan tatapan tak percaya. Saat mobil masuk ke rest area, dia menunjukkan apa itu Shinchan dari mesin pencarian ponselnya.

"Kamu gak tau Shinchan?!" –Haechan

"Nggak. Aku baru tahu." Jawabku polos, dia hanya menganga sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Turun!" –Haechan

Apa? Dia ngusir aku nih? Di rest area?! CUMAN GARA-GARA AKU GAK TAHU ANAK PLONTOS BERALIS ULAT BULU INI?!

"Kenapa kayak panik gitu sih mukanya? Biasa aja deh, gak usah kayak orang diusir turun di tengah jalan tol gitu." –Haechan

"Loh? Emangnya bukan?" Aku spontan bertanya.

"Bukan apaan?" –Haechan

"Bukannya tadi kamu nyuruh aku turun? Kamu ngusir aku gara-gara gak tahu hyung kamu ini ya? Aku minta maaf lah. Tapi jangan telantarin aku di tengah jalan tol begini. Emang ada uber yang mau ambil penumpang di rest area? Kalau memang mau usir aku setelah keluar gerbang tol aja ya?"

"DUH GEMES BANGET! PENGEN CUBIT BOLEH GAK SIH?!" –Haechan

"Kalau setelah cubit kamu janji gak telantarin aku di tengah jalan tol begini, boleh deh."

"Kalau gitu cium aja ya?" –Haechan

"Rasanya Jason pernah cerita kalau dia bisa pesan uber di rest area deh." Aku membuka pintu mobil, Haechan mencegat lenganku.

"Aku suruh turun buat ngajak beli snack sama minuman, gorgeous. Bukannya ngusir buat ditelantarin. Mana mungkin aku tega telantarin pencuri hatiku di sini. Nanti aku mati serangan jantung." –Haechan

Sebenarnya ucapan dia barusan gak nyambung sih, tapi ya sudahlah aku gak mau bahas nanti tambah ribet. Perjalanan ke pantai yang 2 jam ntar malah 3 jam. Mau pulang jam berapa?

Kami beli snack yang banyak. Tepatnya sih haechan yang beli tapi aku yang makan. Haechan cuman minum aja. Haechan berhentiin mobilnya di tepi pantai. Dia buka bagian atap mobilnya biar kita bisa liat bintang lebih jelas.

"Kenapa gak mau turun?" –Haechan

"Nanti pasirnya nempel-nempel di kaki, gak suka."

Haechan cuman ngangguk-ngangguk aja, kupikir dia bakalan komen sesuatu.

"Ngomong-ngomong, waktu itu kamu main ToD ya?"

"Hah? Truth or dare? Kapan?" –Haechan

"Itu yang waktu itu. kamu tiba-tiba nyamperin aku terus bilang..."

"Bilang apa?" –Haechan

"Itu. Bilang itu."

"Itu? Itu apaan?" –Haechan

"Gapapa deh, lupakan aja."

"Aku suka kamu, jadi pacar aku?" –Haechan

Gimana bisa dia ngucapin itu dengan santai?

"Itu?" Tanyanya lagi.

Aku mengangguk.

"Siapa bilang itu ToD? Aku serius!" –Haechan

Jadi dia serius?

"Mana mungkin aku ngomong begitu cuman karena ToD? Aku beneran suka sama kamu." –Haechan

"Ta-tapi... kalau memang serius, kok kamu hilang setelah itu?"

"Soalnya setelah itu kupikir kau akan kaget-" –Haechan

"Tentu saja!"

"Makanya aku menjauh dulu. Nanti kalau aku tidak memberikan ruang untukmu, kau malah mikir aku terlalu memaksa atau gimana." –Haechan

Aku mengangguk.

"Jadi udah suka sama aku belum?" –Haechan

"Tidak tahu." Jawabku jujur.

"Kok gak tahu sih?" –Haechan

"Memangnya apa yang membuatmu suka padaku?"

"Tidak ada." –Haechan

"Maksudnya?"

"Tidak ada alasan khusus. Hatiku menyimpan perasaan padamu tanpa ada alasan khusus." –Haechan

"Mana ada yang seperti itu. Semua pasti ada alasannya."

"Tidak semuanya perlu alasan. Jika aku menyukaimu karena kau cantik, bagaimana saat penampilan fisikmu tiba-tiba berubah karena sesuatu?

Atau jika karena kepribadianmu, seandainya aku suka kepribadianmu yang ceria. Bagaimana bisa seseorang selalu ceria dalam sepanjang hidupnya? Bagaimana jika tiba-tiba kau punya masalah yang membuat keceriaanmu sirna?

Jika aku menyukaimu karena alasan-alasan seperti itu, maka jika alasan itu tidak lagi kutemukan dalam dirimu. Bukankah rasa sukaku juga akan pergi?

Tapi karena aku menyukaimu tanpa alasan tertentu, maka rasa suka ini akan terus bertahan selama kau masih ada. Alasanku, adalah kamu." –Haechan

Seandainya saja aku mendengar ini di sebuah drama atau membacanya dari wattpad, mungkin aku akan merasa ini adalah salah satu adegan yang cheesy khas cerita romansa picisan.

Tapi aku mendengarnya langsung dari Haechan, pancaran ketulusan itu terlihat jelas di sorot matanya yang hangat. Ungkapan hatinya barusan seakan langsung masuk dan bereaksi dengan hatiku.

Di perjalanan pulang, mobil Haechan tiba-tiba saja bermasalah saar kami masih berada di daerah pantai. Jalanan di sini sepi penghuni. Cukup jauh dari pemukiman terdekat.

"Bagaimana? Apa bisa?" Tanyaku pada Haechan, dan ia balas dengan gelengan yang lesu.

"Sudah hampir tengah malam juga, kurasa tidak ada bengkel terdekat yang masih buka." –Haechan

Haechan melihat ke sekitar lalu berhenti ke satu titik dimana terlihat ada sebuah cahaya lampu dari kejauhan.

"Aku akan berjalan ke sana untuk mencoba meminta bantuan. Kurasa ada baiknya kau ikut denganku, aku khawatir meninggalkanmu sendirian di sini." –Haechan

"Baiklah, aku juga tidak berani sendiri di sini."

Kami berjalan cukup lama di bawah langit hitam bertabur bintang. Kesunyian di tempat ini membuatku takut, namun karena ada Haechan di sampingku, aku baik-baik saja.

"Excuse me!" Teriak Haechan sambil mengetuk-ketuk pintu kayu itu.

Setelah beberapa kali percobaan, seorang lelaki yang sudah baya membukakan pintunya untuk kami.

"Yes, is there any problem?"

Haechan menjelaskan situasi kami. Lelaki itu berkata bahwa tidak ada bengkel sekitar yang buka sekarang. Dia justru menyarankan agar lebih baik kami menginap mengingat hari sudah larut malam. Dia juga menawarkan sebuah kamarnya yang kebetulan kosong namun dengan kondisi yang sangat sederhana.

Biar kuperjelas lagi. Sebuah kamar. Dan setelah menerima tawaran lelaki itu dan melihat kamarnya, hanya ada satu buah kasur di sana. Hanya itu. Tidak ada perabotan lainnya seperti sofa, lemari baju atau sejenisnya.

"Pergilah tidur. Besok pagi pemilik rumah berjanji untuk memanggil montir kenalannya untuk memperbaiki mobilku. Setelah mobilnya sembuh, kita bisa pulang." –Haechan

"Kau?"

"Aku bisa tidur di sofa depan. Tidurlah." –Haechan

Kami berpisah. Rasanya sudah puluhan menit aku berbaring di atas kasur itu tapi tetap saja tidak bisa tidur. Saat kantuk terasa mulai menyerang, hujan lebat datang menerjang, mengusir rasa kantukku. Aku benci hujan deras di malam hari karena aku jadi tidak bisa tidur.

Aku membuka pintu kamar untuk melihat apakah Haechan sudah tidur atau belum. Tapi saat aku membuka pintu kamar, Haechan langsung menoleh ke arahku.

"Belum tidur?" –Haechan

Aku mengangguk.

"Kenapa? Tidak bisa tidur ya?" –Haechan

Aku mengangguk lagi, "Kau kenapa belum tidur?"

Haechan hanya tersenyum, tak menjawab pertanyaanku. Aku menghampiri Haechan yang sedang duduk di atas sofa. Aku tidak yakin ia bisa berbaring di sana karena sofa itu terhitung pendek untuk tinggi badan Haechan.

"Mau air hangat? Mungkin setelah minum air hangat kau bisa tidur." –Haechan

Aku menggeleng. "Aku tidak bisa tidur karena hujan lebat."

"Kenapa?" –Haechan

"Takut karena suaranya yang keras. Seperti akan badai."

Haechan mengangguk. Kita berdiam cukup lama, hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk menanyakan sebuah pertanyaan yang ada di benakku.

"Apa kau mau tidur di dalam?"

Kedua alis Haechan terangkat dan matanya terbuka lebih lebar, aku mengerti bahwa ia menuntut penjelasan.

"Aku benar-benar takut dengan hujan lebat ini. Aku tidak berani sendiri di dalam. Kau juga tidak akan bisa tidur di sini kan?"

Pada akhirnya Haechan menemaniku di dalam kamar. Dia setuju untuk tidur di dalam kamar bersamaku, tapi dia menggelar selimutnya di atas lantai, di samping kasur, sebagai alas tidur.

Aku berbaring di atas ranjang empuk ini, sementara dia akan tidur di atas lantai? Aku mengintipnya sekali lagi.

"Aku tidak apa-apa." Ucap Haechan seakan mengerti apa yang akan kutanyakan padanya.

"Kau yakin?"

"Iya. Sudah sana pejamkan matamu. Nanti lama kelamaan juga tertidur." –Haechan

Aku mencoba untuk tidur lagi, tapi rasa tidak enakku pada Haechan membuatku kembali bangun dan mengintipnya yang sudah memejamkan matanya.

"Kau sudah tidur?" Bisikku.

"Mmmm.." –Haechan

"Gi-gimana kalau, kau tidur ke atas?"

Jujur saja, aku merasa sangat tidak enak padanya. Karena aku, dia menyetir jauh-jauh ke sini hanya karena aku bilang ingin melihat pantai di malam hari. Dia pasti lelah, belum lagi besok dia akan menyetir pulang, mana bisa aku membiarkan dia tidak beristirahat dengan baik?

Haechan membuka matanya dan menatapku sekian detik, "Tidur saja sana."

"Tapi, nanti badanmu akan sakit-sakit jika tidur di lantai..."

"Kalau aku tidur di ranjang, kau tidur kemana?" –Haechan

"Di... ranjang juga..."

Tidak mungkin aku jawab di lantai kan? Aku juga yakin bagi Haechan itu bukan ide yang bagus jika aku yang tidur di lantai sementara dia tidur di atas ranjang.

"Aku tidak apa-apa kok. Toh hanya tidur bersampingan. Bukannya itu juga hal yang wajar-wajar saja di Amerika?"

Haechan kembali menutup matanya. "Jika aku ke atas, bukan lagi hujan yang akan membuatmu tidak bisa tidur, tapi aku yang tidak akan membiarkanmu tidur."

Deg

Apa katanya barusan?

Berkat kata-kata itu aku langsung mengenggelamkan diriku ke dalam selimut dan berlarut ke dunia mimpi.

Semakin lama menghabiskan waktu dengan Haechan, aku bisa melihat bahwa ia seorang yang baik dan hangat, walau terkadang sikapnya agak aneh juga.

Belakangan ini dia terus saja menarik perhatianku, saat dia menghampiriku aku sudah tak lagi merasa terganggu. Saat dia mengajakku untuk pergi, aku selalu bersemangat untuk menerima ajakannya karena pergi bersamanya terasa menyenangkan.

Mengobrol dengan Haechan juga terkadang bisa membuat mataku melihat sesuatu dari sudut pandang lain yang selama ini belum pernah kupikirkan. Mungkin satu kata yang paling pas saat bersamanya, nyaman.

"Pulang terlambat lagi?" –Haechan

"Iya."

"Karena rapat lagi?" –Haechan

"Iya."

"Sampai malam?" –Haechan

"Iya."

"Acara prom nanti pergi bersamaku ya?" –Haechan

"Iya." Sedetik kemudian aku tersadar akan pertanyaan yang sudah kujawab tanpa pertimbangan.

"Janji loh ya! Nanti aku jemput. Hehe. Aku pulang dulu!" Haechan tersenyum lebar, berjalan mundur sambil melambaikan tangannya padaku.

Karena senyumnya, bibirku juga secara otomatis menyunggingkan senyum. Pergi ke prom bersama Haechan? Kenapa tidak? Aku membuka kalender di ponselku untuk memberi catatan tepat untuk bulan depan. Prom with him.

Malamnya, aku pulang cukup larut karena rapat yang kuhadiri berjalan sangat alot. Selesai mandi dan mengeringkan rambut, aku mengambil ponselku dari dalam tas dan membawanya ke tempat tidur.

"Oh? Oh iya. Habis baterai."

Tak menunggu lama setelah mencolokkan ponselku ke charger, aku mengaktifkannya kembali. Dan ada banyak sekali notifikasi dari Haechan.

Aku membuka aplikasi chat itu, yang ternyata langsung masuk ke room chatku bersama Haechan. Aku lupa menutupnya, dan pesan terakhir yang terbaca menurut aplikasi itu adalah pesan dari Haechan yang berisi pulang rapat biasanya sekitar jam 8 kan? Nanti kujemput ya.

Aku langsung panik. Sepertinya saat rapat tadi aku tidak sengaja membuka pesan itu, tetapi aku sungguh belum membacanya. Ponselku kembali bergetar. Panggilan dari Haechan.

"KAU DIMANA?"

"Haechan, maaf ya... aku tidak tahu kau akan menjemputku. Aku sudah pulang."

"Halo? Haechan?"

"Halo?"

Aku bisa mendengarkan helaan nafasnya.

"Kau baik-baik saja kan?"

"Iya tidak apa-apa. Ponselku tadi mati karena baterainya habis. Rapatnya berlangsung lebih lama dari biasanya jadi aku baru bisa charge sekarang."

"Lain kali bawa chargermu ke sekolah. Atau power bank. Kau membuatku khawatir karena tidak bisa menghubungimu."

"Iya. Maaf ya, maaf sekali. Tidak usah khawatir, aku baik-baik saja."

"Ya, baiklah."

Haechan mengakhiri panggilannya. Nada bicaranya terdengar seperti seorang yang sedang menahan amarah. Apa dia marah besar?

Sejak hari itu, keanehan seorang Lee Haechan kembali. Dia memang memberitahuku sebelumnya, jika dia akan pergi dan mungkin akan sulit untuk dihubungi sementara waktu. Katanya untuk mengurus perkuliahannya.

Tapi itu terkesan tiba-tiba. Dan ia pergi dalam waktu yang cukup lama. Saat kembali, dia juga tidak menemuiku. Kali ini alasannya ia perlu fokus untuk persiapan ujian.

"Heh! Shinchan! Adikmu kenapa sih?! Kenapa tiba-tiba menjaga jarak begitu?!" Maki-ku pada miniatur Shinchan pemberian Haechan yang ada di meja riasku.

"Hari ini tepat sebulan sejak dia memintaku jadi pacarnya. Katanya ia akan menyatakan perasaannya lagi, tapi sekarang apa? Apa dia sudah berubah pikiran ya?"

Makin hari, hati ini seperti semakin kesal pada Haechan. Ia benar-benar menghilang, tanpa kabar yang jelas. Hanya mengirimkan pesan selamat pagi atau selamat malam. Atau mengingatkanku untuk makan yang teratur. Tidak pernah diluar itu dan dia tidak pernah menjawab pesan dariku.

Prom with him.

Tulisan itu muncul di layar ponselku. Benar. Hari ini adalah prom night untuk siswa-siswi tahun terakhir. Pertanyaannya adalah, apakah Haechan benar-benar akan menjemputku?

Tidak, kurasa tidak. Kita bahkan bisa dikatakan putus komunikasi sekarang, mana mungkin dia menjemputku untuk datang ke prom bersama?

Ting tong.

Kepalaku langsung menoleh ke sumber suara. Saat aku membuka pintu, aku melihat sosok Haechan berdiri dengan tatanan rapinya.

Haechan menata rambut cokelatnya dan ia juga mengenakan setelah jas hitam. Dia menyambutku dengan senyuman.

"Cantik." –Haechan

"Kenapa kau datang?"

"Tentu saja untuk menjemputmu. Kan kita sudah janjian?" –Haechan

"Tapi kan... tapi kau kan sudah menghilang. Kau kan..."

"Maaf ya, ternyata persiapan perkuliahanku berjalan kurang lancar jadi memakan waktu lama." –Haechan

"Jadi benar karena persiapan kuliah?"

"Tentu saja. Aku harus belajar dengan keras agar bisa lulus ujian masuk. Tapi percobaan pertamaku gagal jadi aku kembali harus berkonsentrasi untuk ujian yang kedua." Jelas Haechan dengan sedikit malu-malu.

"Kupikir..." Suaraku bergetar, Ia mendekap tubuhku dan mengelus pelan kepalaku.

"Maaf, aku menghilang terlalu lama ya?" –Haechan

"Kupikir kau masih marah karena kejadian ponselku mati itu... lalu karena itu kau jadi tidak mau lagi bertemu denganku."

Haechan tertawa kecil, dan melonggarkan pelukannya padaku. Dia mencubit pipiku pelan.

"Aku tidak marah. Aku hanya berusaha fokus dengan ujianku. Maaf ya membuatmu kangen padaku. Hehe" –Haechan

Aku menatapnya kesal, "Siapa yang kangen?"

"Aku. Aku kangen kamu." –Haechan

"Ish, sudah ayo cepat pergi kita sudah terlambat." Finalku.

Kalian tahukan, apa yang paling ditunggu dari acara prom? Benar, dansa. Haechan membuka tangannya, menawarkan padaku untuk berdansa bersamanya. Aku menerima uluran tangannya dan kitapun berdansa, mengikuti alunan lagu.

Di dalam hatiku aku menunggu-nunggu di penghujung lagu ini. Tahu kenapa? Karena biasanya banyak pasangan yang akan menyatakan perasaannya di akhir lagu. Aku bertanya-tanya apakah Haechan juga akan menyatakan perasaannya padaku? Aku menantikan itu terjadi.

3 detik sebelum lagu berakhir, jantungku berdebar kencang. Menantikan pertanyaan itu keluar dari mulutnya.

2 detik.

1 detik.

Dansa kami diakhiri begitu saja. Secara 'teoritis'.

Aku menoleh ke sekeliling. Ada banyak pasangan yang lebih romantis. Bahkan tak sedikit yang menutup dansa itu dengan ciuman hangat. Dan itu membuatku... marah? Iri? Entahlah, aku sendiri tidak yakin.

Setelah musik benar-benar berhenti, aku melarikan diri meninggalkan Haechan sendiri. Aku keluar dari ruang dansa itu, pergi meninggalkan acara prom.

"Jinhee!" Panggil Haechan, sepertinya ia mengejarku.

"Tunggu Jinhee, tunggu sebentar!" –Haechan

Aku tidak peduli, aku marah padanya. Aku tidak ingin menghentikan langkahku tetapi tentu saja aku kalah cepat darinya. Dia berhasil mencegatku, ia menggenggam erat tanganku.

"Tunggu. Kenapa kau lari?" –Haechan

Aku tidak tahan, aku ingin mengungkapkan semua isi hatiku. Persetan dengan rasa malu dan gengsi.

"Haechan, sebenarnya apa sih maumu? Kau membuatku bingung. Hatiku telah berdebar karenamu, tapi sekarang kau seakan tak lagi tertarik untuk mengambil hatiku."

"Kupikir hari ini kau akan meminta hatiku sekali lagi, dan aku menantikan itu. Berharap menutup dansa itu dengan sebuah ciuman akan membuatnya menjadi kenangan indah yang sempurna. A-"

Omelanku terhenti. Haechan mengecup bibirku. Sialnya, api yang sedari tadi menyala-nyala dalam hatiku tiba-tiba langsung padam karena kecupan itu.

Aku ingin memarahinya lagi, apa baginya aku terlihat gampangan? Tapi mulut ini terkunci rapat karena Haechan memberikan sebuah tatapan yang membuat hatiku bergejolak. Dia maju selangkah, lalu mengalungkan kedua tangannya ke pinggang kecilku.

Tersenyum, Haechan tersenyum dan menarik pinggangku mendekat padanya. Menghilangkan jarak di antara tubuh kita. Perlahan, ia kembali menyentuh bibirku dengan bibirnya. Ia menciumku dengan lembut. Kupu-kupu seakan memenuhi perutku untuk membawaku terbang.

Kepala kami bergerak secara natural ke kiri dan ke kanan, membuat ciuman kami lebih dalam. Aku menikmatinya, ciuman Haechan.

Nafasku mulai memburu, tanganku telah kukalungkan ke leher Haechan namun saat itu juga Haechan menarik wajahnya membuat bibirku kehilangan sentuhan lembut bibirnya.

"Jinhee, kau maukan jadi pacarku?" –Haechan

"Setelah membuatku candu dengan bibirmu, kau baru menanyakannya? Licik, bagaimana bisa aku mengatakan tidak?"

Haechan menyunggingkan smirk di bibirnya, ia kembali memberikan kecupan-kecupan ringan ke bibirku. Memelukku dengan erat, menempelkan tubuh kami menjadi satu. Kecupan itu berubah menjadi lumatan. Ia melumat bibir bawahku, aku yang tidak ingin kalah membalas perlakuannya.

Angin dingin yang berhembus malam itu tak terasa karena hawa panas yang tercipta di sekitar kami.

Nafas kami kembali memburu, Haechan seakan tidak ada niatan untuk melepaskan tautan bibir kami. Bahkan lidahpun sudah ikut andil dalam permainan ini.

Saat aku sudah mulai kesulitan bernafas, aku memberi isyarat dengan menepuk dadanya. Ia mengerti lalu beralih dengan memelukku erat. Aku bisa merasakan detak jantungnya yang berdebar dengan sangat kencang. Tak kalah dengan jantungku.

"Jinhee, kurasa aku tidak akan membiarkan kau tidur hari ini." Bisiknya.

-THE END-

Aku nulis apa sih? Mboh lah :')

Sebenernya ini special hari ultahnya echan tapi telat ngepublishnya. tapi yaodahlah yah. bye :')

Continuar a ler

Também vai Gostar

923K 55.9K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
260K 3.2K 77
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
70.5K 3.4K 7
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa😸 (GirlxFuta)🔞+++
1.1M 11.4K 20
Sebelum membaca, alangkah baiknya kalian untuk follow akun wp gw ya. WARNING!!!🔞 YANG GAK SUKA CERITA BOYPUSSY SILAHKAN TINGGALKAN LAPAK INI! CAST N...