in-between

By vianitammy

54K 6.3K 1.4K

(Canon) growing up. growing apart. and coming back together. ___ Ditengah-tengah pertarungan, intrik, persel... More

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12
13
14
15

11

2.2K 351 94
By vianitammy

Kurosuke mengikuti Hiashi dalam diam. Meskipun sebenarnya dia sangat bersemangat saat akan menjelajahi dunia baru ini untuk pertama kalinya, tidak ada keraguan bahwa dia setidaknya ingin tahu seperti apa bentuk Konoha dimasalalu.

Mengikuti lelaki tua itu, Kurosuke memperhatikan dengan baik desa Konoha yang akan dia tinggali untuk entah berapa lama. Pada dasarnya desa Konoha masih tetap sama dengan desa di masanya. Hanya saja itu tidak semodern di masanya.

Saat keduanya berjalan-jalan, orang-orang memulai rutinitas harian mereka. Ada yang jalan-jalan santai, ada juga yang sibuk menyapu jalan atau membuka toko. Terkadang beberapa penduduk desa menghampiri keduanya untuk menyapa Hiashi.

"Selamat pagi, Hyuuga-san."

Kurosuke dan Hiashi berhenti saat seorang pria mendekati keduanya. Pria itu tidak terlalu tinggi, dengan melihat wajahnya pria itu mungkin berusia empat puluhan. Pria itu berjalan-jalan mengenakan celemek, menunjukkan bahwa pekerjaannya pasti terkait dengan sesuatu yang bersifat kuliner, seperti memanggang atau yang lainnya.

"Selamat pagi, Akimichi-san." Hiashi membalas dengan sedikit senyuman. "Apakah semuanya baik-baik saja pagi ini?"

"Tentu saja." Jawabnya dengan antusias.

Kurosuke hanya terdiam, memperhatikan saat kedua orang dewasa dengan santai mengobrol satu sama lain. Dari apa yang bisa dia dengar, percakapan itu hanyalah salah satu obrolan ringan biasa antara orang-orang yang akrab satu sama lain. Dia ingat bagaimana ibunya sendiri biasa melakukan percakapan yang sama dengan orang asing.

"Aku baru saja mencoba resep baru pagi ini, ingin mencobanya?" Pria itu bertanya dengan senyum lebar di wajahnya.

"Mungkin nanti."

"Tentu saja." Pria itu tertawa sebelum mengalihkan perhatiannya ke Kurosuke, "Dan bagaimana denganmu?"

"Uh, mungkin nanti." Kurosuke dengan cepat menjawab.

"Aku mengerti." Jawab pria itu dengan ekspresi gelisah, terutama setelah dia melihat lebih dekat pada wajah anak itu.

"Apakah ada yang salah?" tanya Kurosuke.

"Oh! Tidak! Bukan apa-apa." Jawab pria itu gugup sambil tertawa kecil untuk menyembunyikan perasaan tidak nyamannya. Jawaban anak laki-laki yang tenang dan lembut itu benar-benar membuatnya bingung karena dia lebih terbiasa dengan anak-anak yang sembrono dan lincah daripada terlihat tenang dan tidak tertarik. Tapi kombinasi itu dengan wajah dan perilakunya yang tidak kekanak-kanakan itu semakin mengganggu pikirannya. Itu mengingatkannya pada seseorang.

"Kurasa sudah waktunya kita pergi, Nak. Ayo pergi." Sela Hiashi sebelum keadaan menjadi lebih canggung.

"Ya, tentu saja." Jawab Kurosuke, membuntuti di belakang Hiashi saat pria itu masih melihatnya.

Saat keduanya terus berjalan, semakin banyak penduduk desa yang menyapa mereka berdua, meskipun kebanyakan dari mereka hanya menyapa Hiashi. Kurosuke hanya mendapat tatapan penasaran. Meskipun dia akhirnya tidak memedulikan mereka dan terus berjalan bersama Hiashi.

Keduanya berjalan ke sungai terdekat di mana lelaki tua itu akhirnya berhenti berjalan. "Dengar nak, aku memang seorang shinobi pada masanya. Namun saat ini aku benar-benar membutuhkan istirahat."

"Ya, tentu saja, pak tua." Kurosuke menyeringai. "Entah mengapa aku tidak terkejut."

"Hm?"

Keduanya duduk diatas rerumputan sembari memandang lurus kearah sungai.

"Dimasa ku, kau bahkan sudah memakai tongkat." Kurosuke memejamkan mata dan mengomentari betapa sejuknya cuaca hari ini.

"Jadi..." lelaki tua itu melanjutkan, jelas mengabaikan fakta bahwa dia akan menggunakan alat bantu jalan di masadepan. "Berkenan memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi dimasa mu?"

Mendengar ini, sang Uchiha menatap ke kejauhan, memikirkan Ayah dan Ibunya. Mengingat apa yang dijanjikan Ayah dan Ibunya. Entah sudah berapa lama dia berada disini, namun saat mengingat musuh yang sepertinya tidak akan datang, mungkin ayah dan Ibunya berhasil mengalahkan mereka.

Kurosuke mengangkat bahu. "Aku sudah menceritakan semuanya saat di kantor Hokage."

"Seberapa parah kerusakannya?"

"Sangat parah."

"Kau yakin mereka bisa mengatasinya?"

Kali ini Kurosuke menoleh untuk menatap mata Hiashi. "Ayah dan Ibuku sangat kuat."

"Jadi?"

Kurosuke mendengus. "Aku tidak tahu." Bagaimana pun juga, sampai saat ini mereka belum menjemputnya.

Hiashi tertawa kecil mendengar jawaban yang dia terima. Dia belum pernah melihat seorang anak berperilaku seperti anak laki-laki ini. Bahkan Shinsuke dan Hitomi tidak bertindak seperti Kurosuke. Faktanya, bahkan anak-anak lain di desa tidak melakukannya. "Cara bicaramu cukup baik untuk anak seusiamu." Komentar lelaki tua itu, meskipun Kurosuke tidak yakin apakah itu dimaksudkan sebagai penghinaan atau pujian.

"Kurasa begitu." Kurosuke menjawab sesamar mungkin.

Pria tua itu terus tertawa mendengar jawaban yang dia dapatkan. Dibandingkan dengan anak-anak lain yang lincah, energik, dan banyak bicara, Kurosuke tampak masam, tidak banyak bicara, dan berbicara sekenanya. "Jadi, kalau begitu, kurasa tidak ada gunanya bertanya tentang Shinsuke 'kan?"

"Shinsuke?"

"Apa lagi? Jangan bertingkah seolah-olah kau tidak menyadarinya. Semua orang memandangmu aneh karena wajah kalian mirip, jika bukan karena warna rambut mungkin aku akan bingung membedakan kalian berdua."

Kurosuke entah bagaimana setuju dengan pernyataan itu. Warna rambutnya - khususnya Shinsuke membuatnya lebih menonjol dan itu pasti memberinya banyak perhatian yang tidak diinginkan dari wajah-wajah penasaran.

"Jadi, ada apa dengan Shinsuke? Para warga yang berada di tempat kejadian melihat dia menggunakan Chidori dan Sharingan untuk membunuh seorang bandit."

"Sharingan?" Kurosuke menatap lelaki tua itu dengan bingung.

"Ya. Dia tidak memberi tahumu?"

"Tidak." Kurosuke menggeleng. Dia hanya tahu jika kedua orang tuanya dipanggil ke kantor Hokage bersama Shinsuke entah untuk apa. Tapi saat mendengar pernyataan Hiashi itu membuatnya lebih masuk akal mengapa Shinsuke tidak diperbolehkan keluar rumah. Mungkin sebagai hukuman atas tindakannya. Tapi untuk apa? Apa yang salah dengan membunuh bandit?

Keheningan di antara mereka membentang untuk beberapa saat saat Kurosuke mengumpulkan pikirannya. Hiashi menunggu dengan sabar untuk melanjutkan. "Sebaiknya kita kembali."

"Ya." 

.
.

Di sore hari yang cerah, Kurosuke kembali berlatih tanding dengan Shinsuke, di dojo Hyuuga. Kurosuke menganggap keterampilan kakaknya melebihin dirinya, itulah sebabnya mereka berdua jarang akur. Kurosuke tidak memiliki Byakugan untuk berlatih dengan para Hyuuga seperti yang sering dilakukan Shinsuke, dia hanya memiliki Sharingan dan satu-satunya orang yang bisa melatihnya -Sasuke- selalu menjalankan misi keluar desa. Kurosuke jarang mendapat bimbingan dari ayahnya untuk mengembangkan sharingannya. Jadi dia bekerja sangat keras seorang diri untuk menjadi lebih kuat.

Saat ini mereka berdua berlatih bertarung dengan pedang kayu. Shinsuke bukanlah yang terbaik dalam menggunakan senjata; namun, dia memiliki refleks yang cepat, jadi dia dengan mudah menghindari serangan Kurosuke.

"Sialan, Shinsuke! Bisakah kau berhenti menghindar? Kita seharusnya berlatih menggunakan pedang!" Kurosuke terus menyerang Shinsuke dengan ayunan dan pukulan terus menerus. Kurosuke mengayunkan pedangnya sangat kuat, bahkan Shinsuke khawatir dia akan terkena pedang kayu tersebut. Walaupun itu tidak akan membunuhnya tapi itu pasti akan menyakitkan selama beberapa hari.

"Itu karena kau tidak menggunakan teknik berpedang yang tepat!" Shinsuke memprotes dengan frustrasi saat dia menghindari serangan Kurosuke. "Kau hanya berusaha sangat keras untuk memukulku!"

"Jika kau melawan ninja sungguhan, kau tidak akan peduli dengan teknik yang mereka gunakan!"

"Itulah sebabnya Ayah menyuruhmu untuk berlatih teknik-teknik itu sampai kau menguasainya!"

Kekesalan melonjak di dalam diri Kurosuke saat dia mendengar Shinsuke menyebut ayahnya, dan dia mengayunkan lebih keras ke arah Shinsuke. Sedangkan Shinsuke yang mengetahui hubungan Kurosuke dengan ayahnya, melarikan diri sambil berulang kali berteriak 'maaf.'

Selesai dengan kejar-kejaran yang melelahkan, keduanya mengistirahatkan tubuh mereka di tempat latihan sambil terengah-engah. Setelah beberapa menit, mereka memutuskan untuk menyebutnya seri dan melanjutkan di hari lain.

"Jangan marah begitu, Kuro," Shinsuke menepuk bahu kembarannya. "Ini tidak seperti kau kalah. Kita seri!"

Meskipun Kurosuke selalu menghargai optimisme Shinsuke, hal itu tidak bisa menghiburnya setelah menyebutkan ayah mereka.

"Orang tua itu bahkan menyerahkanku pada paman Daisuke untuk berlatih pedang." Kurosuke menyeka pedang kayu itu hingga bersih dan mengembalikannya ke tempat peralatan latihan. "Ayah benar-benar sangat peduli dengan misinya, kan? Itulah sebabnya aku tidak menyukai Nanadaime." Kurosuke menggerutu.

Shinsuke tertawa melihat kesan Kurosuke tentang ayah mereka dan Hokage ketujuh. Terlepas dari ketidaksukaannya terhadap ayahnya, siapa pun yang mengenal Kurosuke, mereka akan setuju bahwa dia lebih mirip Sasuke daripada Hinata. Sangat jarang melihat senyum di wajah Kurosuke, dan dia cenderung mengatakan hal-hal yang kasar daripada mengatakan kebaikan.

"Apakah menurutmu Ayah dan Ibu akan setuju jika anak-anaknya memilih untuk tidak menjadi Shinobi?"

Mengedipkan mata hitamnya, Kurosuke menatapnya bingung. "Tidak menjadi Shinobi? Lalu apa yang akan kau lakukan?"

"Aku tidak tahu. Ayame-san tampaknya memiliki kehidupan yang cukup baik."

"Wanita yang selalu menangis di toko ramen?"

"Dia hanya menangis ketika dia membantu ayahnya memotong bawang!"

Kurosuke mengedikan bahu. Saat berlatih dengan Shinsuke, Kurosuke memperhatikan bahwa Shinsuke tidak mencoba yang terbaik untuk meningkatkan keterampilannya. Dia tidak tahu apakah itu frustrasi atau kebosanan, atau ada sesuatu yang tidak diketahui Kurosuke. 

Shinsuke kembali bicara setelah hening sejenak di antara mereka. "Aku lapar! Aku merasa seperti sudah sepuluh tahun aku tidak makan."

"Lelucon perjalanan waktumu tidak lucu." Sahut Sasuke yang entah sudah berapa lama berdiri disana memperhatikan keduanya.

Memperhatikan kedua anak masadepannya membuat Sasuke sadar bahwa Hinata tidak akan berakhir dengan Naruto. Mungkin itu akan menjadi Sakura mengingat jika saat ini keduanya sudah berkencan.

Sasuke menyerigai memikirkan Naruto dan Sakura berakhir bersama. Mereka pasti memiliki pelangi dirumahnya.

"Ayah, apa yang sedang kau pikirkan?"

"Dia mungkin sedang memikirkan bagaimana cara menyingkirkan kita." Kurosuke menjawab dengan dingin kepada saudaranya.

"Jika aku ingin menyingkirkanmu, aku sudah melakukannya."

Shinsuke berdehem untuk meredakan kecanggungan yang ditimbulkan Ayah dan adiknya. "Omong-omong, aku sangat lapar!"

"Onii-chan!"

Ketiganya menoleh kebelakang untuk melihat Hitomi dan Hinata berjalan kearah mereka. Diam-diam Shinsuke bersyukur karena ibu dan adik nya datang diwaktu yang tepat.

"Sepertinya aku mendengar seseorang berteriak kelaparan." Ujar Hinata setelah berhenti disamping Sasuke dengan Hitomi yang berada di tengah-tengah keduanya.

"Kuro benar-benar menguras tenagaku dan sekarang aku kelaparan," Shinsuke mengadu secara dramatis kepada Hinata. "Dunia yang kejam."

Kurosuke mendengus tapi ikut menimpali. "Nasib selalu kejam pada klan Uchiha!"

"Kuro, kupikir aku baru saja melihat cahaya."

"Pergilah ke dalam cahaya, Shin. Mungkin disana akan ada makanan."

Sasuke memutar matanya ke arah anak-anaknya, "Jika kalian tidak diam, aku akan menendangmu kembali ke tempat asalmu."

"Kalian berdua benar-benar sangat menggemaskan!" Ucapan Hinata sukses membuat Sasuke kembali memutar matanya malas.

"Jangan biarkan penampilan mereka menipumu. Mereka adalah keturunan iblis." Sasuke memperingatkannya.

"Keturunan iblis? Kedengarannya benar." Kurosuke menyerigai ke arah ayahnya.

"Baiklah anak-anak! Kalian berdua pergi mandi sementara aku akan membuatkan kalian makanan, bagaimana?"

"Kau memang yang terbaik, Bu!" Seru keduanya.

"Aku akan membantu." Hinata tersenyum pada tawaran Sasuke dan mengangguk mengiyakan.

Sasuke mengikuti Hinata kedapur. Sedangkan Hitomi memilih untuk mengunjungi ruangan Hiashi karena saat ini anak itu belum merasa lapar dan memilih untuk bermain bersama kakeknya.

"Apa yang akan kita buat?"

"Aku berpikir untuk membuat Oyakodon. Bagaimana menurutmu?"

Makanan tidak terlalu penting baginya. Dia menyukai tomat, onigiri dan sesuatu yang tidak terlalu manis. Tapi itu tidak terlalu penting. Sasuke bukanlah orang yang pilih-pilih. Makanan diperlukan untuk bertahan hidup. Jika rasanya enak, itu bonus. Itu bukan persyaratan.

"Aku akan baik-baik saja dengan apapun yang kau buat. Mungkin itu berlaku untuk keduanya, mengingat mereka sangat memujamu." Gumam Sasuke sambil melihat bahan-bahan yang telah disiapkan Hinata.

Masih dengan pakaian yang sama, Shinsuke mengintrupsi keduanya. "Apakah kalian bermesraan di sana?"

"Tidak," balas Hinata dan Sasuke bersamaan.

Pipi Hinata merona merah, dan Sasuke memperhatikannya. "Maaf Hinata. Sepertinya aku tidak bisa membantumu," setelah meminta maaf Sasuke berjalan kearah Shinsuke dan mendorongnya perlahan menjauh dari dapur. "Sebaiknya kau segera mandi, bocah."

Sasuke membawa Shinsuke ke kamarnya dan mendapati Kurosuke yang tengah terduduk sembari memainkan kunainya. Menutup pintu, Sasuke berdiri menghadap keduanya. "Dengar, aku tidak berpikir aku perlu menjelaskan hal ini kepada kalian, tetapi kalian perlu memahami bahwa ibumu dan aku tidak bersama-sama dimasa ini."

"Kau sebaiknya memulai sekarang karena kalian akan bersama di masa depan," Shinsuke menyarankan seolah itu adalah hal termudah di dunia.

"Shinsuke, Ibumu dan aku hanya sebatas kenalan. Tidak lebih, tidak kurang."

"Lalu kenapa kau punya tiga anak dengannya?"

Sasuke menghembuskan napas lelah. "Aku sudah pernah katakan pada kalian, jangan membuat hal-hal canggung untuk ibumu. Ini sudah menjadi situasi yang cukup aneh. Diberitahu bahwa kau memiliki anak dengan seseorang yang hampir tidak kau kenal adalah hal yang sangat mengejutkan. Yang aku minta dari kalian adalah untuk tidak membuat hal-hal canggung bagi kami."

Shinsuke mengerutkan dahinya, "Apa yang sedang kau coba katakan?"

Sasuke nyaris menampar wajahnya sendiri. Kedua anaknya benar-benar membuatnya frustasi. "Ibumu dan aku tidak bersama. Kami tidak terlibat dalam hubungan apapun jadi jangan beri dia masalah."

Kurosuke tersentak. "Apakah kalian akan bercerai?"

"Kita bahkan belum menikah." Sasuke memutar bola matanya.

"Kata kuncinya adalah belum," Shinsuke mengedipkan mata pada ayahnya, "Kuro, kita belum menghilang, jadi mereka pasti masih akan bersama. Ini sains."

"Apa?! Tidak, bukan begitu cara kerja perjalanan waktu." Sasuke berusaha berdebat dengan putranya.

"Ayah. Ini sains. Maaf kami tidak bisa membuat aturan." Shinsuke mengakhiri argumen potensial Sasuke.

Sasuke menggelengkan kepalanya dan meninggalkan keduanya sebelum dia memilih untuk menyerang anaknya dengan chidori.

"Anak-anak kita benar-benar brengsek." Sasuke bergumam tanpa sadar. "Apa kau butuh bantuan?"

"Anak-anak tetaplah anak-anak," bibir Hinata membentuk senyum lebar saat Sasuke mulai mengeluarkan piring dan peralatan makan, "Mereka pasti lebih sulit menyesuaikan diri dengan situasi ini daripada kita."

"Atau mungkin mereka hanya bajingan licik."

Hinata tertawa dan menggelengkan kepalanya, "Jangan berbicara seperti itu."

"Aku bersikap realistis," kata Sasuke dengan seringai di wajahnya, "Aku harap dua iblis kecil itu tidak membuat hal-hal canggung di antara kita."

"Sungguh lucu bagaimana hidup bekerja," Hinata meletakkan beberapa porsi di empat piring dengan hati-hati, "Aku tidak percaya kita akan berakhir bersama dalam satu juta tahun."

Sasuke menaikkan sebelah alisnya, "Dan kenapa begitu?"

Hinata tersipu saat mereka melakukan kontak mata, "Kau bahkan tidak pernah melihat ke arahku."

"Mungkin kau hanya tidak melihatku karena matamu selalu tertuju pada Naruto." Gumam Sasuke pada dirinya sendiri sambil berjalan pergi dengan dua piring.

"Apa kau mengatakan sesuatu, Sasuke-san?" Tanya Hinata sambil berjalan di belakangnya dengan dua piring lagi di tangannya.

"Aku bilang terima kasih untuk makanannya." Jawab Sasuke.

Sasuke menaruh dua piring di depan Shinsuke dan Kurosuke. Hinata meletakkan satu piring di depan Sasuke dan satu di depan kursi kosong terakhir. Kemudian Hinata kembali ke dapur sebentar dan Sasuke dengan cepat membagikan peralatan makan mereka. Hinata kembali ke meja dengan panci makanan dan meletakkannya di tengah.

"Kalian harus makan yang banyak. Aku ingin kalian tumbuh menjadi ninja yang kuat." kata Hinata pada Shinsuke dan Kurosuke

"Ittedekimasu!"

Ditengah-tengah kesunyian mereka, Shinsuke buka suara. "Bu, apa kau ingin mendengar beberapa cerita dari masadepan?"

"Aku akan menyukainya jika itu tidak menganggu masa kini."

Shinsuke menggeleng dan dengan semangat mulai bercerita. "Suatu hari, kami berada di pasar dan beberapa pria sedang menggodamu,"

"Dia pasti ingin bunuh diri." Kurosuke menyahut.

Shinsuke mengangguk. "Saat itu kami berada di lorong sayur dengan Ayah. Kami sedang memilih tomat tapi ayah terus mengawasimu dari sudut matanya. Kemudian dia menghampirimu dan memelukmu dan singkat cerita,-"

"Ayah dilarang masuk pasar untuk selamanya," Kurosuke menyelesaikan dengan cepat.

"Kita bisa melihat kaki pria itu menjuntai dari atap yang berlubang. Lucu sekali!"

"Itu tidak lucu, Shin-kun." Hinata bersemu.

"Ya, itu tidak lucu," Kurosuke memihak ibunya. "Yang lucu adalah saat Ibu mendiami Ayah selama seminggu."

"Kupikir aku bukan Ayahmu," Sasuke menaikkan alisnya pada Kurosuke, "Itu terdengar seperti sesuatu yang tidak akan pernah kulakukan."

"Seperti yang selalu ibu katakan, cinta mengubah seseorang." Kata Shinsuke dengan senyum lebar di wajahnya.

"Shinsuke, apa yang aku katakan sebelumnya? Ibumu dan aku tidak bersama dimasa ini." Tegur Sasuke sambil terus menyantap oyakodon.

"Sasuke-san, aku tidak keberatan sama sekali. Mungkin kita bisa bermain memerankan peran orang tua bersama. Mungkin itu akan membuat mereka lebih nyaman," Hinata mencengkram erat sumpitnya saat Sasuke menatapnya, "a-atau tidak. Terserah kau saja.."

"Apakah kau yakin akan nyaman dengan itu?"

"Tentu saja," balas Hinata sedikit terlalu bersemangat, "Maksudku, ya. Aku tidak keberatan. Mungkin itu akan membuat mereka merasa lebih nyaman untuk saat ini."

Sasuke mengangkat bahu, "Terserah saja. Anak-anak ini praktis memujamu."

"Ibu sangat hebat! Dia tahu cara merawat empat bayi sekaligus." Shinsuke menyahut dengan bangga.

Sasuke terbatuk saat dia tersedak makanannya, "Kalian kembar tiga?! Kupikir hanya kalian berdua."

"Ibu harus mengurus empat bayi. Shinsuke, Aku, Hitomi dan kau." kata Kurosuke puas.

Sasuke memutar bola matanya.

"Ah jadi kalian disini?"

"Otou-sama."

"Ojii-sama."

Hiashi mengangguk. Membiarkan Hitomi berjalan kearah Hinata. "Apa kalian baru saja selesai dengan makan sore kalian?"

"Maafkan aku tou-sama, aku tidak bermaksud-"

"Hinata, kau bebas untuk makan kapanpun yang kau inginkan. Aku tidak keberatan jika kita tidak makan bersama untuk makan malam."

Hinata tersenyum. "Terima kasih, tou-sama."

Hiashi menggeleng. Mengatakan jika Hinata tidak perlu berterima kasih untuk itu.

Setelah mengambil tempat duduk disamping Hinata. Hiashi melihat pada Sasuke yang hanya terdiam. Sedangkan Hinata kembali ke dapur untuk membuatkan Ocha untuk Hiashi.

"Aku dengar kau sedang membangun kembali distrik Uchiha?"

Sasuke mengangkat satu alisnya. "Hanya membangun sebuah rumah."

Hiashi mengangguk. "Jika kau mau aku bisa mengirimkan orang-orangku untuk membantu," melihat kilatan ketidak sukaan dari Sasuke, Hiashi kembali berujar. "Jangan berpikir macam-macam Sasuke, aku hanya ingin membantu."

Sasuke mengangguk. "Terima kasih untuk kebaikanmu. Tapi kurasa mereka sudah cukup."

"Kau benar-benar kejam, Ayah. Para samurai hebat kau jadikan pekerja untuk membangun rumah." Shinsuke menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya dengan Ayahnya yang membiarkan para samurai hebat membangun rumahnya.

Hinata yang baru datang berusaha menyembunyikan tawanya. Menurutnya Sasuke memang agak kasar dengan membuat para samurai untuk membangun rumah.

Sasuke mendelik tidak suka pada anak sulungnya. "Aku tidak menyuruh mereka. Mereka yang menawarkan diri."

"Lebih tepatnya mereka melakukan itu karena paman Daisuke." Sahut Kurosuke yang dibalas anggukan setuju dari kembarannya.

"Jangan menatapnya seperti itu, Ayah! Walaupun kau memperlakukan mereka sangat kasar. Tapi aku senang karena rumah yang aku tempati di bangun oleh para samurai hebat!" Shinsuke dengan cepat menambahkan saat melihat kilatan permusuhan dari saudara dan ayahnya.

Hiashi dan Hinata hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saat menyaksikan perdebatan Uchiha senior dan Uchiha junior. Dalam hati mereka bersyukur karena Hitomi sepertinya tidak tertarik dengan perdebatan tiga lelaki beda usia tersebut.

To be continue..

❦❦❦

Shin & Kuro

Hitomi by Lia

Continue Reading

You'll Also Like

235K 19.6K 33
Bagaimana jika seorang pendendam bertransmigrasi ke tubuh antagonis yang sama-sama di benci keluarga nya? Aruga Grasion, seorang pendendam di keluar...
1.2M 117K 55
Ketika menjalankan misi dari sang Ayah. Kedua putra dari pimpinan mafia malah menemukan bayi polos yang baru belajar merangkak! Sepertinya sang bayi...
509K 1.6K 12
Area 21+++, yang bocah dilarang baca. Dosa tanggung sendiri yap. Jangan direport, kalau gasuka skip.
78.7K 1.1K 10
[WAJIB VOTE⚠️] ada seorang ceo yang menikahi seorang laki-laki yang lucu nan gemas dan setelah menikah 2 bulan lalu mereka memiliki anak 3 laki-laki...