Indurasmi [Proses Terbit]

By aniaputrisyahrani

2.7K 381 27

Aku mempunyai harapan dan sebuah mimpi. Meskipun aku masih berada dalam lorong kenyataan yang begitu gelap da... More

Bab1 [Usik]
Bab 3 [Berulah]
Bab 4 [Biadab]
Bab 5 [Tuan Elden]
Bab 6 [Pangeran Netherland]
Bab 7 [Impian]
Bab 8 [Dalam Sunyi]
Bab 9 [Kematian]
Bab 10 [Meyakinkan Kembali]
Bab 11 [Hubungan]
Bab 12 [Mengenal]
Bab 13 [Awal Mencintai]
Bab 14 [Menjauhkan]
Bab 15 [Posisi Sebenarnya]
Bab 16 [Sebuah Berita]
Bab 17 [Tanpa Pamit]
Bab 18 [Yakin]
Bab 19 [Agama Cinta]
Bab 20 [Penantian]
Bab 21 [Ending]

Bab 2 [Penggoyah]

205 26 1
By aniaputrisyahrani

Senja di ufuk barat sudah terlihat mewarnai, pertanda bahwa sang waktu masih terus bekerja tanpa henti. Biasanya pada waktu seperti ini lah ayat-ayat suci al-quran berkumandang di sebuah pondok kecil. Namun sekarang, pondok itu menjadi sunyi.

Indurasmi yang biasanya menyambut anak-anak sekitaran rumahnya untuk mengaji dan mengajar mereka, kini hanya terduduk tanpa tujuan. Dia terus bertanya-tanya dalam hati, tentang kenapa anak-anak tersebut tidak datang mengaji.

"Darman, tunggu!" Indurasmi bangkit dan berlari ke gerbang rumahnya ketika seorang anak yang biasa mengaji di pondok melewatinya.

"Ada apa, Teteh?" tanya budak kecil tersebut.

"Kamu kenapa tidak mengaji? Dan yang lain kenapa tidak ada yang datang?"

Seketika ada raut ketakutan dari Darman, anak itu menjawabnya dengan berbisik. "Orang berkulit putih itu mengancam kami untuk tidak datang mengaji ke sini. Jadi, orang tua kami pun melarang juga."

Indurasmi terdiam. Ia sekarang paham mengapa pondok menjadi sepi. "Baiklah, terima kasih, ya."

Anak bernama Darman itu kembali melanjutkan perjalanannya. Sementara itu Indurasmi melangkah ke arah pondok kembali dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Para serdadu kejam itu kini semakin menekan Indurasmi secara tidak langsung, semua demi mendapatkan tanah yang berdirinya sebuah pondok kecil.

Indurasmi duduk kembali sembari mengembuskan nafas lirih. Kadang sulit untuk melawan kenyataan. Selama satu bulan menjalani kegiatan mengaji di pondok ini, Indurasmi tak mendapatkan gangguan apapun. Tapi kini, bangsa netherland telah mengendus tentang kedamaian Indurasmi ini. Mereka mengacaukan.

"Kapan penderitaan negeri ini usai?" Indurasmi terus bertanya-tanya, entah pada siapa dan entah siapa yang akan menjawabnya. Bahkan sang takdir pun masih bungkam.

Jika boleh jujur, Indurasmi pernah ditawarkan untuk tinggal di Belanda oleh salah satu sahabat karibnya yang asli negeri sana. Tapi, Indurasmi hanya ke negeri tersebut untuk menimba ilmu, meski sebentar, tapi Indurasmi tetap tak akan melupakan tanah kelahirannya. Ia bertekad untuk menjadi saksi atau pun pelopor dari bangkitnya Indonesia.

Sekarang, tekad itu masih belum sempurna, masih lemah untuk melawan keadaan yang semakin runyam.

||<<<||

Kegiatan menampi berasnya seketika terhenti, di kala sebuah suara gedoran pintu menganggunya. Indurasmi segera berlari kecil masuk ke dalam rumah, dan mengintip dengan menyingkap sedikit gorden jendela.

Nafasnya memburu, tangannya yang gemetar dengan cepat menutup kembali gorden yang terbuat dari kain lusuh tersebut. Indurasmi panik, sebab yang datang ke rumahnya sekarang adalah para serdadu yang kemarin singgah untuk membeli lokasi tanah di pondok.

Sebenarnya biasa saja Indurasmi tenang, tapi karena sekarang di rumah tak ada Gharul–sang bapak–Indurasmi menjadi panik. Ia takut, para serdadu tersebut berbuat macam-macam.

Tok! Tok!

"Buka lah!"

Teriakan mereka membuat Indurasmi dengan cepat membuka pintu. Gadis itu berusaha memasang wajah tenang.

"Ada apa gerangan Tuan-Tuan datang ke mari?" tanyanya.

"Bagaimana keputusanmu, Nona? Pondok itu sekarang sepi. Dari pada dibiarkan kosong, lebih baik kami membeli tanahnya." Salah satu serdadu mengungkap tujuannya datang dengan to the poin.

Indurasmi menatap bergantian ke dua orang netherland di hadapannya. "Saya tahu, kalian yang mengancam anak-anak."

"Ya! Memang! Saya yang mengancam mereka."

Sungguh Indurasmi sangat tidak suka dengan serdadu yang satu ini, tampak tak tahu malu dan licik. "Ancaman kalian, tidak akan membuat saya menyerahkan tanah itu! Camkan baik-baik."

Serdadu itu tertawa keras mendengar penuturan Indurasmi. "Hey, Nona! Bangunlah! Jangan bermimpi di tengah peperangan. Kalian bangsa inlander seharusnya tak berpikir soal impian, tapi pikirlah esok hari akan makan apa."

"Pergi kalian!" seru Indurasmi.

"Kau mengusir kami kedua kalinya?"

"Pergi!"

"Kau—"

"SAYA BILANG PERGI!"

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi Indurasmi. Gadis itu tampak menahan amarahnya, bahkan ke dua tangannya mengepal.

"Andrew, jangan seperti ini!" teguran diserukan oleh salah satu serdadu yang sendari tadi diam tak berekspresi. Boleh Indurasmi tebak, pria itu tidak sekejam serdadu bernama Andrew.

"Kau wanita tidak tahu diuntung! Sombong sekali kau!" teriak Andrew. Tangannya ingin menjambak kerudung Indurasmi, tapi dengan cepat gadis itu menghindar ke dalam rumah dan menutup pintunya rapat-rapat.

"Wanita pribumi sialan!" Andrew terus bersumpah serapah.

Sementara temannya terus menenangkan, dan menarik pria itu pergi.

"Ada apa denganmu, Elden! Dia telah berani mengusir kita." kata Andrew sembari melepaskan tangan temannya itu yang menarik kuat dirinya.

"Tenanglah. Kita adalah seorang tentara, kita harus menjaga martabat. Apa kata bangsa kita lainnya jika melihat ini? Seorang tentara Belanda dan wanita pribumi memperebutkan sebidang tanah kecil? Lolucon yang bagus untuk ditertawakan," jelas pria bernama Elden tersebut.

Andrew memutar bola matanya. "Tapi tanah itu cocok untuk lokasi anggota kita membuat pertahanan. Sungguh, aku pun tak ingin membuang waktu dengan rakyat seperti itu."

"Lebih baik kita memikirkan cara lain saja. Ayo kembali ke camp." Elden merangkul sahabat karibnya itu untuk meninggalkan pekarangan rumah Indurasmi.

||<<<||

Tidak pernah dibayangkan jika kehidupan aman damainya kini malah terganggu oleh bangsa netherland. Namun, apapun yang terjadi, Indurasmi tidak akan pernah menyerahkan tanah pondoknya menjadi milik mereka.

Setelah kejadian menegangkan tadi. Indurasmi mengunci semua pintu rumahnya. Ia tak akan keluar rumah sampai Gharul pulang dari ladang tebu. Tapi sebenarmya Indurasmi juga takut terjadi sesuatu pada Gharul di sana, sebab para orang berkulit putih itu pasti tak akan tinggal diam setelah mendapat perlakuan tadi.

Alhasil Indurasmi memberanikan diri keluar dari rumah untuk menemui sang bapak di ladang milik saudagar kaya. Sebelum itu ia mengecek terlebih dahulu ke sekitaran rumahnya, apakah aman atau tidak. Hingga dirasa aman, Indurasmi berjalan kaki cepat menuju ladang.

"Rasmi!"

Di pertengahan jalan langkah Indurasmi melambat ketika dihadang oleh seorang nona Belanda seusianya. Indurasmi tersenyum, ia mengenal betul orang itu. "Hai, Ambar."

Ambar, adalah sahabat karibnya yang telah berjasa dalam pendidikan Indurasmi. Meskipun dia adalah bangsa netherland, akan tetapi sikap gadis itu pada pribumi seperti Indurasmi sangatlah ramah dan baik hati.

Keluarga Ambar pun boleh dikatakan ramah juga dan mau berbaur bersama pada inlander. Tak seperti keluarga Belanda lainnya, yang begitu anti dengan bangsa inlander.

"Kapan kamu pulang dari Amsterdam?" tanya Indurasmi.

"Malam tadi," jawab Ambar. "Oh, iya, baru saja aku ingin ke rumahmu. Kamu mau ke mana?"

"Aku ingin ke ladang."

"Kalau begitu, aku ikut. Sudah lama tidak ke ladang tebu itu," ungkap Ambar sangat antusias. Ambar memang benar-benar beda. Dia adalah anak pengusaha biji kopi, tapi hatinya masih berteman baik bersama kesederhanaan. Hidup adalah petualangan, itulah kutipan yang dipegang oleh sosok gadis berambut pirang tersebut.

"Mari. Aku juga ingin menanyakan banyak hal mengenai kota Amsterdam saat ini kepadamu."

Mereka berdua berjalan beriringan. Selama perjalanan beberapa orang menatap penuh tanya tentang kedekatan sosok inlander dan netherland tersebut. Bagaimana tidak seperti itu, saat ini memang terdengar aneh bila mendengar persahabatan dari dua orang yang berbeda bangsa, bahkan dikatakan dua bangsa yang sedang bersitegang dan dua orang yang berbeda kasta.

Tapi, biarlah. Indurasmi dan Ambar tidak peduli. Mungkin saja persabahatan ini menjadi penolong untuk Indurasmi mewujudkan mimpi-mimpinya.

||<<<||

02, Juni 2021

Continue Reading

You'll Also Like

3.1K 582 28
Bandung dan Kisahnya, perihal kisah asmara Jeandra Van Aldert ; seorang Kolonel Jenderal berkebangsaan Belanda yang mencintai seorang perempuan pribu...
5.4M 285K 58
Serina, seorang gadis cantik yang sangat suka dengan pakaian seksi baru lulus sekolah dan akan menjadi aktris terkenal harus pupus karena meninggal o...
2.3M 29.1K 28
"Lebarkan kakimu di atas mejaku! Aku ingin melihat semua yang menjadi hakku untuk dinikmati!" desis seorang pemuda dengan wajah buas. "Jika aku meny...
99K 10.8K 22
"Bisakah kamu menunjukan rupamu?" "Tidak." "Tidak sekarang." "Kenapa?" "Karena aku tak ingin." Ketika ketidakadilan dan kesengsaraan menjerat hidup L...