When I'm Gone (Completed) | L...

By RahmaAustin

15.2K 822 88

Selama 6 tahun, Alex Grey harus menahan rasa kecewa dan amarahnya. Menganggap bahwa dia akan kehilangan seora... More

Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
When I'm Gone Cast and Character
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
Bagian 36
Bagian 37
Bagian 38
Bagian 39
Bagian 40
Bagian 41
Bagian 42
Bagian 43
Bagian 44
Bagian 45
Bagian 46
Bagian 47
Bagian 48
Bagian 49
Bagian 50
Bagian 51
Bagian 52
Bagian 53
Bagian 54
Bagian 55
Bagian 56
Bagian 57
Bagian 58
Bagian 59
Bagian 60
Bagian 61
Bagian 62
Bagian 63
Bagian 64
Bagian 65
Bagian 66
Bagian 67
Bagian 68
Bagian 69
Bagian 70
Bagian 72
Bagian 73
Bagian 74
Bagian 75
Bagian 76
Bagian 77
Bagian 78
Bagian 79
My Thanks To You + Author's Note

Bagian 71

89 6 0
By RahmaAustin

Cuaca yang tampak tidak sedang mendukung membuat Alaia, Alex dan Alexa harus pulang. Alex tak mau putrinya mendadak sakit lagi hanya karena dia membiarkan putrinya terlalu lama di luar.

Alex dan Alexa masih mengobrol sampai di depan pintu. Hanya obrolan sederhana antara ayah dan anak yang terkadang bahkan Alaia tidak mengerti.

Pintu terbuka, menampakkan William yang berjalan menghampiri Alexa. Alexa berteriak kencang ketika pamannya itu datang menyambar tubuhnya, lalu memeluknya.

Alex yang berada di belakangnya hanya bisa terdiam sembari memberikan senyuman. Mendengar suara gaduh, membuat Alaric dan Josette mau tidak mau harus mendatangi kegaduhan yang berasal dari ruang tamu.

"Aku akan segera kembali." ujar Alaia sesaat berpisah dengan Alex. Alaia masuk ke dalam kamar. Diikuti Josette yang mengekorinya. Kehadiran ibunya, mengagetkan Alaia.

Josette menutup pintu kamar Alaia sembari memasang wajah aneh. Alaia yang tidak mengerti, hanya bisa memperhatikan sang Ibu dengan tatapan datar.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan, Mom," ujar Alaia sembari menutup tirai untuk berganti baju. Josette mulai menggodanya. Ia tahu sebenarnya ini adalah hal yang wajar. Namun rasanya, dia seperti melihat anak perempuannya sedang menjalani kencan pertamanya. Alex bukanlah orang pertama yang ada di hidup Alaia. namun Alex adalah orang pertama dan terakhir yang selalu ada untuk Alaia.

"Ceritakan apa yang kalian lakukan hari ini?" Josette begitu penasaran, sampai membuat Alaia terkejut. Alaia hanya tertawa menanggapi keingin tahuan ibunya itu. tak banyak yang harus dia ceritakan. Semuanya, hanya kegiatan menghabiskan waktu bersama Alexa.

"Tak ada rencana untuk nanti malam?" tanya Josette.

"Tidak ada, Mom. Aku harus mempersiapkan pakaian Alexa,"

"Aku bisa menyiapkannya.." Alaia menoleh, memandang ibunya datar. Ia menggeleng kepalanya dengan keras. Ia tahu, dia harus banyak menghabiskan waktu dengan Alex.

Tapi, tidak dengan mereka yang masih tidak tinggal serumah. Semuanya masih serba terbatas, dan Alaia masih menyadari batasan itu akan selalu ada.

Alaia dan Josette keluar kamar tanpa mengeluarkan perbincangan apapun. Alaia memanggil Alexa untuk segera berganti pakaian dan memintanya untuk segera mandi.

Alaia membiarkan para pria berbincang, sedangkan Josette menyiapkan makanan untuk makan malam.

"Dad, Will," suara Alex pun akhirnya terdengar.

William dan Alaric segera memandang Alex. Alex memandang kedua wajah pria yang ada di kanan dan kirinya itu satu persatu. Ia sedang memikirkan sesuatu hal untuk dirinya dan juga Alaia.

Dan mungkin, hal itu bisa terwujud jika dia membicarakannya dengan anggota keluarganya yang lain. Alaric adalah yang terpenting. Dia tak bisa melakukannya tanpa bantuan Alaric.

"Alex, kau sebaiknya segera bicara sebelum Alaia datang."

Alex memincingkan matanya, sembari memandang William. "Bagaimana kau tahu aku akan membahas Alaia?" tanya Alex sembari menunjukkan telunjuknya ke hadapan Alex. William hanya meninggakan bahunya sembari melemparkan pandangannya ke arah Alaric.

Alex mulai berbicara. Ia memberitahu rencana apa yang sedang ia lakukan untuk Alaia. dia membutuhkan dukungan semua orang. Alex ingin mengajak Alaia untuk tinggal bersama nya lagi. Alex akan memakai rumah yang sempat mereka pesan beberapa tahun lalu. Dan ingin memulai kehidupan yang baru dengan Alaia. Alex terus berbicara, tanpa adanya jeda, yang di mana ini bukanlah tipikal Alex. Namun, jika dia mulai bersemangat, inilah yang terjadi.

"Jadi, bagaimana?" Alex menyorot semua mata yang memandangnya.

Alaric terdiam sejenak. Ia memandang William yang sama halnya sedang memperhatikannya. Anggukan mulai terlihat pada William, sedangkan Alaric, segera menepis pandangannya lalu memperhatikan Alex. setelah menunggu jawaban yang cukup lama, akhirnya Alaric membuka suara.

"Ya, tentu. Apa pun yang membuat kalian bahagia, aku akan menyetujuinya,"

Alex mendengus, senyuman merekah di bibirnya. Ia memeluk Alaric dan William bersamaaan. Alaric mengelus punggung Alex dengan rasa bangganya. Setelah pelukan itu terlepas, Alexa muncul dari balik tirai ruang tamu. Alex, Alaric dan William memincingkan matanya ketika melihat Alexa yang terlihat lebih rapi. Alaia menyorotkan pandangannya pada Alex yang seketika memperhatikannya.

"Aku ingin menginap di rumah Meagan, dan aku meminta Mama untuk mengizinkanku, tapi sepertinya Mama terlalu takut. Jadi aku ingin Daddy mendukungku," semua mata terkesiap, tidak ada yang bisa mengalahkan Alexa dalam hal ini.

"Kau menginap untuk semalam?" tanya Alaric.

"Satu minggu penuh." Jawab Alexa sembari tersenyum menggoda. Alaia membulatkan matanya, lalu berjalan menghampiri Alexa. "Sayang, kau berjanji..."

"Mama, aku hanya bercanda. Aku tahu kau tidak akan membolehkanku berlama-lama. Tenang, aku akan menuruti apapun yang kau katakan." Ujar gadis itu sembari memegang pergelangan tangan ibunya sembari mengelusnya. Alaia tak dapat menahan tawanya karena perlakuan Alexa itu. Alaia lalu memeluknya sembari berlutut di hadapan Alexa.

"Jangan macam-macam. Jaga dirimu baik-baik, dan jangan merepotkan siapapun."

"Alaia, kau bercanda?" protes William.

"Apa? Memangnya ada yang salah dengan perkataanku?" Alaia menggerutu. Dan sepertinya semua orang tampak memandangnya datar.

Kecuali, Alex yang hanya mengembangkan senyumannya. Ia tak lagi bersuara, ia mengambil tas ransel Alexa dari tangan Alaia, lalu mengecup keningnya.

"Semuanya akan baik-baik saja." Ucapan sederhana itu mampu membuat hati Alaia seketika bergetar.

William dan Alaric hanya saling melemparkan pandangannya satu sama lain. Alexa dan Alex segera bergegas. Alaia mengantar sampai di depan rumah. Kecemasan mulai menyelimuti hati Alaia.

Ada rasa di dalam dirinya untuk tidak lumemperbolehkan Alexa untuk menginjakkan rumah itu. namun, itu bukan pertama kalinya. Alexa pernah ke sana, dan terakhir kali dia berada di sana, situasinya tidak begitu baik.

Mungkin itu karena Alexa belum mengenal Alex sebagai Ayahnya. Sesaat keraguan itu hilang setelah perkataan Alex kembali terngiang di kepalanya.

Ya, semuanya akan baik-baik saja. Janji yang mungkin saja selalu bisa di lakukan oleh Alex tanpa harus meletakkan rasa ragu.

Di ujung jalan keluar rumah, Alexa masih melambaikan tangannya pada Alaia. perlahan bayangan mobil Alex menghilang dari pandangannya. Ada kesunyian yang melandanya begitu saja. Ia tak ingin bersedih karena itu. ia kembali masuk ke dalam rumah. William tampak berdiri di hadapannya sekarang.

Alaia memperhatikannya sembari tersenyum geli. "Ada apa?" tanya Alaia penasaran. William lebih mendekatinya, kini ini memegang kedua pundak Alaia, dengan rasa bangganya, William sampai harus merelakan air matanya terjatuh. Alaia mulai kebingungan.

"Will, ada apa? Kenapa kau menangis?"

William mendengus sembari menyeka air matanya. ia membuang pandangannya sejenak pada Alaia. ia hampir tidak bisa bicara. Ia tahu, terkadang hatinya begitu lemah jika sudah bertatap mata dengan adiknya sendiri. Di beberapa bulan ini, banyak hal yang ia dapatkan, banyak hal yang mengubah hidupnya, hidup Alaia.

Alaia kembali bertanya.

"Will?"

"Ya, ya. Maaf. Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku sangat bangga denganmu. Lihatlah dirimu sekarang. Enam bulan, bukanlah waktu yang sangat mudah bukan untuk kembali bersama Alex. kau berhasil memperbaikinya."

"Oh, Will. Jangan membuatku menangis. Will, aku tidak akan bisa melakukan ini jika bukan karena juga. Wiliam, aku sangat beruntung mempunyai kakak sepertimu, dan aku benar-benar terima kasih atas semua yang kau lakukan untukku." William mendesah panjang.

"Kau tak perlu berterima kasih padaku. Ini sudah kewajibanku."

"Aku menyanyangimu, Will." Alaia melebarkan kedua tangannya dan bersiap untuk memeluk kakaknya itu. William pun mendekatinya lalu mendekap Alaia lembut. William mengelus punggung Alaia, lalu melepaskannya perlahan. William kembali memandang Alaia.

"Oh, aku pikir kau harus istirahat sekarang. bukankah besok kau dan Alexa akan mengisi acara di pentas seni sekolah?" Alaia menelan ludahnya. Sembari mengangguk, matanya tidak sedang tersorot ke arah William, karena sekarang mereka kedatangan Ibu mereka. Josette menghentikan langkahnya.

"Bajumu sudah aku siapkan, Alaia." Alaia menoleh ke arah Ibunya.

"Mom, kau tidak perlu—"

"Uh, uh. Berhenti memprotes. Kami tidak sabar untuk melihatmu memakai baju itu." Alaia memutar bola matanya sembari menggurutu. Ia tahu betapa Ibunya menginginkan Alaia memakai baju yang sudah di idam-idamkan Josette selama enam tahun lamanya. Dan itu terdengar gila, bukan?

"Baiklah, sekarang pergi istirahat. Selamat malam."

"Selamat malam, Alaia."

"Ya, selamat malam, Mom, Will!" Alaia sedikit melihat William dan Josette yang berlalu berjalan di belakangnya. Ia lalu bergegas masuk ke dalam kamarnya. Ia menghela napasnya, sepertinya untuk malam ini, dia tidak ingin tidur di kamarnya. Ia mengambil selimutnya, lalu berjalan menuju kamar Alexa.

***

Alex menoleh ke kursi di sebelahnya yang terlihat Alexa sedang tertidur pulas. Ia menoleh ke kursi belakang, mengambil tas Alexa perlahan, mencoba untuk tida membangunkannya. ia bergegas keluar untuk menggendong Alexa dari sisi pintu lainnya. Alexa masih tidak terbangun.

Alex membawa Alexa sampai masuk ke dalam rumah. Ia melihat Sean yang sedang duduk termenung di kursi ruang tamu, dengan pergerakan cepat, Alex meminta Sean untuk tidak bersuara.

Sean segera beranjak dari kursinya, ia menerima uluran tangan Alex yang berisikan tas jinjing Alexa. Keduanya membawa Alexa ke dalam kamar Alex.

Dengan keadaan kasur yang sudah rapi, Alex meletakkan Alexa perlahan. Alexa tampak menggerakan tangannya dan sedikit menggumam.

Alex kembali menenangkannya dengan berdesis beberapa saat. Sean masih memperhatikan Alex dengan wajah yang tidak percaya. Alex mencium kening Alexa lalu membiarkannya tidur kembali.

Sean mengikuti Alex sampai ke luar kamar. Setelah beberapa menit bungkam, Sean pun akhirnya membuka mulutnya untuk bertanya. Alex sudah menduga, pria itu pasti akan banyak meletakkan pertanyaan padanya.

Alex tak banyak menjawab, ia hanya meninggalkan jawaban-jawaban singkat untuk Sean. namun, Sean yang tak puas dengan jawaban Alex, tetap mengikuti Alex kemanapun kakaknya melangkah itu.

Langkah mereka kali ini berhenti di dapur. Pembicaraan mereka pun ikut berhenti setelah mereka mendapati James yang sibuk untuk membuat sesuatu.

Alex dan Sean saling berpandangan. Lebih tepatnya, Alex yang ingin bertanya kepada Sean mulai tak di indahkan olehnya. Sean hanya meninggikan pundaknya, lalu beralih berjalan menuju lemari pendingin.

"Dua potong kiwi, dan dua potong jeruk. Oke...."

"Hey, James!"

"Oh, Hey, Alex. Kau sudah pulang? Bagaiamana kencan bersama Alaia dan Alexa? Kau membawa sebuah kemajuan?" tanya James dengan mulut yang sibuk mengunyah dan mata yang fokus pada ponselnya. Alex melirik layar ponsel James. Ia mendengus sembari tersenyum simpul.

"Kau membuat cupcakes?"

"Oh, James! Aku kan sudah bilang kalau kau tidak harus membuatnya, James aku hanya bercanda."

"Uh, uh. Sean! Kau telah membuatku malu, jadi aku harus membuatnya. Aku akan membuktikan kepada Danielle bahwa aku adalah Ayah yang bisa melakukan segala hal!" Alex yang jelas tidak mengerti ke arah mana pembicaraan mereka dana memilih untuk diam saja.

Ia masih memperhatikan James sibuk dengan kegiatannya, tanpa membantunya karena Alex tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Sedangkan Sean, hanya bisa memperhatikan James dari kursi ruang makan.

"Alex membawa malaikat kecilnya kemari." Celetuk Sean. segera Alex memekik, membulatkan matanya pada Sean. James yang sibuk mengaduk wipping creamnya, mendadak berhenti, lalu sorot matanya memandang Alex.

"Kau membawa Alexa kemari?"

Alex perlahan menganggukkan kepalanya.

"Oh, diamlah! Di mana dia?"

"Dia sudah tidur. Dia tertidur di mobil saat perjalanan kemari, aku tidak ingin membangunkannya karena dia mempunyai hari yang besar besok." James pun mengurungkan niatannya untuk bertemu Alexa yang sedang tidur di kamar Alex.

"Sean mengalami tingkat kecemasan yang luar biasa sebelum kau datang tadi." Ujar James yang mendapatkan tatapan tajam dari Sean.

Alex menoleh memandang Sean, dengan mengkerutkan keningnya, tanpa dia sedang bertanya.

Sean menggelengkan kepalanya. Ia bahkan tidak mengerti apa yang sedang dia rasakan. Dan selama ini, Alex melihat Sean memang begitu banyak khawatir. Dia tampak tidak tenang, ia mencoba mengalihkan perhatiannya dari pentas seni itu, namun tetap tidak bisa.

Alex mendekati Sean. sembari memegang pundaknya.

"Sean, kau akan baik-baik saja. Sejauh ini, kau melakukan yang terbaik."

"Yeah, aku harap begitu. Meagan dan teman-temannya adalah harapanku." Ujar Sean sembari memandang Alex lekat.

Alex mengembangkan senyumannya sembari menepuk-nepuk pundaknya. Sean dan Alex memutuskan untuk pergi ke kamar masing-masing. Meninggalkan James yang masih sibuk dengan cupcakes miliknya.

Alex membuka pintu kamar dengan perlahan. Ia terkejut saat melihat Alexa yang tengah duduk di atas tempat tidurnya. Alexa mengucek matanya sembari memperhatikan Alex yang berjalan menghampirinya. Pria itu duduk di hadapan putrinya.

"Ada apa sayang? Kenapa terbangun?"

"Aku tidak bisa tidur karena aku tidak membawa selimut Mama," Alex memiringkan kepalanya, sesaat dia beranjak dari kasur menuju lemari pakaiannya, ia sedikit berjongkok, mengambil sweater rajut berwarna cokelat muda, ia meletakkan minyak wangi Vanilla yang menjadi ciri khas Alaia.

Alex kembali duduk di atas ranjang. "Ini, pakailah. Ini Sweater Mama yang Daddy simpan sampai saat ini. wanginya juga sudah seperti Mama bukan?" ujar Alex sembari mengenakan Sweater itu ke seluruh tubuh Alexa. Gadis itu perlahan tersenyum, lalu memejamkan matanya. "Yap! Ini benar-benar mengingatkanku dengan Mama." Alex mengangguk.

"Sekarang, kau bisa tidur kembali." Alex beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. namun Alexa masih belum bisa memejamkan matanya. ia memandang seluruh ruangan kamar Alex. matanya tersorot kepada satu foto yang terletak di atas meja lampu tidur milik Alex. memperlihatkan foto Alex dan Alaia yang sedang memakai pakaian formal. Alexa lantas memberanikan dirinya untuk bertanya kepada Alex.

Dengan singkatnya Alex menjawab kalau itu adalah foto itu di ambil sebelum mereka berangkat untuk menghadiri acara Prom di SMA. Untuk gadis seusianya, Alexa tidak begitu mengerti apa itu Prom. Namun, dia cukup mengerti bahwa kedua orang tuanya saling mengenal dan mencintai sejak dulu.

Pertanyaan mulai muncul di benak Alexa. Gadis itu tak lagi ragu untuk memberikan setumpuk pertanyaan untuk Alex. dengan sabar pula, Alex menjawab pertanyaan putrinya satu persatu. Alex tak mempunyai rasa jengkel ataupun keberatan. Semua yang di pertanyakan Alexa adalah hal wajar yang memang seharusnya Alex katakan kepada Alexa.

Setelah membersihkan diri hampir 15 menit, Alex pun menghampiri putrinya lagi. Alexa memperhatikan dengan lekat. matanya menggambarkan kalau dia begitu bahagia mempunyai seorang Ayah seperti Alex. gadis kecil itu tidak pernah membayangkan betapa luar biasanya Alex di matanya.

Alex memperhatikan Alexa sedikit kebingungan.

"Siap untuk tidur?" tanya Alex lembut. Alexa memutar kedua bola matanya. "Aku masih ingin Daddy menceritakan banyak hal padaku." Alex meninggikan satu alisnya.

"Menceritakan apa lagi? Sepertinya Daddy sudah banyak bercerita padamu, Sayang."

"Belum cukup," Alex menarik napasnya, lalu menghela beberapa saat. Ia tersenyum simpul. Sebelum ia memulai, ada ritual yang harus dia lakukan untuk membuat Alexa cepat tertidur. Ia melebarkan selimut ke seluruh tubuh Alexa, lalu membungkusnya layaknya bayi baru lahir. Alexa menyukai hal itu. gadis kecil itu hanya tertawa kecil sesaat Alex membungkusnya, dan sedikit menggelitiki pinggangnya.

"Sudah baik?" Alex bertanya dengan nada lirik.

"Terlalu ketat?" tanya Alex lagi. Alexa menggeleng, "Sudah cukup, Dad, ini sempurna." Katanya sembari mengangguk.

"Dad?" bola mata Alexa melirik ke atas untuk menjangkau wajah Alex.

"Ya, Sayang?"

"Apa yang kau lakukan selama ini tanpaku dan Mama?" pertanyaan itu, hampir membuat Alex sesak. Pria itu tetap mencoba untuk tetap tenang di hadapan Alexa. Alexa masih menunggu jawaban dari Ayahnya. Alex menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengembuskannya lima detik kemudian.

"Well—seperti layaknya orang-orang pada umumnya. Dad bekerja dan mengurus cafe, membantu Paman James mengurus Meagan, kau tau, hal-hal yang bisa membuat Dad tidak bersedih. Semua ini tidak akan mudah untukku, Alexa. Ya, aku memang kesulitan untuk menjalani hidup, tapi—Dad selalu yakin kalau Dad akan bisa menemukan kalian lagi, dan keyakinan itu Dad dapatkan. Kehadiran kalian, membuat kehidupan Dad lebih bahagia." Jelas Alex yang hanya di balas dengan tatapan datar dan mata yang berbinar-binar dari Alexa.

"Dad, aku bahagia bisa bertemu denganmu. Kau adalah Dad terbaik yang aku punya. Aku sangat menyanyangimu," celetuk Alexa. Membuat hati Alex bergetar. Dia tak menyangka perkataan itu akan muncul dari bibir Alexa.

"Aku lebih menyanyangimu, Alexa," Alex mendekatkan tubuhnya di samping Alexa, lalu perlahan ia mengecup keningnya.

"Oke, sekarang saatnya tidur. Kau akan melewati hari yang menyenangkan besok. Aku tidak mau membiarkan kau mengantuk selama pentas seni besok,"

"Baiklah. Selamat malam, Dad!"

"Selamat malam, Alexa!" Alex beranjak seketika melihat Alexa perlahan memejamkan matanya.[]

Continue Reading

You'll Also Like

50.7K 5.8K 35
β€’β€’β€’ "Sial. Karena penasaran dengan portal itu, aku malah entah di bawa kemana," gumamku. "Selamat datang kembali," kata seseorang ntah siapa. "Hah...
43.3K 6K 40
[BTS - Namjin] Cerita yang manis-manis gula. Tidak boleh banyak, tapi nagih jua. Sama sekali tidak berhubungan dengan burung biru sosial di sana. Ini...
3.8K 369 14
Menceritakan seorang pemuda yang berpenampilan -anggun -cantik -pintar akan tetapi DIA LAKI LAKI yang awalnya ia hanya fokus untuk sekolah dan tidak...
1.5M 193K 44
[TAMAT - CERITA MASIH LENGKAP] Kata orang, uang bisa membeli segalanya, termasuk cinta. Lalu, kenapa di saat Rizki sudah meraih kesuksesannya dan mem...