GADIS TAK BERNASAB

By Majarani_

249K 3.7K 268

Ammara lahir dari seorang wanita yang mengalami gangguan jiwa. Tidak ada yg tahu siapa ayahnya. Otomatis nasa... More

2. Trik Pertama Balas Dendam
3. Jalan yang Mulai Terbuka
4. Boss HRD Jutek
5. Pesona Dua Lelaki Sombong
6. Antara Gavin dan Ammara
7. Senyum yang Sama
8. Kutukan Dewa Amor
9. Balas Dendam dengan Main Hati
10. Tanda-tanda Jatuh Cinta
11. Permainan Hati yang Berbahaya
Permintaan Araav

1. Jangan Hina Ibuku!

19.5K 414 39
By Majarani_

"Maaf, ini bintinya kok ke ibunya?" tanya lelaki yang memakai batik cokelat.

"I-iya, Ammara ini memang tidak punya ayah dan ibunya belum pernah menikah jadi ya ... gini. Ibunya juga sakit." Lelaki yang duduk di sisi gadis berbaju biru itu gugup saat menjawab.

"Sakit apa ya?" tanyanya lagi.

"Orang bilang gila, tapi buat saya itu hanya depresi," jawab sang gadis yang bernama Ammara.

Mereka saling lirik dan menggeleng.

"Wah, maaf kalau gitu ... kami kayaknya gak mungkin nikah sama anak haram apalagi ibunya gila."

Tangan Ammara mengepal dan menatap ke arah lelaki yang kemarin menjanjijikan pernikahan, bahkan meyakinkan bahwa orang tuanya akan setuju dengan apa pun yang terjadi.

"Pah, anaknya kan gak salah. Mungkin Ammara korban perkosaan, jadi ibunya sakit dan Ammara gak punya ayah. Tapi itu kan-"

"Anak haram, nasabnya gak jelas, ibunya gila. Cuma akan bikin kita punya aib dan sial. Bikin malu!"

Ammara berdiri dan melebarkan pintu.

"Keluar sebelum aku menendang mulutmu wahai tamu tida tahu diri!" teriak Ammara dengan mata yang merah. "Hina aku seperti yang lain menyebutku anak haram. Tapi sekali lagi menyebut ibuku gila, akan kubakar semua hartamu!"

"Ammara!" teriak sang paman yang sejak tadi mendampinginya.

"Aku sudah bilang, aku tidak butuh menikah! Aku juga sudah bilang sama anakmu! Jangan memaksaku dan memberi harapan! Tapi anakmu yang meyakinkanku!" teriak Amara pada sang paman lalu beralih pada calon suaminya.

Para tamu langsung bubar melihat kemarahan Ammara yang dikenal dingin dan tempramen. Mereka bahkan tahu ini lamaran ke berapa yang dibatalkan pihak lelaki.

Dua puluh kali dia gagal menikah karena mengaku bernasab pada ibunya yang dianggap gila. Bangga, baginya wanita itu layak dibanggakan dengan disematkan nasabnya pada dirinya. Meskipun tak pernah menggendongnya sejak bayi, karena dia diurus oleh bibinya.

Sang paman mendekat dan menatap tajam, lalu membanting pintu rumah agar tertutup. Hanya ada dia dan keponakannya yang ngeyel.

"Apa susahnya sih pura-pura saja bernasab padaku, kenapa harus jujur kamu gak punya bapak dan nasabnya jatuh ke ibumu? Sampai kapan pun kamu gak akan menikah kalau gini." Pamannya berteriak dengan keras dan penuh amarah. "Lihat, si Lela, Ida, Asih, semua nikah pake nasab bapaknya padahal konon mereka anak di luar nikah."

"Dengan risiko pernikahannya gak sah secara agama dan cuma sah di mata orang?" tanya Ammara tajam.

"Halah! Gak usah sok suci kamu. Sudah jelas kamu anak haram dan entah siapa bapak kamu itu!" 

"Aku emang anak haram, tapi masa paman mau aku zina seumur hidup aku sama lelaki yang secara agama gak sah nikahnya?" Ammara tak mau kalah berteriak.

Sang bibi hanya menyimak, meskipun tangannya yang membesarkan Ammara tapi dia tak pernah bisa membentuk dan memaksa keponokananya itu.

"Sudah haram jadi pezina juga, lalu apa yang baik dariku?" teriak Ammara.

"Sudah nasibmu memang sial!" Lelaki berpeci hitam itu menninggalkan Ammara yang menatap kosong dan menahan amarah.

"Ra, sekali-kali nurut lah sama Mamang."

Ammara menoleh dan menatap bibinya dengan sedih.

"Tapi jelas salah, Bi, masa aku suruh zina sepanjang waktu? Haji Naim saja bilang aku nasabnya sama ibu, masa diubah ke paman? Ya gak bisa. Aku takut makin dosa dan imbasnya ke ibu." Ammara menangis ketika bersama bibinya.

Gadis berusia dua puluh empat tahun itu kembali ke belakang, membuka kamar ibunya yang selalu bergumam sendirian. Kadang menangis, kadang tersenyum, kadang menggumamkan sebuah nama.

"Siapa sih yang selalu ibu sebut?" tanya Ammara pada bibinya. "Kayak nyebut Rayhan?"

Sang bibi menunduk dengan bingung, ia berusaha mengalihkan bahasan dengan mengatakan ada lowongan pekerjaan di kota kalau tidak jadi menikah.

"Oh ya, si Lili bilang ada lowongan kerjaan di Jakarta buat kamu. Itu juga kalau kamu gak jadi nikah."

"Setiap kali Ammara bertanya tentang siapa laki-laki di masa lalu ibu, bibi akan mengalihkan bahasan." Ammara berpangku tangan.

"Karena bibi emang gak tahu siapa, dulu ... ibumu memang naksir pemuda kota yang kebetulan lagi KKN di desa kita. Namanya Rayhan Hadiningrat." Sang bibi akhirnya buka suara.

Ia mengisahkan bahwa Nilasari, ibunya Ammara, naksir dan dekat dengan Rayhan Hadiningrat yang melakukan KKN di desa mereka. Keduanya sangat akrab hingga dianggap pacaran. Sebelum Rayhan kembali ke Jakarta, mereka janjian bertemu di dekat sungai.

Namun, sorenya Nila ditemukan dalam keadaan tak memakai apa pun dan diduga diruda paksa. Kakaknya itu trauma dan tidak pernah mau bicara siapa pun. Apalagi saat dinyatakan hamil, dia semakin depresi dan hampir membunuh janinnya sendiri.

"Ibumu dipasung dalam keadaan hamil kamu karena kami gak punya uang mengobatinya ke rumah sakit jiwa. Dia tetap makan karena aku suapi, sampai akhirnya kamu pun lahir dengan selamat, bibi juga yang rawat kamu."

"Jadi, kunci siapa ayahku ada pada lelaki bernama Rayhan Hadiningrat?" tanya Ammara dengan mata yang basah dan isakan yang mati-matian ia tahan.

"Iya kali, bibi gak ngerti. Tapi, anaknya Rayahan itu sering muncul di telivisi akhir-akhir ini."

"Dia artis?" tanya Ammara penasaran.

"Bukan, tapi pacaran sama artis. Sempat dibahas di infotaiment silsilah pengusaha yang lagi deket sama di Natalie itu. Namanya Aarav Demir Hadiningrat, anak dari pengusaha Rayhan Hadiningrat. Fotonya sih mirip sama si Rayhan dulu, awet muda lah namanya juga kaya."

Ammara pun mengangguk dan menatap sang ibu yang terus tersenyum dan menatap kosong. Tangannya terhulur dan memeluk.

"Aku akan cari keadilan untukmu, Bu. Apa pun caranya. Jika dia pelakunya, maka dia harus bertanggung jawab atas air matamu dan sakitmu selama 24 tahun ini."

"Kamu mau apa?" tanya bibinya.

"Enggak," jawab Ammara dengan melepaskan dekapan pada sang ibu. Ia pun masuk kamar dan mengambil ponsel, mengetik nama Rayhan Hadiningrat. Semua tentang lelaki itu keluar di laman pencarian.

Termasuk dia memiliki usaha apa dan nama perusahaannya. Ia pun mencatat alamat kantor Rayhan Hadiningrat. Kemudian mengemasi pakaiannya ke dalam tas ransel.

"Bi, bilang Lili aku besok ke Jakarta. Buat kerja."

"Serius?"

"Aku titip ibuku, nanti semua hasil kerjaku buat bibi. Maaf, merepotkan bibi terus." Ammara menatap wanita yang mengangguk itu.

"Dia kakakku."

***

Ammara menatap kota Jakarta sejak keluar dari bus yang ia naiki dan berhenti di terminal Kampung Rambutan. Seumur-umur, dia belum pernah jauh dari ibunya di kampung, kini harus nekat untuk bekerja dan mengamalkan ilmunya.

Ia pun mencari Lili, tetangganya yang sudah bekerja di sebuah salon cukup besar. Konon, butuh bagian administrasi, karena itu mengajak Ammara untuk datang dan melamar di sana.

"Ra!" teriak Lili dari kejauhan dan melambaikan tangan.

Senyum berlesung pipi itu langsung mengembang, seraya berlari ke arah temannya. Berpelukan dan saling melepas rindu. Kemudian berjalan ke parkiran dan menaiki motor milik Lili.

Mereka terus mengobrol banyak hal terutama tentang pekerjaan. Lili menjanjikan surat lamaran Ammara akan dia bawa ke salon, sedangkan Ammara tinggal tunggu wawancara. Sambil menunggu bebas mau apa saja.

"Aku malu kalau cuma numpang makan. Aku mau jualan rempeyek aja, kali aja laku." Ammara bersemangat.

"Nah, peyek lu enak. Bebas deh. Jualan aja di pasar. Kontrakan gue dekat pasar."

"Oke, makasih ya, Li."

Ammara pun tersenyum puas. Karena sesungguhnya tujuannya datang ke Jakarta adalah untuk mencari ayah biologisnya. Ia pun sudah merancang banyak hal untuk bisa masuk dan bertemu Rayhan Hadiningrat.

***

Hari pertamany di Jakarta, dia berjalan kaki berjualan peyek buatannya di pasar. Habis karena memberikan tester dan semua orang suka. Ia pun semakin semangat membuat lagi dan uang yang dia dapat bisa untuk naik kendaraan menuju kantor Rayhan.

Dengan menggunakan ojek online, dia menatap gedung mewah tempat Rayhan Hadinata berkantor. Ia pun mengamati setiap kendaraann yang masuk. Mengamati satu per satu. Setelah itu masuk dan menatap deretan mobil mewah di parkiran khusus. Ada sekitar sepuluh mobil mewah di sana, dia pun mencatat setiap mereknya dan mencari tahu harganya lewat google.

Yang termahal, pasti milik bossnya. Benar saja, dia menemukan mobil BMW i8 Coupe, tapi dari namanya justru B 4 ARV, sepertinya milik anaknya Aarav. Kemudian beralih ke Mercedes Benz AMG GLC 63 Coupe dengan nomor polisi B 3 RYH.

"Sepertinya ini milik Rayhan, aku harus amati dia pulang jam berapa dan lewat mana saja." Ammara pun kembali ke parkiran umum, lalu keluar dari halaman perusahaan itu.

Berjam-jam dia menjajakan rempeyek dengan jalan kaki kepada orang-orang yang dia temui di depan gedung itu. Tepatnya di pinggir jalan. Banyak yang membeli banyak juga yang cuek. Hingga mobil milik Rayhan melintas dan dia pulang sekitar pukul tiga sore.

"Sampai ketemu nanti, Rayhan," ujar Ammara dengan kembali memesan ojek online dan kembali ke kontrakannya dengan Lili.

***

Sehari ini, Ammara meminjam motor Lili karena mengikuti mobil Rayhan dan mengamati rutenya. Dia sudah menyiapkan skenario untuk bertemu dan membuat simpat lelaki yang diduga sebagai ayahnya. Ia pun paham, dan mulai membuat sebuah siasat.

Esoknya, dia menunggu tepat jam tiga di jalan yang biasa dilalui Rayhan dan memang tidak terlalu ramai di belokan ini. Ia pun melihat mobil mewah itu datang dari kejauhan. Dengan tersenyum dia sengaja melintas dan pura-pura membetulkan plastik dagangannya. Alhasil mobil mewah itu menghantam tubuhnya meskipun mengerem mendadak.

Ammara terpental ke arah kiri dan dia menjerit memegangi kaki dan kepalanya yang sakit sungguhan.

Seorang pria keluar dari mobil dan berlari ke arahnya sambil bertolak pinggang.

"Emang kamu gak lihat ada mobil lewat?" tanyanya sinis.

Ammara mengangkat wajah, menatap lelaki yang tampan dengan cambang dan rambutny sedikit panjang.

"Maksud Anda? Aku sengaja?" tanya Ammara berdiri tapi terpincang-pincang.

"Di kota besar ini sudah banyak kasus penipuan macam ini. Berapa uang yang kamu butuhkan?" tanyanya dengan merogoh saku dan memberikan sepuluh lembar uang berwarna merah ke tangan Ammara.

Gadis itu menatap uang yang disodorkan lelaki tampan tadi.

"Maaf, Anda salah. Saya cuma tukan rempeyek keliling. Makasih, Pak. Saya bisa berobat sendiri kok." Ammara menahan rasa kesal dan sakit bersamaan, karena ternyata mobil itu bukan dikendarai Rayhan.

Dengan terpincang-pincang, Ammara tetap menyeberang dan berusaha tiba di trotoar pembatas antar dua jalan raya, berniat menyebrang lagi dan hendak naik angkot.

"Hey, tunggu!" teriak lelaki yang tak lain adalah Aarav. Dia melihat kaki gadis itu berdarah cukup banyak, pun keningnya robek.

"Sepertinya dia sungguh-sungguh tertabrak," ujar Rayhan keluar dari mobil. "Panggil dia, kasihan."

Rayhan tentu tidak tahu, bahwa gadis itu akan membawa perubahan pada hidupnya yang damai.

Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 39.8K 28
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
136K 8.9K 28
(DS) : BOYSLOVE AREA!
141K 11K 39
Anna pernah berfikir untuk menghidupi dirinya sendiri, apalagi ditengah-tengah zaman yang semakin menunjukkan tingkah bejat Laki-laki dan itu membuat...
644K 33.7K 36
Zelina anatasya gadis cantik, pintar, baik, sedikit barbar, periang dan berprestasi, namun keluarganya tak pernah melihat itu semua, gadis yang ada n...