1. Jangan Hina Ibuku!

19.5K 413 39
                                    

"Maaf, ini bintinya kok ke ibunya?" tanya lelaki yang memakai batik cokelat.

"I-iya, Ammara ini memang tidak punya ayah dan ibunya belum pernah menikah jadi ya ... gini. Ibunya juga sakit." Lelaki yang duduk di sisi gadis berbaju biru itu gugup saat menjawab.

"Sakit apa ya?" tanyanya lagi.

"Orang bilang gila, tapi buat saya itu hanya depresi," jawab sang gadis yang bernama Ammara.

Mereka saling lirik dan menggeleng.

"Wah, maaf kalau gitu ... kami kayaknya gak mungkin nikah sama anak haram apalagi ibunya gila."

Tangan Ammara mengepal dan menatap ke arah lelaki yang kemarin menjanjijikan pernikahan, bahkan meyakinkan bahwa orang tuanya akan setuju dengan apa pun yang terjadi.

"Pah, anaknya kan gak salah. Mungkin Ammara korban perkosaan, jadi ibunya sakit dan Ammara gak punya ayah. Tapi itu kan-"

"Anak haram, nasabnya gak jelas, ibunya gila. Cuma akan bikin kita punya aib dan sial. Bikin malu!"

Ammara berdiri dan melebarkan pintu.

"Keluar sebelum aku menendang mulutmu wahai tamu tida tahu diri!" teriak Ammara dengan mata yang merah. "Hina aku seperti yang lain menyebutku anak haram. Tapi sekali lagi menyebut ibuku gila, akan kubakar semua hartamu!"

"Ammara!" teriak sang paman yang sejak tadi mendampinginya.

"Aku sudah bilang, aku tidak butuh menikah! Aku juga sudah bilang sama anakmu! Jangan memaksaku dan memberi harapan! Tapi anakmu yang meyakinkanku!" teriak Amara pada sang paman lalu beralih pada calon suaminya.

Para tamu langsung bubar melihat kemarahan Ammara yang dikenal dingin dan tempramen. Mereka bahkan tahu ini lamaran ke berapa yang dibatalkan pihak lelaki.

Dua puluh kali dia gagal menikah karena mengaku bernasab pada ibunya yang dianggap gila. Bangga, baginya wanita itu layak dibanggakan dengan disematkan nasabnya pada dirinya. Meskipun tak pernah menggendongnya sejak bayi, karena dia diurus oleh bibinya.

Sang paman mendekat dan menatap tajam, lalu membanting pintu rumah agar tertutup. Hanya ada dia dan keponakannya yang ngeyel.

"Apa susahnya sih pura-pura saja bernasab padaku, kenapa harus jujur kamu gak punya bapak dan nasabnya jatuh ke ibumu? Sampai kapan pun kamu gak akan menikah kalau gini." Pamannya berteriak dengan keras dan penuh amarah. "Lihat, si Lela, Ida, Asih, semua nikah pake nasab bapaknya padahal konon mereka anak di luar nikah."

"Dengan risiko pernikahannya gak sah secara agama dan cuma sah di mata orang?" tanya Ammara tajam.

"Halah! Gak usah sok suci kamu. Sudah jelas kamu anak haram dan entah siapa bapak kamu itu!" 

"Aku emang anak haram, tapi masa paman mau aku zina seumur hidup aku sama lelaki yang secara agama gak sah nikahnya?" Ammara tak mau kalah berteriak.

Sang bibi hanya menyimak, meskipun tangannya yang membesarkan Ammara tapi dia tak pernah bisa membentuk dan memaksa keponokananya itu.

"Sudah haram jadi pezina juga, lalu apa yang baik dariku?" teriak Ammara.

"Sudah nasibmu memang sial!" Lelaki berpeci hitam itu menninggalkan Ammara yang menatap kosong dan menahan amarah.

"Ra, sekali-kali nurut lah sama Mamang."

Ammara menoleh dan menatap bibinya dengan sedih.

"Tapi jelas salah, Bi, masa aku suruh zina sepanjang waktu? Haji Naim saja bilang aku nasabnya sama ibu, masa diubah ke paman? Ya gak bisa. Aku takut makin dosa dan imbasnya ke ibu." Ammara menangis ketika bersama bibinya.

GADIS TAK BERNASABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang