Pak Linggar

By rammdinn

1.7M 141K 1.5K

[TAMAT] cerita ini santai minim konflik untuk penghilang penat:) *** Rheta Amanita L, mahasiswa semester tiga... More

00
01. pagi yang buruk
02. pak dosen idola?
03. kecelakaan
04. diperiksa pak dokter
05. modal pdkt
06. temu kangen
07. masalah baru
09. phone
10. no more excuses
11. happiness
12. kembali ngampus
13. mall
14. poor Arumi
15. cat cafe
16. mba Riri
17. akhir (tak) bahagia
18. nasi goreng
19. kebodohan yang haqiqi
20. hey siapa dia
21. Bisma sialan
22. tanpa judul
23. sugar baby
24. dapat(kan) ijin papah
25. malam berbintang
26. kembang api
27. aku yang salah
28. best vren
29. andai aku bisa
30. video call
31. pak Linggar sakit
32. agresif
33. spesial undangan
34. cemburu tanda cinta
35. birthday party
36. tembok transparan
37. jodoh orang
38. semakin rumit
39. hancur
40. perjanjian tanpa sadar
41. chill dren
42. titik terang bukan
43. pecah
44. doi ngambek
45. ditelpon Mamah
46. di waktu yang singkat ini
47. kita kembali
48. hanya mimpi
49. perundingan meja makan
50. the end
51. hari yang cerah
52. sisi buruk pak Linggar
53. hadiah indah
54. katanya mau pergi
55. pesan terakhir
the last
extra part
extra part lagi
extra part dulu
extra part terus
yuk yuk extra part nih
extra part lagi astogel
mabok extra part:")

08. malaikat tanpa sayap

28.8K 2.8K 10
By rammdinn

haloooooo aku kembaliii

udah lama banget ga update ya. mianhae 😭🙌

semoga chapter ini bisa ngobatin rasa kangen kalian. hiyah *pede aja dulu 😂

happy reading !!

***

RHETA POV

Ucapan pak Linggar tempo hari masih terus berputar jelas di otakku. Kaya kaset rusak yang mengganggu.

Sial. Aku jadi tidak napsu makan, entah ini jam makanku yang keberapa. Perutku kosong hanya terisi air putih.

"Sekarang orangnya malah ngilang kaya ditelen bumi."

"Emang dasarnya watados."

Aku mendengus seraya mendorong meja makan rumah sakit agar menjauh. Aku terdiam menatap dinding kosong.

Cklek.

"Siang Nona Rheta."

Membuyarkan lamunanku, aku menoleh. Ternyata suster yang biasa merawatku datang. Dia tersenyum.

"Waktunya latihan jalan lagi ya Nona. Anda sudah siap?"

Aku mengangguk. Kemarin sudah sempat melaksanakan latihan jalan juga. Tapi masih pecencoran gitu jalannya. Mengingat kakiku yang digips hampir seminggu.

"Mari saya bantu Nona."

Aku menurut. Suster itu mendorong kursi rodaku keluar kamar.

Sama seperti kemarin, aku hanya ditemani sama Suster. Arumi, Alya sibuk kelas di kampus sementara Mamah masih di German.

Ga tau deh kapan pulang. Harusnya hari ini udah di Indonesia tapi sampai siang gini, belum ada tanda-tanda kerempongannya.

Sampai di ruang latihan jalan, aku tidak asing lagi dengan suasananya yang cukup ramai. Karena ruangan ini sangat luas, macam aula. Berbagai usia pasien, dari anak-anak sampe paruh baya, ada di sini. 

Oh iya cerita tentang latihanku yang pertama kali, gila capek banget cuy! Mana kaki kan gemeteran banget gara-gara jarang digerakin.

Huh. Jaraknya emang engga jauh, tapi rasanya udah kaya ngelilingin se-GBK.

Njy alay banget gue. Haha.

Aku berharap sih kalau latihan hari ini jauh lebih baik.

"Mari Nona."

Aku pun mulai berdiri diantara besi yang memanjang di sisi kanan-kiri. Tanganku meremat kuat besi-besi itu sebagai penopang kehidupan. Ups.

Pliss jangan gemeter lagii.

"Kita mulai ya Nona."

Aku perlahan ambil selangkah demi selangkah. Huh hah. Huh hah. Setiap selesai jalan aku mengatur napasku biar tetep rileks.

Suster Bella yang menjagaku ada di belakang, takut-takut aku jatuh. Tapi yey! Lewat setengah perjalanan aku berhasil tanpa oleng sedikit pun!!

Uyee!

Bangga deh jadinya. Sombong dikit boleh kali ya.

"Sus, anda berdiri di ujung finish aja deh. Tunggu saya di sana," kataku meliriknya yang ada di belakang.

"Nona yakin bisa sendiri?"

"Yakin Sus. Ga liat jalan saya udah bagus gini?" Kekehku percaya diri. "Tenang Sus, saya yakin saya bisa. Suster harus dukung saya dong!"

"Em baik saya tunggu di ujung ya. Nona pelahan-lahan saja jalannya, yang penting sampai."

"Siap Suss!"

Suster itu kini menungguku di ujung sana. Aku tersenyum penuh percaya diri dan mulai ambil langkah lagi.

Baru empat langkah tapi kok udah capek yah...

Aku tidak mau berhenti. Takutnya nanti Suster Bella khawatir. Mana tadikan aku juga udah pede maksimal bakal bisa. Gengsi dongg kalo engga sesuai ekspetasi. Jadi aku terusin.

Hap.

Hap.

Ha-hap.

Kakimu mulai oleng. Baru aku mau ambil langkah lagi, mendadak kakiku gemeteran. Aku gagal menjaga keseimbangan diriku sendiri!

Pasrah udah pasrah. Dibawah ini lagian ada matrasnya.

"Nona!?"

Grep!

Reflek aku menunduk, melihat lengan kekar yang melilit di perutku.

Omg! Tangan siapa ini?!

Baru mau menoleh ke bekalang, badanku keburu diangkat!

"Pak Linggar?!"

Gilakk!! Ternyata si dia!!!

"Turunin Pak!"

Dia tidak menggubris. Aku menatap wajahnya yang kini tampak mengeras.

Wait? Wait?? Kenapa dia?!

Ah sabodo teuing.

"Turunin Pakkk! Banyak orang yang liatin inii!"

"Suster ikut Saya."

Glup. Aku kok jadi nelen ludah sendiri waktu denger suara dinginnya. Matanya itu lho, tajem banget. Kaya pisau yang siap nusuk Suster Bella.

"Bapak kenapa sih?!" tanyaku pada akhirnya.

"Ini Saya mau dibawa kemana?!"

Dia tetap ga jawab. Sampai di kamar inapku, dia baru menaruhku di kasur.

Baru ingin protes lagi, tapi dia melengos gitu aja.

"Ih dasar rese!"

Aku mengerutu saraya menatap punggungnya yang menjauh dengan tajam.

Tak selang berapa lama pintu kembali dibuka. Ada Suster Bella datang. Dia langsung membungkukan badan di depanku.

"Maafkan kelalaian saya Nona."

"Lho kenapa??" tanyaku bingung.

"Gara-gara saya Nona hampir celaka. Kalau saja saya--"

Ah gue tau.

Aku segera menyetuh punggungnya dan meminta dia untuk bediri tegap. Dia engga salah apa-apa sumpah.

"Suster, saya yang harusnya minta maaf. Saya yang terlalu pede. Maafin saya ya."

Suster itu masih menunduk. Tangannya yang bertautan aku sentuh. Hell, dingin banget broh!

"Suster takut banget saya kenapa-napa ya," kekehku mencoba menghibur dia.

Dia mengangguk takut-takut.

"Sini saya peluk dulu deh. Biar percaya kalo saya baik-baik aja."

Suster Bella enggan bergerak sedikit pun. Akulah yang bergerak memeluknya. Aku menepuk-nepuk punggungnya, berharap bisa menenangkan.

"Kerasa kan saya baik-baik aja?"

Hiks.

Malah nangis ini orang.

"Saya baik-baik aja Sus. Ga luka sama sekali." Aku memeluknya semakin erat.

Tidak tau kenapa reaksi Suster Bella bisa sampai segininya. Apa sebesar itu rasa tanggung jawabnya? Yang bisa aku lakukan sekarang cuma memeluknya. Meyakinkan dia kalau aku baik-baik aja dan dia engga salah.

"Rheta."

Ck. Merusak suasana aja deh!

Aku tau suara siapa itu. Tapi aku abai, seolah tidak dengar. Aku tetap memeluk Suster Bella.

"No-nona saya Permisi dulu ya."

Terpaksa aku melepas pelukan untuk menatapnya.

"Buru-buru amat. Di sini aja, sama saya. Temenin saya ya?"

"Maaf Nona, saya tidak bisa. Lekas sembuh ya Nona. Saya Permisi."

Suster Bella buru-buru ngacir setelah mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Kini hanya aku dan Pak Linggar yang tersisa.

"Apa?!" sewotku padanya. Biarin. Aku masih kesal ya sama dia. Gara-gara asal gendong orang.

Dia tidak merespon. Sekedar duduk di sofa, meloloskan dasi dan menggulung lengan kemejanya sampai sikut.

"Males ah sama bapak, bawaanya emosi terus saya," gerutuku.

"Jadwal latihan jalan kamu Kapan lagi?"

"Kok tanya saya? Kan katanya bapak dokter pribadi saya."

"Saya belum cek laporan kamu."

"Salahnya," balasku bergumam. Aku tidak berniat ngobrol panjang lebar sama itu orang.

Cklek

"Nona?"

Ho ho pas banget tante Dian datang!

"Kenapa tante?"

"Nyonya ingin bicara dengan anda."

Tante Dian mengajukan ponselnya. Tanpa banyak cing-cong aku segera menerima benda itu.

"Halo Mah?" sapaku duluan.

"Rheta anak Mamahhh."

"Alay ih Mah," ledekku bercanda.

"Sayang..."

Ah aku tau nih logat-logatnya Mamah kalau panggil sayang-sayangan. Pasti ada sesuatu. 

"Sayang kamu masih dengar Mamah kan?"

"Iya Rheta dengar kok."

"Sayang..."

"Kenapa Mah? Bilang aja sih. Biasanya juga gitu."

"Maaf Sayang. Besok Mamah ga bisa kembali ke Indonesia. Mamah harus ikut Papah ke Jepang. Ada masalah besar sama perusahan Papah Sayang. Gapapa kan?"

Beberapa saat aku terdiam. Ingin bicara tapi tenggorokanku tercekat.

Ekhm.

"Pa-papah udah sehat? Jantungnya aman kan Mah?" tanyaku berusaha tegar. 

Aku mendengar helaan nafas dari Mamah.

"Rheta Sayang..." 

Sial. Sial. Mataku berkaca-kaca dengan sendirinya.

Huh. Tahan... Tahan... Jangan nangis cong! Malu ada tante Dian. Kemana wibawa lo sebagai nyonya muda nya??

"Maaf ya nak Mamah ga bisa nepatin janji. Tapi selesai dari Jepang, Mamah bakalan seret Papah biar pulang. Nanti kamu ingin apa deh? Mamah turutin semua keinginan kamu."

Air mataku menetes tanpa bisa dicegah.

"Kamu mau holiday, Sayang? Hayuk cus! kita pergi. Yang penting kamu sehat-sehat di sana. Cepet sembuh biar waktu Papah-Mamah pulang kamu udah keluar dari rumah sakit."

"Terus kuliah aku gimana?" tanyaku dengan suara parau.

"Lagi ambil cuti kan? Yaudah bablasin aja. Cuti kok nanggung-nanggung."

"Kelulusan aku mundur dong Mahhh..."

"Ya gapapa dongg. Yang penting mah kamu sehat, bahagia, engga stres. Mamah udah seneng banget. Kamu lulus ga tepat waktu juga Mamah tetep bangga sama kamu."

"Mah... Hiks."

"Malah nangis. Biasanya juga kamu nyolot sama Mamah. Kok lemah gini." Mamah terkekeh.

"Malesin banget ih. Orang lagi sedih dibercandaain mulu!"

"Biar happy dong. Lagian ngapain hidup pake sedih-sedihan segala. Hidup itu udah susah, dinikmatin jangan ditangisin!"

"Kok ceramah sih Mah. Panas nih aku."

"Dasar saiton. Hahaha."

"Anak sendiri dibilang saiton. Terus emak nya apa? Malaikat? Ga mungkin bangettt."

"Ehh berarti Mamah saiton juga, gitu?"

"Mamah lho yang bilang. Bukan aku."

Aku tertawa mendengar gerutuan Mamah. Lalu Mamah pun ikut tertawa.

"Udah ah Mamah matiin ya. Mamah masih ada perlu nih. Kamu jaga diri baik-baik ya. jangan mabok-mabokan lagi!"

"Iya..."

"Dilaksanain jangan cuma iya-iya doang!"

"Iya ih."

"Ya udah. Bye Sayang."

"Bye Mamah."

Tutt tutt tutt.

Panggilan terputus, aku menghapus jejak air mata dipipi lalu mengembalikan hp itu pada yang punya.

"Terimakasih tante."

"Sama-sama Nona." 

Tiba-tiba tante Dian mengeluarkan sesuatu dari belakang badannya. Sebuah paper bag! aku menatapnya bingung saat tante Dian menyerahkan ke padaku.

"Buat Nona dari Nyonya."

"Saya permisi Nona."

Sangking penasarannya aku sampai engga sadar tante Dian yang pamit keluar. aku buru-buru buka dan mencari tau apa isi di dalamnya.

"HP?!!!"

"Seriusan ini hp buat gue???!"

"Ya ampun Mamahhhhhh!!!"

Sumpah aku girang banget. Heboh sendiri setelah sekian lama ga mainan hp!!

Alhamdulillah bersyukur Terimakasih tuhan...

Ulu lala uye uye!!

Bisa mainan hp lagi!!

"Kamu lupa ada saya di sini?"

Continue Reading

You'll Also Like

57.8K 6.5K 56
Raina datang sebagai tetangga dari keempat lelaki tampan itu. Di apartemen tua, dimana terdapat empat lelaki yang berwujud layaknya seorang pangeran...
172K 12.2K 45
‼️FOLLOW DULU SEBELUM BACA‼️ {SECOND STORIES ABOUT ACHILLES} Judul yang lama : A Mistake Love Judul yang baru : Auristela Start 06 Juni 2020 - Fin...
3.7M 336K 48
Aksa Ghadi Alhayyan adalah jenis manusia otoriter, pemaksa dan perfeksionis. Bagi Keira, pria itu adalah pangeran yang diturunkan ke bumi dan dikemas...
8.7K 723 36
*Mohon kesediaannya buat follow ya, biar makin semangat update cerita. Thank you ☺️* Repotnya ketika santri jatuh cinta. Tak bisa melakukan apapun se...