Pengantin Ge-Moi

By frisca_marth

11.3K 1.7K 660

"Kak Geee...! Pasta Gigi udah abis!" "Kak Geee...! Angkatin galon, dong!" "Kak Geee...! Beliin kinderjoy...."... More

BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 5

BAB 4

1.6K 313 140
By frisca_marth

Yang nungguin Ge, absen dulu yuk! :p

🌺🌺🌺

"Tiga bulan lagi, kamu akan menikah."

Moi terdiam. Tangannya yang tengah menata buku-buku kesayangan ke dalam kardus, seketika terhenti. Ucapan Tante Ami serupa godam yang menghantam kepala, meninggalkan efek kejut luar biasa. Gadis itu menatap wanita yang menjadi adik ayahnya.

"Mak-maksud Tante...?"

"Opa Dion ingin kamu menikah dengan cucunya. Katanya, dia pernah menyepakati soal itu sama papa-mama kamu."

Dionisius Maheswara. Moi kenal betul sosoknya. Pria tua baik hati, yang selama ini menganggap kedua orang tua Moi selayak anak kandungnya sendiri. Sebelum tragedi kecelakaan enam bulan lalu terjadi, Ferian Santoso-ayah Moi-bekerja pada perusahaan properti milik Opa Dion. Bahkan menyandang status sebagai karyawan terbaik di sana.

"Dalam waktu dekat, Opa Dion akan datang. Beliau bermaksud nanyain kamu dulu, bersedia atau enggak. Tapi ... kamu tahu, kan? Tante nggak bisa ngurus kamu lebih lama. Tante masih punya tiga orang anak yang juga mesti dijaga dan diperhatikan. Jadi, jangan membantah apa pun ucapannya."

"Tante, tapi Moi kan masih kuliah. Baru juga semester dua." Ada getaran sedih dalam suara Moi. Sejak kecelakaan itu merenggut nyawa kedua orang tuanya, diam-diam setiap malam, dia sering menangis di atas bantal. Dan sekarang, air matanya terasa akan kembali keluar.

"Memangnya kenapa? Kan kamu bisa tetap kuliah. Bagus malah, ada yang biayain pendidikan kamu." Tante Ami menghela napas, tangannya terlipat di depan dada. "Udah deh, Moi. Jangan manja. Jangan cengeng. Mulai sekarang, kamu harus bisa mandiri. Jangan apa-apa tuh, bergantung sama orang. Kamu berharap apa? Tante biayain hidup kamu? Jelas, nggak bisa. Tante juga punya rumah tangga. Keluarga. Tahu sendiri kan, Om kamu nggak begitu banyak membantu. Tante juga yang harus kerja."

Setetes bening mengalir di pipi Moi, dan dia cepat-cepat menyekanya. Demi apa pun, tidak pernah terbesit dalam kepala gadis itu untuk menikah di usia muda.

"Kamu tuh harusnya bersyukur. Masih ada keluarga Opa Dion yang mau nerima kamu. Padahal, ngapa-ngapain aja nggak bisa. Liat tuh, anak-anak Tante. Desy, masih SMA udah bisa cari duit sendiri. Melly, dari kecil udah pinter ngerjain pekerjaan rumah. Kevin? Biar cowok begitu, masaknya jago. Lah, kamu?"

Moi menundukkan kepala. Meski hatinya nyeri, dia tahu Tante Ami berkata benar.

"Makanya, Tante dulu berulang kali bilang sama almarhum Papa kamu, anak itu nggak boleh dimanja. Sekarang, begini jadinya. Tanpa mereka, kamu nggak bisa apa-apa, kan? Disuruh cuci piring, ada mulu yang pecah. Masak, ada aja yang gosong. Cuci baju, nggak pernah bersih. Bikin pusing doang bisanya. Mending Melly ke mana-mana. Udah, nggak usah nangis! Beresin tuh novel-novel kamu, kalo udah kelar, masukin gudang. Atau kasih ke siapa, kek. Menuh-menuhin rak buku Desy aja."

Tante Amy terdengar mendengkus. Sebelum berbalik pergi, dia meletakkan selembar foto di depan Moi. "Nih, kemaren Opa Dion kasih foto calon suamimu. Namanya Genta. Setelah menikah, kamu akan bergantung sama dia. Jadi, baik-baik. Jangan bikin dia marah, kalo kamu nggak mau didepak begitu aja."

Percakapan bersama Tante Ami beberapa bulan lalu, kembali melintas dalam ingatan Moi. Dari balik novel di tangan, dia memandang Ge. Lelaki itu tengah fokus menggambar pola bangunan. Seperti biasa, dengan wajah tanpa ekspresi.

Moi meneguk ludah, tatkala ingatannya mengilaskan peristiwa sore tadi, ketika Ge meluapkan amarah padanya. Sejak mereka kembali ke rumah, lelaki itu hanya membisu.

"Setelah menikah, kamu akan bergantung sama dia. Jadi, baik-baik. Jangan bikin dia marah, kalo kamu nggak mau didepak begitu aja."

Entah untuk keberapa kali, kata-kata itu menggema di telinga Moi. Menyisakan rasa gelisah, takut Ge tiba-tiba berniat meninggalkannya. Menggigit bibir, Moi meletakkan novel di atas ranjang. Kakinya bergerak, mendekat pada Ge.

"Kak Ge."

"Hm."

"Mau minum jus nggak?"

"Nggak usah."

"Cokelat panas?"

"Nggak."

Moi menggembungkan pipi. Ge menolak semua tawarannya. Gadis itu memutar-mutar bola mata, otaknya kembali berpikir keras. "Ng ... kalo aku pijitin, mau? Pijetanku enak lho, kak."

Air muka Ge berubah. Hampir dia tersedak oleh ucapan Moi. Cepat-cepat lelaki itu menjawab, "Nggak. Nggak perlu."

Bibir Moi mengerucut, maju beberapa mili. Dia menggaruk tengkuk yang tidak gatal, pusing menghadapi Ge. "Kak Ge masih marah ya?" tanyanya kemudian.

"Nggak, tuh. Ngapain."

Hembusan napas panjang Moi terdengar. "Aku sama Rion cuma temenan, Kak. Tadi, dia kebetulan nganter pulang. Nggak ada niat sama sekali buat bikin Kak Ge malu." Moi berdiri dari ranjang. Sembari mengenakan sandal tidur, dia berkata, "Kak Ge boleh marah sama aku. Maki-maki, juga nggak apa-apa. Tapi tolong ya, Kak. Jangan pernah berpikir buat gugat cerai. Jangan buang Moi, ya, Kak."

Nada sedih terdengar jelas dalam suara Moi, Ge sampai mematung dibuatnya. Ini kali pertama dia mendengar gadis itu mengiba. Ge menoleh kemudian. Mata elangnya mengikuti gerakan Moi, yang berjalan keluar dari kamar dengan langkah lesu.

🌺🌺🌺

"Udah baikan lo, sama Moi?" tanya Reki, begitu mendapati kemunculan Ge di kantor, esok paginya. Ge melengos saja, berpura-pura tidak mendengar ucapan lelaki itu. Dia berjalan menuju pantry kecil di sudut ruangan, hendak membuat kopi.

"Udahan Ge, marahnya. Kasian anak orang. Pucet banget tau, mukanya semalem." Aris menimpali, lantas menyeruput teh mint kegemarannya.

"Lo cemburu, Ge?" Kali ini, Bima yang bersuara. Dia bingung mengapa Ge marah. "Bukannya lo nggak suka ya, sama Moi?"

Ge menghela napas, tangannya mengaduk-aduk kopi. "Gila aja cemburu. Gue cuma pengen dia ngerti statusnya sekarang. Biarpun gue nggak suka sama dia, kita udah terikat komitmen. Jadi, ya, nggak bisa sembarangan jalan sama lawan jenis. Nggak baik juga kan, kalo diliat sama orang yang kenal."

Ketiga cowok itu mengangguk-angguk mengerti. Penjelasan Ge terdengar masuk akal.

"Bener juga, sih," kata Aris.

"Trus gimana Ge, kalo misalnya Laura balik dari Paris dan tiba-tiba pengen ketemu sama lo?"

Pertanyaan yang meluncur di bibir Reki membuat Ge mematung. Tangannya yang mengaduk kopi bergerak melambat. Bukan sekali dua kali dia memikirkan hal yang sama. Namun, dia sendiri tidak tahu harus menjawab apa.

"Gue liat postingan Laura semalem. Gila, makin cantik aja tuh cewek. Mana gaulnya sama model-model beken," celetuk Bima kemudian.

"Kan emang fashion designer." Aris menimpali. "Udah sukses dia."

"By the way, si Dasta mana? Bukannya jam kerja udah mulai ya?" Ge sengaja mengubah topik pembicaraan, raut wajahnya terlihat datar. Menyaksikan hal tersebut, temannya bubar satu per satu.

"Blom dateng. Kena macet kayaknya," jawab Aris, seraya berbalik ke meja kerja.

🌺🌺🌺

Ge memandangi foto wanita di layar ponselnya, dengan wajah tanpa ekspresi. Nindya Laura. Mendengar perkataan Bima beberapa saat lalu, Ge tergelitik memeriksa postingan terbaru gadis itu di media sosial. Bima benar, Laura terlihat semakin cantik. Dan stylish. Di foto tersebut, dia mengenakan gaun merah selutut, tangannya memegang sebuah penghargaan. Senyum Laura begitu lebar, secerah karier-nya yang terus bersinar.

Laura berhasil menggapi cita-citanya, menjadi desainer profesional. Dalam benak, Ge turut merasa bangga. Dia tahu betul bagaimana kerasnya perjuangan gadis itu untuk bisa sampai di garis finish. Dan untuk pertama kali, Ge mensyukuri keputusannya terdahulu-melepas Laura. Setidaknya, kini dia bisa melihat wanita-yang pernah dicintainya-itu tersenyum di atas puncak.

🌺🌺🌺

"Opaaa...!" panggil Moi riang, membuat Opa Dion yang duduk di kursi roda, seketika menoleh. Wajah lelaki itu menampilkan senyum, sinar gembira berpendar di manik hitamnya.

"Moi." Beliau balas menyapa. "Akhirnya kalian dateng juga."

Moi mempercepat langkah, meninggalkan Ge yang berjalan di belakang. Gadis itu menghambur ke pelukan Opa Dion, bibirnya mengucap kata rindu.

"Iya, Opa juga kangen banget. Ge ini, kalo nggak ditelpon, pasti nggak bawa Moi ke sini," omel Opa Dion. Ge berpura-pura tidak mendengar, dia berderap menuju kulkas, mengambil sebotol air mineral.

"Opa sehat? Obatnya rajin diminum, kan?" Moi bertanya kemudian. Opa Dion mengangguk sembari tertawa kecil. Dia selalu senang dengan kedatangan Moi. Selain bisa menghidupkan suasana, kepadanya, gadis itu sangat perhatian. Jauh berbeda dengan ketiga cucu kandungnya sendiri.

"Iya, kan suster selalu kasih obat tepat waktu," jawab Opa Dion. "Kalian sudah makan? Tadi Opa sudah suruh Bik Inah masakin yang enak-enak. Opa kasih tau sama dia, cucu kesayangan Opa mau dateng. Ayo, kita makan bareng."

Moi menyengir lebar. Opa Dion memang juara, paling mengerti dirinya. Lantas, dia mengambil alih kursi roda dari perawat yang menjaga sang kakek, berganti tugas untuk menuntunnya.

Moi menyapa Bik Inah, wanita paruh baya yang menata hidangan di ruang makan. Suasana berubah ceria karena kedatangannya. Sesekali Moi melempar gurauan, membuat Opa Dion dan Bik Inah tertawa. Hanya Ge yang terlihat diam saja. Lelaki itu mengambil sebutir apel dari meja, lalu menjatuhkan diri pada salah satu kursi.

"Oh iya, Mbak Donna mana, Opa? Kok dari tadi nggak kelihatan?" tanya Moi kemudian. Donna adalah cucu Opa Dion dari anak sulungnya. Sedangkan Ge, cucu dari anak kedua-sekaligus bungsu.

"Lagi pergi sama temen-temennya. Ntar baru pulang pas orang-orang udah pada tidur," jawab Opa Dion. Lelaki itu mengalihkan pandangan pada Ge. "Si Dennis gimana kabarnya, Ge? Pernah hubungin kamu?"

"Iya, kemarin. Mau minjem duit katanya."

"Di mana dia sekarang?"

Ge mengendikkan bahu. Langkah kaki Denis memang tidak pernah terdeteksi. Sebentar, dia bisa berada di Jakarta. Dua hari kemudian, sudah di Bandung. Besoknya, entah sudah di mana. Bahkan karena tabiatnya tersebut, Ge terpaksa menggantikan posisi lelaki itu menikahi Moi. Padahal, di awal, Dennis yang ingin Opa kenalkan sebagai calon suami Moi. Namun sayangnya, lelaki itu tidak pernah pulang untuk menepati janji pada Opa.

Opa Dion terdengar mengembuskan napas panjang. "Dennis dan Donna. Heran Opa lihat anak berdua itu. Kakak adik, tabiatnya sama persis. Mau bebas terus."

Moi menggigit bibir, tidak berani ikut campur. Di antara dua nama itu, dia hanya pernah bertemu dengan Donna. Sedangkan Dennis, Moi hanya melihat wajahnya dari beberapa figura di rumah keluarga Maheswara. Opa pernah bercerita, sejak kecil, Ge, Dennis dan Donna sudah diasuh oleh kakek-neneknya. Tapi, Moi tidak pernah bertanya penyebab keadaan tersebut.

"Wah, keliatan banget nih, masakan Bik Inah enak-enak." Demi mencairkan suasana, Moi mengubah topik pembicaraan. "Kalo gini, ngidam aku terpenuhi semua nih!"

Serempak, Opa Dion dan Ge menoleh pada Moi. Raut kaget bercampur senang terbit di wajah Opa Dion. Sebaliknya, Ge terlihat pucat. Dia bahkan terbatuk-batuk mengenaskan, tersedak oleh kunyahan apel di mulut.

"Ngidam?"

"Ngidam?"

Kedua lelaki itu bertanya bersamaan. Moi memandang mereka dengan bingung, sebelum akhirnya terpekur. Sepertinya, dia sudah salah berbicara.

"Moi hamil?" Opa bertanya lagi. Di sampingnya, wajah Ge kian pasi. "Bukannya kalian berencana punya anak setelah Moi selesai kuliah? Jadi sekarang, kalian sudah memutuskan-"

"Nggak, Opa, nggak gitu. Salah paham, salah paham!" Moi menggerak-gerakkan kedua tangan dengan panik. "Ngidam maksudnya, ngg ... kepengen gitu, Opa. Kan orang-orang kalo pengen makan sesuatu, suka bilang ngidam gitu, hehehe...." Gadis itu menyengir dengan rasa bersalah.

Seketika, tawa Opa Dion berderai. "Walah, begitu. Kirain, kalian sudah mau kasih Opa cicit. Ya kalo beneran juga nggak apa-apa sih, Opa justru seneng banget," katanya.

Moi melempar senyum terpaksa. Di depannya, Ge menunduk, menyembunyikan raut wajah yang entah sudah bagaimana.

🌺🌺🌺

Kasih tau dong,
Pas baca cerita ini, kalian bayangin visual siapa nih?😍

Jangan lupa tinggalin jejak gaess,
Biar authornya tetap semangat🌻

Btw, ada yang baca Unexpected Wedding? Udah nyampe bab 10 lho di storial😍

Continue Reading

You'll Also Like

991K 146K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
235K 1K 15
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
3.3M 48.2K 31
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
266K 740 7
Vote masa cuma sange aja vote juga lah 21+