Pengantin Ge-Moi

By frisca_marth

11.3K 1.7K 660

"Kak Geee...! Pasta Gigi udah abis!" "Kak Geee...! Angkatin galon, dong!" "Kak Geee...! Beliin kinderjoy...."... More

BAB 1
BAB 3
BAB 4
BAB 5

BAB 2

1.7K 338 128
By frisca_marth

Di depan salah satu ruang kelas Fakultas Teknik, Moi berdiri bersandar sambil memandangi kuku. Dia tengah menunggu seseorang yang berada dalam ruangan tersebut. Begitu derap sepatu terdengar mendekat, Moi menggerakkan kaki kiri, menjegal langkah orang itu.

Sontak, sosok yang ditunggunya terjerembab di atas lantai. Cowok itu meringis keras, berbagai serapah dia lontarkan. Cepat-cepat dia berdiri, bersiap menghajar orang yang telah menjegal. Namun, begitu mendapati Moi, kelima jarinya mengambang di udara.

Moi memandangi cowok itu dengan tajam, kedua tangannya berkacak di pinggang. "Berantem lagi kan lo, semalem?" tanyanya marah.

"Enggak." Cowok itu menyahut singkat seraya memperbaiki letak ransel. Dia membalikkan tubuh, bersiap pergi. Namun, sebelum kakinya sukses melangkah, Moi sudah menarik kerah baju cowok itu, membuatnya nyaris terjungkal ke belakang.

"Moi, elah! Rusuh banget sih, lo!"

"Ngaku lo, Rion! Berantem kan lo, semalem?"

"Enggak, Mo—"

"Ini apa?" Moi menunjuk memar di pipi Rion. Kemudian, luka di pelipisnya. "Terus, ini?"

Mendengkus pelan, Rion menepis tangan Moi. Dengan wajah kusut, dia kembali berjalan.

"Lo tuh, ya. Udah setua gini, masih aja suka ngerusuh. Nggak kasian apa, sama Tante Fira? Gimana coba, kalo Tante Fira tau? Beliau pasti sedih. Sia-sia lo dikirimin uang kuliah tiap bulan, kalo kerjaannya cari mati doang!"

Sembari mengekori langkah Rion, Moi tidak berhenti mengomel. Rion mendecak sebal. Sebelah tangannya menutupi telinga.

"Siapa lagi musuh lo kali ini? Anak kampus sebelah? Kampus ujung? Kampus antah-berantah?" Mendapati Rion tetap saja cuek, Moi menarik telinga lelaki itu. "Heh, jawab!"

"Aduh, Moi! Sakit! Lepas, oi, lepas!" Rion menarik tangan Moi yang menjewer kupingnya.

"Gini doang, sakit? Terus, ngapain lo pukul-pukulan sama orang?"

"Mereka duluan yang mukul gue!" balas Rion kesal.

"Ya, pasti ada sebabnya, kan?"

Rion tak menjawab. Cowok itu mengembuskan napas keras. Sia-sia menjelaskan apa pun pada Moi, sebab gadis itu tidak akan mengerti. Moi selalu berdiri di sisi Fira—ibu Rion. Bahkan, Rion tahu, Fira menjadikan Moi mata-mata, yang harus melaporkan gerak-geriknya selama wanita itu tidak berada di Indonesia.

"Jangan coba-coba lo bilang sama Mama," kata Rion, memperingatkan.

"Kenapa? Lo kira gue takut sama—"

"Bakso Bang Us. Nasi goreng Mbak Lina. Es krim cokelat. Cheeseburger. Hokben. Tiga minggu, gratis." Rion mengucapkan deretan kata tersebut dalam satu napas. Sukses membuat Moi bungkam.

Poni depan Moi bergerak, seiring hembusan napas kerasnya. Ini pilihan yang sulit. Gadis itu memutar-mutar bola mata, tampak berpikir. Lalu detik berikutnya, dia mengangguk. "Deal!"

🌺🌺🌺

"Ki, gimana? Render-nya udah kelar?" Ge menghampiri Reki yang tengah fokus menatap layar komputer. Saat ini, mereka sedang mengerjakan orderan berupa rancangan pembangunan sebuah vila di Jakarta. Sebagai drafter, Reki bertanggung jawab mengembangkan desain vila tersebut dalam bentuk virtual, semacam membuat video animasinya.

"Masih gue kerjain," sahut Reki. "Tinggal touch up di beberapa bagian, sih."

Ge mengangguk mengerti. "Hari ini mesti udah selesai, ya, besok kita review bareng-bareng. Deadline tiga hari lagi soalnya."

"Siap, Bos. By the way, lo nggak jemput Moi?" tanya Reki kemudian. Lelaki itu melempar pandangan pada jam yang menggantung di dinding. "Udah jam tiga, tuh!"

Ge mengikuti arah pandang Reki, lalu meraih ponsel dalam saku celana. Tidak ada panggilan maupun pesan dari Moi. Meski merasa heran, Ge memilih tidak peduli. Mungkin gadis itu sudah berada di rumah, memutuskan pulang dengan ojek online.

"Susul aja kali, Ge. Ntar nyasar lagi, bini lo," usul Reki seraya menahan tawa.

Dengan wajah masam, Ge berdecak. "Bodo amatlah. Udah dewasa gitu, kok."

Aris yang mendadak muncul di balik tubuh Ge, lantas terkekeh. Ditepuknya pundak lelaki itu dengan pelan. "Jangan tinggi-tinggi banget, Bos, gengsinya. Masih daun muda tuh. Ntar disamber tetangga nyesel, lho!"

Celetukan Aris sukses mengundang gelak tawa ketiga cowok lain. Mereka memang senang melemparkan godaan jahil, sebab mereka tahu Ge tidak mencintai istrinya. Bersahabat baik dengan Ge membuat Reki, Aris, Bima dan Dasta mengetahui dengan baik seluk-beluk kehidupan lelaki itu, termasuk pernikahan yang terpaksa dijalaninya bersama Moi.

"Heran gue sama lo, Ge. Bisa banget nganggurin cewek cantik kayak Moi." Bima menggeleng-gelengkan kepala. "Atuhlah, kasih si Moi ke gue. Gue rela lahir batin ngurusinnya."

Ucapan Bima kontan berbuah jitakan dari Aris. "Berani-beraninya lo becandain istri bos. Potong gaji, mau?"

Semuanya kembali tertawa.

"Ragu gue, jangan-jangan aslinya gay nih anak." Bima masih tak henti mengoceh.

"Bukan gay, dia," sergah Aris. "Masih ngarepin yang ono, noh!"

"Siapa?"

"Siapa lagi? Laura, lah!"

Mendengar nama itu, Ge yang sejak tadi turut tersenyum, lantas terdiam. Wajahnya berubah datar, membuat Bima sontak menendang lutut Aris. Tidak ada lagi tawa yang terdengar. Ruangan itu mendadak senyap.

🌺🌺🌺

"Siang makan bakso, sore makan burger, malem makan ini. Surga banget hidup gueee...." Moi berbicara sendiri dengan nada senang, tangannya memegang nampan berisi chicken yakiniku, shrimp roll dan salad—hasil traktiran Rion. Sepulang dari kampus, lelaki itu menepati janjinya, membawa Moi makan ke tempat yang dia inginkan. Ketika akan kembali ke rumah, Moi bahkan diberi bontot.

Dalam hati, Moi bersyukur. Tidak sia-sia dia berteman baik dengan Rion sejak masih SD. Alhasil, Fira—ibunda Rion—yang super sibuk, selalu memercayakan Rion pada Moi. Apa pun kegiatan Rion, terlebih hal-hal yang berbau negatif, Fira meminta Moi untuk selalu melaporkannya. Dan itu berlanjut hingga sekarang.

Moi membuka mulut lebar-lebar. Baru saja dia hendak memasukkan sepotong shrimp roll ke dalam mulut, sebuah suara terdengar.

"Abis dari mana kamu?"

Ge. Lelaki itu baru saja kembali dari kantor. Menyaksikan kemunculan tubuh jangkung suaminya, gerakan tangan Moi terhenti. Dia lantas mengatupkan bibir. Pelan-pelan, tangannya mengembalikan penganan tersebut ke atas piring.

Ge memerhatikan tampilan Moi yang segar, terlihat baru selesai mandi. Lantas, tatapannya tertuju pada hidangan di atas meja. Tidak biasanya Moi membawa makanan dari luar. Selain gadis itu lebih senang makan bersamanya—karena tidak harus membayar bill—Ge juga memberi uang jajan secukupnya. Sering kali, ketika Ge menjemput dari kampus, uang jajan Moi bahkan sudah ludes.

"Makanan dari siapa itu?" Ge bertanya lagi.

"Dibeliin temen, Kak."

"Bisa nggak sih, Moi, kamu jangan malu-maluin gitu? Kurang apa coba, uang jajan yang aku kasih ke kamu?"

"Kurang banyak, lah." Moi menjawab kalem. Membuat wajah Ge bertambah masam.

"Kamu dikasih dikit aja udah begini lemotnya. Gimana kalo banyak?"

"Justru kalo banyak, aku makin pinter, Kak. Kan gizi yang masuk ke dalem tubuh juga makin banyak."

Ge mendesah lelah, istrinya memang tidak pernah mau kalah. Ada saja jawaban dari bibir bawelnya. Berhadapan dengan Moi, jangan harap bisa menang. Seri saja susah! Maka, sebelum kepalanya bertambah sakit mendengar ocehan gadis itu, Ge memutuskan cepat-cepat pergi.

🌺🌺🌺

Pada sofa di ruang keluarga, Ge fokus menatap layar ponsel. Lelaki itu tengah asyik memainkan game bertema arsitektur favoritnya. Tidak lama kemudian, Moi muncul. Seperti biasa, mengetuk-ngetuk pundak Ge.

"Kak Ge."

"Hm."

"Anterin ke mini market, dong."

"Mau ngapain?" tanya Ge ketus. Fokus pada ponselnya seakan tak mampu diganggu oleh apa pun.

"Mau beli roti bantal."

"Bukannya kamu udah makan?"

"Aduh ... bukan roti bantal yang itu."

"Terus?"

"Anu ... yang bersayap."

Seketika, Ge menurunkan ponsel, tatapannya beralih pada Moi. "Emang ada roti yang bersayap?" tanyanya dengan alis berkerut.

Moi menggaruk-garuk kepala, gemas sendiri. Bingung memilih kalimat yang tepat untuk menjelaskannya pada Ge.

Ge mendengkus. Dia tahu Moi rada lemot, namun tidak menyangka akan separah ini. "Sejak kapan roti bersayap. Ada juga berbungkus plas—"

"Moi lagi dapet, Kak. Lagi M," kata Moi cepat. Mendadak, emosi menjalari kepalanya. "Kurang jelas? Mens-tru-asi!"

Seketika, Ge bungkam. Entah mengapa, dia yang merasa malu sekarang. Cowok itu lantas berdiri dari kursi, berjalan menuju kamar. Beberapa menit kemudian, dia sudah keluar dengan memakai jaket.

"Ayo cepat," katanya, seraya berjalan mendahului sang istri.

Ge mengantar Moi membeli keperluan pribadinya ke mini market terdekat. Sepanjang perjalanan, lelaki itu sama sekali tidak bersuara. Pun ketika mereka sampai. Ge diam saja, memutuskan menunggu dengan bersandar pada salah satu rak makanan.

Moi terlihat berlarian ke sana ke mari. Dia bukan hanya mengambil roti bantal, tapi juga roti cokelat. Roti keju. Keripik kentang. Wafer. Permen. Bahkan soft drink. Dengan wajah tanpa dosa, dia lalu menyerahkan semua benda tersebut pada Ge. Memberi tanggung jawab pada cowok itu untuk membayar semua.

Ge merasa kesal, dia nyaris mengumpati Moi. Namun, karena mereka sedang berada di tempat umum, lelaki itu tidak bisa berkata banyak. Dengan wajah masam, dia membawa keranjang belanja Moi ke bagian kasir.

Ge masih menunggu antrian, saat Moi tiba-tiba mencolek punggungnya.

"Kak Ge."

"Apa lagi, sih?" Ge menyahut galak. Mengabaikan tatapan heran  orang-orang di belakang mereka.

Moi mengerjap beberapa kali. Sembari menunjuk rak di depan kasir, dia berkata, "Beliin kinderjoy...."

🌺🌺🌺

Ge udah pengen banget jorokin Moi ke laut. Bantu disabarkan, sodara-sodara. Takutnya besok Moi ga update lagi karena pemeran utamanya dimakan ikan paus. Awowkwk

Coba kasih tau aku,
apa yang bikin kalian tertarik saat pertama kali baca?

Ayo dong, komennya dipecahin.
Kasih semangat buat Ge, biar dia ga nelan baygon tengah malem😘

Continue Reading

You'll Also Like

485K 2.7K 19
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
1M 103K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
1.4M 134K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
1.9M 91K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...