Beside You

By ChikAnnisa19

9.6K 2.4K 5.5K

-Yang berusaha bertahan untuk mengubur perasaan- Cover by Dyoonart *** Jovian Xavier - Alnara Alfredo šŸ’“šŸ’“šŸ’“ ... More

Perkenalan Tokoh
Prolog
Part 1 | Mr. V, Siapakah Dia?
Part 2 | Teman, Will You?
Part 3 | Perjodohan
Part 4 | Happy Married
Part 5 | Berkenalan
Part 6 | Satu Hal Tentang Jovian
Part 7 | Cari Jodoh
Part 8 | Gramedia, Damn You!
Part 9 | Gong Xi Fa Cai
Part 10 | Dumbo atau Tilly?
Part 11 | Kalung Dumbo
Part 12 | Privasi Melva
Part 13 | Antara Kesalahan dan Peduli
Part 14 | Lelah
Part 15 | Pulang
Part 16 | Sudah Merasa Bosan
Part 17 | Kesalahan yang Dirahasiakan
Part 19 | Jangan Berharap Lebih
Part 20 | Butuh Waktu
Part 21 | Harga Diri yang Harus Dijaga
Part 22 | Makan Malam & Terima Kasih
Part 23 | "Jadi adek gue, mau?"
Part 24 | Jovian dan Sagara
Part 25 | Lanjut atau Berhenti?
Part 26 | Aldine vs Sagara
Part 27 | Sebuah Kecupan Manis
Part 28 | Apartemen Baru
Part 29 | Berenang
Part 30 | Melva Cemburu?
Part 31 | Permintaan Sulit
Part 32 | Toxic Relationship
Part 33 | Menghindar
Part 34 | Jovian Cemburu?
Part 35 | Berusaha Memanfaatkan
Part 36 | Pengakuan Alnara
Part 37 | Pengakuan Jovian
Part 38 | Hamil?
Part 39 | Hubungan Sebenarnya
Part 40 | Kesalahpahaman
Part 41 | Rencana Berkuliah
Part 42 | Dokter Selena
Part 43 | Bantuan Sagara
Part 44 | Lolos Tes & Berita Buruk
Part 45 | Perpisahan
Part 46 | Ingin Pulang
Part 47 | Bertemu Kembali
Epilog

Part 18 | Cowok Idaman

113 30 86
By ChikAnnisa19

Now playing | Rizky Febian - Makna Cinta

Part 18 | Cowok Idaman

🐰🐰🐰

Kalo cari cowok tuh jangan cuman yang cakep, cari yang bisa ngelindungin lo juga itu udah bisa jadi pacar yang baik.

🐰🐰🐰

"RA, jangan marah-marah melulu dong."

"Heh, denger ya, Bang. Udah lama, Bang. Udah lama gue tunggu lo tuh punya pacar. Tapi apa? Ketika lo punya pacar, adek lo bahkan nggak tau soal itu!" kata Alnara yang masih saja kesal dengan Abangnya.

Jovian yang sedari tadi menyaksikan aksi adu mulut kakak-adik tersebut, kembali menahan tubuh Alnara. "Alnara, udah-udah. Jangan dilanjut. Udah, sekarang lo mending tidu--"

Alnara menepis tangan Jovian, lalu menunjuk cowok itu. "Apa?! Lo nyuruh gue tidur lagi, hah?! Gue tau kok! Emang gue anak kecil mesti dikasih tau ini-itu? Hah?!"

Jovian tersenyum terpaksa. "Iya, Alnara. Ya udah, yuk gue anter lo ke kamar."

Jovian kembali menarik kedua lengan Alnara untuk menyudahi adu mulutnya bersama Davi.

Alnara menunjuk Davi setelah dia di tangga bersama Jovian. "Denger, ya! Urusan kita belum kelar!" teriak Alnara jengkel.

Jovian membawa Alnara ke kamar gadis itu. Jovian sudah tidak tahan mendengar suara pertengkaran antara ipar dan istrinya itu.

Sesampainya mereka di kamar Alnara, Jovian mendudukkan gadis itu atas tempat tidur.

"Udah, ya, Ra. Jangan dibahas terus sama Bang Davi," saran Jovian sambil mengelus-elus bahu Alnara dengan pelan.

"Ya tapi gue nggak suka kalo begini caranya!" ketus Alnara jengkel sembari bersedekap dada.

"Ayolah, Ra. Lo sendiri yang bilang, lo nggak suka cewek yang kekanak-kanakan. Tapi sekarang apa? Lo sendiri yang bilang gak suka sama Melva karena dia terlalu kayak anak kecil," kata Jovian agar Alnara bisa benar-benar berbaikan kembali dengan Abangnya.

Alnara menghembuskan napasnya dengan pelan. Dia memegangi kepalanya pusing. "Ya udah. Kepala gue sakit juga. Gue lagi males nyari masalah dulu sekarang."

Jovian bergumam. "Males nyari masalah tapi tadi langsung ngelabrak. Gimana ceritanya?"

"Lo bilang apa?" Alnara mengarahkan pandangannya kepada Jovian.

Jovian menggeleng. "Eh, enggak. Nggak bilang apa-apa."

"Awas lo, ya. Ngomongin gue, gue tampol langsung," ancam Alnara lalu mengangkat kedua kakinya untuk merebahkan tubuhnya.

Jovian membantu Alnara untuk mengambil selimut di lemari. Setelah itu, Jovian memakaikan Alnara selimut. Setelah memakaikan Alnara selimut, Jovian hampir ingin keluar. Namun Alnara menahan tangannya.

"Tunggu," tahan Alnara.

Jovian menoleh ke belakang. "Kenapa?"

"Lo ... bisa di sini sebentar nggak?"

Jovian menyatukan kedua alisnya. "Buat?"

Alnara mengedipkan matanya. "Um ... temenin."

"Lo takut?" tanya Jovian menduga.

"Enggak," jawab Alnara.

"Terus?"

Alnara menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gue cuman mau ... lo temenin gue sebentar di sini. Bisa, kan?"

Jovian berusaha mencari maksud tersembunyi Alnara yang baru saja menyuruhnya untuk menemani. Jovian mengangguk, lalu Alnara memberi tempat sedikit untuk Jovian di tempat tidurnya.

Jovian ikut berbaring di samping Alnara. "Jadi? Lo mau bilang apa?"

"Gue nggak punya guling," ujar Alnara sedih.

"Jadi ...?" Jovian mengerutkan dahinya. Dari tadi Alnara ngomongnya lama.

Alnara mengedipkan matanya berkali-kali. "Ya Allah, masih aja nggak peka."

Jovian memang tidak paham dengan maksud Alnara. Kalau dia paham, otomatis dia juga akan peka. Akhirnya karena tak mau menunggu kelamaan, Alnara maju ke depan Jovian, dan melingkarkan satu tangannya ke perut Jovian.

Jovian tentu saja terkejut melihat Alnara tiba-tiba memeluk dirinya. Jovian menarik dagu Alnara. "Lo kenapa? Hm?"

Alnara menggeleng pelan. "Gue cuma nggak suka kalau orang yang gue sayang dan gue percayai bisa nggak ngasih tau gue kalo ada yang udah terjadi sama dia."

Jovian menghela napasnya. "Lo nggak boleh bersikap begitu terus-terusan, Alnara. Nggak semua orang siap untuk ngomong, dan nggak semua orang siap untuk cerita. Seperti lo. Lo aja belum siap, kan, buat cerita sama temen-temen lo kalo lo itu punya hubungan sama gue?'

Alnara membenarkan ucapan Jovian. Dia pikir ucapan Jovian benar juga. Alnara akhirnya bisa mengangguk tanda mengerti. "Ya udah. Kali ini gue mengaku gue salah."

"Dasar zodiak Leo," ledek Jovian. "Selalu aja nggak mau kalah. Bener, kan?"

Alnara tersenyum sinis. "Dasar zodiak Pisces. Bawaannya bucin melulu sama pasangan. Ditinggal sama pasangan kayaknya lo bakal nangis deh, Jov. Bener, kan?"

Sebenarnya hal itu benar, namun Jovian gengsi untuk menjawab pertanyaan dari istrinya itu. Dia lebih baik memilih diam, dan mengalihkan topik.

"Oh iya, Jov. Besok anter gue ke sekolah, ya? Gue masih males ngomong sama Bang Davi," pinta Alnara dengan wajah memelas.

Jovian mengelus rambut gadis itu. "Hm. Tidur gih. Udah shalat isya, kan?"

"Hm," jawab Alnara pelan. Dia lalu memejamkan kedua matanya, dan dia kembali berbicara. "Gue juga besok udah pulang."

Jovian diam-diam tersenyum. "Ke?"

"Ck, ya ke rumah lo lah, bodoh," jawab Alnara tak suka. "Jadi pulang sekolah besok, kita ke sini dulu ambil barang-barang gue. Baru habis itu kita pulang."

Jovian mengangguk. "Oke."

"Eh, ngomong-ngomong Dumbo apa kabar, Jov? Lo rawat dia, kan?" tanya Alnara.

Jovian mengangguk. Padahal dia saja sudah tidak memberi Tilly makan selama dua hari ini. "Iya, gue kasih makan kok."

"Hmm, baguslah kalo gitu," ujar Alnara yang mengubah posisi tidurnya menjadi membelakangi Jovian. Tak lama seperti itu, suara Alnara sudah tidak terdengar lagi.

Jovian pun menurunkan dirinya dari tempat tidur Alnara, lalu memakaikan kembali gadis itu selimut. Dalam cahaya temaram, Jovian terlihat tersenyum. Dia maju ke arah Alnara, dan mencium kening gadis itu.

"Sweet dreams, Mrs. Xavier."

🐰🐰🐰

Alnara sudah menunggu Jovian di teras rumahnya. Tak lama setelah dia memasang sepatunya, Davi datang dari arah belakang.

"Yuk," ajak Davi yang sudah membuka pagar rumah.

Alnara menggeleng pelan. "Enggak. Gue udah janji sama Jovian kalo dia yang bakal jemput gue hari ini."

Davi mengernyitkan dahinya. "Lho? Tapi ini kan hari terakhir lo di sini, Ra. Masa lo nggak mau gue yang nganter?"

Alnara tetap menggeleng tidak mau. "Gue bilang enggak tetap enggak. Udah deh, Bang. Gue tunggu Jovian aja."

Davi menghela napasnya. Dia kira setelah kejadian kemarin, Alnara bisa memaafkannya. Namun rupanya tidak. Malahan sekarang gadis itu tidak mau diantar ke sekolah oleh Davi.

"Ya udah kalo gitu. Gue pergi duluan, ya?" tanya Davi. "Mau daftar juga."

"Daftar?" Alnara membesarkan suaranya. "Daftar apa?"

"Kuliah kan," jawab Davi santai.

"Hah?" Alnara tak percaya. "Kuliah? Bukannya ..." Alnara kembali mengepalkan kedua tangannya tak setuju. "Argh! Bener-bener lo, ya! Lo bilang waktu itu kalo lo mau daftar kuliah pasti mau ngajak gue!"

"Lah? Emang lo udah lulus? Kelas XII aja belum," ujar Davi, lalu melambaikan tangannya. "Selamat tinggal, Alnara."

Setelah Davi melajukan motornya, Alnara menendang semua sepatu-sepatu Davi yang berserakan di depannya. Dia sungguh sangat kesal mendengar bahwa Davi ternyata sudah ingin mendaftar di kampus yang dia impi-impikan sejak dulu.

Alnara pernah memberitahu Davi, kalau suatu saat nanti Davi ingin mendaftar, dia harus mengajak Alnara juga untuk menemaninya. Tapi lihatlah sekarang. Dia malah pergi sendiri.

Eh, tunggu. Mungkin bukan cuma dia doang, pasti sama Pelangi. Si Rainbow yang nggak tau diri itu. Canda nggak tau diri.

Setelah menunggu Jovian sekitar 3 menit di teras rumahnya, akhirnya klakson sudah terdengar juga di depan rumahnya. Alnara pun akhirnya keluar, dan menutup pagar.

Ketika Alnara masuk ke dalam mobil Jovian dengan wajah yang terlihat kesal, Jovian mengerutkan dahinya.

"Hei? Lo kenapa lagi?" tanya Jovian.

Alnara memukul dashboard mobil Jovian dengan tak suka. "Ugh! Lo tau kan, kalo Bang Davi itu pernah bilang ke gue, kalo ketika nanti dia mau daftar di kampus yang dia mau, dia bakalan ngajak gue?"

Jovian mengangguk sebab Alnara memang sudah pernah bercerita pasal hal itu kepadanya. "Iya. Terus?"

"Nah, tadi ini gue kira Bang Davi mau ke Ranajaya dulu buat apa kek gitu. Tapi lo tahu? Dia hari ini mau mendaftar di kampus impiannya itu! Wow! Hebat banget, kan?"

Jovian menghembuskan napasnya. "Udah ya, Ra. Nggak usah dibahas lagi biar lo gak kesel lagi. Inget, hari ini tuh spesial banget."

Alnara mengerutkan dahinya. "Spesial?"

"Iya, spesial," jawab Jovian, "lo gak inget?"

"Hari pernikahan kita? Kan baru tanggal 13. Sedangkan hari pernikahan kita yang ke-3 bulan tanggal 17," kata Alnara heran.

Jovian tertawa. "Bukan, Alnara. Hari ini kan hari ulang tahunnya Pak Teddy sama Bu Wiranti."

"And then? Apanya yang menurut lo spesial?" tanya Alnara tak mengerti.

"Ya kan setiap Pak Teddy sama Bu Wiranti ultah, anak-anak Gautama pada jamkos pelajaran sejarah sama olahraga."

Alnara mengulum senyumnya. "Oh iya! Gue baru inget! Hari ini kan juga pas mapel olahraga gue! Ah, senengnya kalo Pak Teddy gak masuk!"

Jovian menyalakan mesin mobilnya. "Nah, makanya itu," kata Jovian yang juga terlihat senang. "Eh, ngomong-ngomong, Bang Davi seumur semua, kan, sama temen-temennya?"

Alnara mengangguk. "Iyap."

"Tapi kenapa kemaren lo nggak panggil si Arvenila dan Lilly itu dengan sebutan Kak juga?" tanya Jovian.

"Oh, itu karena mereka yang minta sendiri. Padahal dulu pas gue kelas sepuluh, gue manggil Kak kok. Cuma dia bilang nggak usah, soalnya nanti suasana jadi makin canggung amat kalo pake Kak segala," jelas Alnara.

"Hmm, gitu. Oh iya, satu lagi," tahan Jovian. "Lo, udah lama kenal sama cowok yang namanya ... siapa? Maltin?"

"Malvin?" tanya Alnara membenarkan ucapan Jovian. "Kak Malvin maksud lo?"

"Nah, iya, Malvin."

"Oh, dia anak baru itu. Jadi gue sih baru kenal. Tapi pas Bang Davi sekolah di Nawasena, dia sempet ngenalin gue sekali sih sama Kak Malvin. Jadi ya, pas Kak Malvin pindah ke Ranajaya, gue kenal-kenal aja."

"Bentar-bentar," tahan Jovian. "Lo bilang tadi ... Malvin pindah ke Ranajaya? Berarti sebelumnya dia anak Nawasena? Gitu?"

"Hm-em. Ada masalahnya sih sebenernya kenapa Kak Malvin pindah ke Ranajaya. Tapi gue nggak tahu pasti ya ceritanya. Bang Davi yang tahu banget, soalnya Bang Davi kan tugasnya selalu nyari informasi," beritahu Alnara.

"Hmm, gitu."

🐰🐰🐰

"Satu ditambah satu, sama dengan ...?"

"Dua!" jawab semua teman-teman kelas Alnara dengan gembira.

"Dua ditambah dua, sama dengan ...?"

"Empat!"

"Empat ditambah empat, sama dengan ...?"

"Delapan!"

"Oke, mantap! Lanjut, ya!" ujar Chiki yang kini sedang bernyanyi di atas mejanya. "Delapan ditambah delapan, sama dengan ...?"

"Enam belas!"

"Enam belas ditambah enam belas, sama dengan ...?" Chiki mengarahkan sapunya ke arah Mars yang sedang duduk di meja guru.

"DUA PULUH DUA!!! YEAAAYY!" Mars berjoget-joget gembira setelah menjawab pertanyaan Chiki.

Semua orang tertawa mendengar jawaban dari Mars. Terlebih lagi, Chiki sudah memukul pelan kepala Mars menggunakan sapu. "Tiga puluh dua, bego!" teriak Chiki.

Mars menepuk pelan jidatnya. "Astaga! Gue lupa!"

Chiki mendelik kesal ke arah Mars. Tak lama setelah itu, Alnara mengangkat tangannya. "Ki! Jangan lagu tambah-tambah lagi dong! Bosen! Yang lain kek!"

Aldine ikut mengangkat tangannya. "Iya! Um ... buat pantun, Ki!" usul Aldine.

Chiki terlihat berpikir sebentar. Eit, eit. Kalau kalian pikir Chiki ini tidak pandai dalam berpantun, kalian salah besar. Justru Chiki inilah Ratu-nya berpantun!

"Oke!" putus Chiki. "Gue bakal bikin pantun teka-teki. Denger ya, denger."

"Udah kayak Jarjit aja lo, Ki!" teriak Mars yang membuat seisi kelas tertawa.

Chiki kembali mendengkus kesal. "Buah melon, buah nangka."

"Cakeeep!"

"Dijual di pasar buah-buahan."

"Aseeek!"

"Coba jawab wahai saudara. Makin diisi makin ringan. Apakah itu?" tanya Chiki dan mengarahkan sapunya ke seluruh teman-temannya yang berada di kelas.

"Haaa! Korang tak dapat jawab kaaaan?" tanya Chiki yang sudah menggunakan bahasa Melayu.

Alnara menjentikkan jarinya. "Balon nggak sih?"

Chiki mengarahkan kembali sapu ke arahnya. "BENAAAAARRR!!!"

Semua orang bertepuk tangan atas jawaban Alnara. Mars mengangkat tangannya. "Lagi, Ki!" pintanya.

"Oke, tenang-tenang, EKHEM!" Chiki merapikan rambutnya. "Anak-anak bermain batu."

"Cakeeepp!"

"Batu dilempar satu persatu."

"Aseeekk!"

"Badannya lurus bermata satu. Ekornya tajam apakah itu?" tanya Chiki yang kembali mengarahkan sapu yang ceritanya berperan sebagai mic ke arah teman-temannya.

"Emm ..." Aldine mengangkat tangannya. "Gue!"

"Iya, silakan?" tanya Chiki.

"Tupai!" jawab Aldine.

"Hah? Kok tupai sih, Al?" tanya Alnara keheranan. "Emang ekor tupai tajem?"

"Ya nggak tau. Gue jawab aja. Tapi bener, kan, Ki?" tanya Aldine.

Chiki mengarahkan kembali sapu tersebut ke arahnya. "DAAAAN ... TETOOOTT! JAWABAN ANDA SALAH!"

Aldine menjelaskan wajahnya. "Yah ..."

Alnara mengangkat tangannya. "Suntik?"

Chiki menunjuk-nunjuk heboh. "WUH, HAMPIR BENAR!!!"

"UMM ... JARUM!" jawab Mars nyaring.

"Nyaringnya suara ikam, Mars! (Nyaring sekali suara kamu, Mars!)" teriak Aldine kesal.

Semua teman kelasnya tertawa ketika mendengar Aldine sudah kesal dan mengeluarkan bahasa aslinya, yaitu bahasa Banjar. Alnara mengelus-elus punggung Aldine. "Yang sabar, ya, Al. Pantun Chiki masih ada kok, tenang."

"Iya-iya."

"Oke! Pantun ketigaaa!" teriak Chiki. "Ke Cimahi membeli ketan."

"Cakeeep!"

"Paling enak yang hitam."

"Aseeek!"

"Kalau siang matanya gak kelihatan. Kalau malam matanya tajam. Apakah itu?" tanya Chiki. "Pantun nih susah sangat. Ada yang boleh jawab???"

Sebenarnya Chiki ini juga asli orang Malaysia, lho. Mamanya yang orang Malaysia. Dia saja pernah tinggal di Malaysia selama empat tahun. Jadi kadang-kadang kalo dia ngomong bahasanya campur-campur juga kayak gado-gado.

Aldine mengacungkan tangannya kembali. "Kucing!"

"TETOOOT!" Chiki menjawabnya.

"Emm, anjing?" ulang Aldine lagi.

"Eit, eit! Cuma boleh jawab sekali!" tahan Chiki. "Yang lain???"

"Ular!" Mars menjawab.

"TETOOOT!"

"Panda?" Alnara mengernyitkan dahinya.

"TETOOOT!" Chiki kembali menggeleng. "Menyerah? Jawabannya adalaaaaaaahhh ..."

"Burung hantu. Benar?"

"BENAAAAAARR!!!" Chiki menjawab suara yang entah dari mana sumbernya. Ketika dia keheranan, dia akhirnya tersadar. "Eh? Siapa tuh yang jawab? Elo Mars?" tanya Chiki.

"Lah, enggak. Gue kan tadi cuma jawab ular," kata Mars.

"Gue yang jawab."

Terlihat Alex yang menyandarkan punggungnya di pintu kelas Alnara. Semua orang bersorak-sorai menjodoh-jodohkan Alnara dengan Alex. Lagi. Lagi dan lagi. Dan sekarang Alnara tidak menyukai hal tersebut. Jika dulu dia sangat menyukai sorak-sorai yang terdengar dari orang-orang, sekarang Alnara membenci suara-suara tersebut.

Alnara kemudian mencari buku paketnya untuk dibaca, agar dia mempunyai alasan yang bagus jika Alex mengajaknya berkeliling di sekitar sekolah atau paling Alex hanya ingin mengajaknya nongki di kantin.

Benar kan apa kata Alnara. Alex menghampirinya, dan mengelus pelan kepalanya. Aldine dan Chiki bahkan sudah saling pukul-memukul karena merasa uwu dengan tingkah pasangan itu.

"Hei? Kamu kenapa, Ra?" tanya Alex.

Alnara menaikkan pandangannya. "Kamu gak liat aku lagi baca buku?"

Semua orang terdiam mendengar jawaban datar dari Alnara. Karena yang teman-teman sekelas Alnara tahu, Alnara selalu berbicara lembut kepada Alex. Tak pernah datar seperti sekarang.

Alex meraih tangan Alnara. "Ra, kamu kenap--"

Alnara menarik tangannya, dan berdiri dari tempat duduknya. "Kalau kamu memang bener-bener merasa berpikiran dewasa daripada aku, kamu seharusnya gak nyamperin aku di saat aku marah sama kamu."

Alex hanya mengerutkan dahinya tak mengerti. Edgar dan Langit pun yang baru saja sampai di depan pintu kelas Alnara, menjadi tidak jadi masuk karena melihat Alnara keluar. Alex menghampiri kedua temannya, lalu bertanya.

"Kalian sampein apa ke Alnara?" tanya Alex menginterogasi.

Edgar mengernyitkan dahinya. "Hah? Sampein apaan maksud lo?"

"Lo sampein ke dia kalo kita bertiga itu masuk ekskul basket? Hah?" tanya Alex datar dan menatap kedua temannya dengan tajam.

"Enggak, Lex," jawab Langit. "Tapi gue cuman ngasih tau Aldine sama Chiki, kalo kita udah daftar dan udah masuk tim basket."

"Bego!" sentak Alex jengkel di depan Langit. "Eh, lo bilang ke Aldine sama Chiki, lo kira mereka nggak lapor ke Alnara apa?! Hah?!"

Edgar menahan Alex. "Lex, Langit emang ngasih tau begitu. Tapi lo bisa mikir nggak sih? Kemarin, kita kan tanding di lapangan. Lo amnesia dadakan? Hah?" tanya Edgar.

Alex baru mengingat hal itu. Dia menepuk jidatnya pelan, mengetahui dan mengingat bahwa jelas-jelas Alnara duduk di tribun bersama kedua temannya.

Alex menghela napasnya dan mengusap wajahnya dengan gusar. "Jadi Alnara udah tahu soal ini?"

"Ya iyalah," jawab Langit.

Edgar memasang wajah kesalnya kepada Alex. "Lagian ya, Lex. Ngapain sih lo pake ngerahasiain ini segala dari Alnara? Kalian emang beneran gak putus, kan?" tanya Edgar.

Alex berdecak. "Berhenti lo bahas itu, Gar. Gue capek. Gue mau jelasin semuanya ke Alnara."

"Kapan? Sekarang?" tanya Langit. "Ya kalo mau sekarang lo kejar dia lah. Masa pake nunggu lagi, Lex?"

"Nanti aja. Gue lagi nggak bisa kontrol emosi gue sekarang, Lang," kata Alex, lalu dia meninggalkan kedua temannya di depan kelas Alnara.

🐰🐰🐰

Alex ❤️ :
| Alnara, kamu masih marah sama aku?

Alnara melemparkan handphonenya ke atas tempat tidur dengan sangat jengkel. Apakah Alex perlu bertanya seperti itu lagi kepadanya? Oh, ataukah Alex sudah tidak peka sekarang? Kalau begitu, biarkan Alnara memberi tepuk tangan.

Jovian, yang terkejut mendengar lemparan handphone di atas tempat tidur, menjadi berbalik. Selama dia belajar tadi, dia sudah melihat Alnara gelisah setengah mati.

Jovian berbalik. "Alnara, ada apa sih?" tanya Jovian.

"Jov, plis. Gue mau tanya ke elo. Sebagai cowok, lo bakal ngelakuin apa kalau Melva marah atau kesel sama lo?" tanya Alnara dengan nada yang tinggi.

Jovian bertopang dagu di atas meja belajarnya. "Gue beliin sesuatu, atau nggak gue ajak jalan biar dia nggak marah lagi. Kenapa?"

"Nah, lo aja ngerti cara ngebujuk cewek. Lah ini? Gue boro-boro dibujuk sama pacar gue sendiri," ujar Alnara sambil menunjuk handphonenya menggunakan dagu.

Jovian berdecak. "Udah gue bilang putus aja, Ra."

"Nggak bisa, Jov!" bentah Alnara.

"Emang kenapa? Lo masih sayang sama Alex?" tanya Jovian sambil menautkan kedua alisnya.

"Satu, itu alasan pertama. Yang kedua, kalau gue tiba-tiba minta putus ke dia, dia bakalan minta penjelasan secara detail dan jelas, kenapa gue minta putus tanpa alasan."

"Memangnya itu tanpa alasan?" tanya Jovian heran.

"Ya jelas tanpa alasan lah itu."

"Menurut gue ada alasannya. Bilang aja alasannya lo udah bosen sama dia. That's so easy to say, Alnara. Gak ada yang sulit kalo lo belum coba," ujar Jovian memberi saran.

Alnara sempat kemakan omongan Jovian. Namun, dia pun juga masih mempertimbangkan kalau dia akan memutuskan Alex atau tidak. Karena dia rasa, masih ada setitik harapan untuk berbaikan dengan Alex.

"Gue tahu apa yang lo pikirkan sekarang," kata Jovian. "Lo masih berharap sama Alex, kan? Lo masih berharap kalau lo sama Alex masih bisa ngelanjutin dan memperbaiki hubungan kalian. Gitu, kan?"

Alnara mengernyit heran. "Kok lo bisa tahu? Cenayang?"

"Telepati suami-istri," jawab Jovian.

"Ngadi," balas Alnara sambil memutar kedua bola matanya. "Jov, ajak gue jalan ke mana kek gitu. Males banget di rumah, gabut."

"Ya katanya lo kangen sama Tilly? Ya udah, urus aja dulu," kata Jovian.

Alnara menggeleng. "Gue udah kasih makan si Dumbo, Jov. Ya? Mau, ya? Ajak gue jalan ke mana gitu. Pliiiiss?"

Karena terbiasa mendengar Melva membujuknya seperti itu jika sedang menginginkan sesuatu, Jovian jadi tidak tahan untuk tidak mengabaikan istrinya itu.

"Udahlah, Bang. Ajak aja tuh istri lo keluar."

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dari luar. Dan terlihat di sana, ada Alsava yang sudah menggendong bayi berusia 3 tahun. Dengan tak percaya, Alnara menghampiri Alsava dengan senang.

"Nih, ambil ipar lo, Kak," titah Alsava yang sudah menyerahkan Mizu ke Alnara.

Dengan senang hati, Alnara lantas mengambil Mizu. "Ah, cantiknya ... ini beneran Mizu, Va?" tanya Alnara sambil mencium pipi Mizu.

Alsava bersedekap dada. "Ya iyalah, Kak. Mau siapa lagi selain Mizu."

"Ih, lucu banget sih!" Alnara mencubit pipi Mizu dengan gemas. Tak lama, bayi itu menangis keras. Dan Jovian langsung menghampiri Alnara dan Mizu.

"Jangan dicubit, Alnara," tegur Jovian yang langsung mengambil Mizu dari gendongan Alnara. "Anak-anak gak suka dicubit."

"Ih, kan gue nggak tau, Jov," sesal Alnara. "Siapa suruh si Mizu lucu banget."

Akhirnya, Mizu diambil oleh Alsava. Alsava tertawa. "Mizu tuh gak suka dicubit, Kak. Apalagi Mizu orangnya gak langsung akrab sama orang yang baru dia lihat."

Alnara menganggukkan kepalanya, dan mengelus-elus pipi Mizu dari belakang. "Hmm, gitu ... Kakak minta maaf, ya, Mizu."

"Kok Kakak sih?" tanya Jovian heran.

"Ya terus? Apa dong?" Alnara ikut heran. "Oma gitu?"

Jovian berdecak. "Ya Aunty lah, Ra."

"Aunty? Aunty Alnara gitu?" Alnara terkekeh pelan. "Lucu juga, ya. Tapi, pilih nama panggilan yang lain deh, Jov."

Jovian tertawa jahil. "Udah, Aunty Alnara aja."

"Terlalu panjang, Jovian, buat adek lo sebut," ujar Alnara. "Lagian ya, si Mizu ini bukan keponakan elo. Jadi lo dipanggil Abang, ya berarti gue apa? Kakak, kan?"

Alsava membenarkan ucapan Alnara. "Ya Kak Alnara bener juga sih, Bang. Seharusnya kan kalo Mizu itu adek lo, ya kan Mizu manggil lo Abang. Nah, berarti kalo lo udah punya istri, Mizu manggil Alnara Kakak dong!"

"Tata?" Mizu berbicara sambil menghapus air matanya.

Alsava tertawa. "Eh, tuh udah dipanggil tuh ama Mizu! Apa, Sayang? Mau bilang apa? Ini namanya Kakak Alnara. Mizu panggil Kakak Alnara, ya!" ujar Alsava.

"Tata Naya?" ucap Mizu yang sudah membuat Alsava dan Jovian tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

Alnara memelaskan wajahnya. "Yah ... Mizu Sayang, nama Kakak bukan Naya. Nama Kakak itu Alnara."

"Naya, hihi!" ulang Mizu sambil bertepuk tangan.

Jovian mengelus bahu Alnara agar bersabar. "Yang sabar, ya, Tata Naya."

"Utututu!" Alsava mencolek dagu Alnara dan menggoda cewek itu sesekali.

🐰🐰🐰

Sampailah mereka di taman bunga yang berada di dekat rumah Aldine. Awalnya Jovian ingin mengajak Alnara dan Mizu ke mall, namun Alnara menolak, karena alasan mereka bukan cuma pergi berdua, tapi ada si Mizu yang turut ikut.

Mizu awalnya memaksa-maksa Alsava untuk ikut, tetapi Alsava tidak bisa dan harus menjaga Chintya.

"Ra, jagain bentar. Gue mau ke atm dulu," ujar Jovian yang sudah memberikan Mizu ke Alnara.

Alnara menggendong Mizu. "Atm di mana? Entar lo lama lagi."

"Enggak. Cuma sebentar doang. Mau ambil duit juga biar kita bisa belanja," kata Jovian. "Lo jagain Mizu sebentar bisa, kan?"

"Mau sama Tata Naya," ujar Mizu sambil menyandarkan kepalanya di dada Alnara.

"Nah, tuh katanya mau sama Tata Naya. Gue pergi dulu, ya. Mizu, yang anteng ya sama Tata Naya," ingat Jovian yang sudah menertawai wajah kesal Alnara.

Sepeninggalan Jovian, Alnara pun berusaha bermain bersama Mizu. "Halo, Mizu Sayang! Gini, ya, Mizu. Nama Kakak tuh Alnara, bukan Naya. Jadi, jangan panggil Kakak Tata Naya lagi. Oke?"

Mizu yang mengerti sedikit-sedikit apa yang dikatakan Alnara menggeleng pelan. "No, no. Tata Naya!"

Alnara menghembuskan napasnya pasrah. "Ya udah deh. Panggil Kakak Tata Naya aja."

Mizu bertepuk tangan gembira. "Tata Naya!"

"Iya-iya, Tata Naya," ujar Alnara. "Eh, Mizu. Btw, kamu bisa bilang Aku Cinta Kamu nggak?"

Mizu mengerutkan dahinya. "Atu."

"Nah, cinta," tuntun Alnara.

"Tinta," ikut Mizu.

Alnara tertawa. "Cinta, Mizu. Bukan tinta."

"Tinta tamu!" ujar Mizu senang. "Atu tinta tamu!"

Alnara sudah cekikikan mendengar Mizu mengatakan Atu Tinta Tamu yang sudah diajar oleh Alnara. Alnara menghapus air matanya, lalu tak lama, Jovian sudah datang. Tentu saja dengan tangan tidak kosong.

Jovian memberikan Alnara es krim yang berwarna biru. "Nih, buat lo."

Alnara mengambilnya. "Makasih, bojoku."

Jovian berdecih. "Apaan sih."

Alnara mengarahkan satu suapan ke dalam mulutnya terlebih dahulu. Setelah itu, dia mengarahkan sendok kecil es krim tersebut ke depan Mizu. "Ayoo, pesawatnya mau masuk!"

"Eh, jangan dong!" tahan Jovian ketika Mizu sudah nganga ingin memakan es krim.

"Ih! Jovian! Kenapa sih?! Ini tadi Mizu udah mangap!" ujar Alnara kesal. "Ya, Sayang, ya?" tanya Alnara kepada Mizu.

"Alnara, Mizu tuh gak bisa makan atau minum yang dingin-dingin. Dia langsung pilek," beritahu Jovian. "Apalagi dikasih es krim. Jangan."

Alnara terkejut. Hampir saja dia membuat Mizu sakit. "Oh, maaf. Gue baru tahu. Maaf, ya, Mizu Sayang. Tata Naya gak bisa kasih Mizu es krim."

"Mau es kwim!" pinta Mizu yang sudah memajukan wajahnya ke hadapan Alnara.

Jovian menarik dagu adiknya. "Nggak boleh, Sayang. Nanti Mizu pilek, terus gak bisa jalan-jalan sama Abang dan Tata Naya lagi. Mizu mau pilek? Hm?"

Mizu menggeleng cepat. "Enda mauuu!"

Alih-alih tertawa mendengar jawaban yang belum sempurna dari Mizu, Alnara mengulum senyumnya melihat kedekatan Jovian dan Mizu. Dia tiba-tiba membayangkan kalau itu adalah dirinya dan Davi. Ah, Abangnya apa kabar, ya? Rindu juga kalo pisah kayak gini, apalagi belum sempat berbaikan dan akur.

Karena penasaran, Alnara men-chat Aldine. Ini lain masalah lagi, teman-teman. Alnara mau bertanya sesuatu kepada Aldine.

Alnara Einstein :
| Yuhuuu, pun10
| Aaaaall

Aldine Bunglon :
| Oiiii
| Napaaa?

Alnara Einstein :
| Gue mau nanya deh.

Aldine Bunglon :
| Bilang aja deh.
| Kayak sama siapa aja lo deh.
| Sayur lodeh.

Alnara Einstein :
| /Aldine retjeh 🌝

Aldine Bunglon :
| Buruan, Alnaraaa!
| Ini gue lagi bantu Emak gue bikin kue 🥵

Alnara Einstein :
| Oh, ya.
| Tipe cowok idaman lo tuh gimana, Al?

Aldine Bunglon :
| Humoris, romantis, deket sama ortu gue.
| Oh, ya. Setia gak lupa.

Alnara Einstein :
| Lo gak idamkan cowok yang sayang sama anak kecil?

Aldine Bunglon :
| Wah, idamkan banget lah itu! 🥺
| Ya kali enggak 😭

Alnara diam-diam tersenyum, dan mencuri pandang ke arah Jovian di sampingnya yang sedang bermain bersama Mizu.

Alnara Einstein :
| Kalau menurut lo ya, Al.
| Tipe cowok idaman buat gue tuh gimana?

Aldine Bunglon :
| Buat lo?
| Hmm ...
| Yang romantis (karena lo pasti bawaannya marah-marah mulu kalo gak diromantisin).
| Yang serius kalo diajak ngomong.
| Terus intinya, dia bisa ngejagain lo dan setia sama lo.

Alnara Einstein :
| Jadi gue nggak nyari yang cakep nih?

Aldine Bunglon :
| Ya ampun, Ra.
| Cakep tuh bisa didapetin di mana aja.
| Kalo cari cowok tuh jangan cuman yang cakep, cari yang bisa ngelindungin lo juga itu udah bisa jadi pacar yang baik.

Alnara terkekeh pelan melihat obrolannya dan Aldine di chat. Karena heran melihat Alnara tertawa, Jovian berdecih.

"Seneng amat kayaknya," kata Jovian. "Lagi chattan sama Alex?"

Alnara langsung menghembuskan napasnya dengan gusar. "Jov, untuk hari ini, gue mohon jangan ingetin gue dulu soal Alex. Gue mau lupain dia untuk hari ini."

"Maafin Alex, Ra," kata Jovian meminta.

Alnara tak percaya mendengar Jovian. "Maafin? Lo pikir kalau seseorang udah menyimpan kepercayaan sama orang lain, apalagi itu pacarnya, kemudian pacarnya bohong dan menyembunyikan sesuatu, apa lo masih bisa bilang kata memaafkan? Enggak, kan?"

"Alnara, dengerin gue," kata Jovian menenangkan. "Tuhan aja Maha Pengampun. Nah lo? Lo cuma ciptaan-Nya. Masa iya lo sendiri gak mau maafin sesama lo?"

Alnara menghembuskan napasnya dengan kasar. Selalu saja. Asal Jovian mulai menasihatinya, kata-kata Jovian tak pernah ada yang salah.

"Nanti gue pikir-pikir dulu," jawab Alnara.

🐰🐰🐰

ₜₕₐₙₖₛ fₒᵣ ᵣₑₐdᵢₙg

Nantikan part selanjutnya, ya! ❤️🐰

Salam gado-gado,
𝑪𝒉𝒊𝒌𝒛 ᶜʰⁱᵛᵃ⁻ᵃʳᵉᵉ

Continue Reading

You'll Also Like

29.9K 6.1K 44
[JUARA 2 UTAMA WRITING MARATHON WITH ANBOOKS PUBLISHING] Ini adalah cerita tentang Chandra dan Mentari. Dua manusia yang berlawan jenis, berbeda prin...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.1M 62.1K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
758K 16.7K 100
Sini duduk di sampingku, biar aku ceritakan bagaimana rasanya Merindu dengan egois di dalam sepi yang mengiris. Judul awal (CURHATAN) #Wattys2017 Hig...
1.9M 14.3K 10
Cerita lengkap ada di Dreame šŸŒ»šŸŒ»šŸŒ» "Aku bakal ceraiin dia secepatnya." Ines menggeleng, rasanya itu sangat mustahil. Ia akan menerima dosa yang besa...