Dia, Syam

Von AayuuSR

621 126 112

Dulu, aku kira semuanya tidak akan pernah baik-baik saja. Hingga akhirnya dia datang, membawaku pergi, dan me... Mehr

P R O L O G
โ˜” 2. Mungkin Mati Memang Pilihan Yang Tepat
โ˜” 3. Cara Terbaik Untuk Menjaga
โ˜‚๏ธ 4. Aurea, Dia Lucu dan Menyedihkan
5 โ˜‚๏ธ Aurea, Dia Harus Bahagia

โ˜” 1. Home Like A Hell

107 22 31
Von AayuuSR

Bismillahirrahmanirrahim.

Jangan lupa votenya, besties🤍🕊️

Absen kalian dari mana disini yukk??? Kalau aku orang Riau, ada yang sama???

Happy reading, Besties🙌🏻✨

1. Home Like A Hell
[02/04/2023]

Jika aku diberi kesempatan untuk meminta satu hal. Aku hanya ingin meminta ; Ketenangan.
-Aurea Jarey Lucio.


[Dia, Syam]

Tidak semua yang mewah mampu membahagiakan. Dari luar mungkin siapa pun yang melihat mansion keluarga Lucio akan merasa iri dan berharap bisa tinggal di dalamnya. Mansion dengan desain Eropa modern ditambah percampuran warna gold dan putih terlihat begitu mengagumkan. Pagar tinggi di bagian depan, dinding menjulang sebagai pembatas. Halaman depan yang dimarmer, juga beberapa tumbuhan hijau beraneka jenis dengan harga fantastis. Di bagian tengah halaman ada sebuah air mancur lima tingkat terlihat begitu mewah.

Jarak antara pagar dan pintu utama membutuhkan waktu sepuluh menit untuk mencapainya. Begitu melangkahkan kaki ke dalam mansion akan disambut dengan ruangan tengah kosong, tapi tetap memukau. Keramik mahal dengan desain bunga juga menjadi salah satu objek menarik, juga lampu besar yang menggantung indah di bagian atas. Jika berjalan ke kanan, maka akan langsung menemukan ruang tamu berisikan sofa besar lengkap dengan guci antik di setiap sudut. Di bagian selatan ada dapur dan juga ruang makan mewah. Sedangkan, kamar mandi terletak di bagian barat.

Mansion Lucio terdiri dari tiga lantai. Di lantai pertama, hanya ada ruang tamu, ruang makan, dapur, dan kamar mandi. Di bagian samping akan ditemukan kolam renang berukuran besar dihiasi pepohonan juga kursi santai. Ada sekitar enam kamar di lantai dua. Dan di lantai paling atas, ada ruang keluarga seperti bioskop atau pun ruang bermain. Di sana juga ada ruangan kerja dari kepala keluarga Lucio.

"Hei, Jalang! Jangan pernah berpikir untuk lari lagi dan bikin mansion ini semakin panas! Seharusnya kamu menerima nasib dan bersyukur masih tinggal di sini!"

Suara itu membuat gadis dengan tubuh penuh luka tersentak. Dia mengangkat pandangan menatap perempuan jangkung berwajah blasteran Brazil dengan raut datar. Luka baru dia dapatkan di bagian bibir akibat tamparan keras karena dirinya berusaha kabur semalam. Seharian ini gadis tersebut hanya berbaring di atas tempat tidur queen size miliknya, menikmati setiap rasa sakit di setiap inchi tubuh. Dan tadi adalah kakaknya, Glaucia Clara Lucio. Gadis cantik kebanggaan sang ayah.

"Sudahlah, Gla. Jangan pedulikan dia, sekarang cepat turun ke bawah. Ada pesta malam ini." Anderson Lucio datang bersama istrinya. Pria lima puluh tiga tahun itu menarik tangan si putri sulung.

"Okey, Papa." Glaucia mengangguk. Dia kembali menatap sang adik yang menyorotnya penuh luka. "Bye, Cabe," pamitnya, lalu pergi begitu saja.

Anderson mengikuti dengan langkah tegap. Sedangkan, sang mama memilih masuk sebentar. Memeluk erat tubuh putrinya hati-hati—takut menyentuh luka.

"Maafkan Mama yang tidak bisa menolongmu, Nak. Rea anak kuat, Mama yakin Rea bisa."

"Kenapa Mama nggak bunuh Rea aja?" Akhirnya gadis itu membuka suara. "Kenapa Mama harus lahirin Rea ke dunia?" lanjutnya pilu.

Kiara Lucita—mamanya—menangkup pipi sang anak. Mengusap pelan wajah cantik putrinya.

"Maaf." Setelahnya, tidak ada lagi suara. Kiara pergi tanpa ada kata untuk menenangkan gadis yang dia panggil 'Rea'.

Sedetik kemudian tangisan dari gadis bernama lengkap Aurea Jarey Lucio itu terdengar. Dia melempar semua barang yang mampu dia gapai. Dadanya terasa begitu sesak. Bukan hanya luka fisik yang didapatkan, tapi juga luka di hatinya. Entah sudah kali ke berapa gadis berusia dua puluh tahun tersebut berusaha kabur dan selalu saja kembali ke tempat yang sama. Ke mansion mewah keluarga Lucio yang dia anggap seperti neraka.

"Nona Aurea berhenti!"

"Tembak! Anda ingin kembali menembak saya, kan? Kenapa hanya kaki saya?! Tembak jantung saya! Kepala saya! Bunuh saya!"

"Nona, tenanglah," ucap pengawal kepercayaan Anderson itu tegas.

"Apa Anda kira saya ini robot? Apa saya tidak bisa merasakan sakit setiap kalian pukuli?! Apa kalian kira saya bukan manusia?"

Aurea menangis keras hingga akhirnya kembali jatuh pingsan setelah jarum suntik menyentuh lengannya.



Malam ini hujan deras mengguyur kota Jakarta. Beberapa pengendara motor berteduh agar tidak basah terkena hujan, berbeda dengan mobil yang masih melaju ke arah tujuan. Akhir-akhir ini memang sering sekali turun hujan membuat beberapa kota di Indonesia terendam banjir. Seorang laki-laki memakai motor matic ikut berteduh di depan mini market yang cukup ramai dengan pengendara lain atau pun para pembeli. Laki-laki berwajah teduh itu mempererat jaket di tubuhnya ketika air hujan dibawa angin ke arahnya.

Tiga puluh menit berlalu tidak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Jam tangan yang dipakainya sudah menunjukkan pukul 22:30 membuatnya memilih menerobos hujan. Lagipula, dia akan sampai di rumah sekitar sepuluh menit lagi. Mengambil helm dan memakainya, dia kembali melajukan motor. Beberapa orang juga mengikuti dirinya karena terlalu lama menunggu. Laju motornya memelan ketika di depan sebuah kelab ada seorang gadis terlihat meringkuk kedinginan dan satu pria yang mencoba menghampiri.

Laki-laki itu tanpa pikir panjang membelokkan setir ke kiri, tepat di depan kelab. Dia turun, menghampiri dua orang di sana.

"Ada apa ini, Pak? Kenapa Anda mengganggu gadis ini?" tanyanya begitu sudah berdiri dekat.

"Jangan ganggu! Dia milik saya! Kalau Anda ingin juga, Anda bisa memesannya lain waktu!" usirnya kasar.

Belum sempat tangan pria yang dia duga sudah berusia lebih dari lima puluh tersebut menyentuh gadis itu, dia lebih dulu menepis. Tidak berhenti di sana, sebuah bogeman juga mendarat mulus di pipi pria tua tersebut. Merasa tidak mampu melawan, dengan berat hati, pria yang dia duga adalah hidung belang itu melangkah pergi sembari menahan kedutan perih di bagian bibir.

"Dasar pria tua tak berotak! Menggoda gadis seusia anaknya sendiri. Apa dia tidak malu?" gerutu laki-laki tadi seorang diri. Dia menyugar rambutnya yang basah ke belakang.

Kemudian dia berjongkok. Memperhatikan wajah gadis di depannya yang terlihat membengkak di bagian pipi kanan dan bawah mata. Laki-laki itu meringis.

"Kamu nggak papa, Dek?" tanyanya lembut. Gadis di depannya dia duga masih pelajar.

Tidak ada jawaban. Gadis berpakaian mini itu semakin meringkuk. Sejenak, dia melihat ada sebuah kertas yang digenggam erat oleh tangan mungil bergetar di depannya.

"Saya nggak bakalan ngapa-ngapain kamu, kok. Jangan takut, ya. Saya cuman mau bantu kamu. Setidaknya untuk obati luka kamu dulu."

Kali ini gadis itu mengangkat kepala. Laki-laki di depannya memasang senyuman manis. Gadis itu menunduk lagi.

"Ayo ikut saya dulu. Rumah saya deket sini, kok."

Gadis itu menggeleng kuat. "Jangan, takut," ucapnya begitu lirih.

"Ehm ... kalau gitu ayo ke warung sana. Di sana ramai, saya gak mungkin macem-macem kalau itu yang kamu takutin. Saya cuman mau obati luka kamu."

Laki-laki itu berdiri. Membuka jok motornya, lalu mengambil satu jaket yang memang dia persiapkan selalu. Setelahnya, mengulurkan jaket itu ke arah si gadis yang masih meringkuk takut.

"Ayo ..."




"Nama kamu siapa, Dek?"

"Jangan panggil aku Dek."

"Eh? Kalau gitu Mbak? Nama Mbak siapa?"

"Jangan panggil Mbak. Namaku Rea."

Laki-laki yang tadi menolongnya tersenyum sembari mengangguk. Luka di wajah gadis itu sudah diobati, bahkan juga diberi makanan.

Dia ... baik.

"Kamu kenapa bisa ada di sana? Rumahmu dimana?"

Gadis itu malah menggeleng.

Laki-laki yang masih belum diketahui namanya itu hendak membuka mulut, tapi kembali terkatup ketika sebuah suara besar memanggil.

"Nona Rea!"

Dengan cepat gadis itu berlari. Namun, sebelum benar-benar pergi dia memberikan kertas kecil tadi ke arah laki-laki yang sudah menolongnya. Rea memacu langkahnya cepat, tapi belum jauh menghindar, gadis itu terjatuh. Tiga orang yang mengejarnya segera menangkap dan membawa paksa gadis cantik itu. Dia ingin menolong, tapi tidak sempat karena perutnya ditendang keras oleh satu orang berpakaian hitam yang dia duga adalah pengawal gadis itu juga.

Kertas di tangannya dia buka. Sesekali dia meringis merasakan denyutan di bagian perut.

Aku Aurea Jarey Lucio. Tolong aku jika kamu mau. Datanglah ke mansion Lucio pukul dua belas malam. Jika kamu tidak datang, maka aku memilih mati.

Apa-apaan ini? Gadis itu ingin bunuh diri? Kenapa dia harus terlibat?



Assalamualaikum.
Yeayyy! Part 2 heree!!!
Masih tegang banget ya part awalnya🤣
Tenang guys, setelah ini manis-manis.

Spam komen disini untuk update cepet🙌🏻🤩

See you soon!

Semangat puasanya🤍🕊️

[Follow Instagram @helloiamayu untuk info cerita lainnya]

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

45.7K 2.1K 27
"Wanita itu suci, bagaikan sajadah. Karna, diatas wanita lah lelaki akan beribadah." Fatimah mengerutkan keningnya. "Maksudnya? Perempuan dijadikan s...
4.8M 292K 60
[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] Hana di deskripsikan sebagai gadis nakal pembuat onar dan memiliki pergaulan bebas, menikah dengan seorang pria yang kerap...
1.1M 107K 48
MALING JAUH-JAUH!! Hanya sebuah kisah singkat seorang gadis berumur 20 tahun yang mengorbankan dirinya untuk melunasi hutang pamannya. bagaimana kela...
41.4K 5.1K 84
Adeeva Humaira Laskar Khaizuran. Seorang wanita yang jauh dari kata agama dan tidak mengenal apa itu agama, selain tidak ada niat untuk berubah dia j...