Beside You

By ChikAnnisa19

9.6K 2.4K 5.5K

-Yang berusaha bertahan untuk mengubur perasaan- Cover by Dyoonart *** Jovian Xavier - Alnara Alfredo πŸ’“πŸ’“πŸ’“ ... More

Perkenalan Tokoh
Prolog
Part 1 | Mr. V, Siapakah Dia?
Part 2 | Teman, Will You?
Part 3 | Perjodohan
Part 4 | Happy Married
Part 5 | Berkenalan
Part 6 | Satu Hal Tentang Jovian
Part 7 | Cari Jodoh
Part 8 | Gramedia, Damn You!
Part 9 | Gong Xi Fa Cai
Part 10 | Dumbo atau Tilly?
Part 11 | Kalung Dumbo
Part 12 | Privasi Melva
Part 13 | Antara Kesalahan dan Peduli
Part 14 | Lelah
Part 15 | Pulang
Part 17 | Kesalahan yang Dirahasiakan
Part 18 | Cowok Idaman
Part 19 | Jangan Berharap Lebih
Part 20 | Butuh Waktu
Part 21 | Harga Diri yang Harus Dijaga
Part 22 | Makan Malam & Terima Kasih
Part 23 | "Jadi adek gue, mau?"
Part 24 | Jovian dan Sagara
Part 25 | Lanjut atau Berhenti?
Part 26 | Aldine vs Sagara
Part 27 | Sebuah Kecupan Manis
Part 28 | Apartemen Baru
Part 29 | Berenang
Part 30 | Melva Cemburu?
Part 31 | Permintaan Sulit
Part 32 | Toxic Relationship
Part 33 | Menghindar
Part 34 | Jovian Cemburu?
Part 35 | Berusaha Memanfaatkan
Part 36 | Pengakuan Alnara
Part 37 | Pengakuan Jovian
Part 38 | Hamil?
Part 39 | Hubungan Sebenarnya
Part 40 | Kesalahpahaman
Part 41 | Rencana Berkuliah
Part 42 | Dokter Selena
Part 43 | Bantuan Sagara
Part 44 | Lolos Tes & Berita Buruk
Part 45 | Perpisahan
Part 46 | Ingin Pulang
Part 47 | Bertemu Kembali
Epilog

Part 16 | Sudah Merasa Bosan

129 36 50
By ChikAnnisa19

Now playing | Syifa Hadju, Angga Yunanda - Cinta Hebat

Part 16 | Sudah Merasa Bosan

🐰🐰🐰

Sebenci-bencinya gue sama cewek, gue nggak bakal pernah bisa benci sama satu cewek. Cewek itu elo.

🐰🐰🐰

HARI Minggu, waktunya untuk bersantai bagi semua orang. Waktu dan saat di mana kita bisa santuy menghabiskan waktu di dalam kamar. Namun hal tersebut bukanlah waktu untuk Alnara Alfredo.

Alnara memang sering telat bangun pagi, namun ketika hari Minggu, Alnara menjadi gadis yang bersemangat. Lihat saja sekarang. Dia bahkan sudah lebih dulu menonton TV di ruang keluarga sambil menikmati cemilan yang baru dia beli kemarin bersama Alsava.

"Kak, Bang Jovian mana?" tanya Alsava sambil menyenggol lengan Alnara.

Alnara menoleh, lalu mengangkat kedua bahunya. "Hm? Nggak tau. Masih tidur kali. Emang Jovian kebo, Va, kalo hari Minggu?"

Alsava menghembuskan napasnya. "Hm ... nggak kebo-kebo amat sih, Kak. Cuma gitu deh."

Alnara mengangguk-anggukkan kepalanya. "Eh, Va. Udah dulu yuk nontonnya?"

"Emang mau bikin apa, Kak?" tanya Alsava sambil melihat Alnara yang sudah berdiri daru sofa.

Alnara menjulurkan tangannya ke depan Alsava. "Ke mall. Lo mau?"

Alsava menggeleng malas. "Hm, kalo untuk yang itu ... gue nggak mau ah, Kak. Hari Minggu, mall tuh penuh, padat, sama jalanan juga macet."

"Ya tapi kan gue yang bawa mobil," kata Alnara.

Alsava tetap menggeleng. "Hmm ... enggak deh."

Alnara menghela napasnya dengan gusar. "Ya udah deh kalo lo nggak mau. Um ... kalo gitu, sekarang lo mau pergi ke mana deh, Va? Biar gue sisa bawa mobil aja, tapi lo yang pilih tempatnya."

Alsava menjadi tersenyum. Dia kan sekarang pengen ke Dufan. Kan seru kalo ke Dufan cuma bareng Alnara doang!

"Dufan!" ujar Alsava gembira sambil membalas juluran tangan iparnya.

Alnara mengangguk-angguk. "Hmm ... pilihan lo bagus juga. Boleh deh!"

"Nggak ada Dufan-Dufanan!"

Suara Jovian sudah terdengar ketika cowok itu sudah berada di ruang keluarga. Alsava membalik tubuhnya ke belakang melihat Jovian yang sudah duduk di kursi makan.

"Eh, Abang jahanam, lo tuh jangan ganggu sehari aja bisa nggak sih?" tanya Alsava jengkel.

Jovian mengangkat kedua bahunya. "Ya elo kan mau ke Dufan sama Alnara, ya gak boleh. Gue nggak ngizinin."

Alnara mencebikkan bibirnya. "Yah ... kenapa sih, Jov?"

Jovian meletakkan garpu di dekat piring makannya. "Ra, hari Minggu tuh--"

"BANG JOVIAN!!!"

Byur!

Kini tubuh Jovian sudah basah kuyup akibat siraman air yang disiram oleh sepupunya sendiri--Alsava. Alsava sudah muak membangunkan Jovian yang kesekian kalinya, namun cowok itu masih saja memejamkan matanya.

"Va! Lo apa-apaan sih?!" bentak Jovian kesal sambil menatap dirinya yang sudah diguyur air dingin di atas tempat tidur.

Napas Alsava naik-turun tak beraturan. "Heh! Gue dari tadi bangunin lo, ya!!!" teriak Alsava jengkel. "Lo tuh jangan kebo sehariii aja! Bisa nggak?!"

"Ya tapi nyiramnya jangan pake air juga!" balas Jovian tak suka.

"YA TERUS? PAKE AIR COMBERAN, MAU?" tanya Alsava. "Lo kayaknya mimpi deh. Mimpi apa lo barusan? Mana ngigo lagi nyebut-nyebut nama gue."

"Apaan, ge-er banget pengen gue mimpiin," kata Jovian yang sudah bangun dari tempat tidurnya.

Alsava pura-pura mengangguk-nganggukkan kepalanya. "Oh, ya? Jadi gak mimpiin Kak Alnara juga lo? Tadi nyebut-nyebut Ra gitu."

Jovian terkejut. Apakah memang tadi dia benar-benar mengigau, sampai-sampai Alsava mendengarnya? Mampuslah kalau sampai Alsava menyampaikan hal ini kepada Alnara.

Alsava tertawa. "Tenang aja. Gue juga nggak mau nyampein ke Kak Alnara kok. Santuy. Meskipun gue keselnya tingkat seribu persen ke elo, tapi gue masih sayang nyawa. Nanti bisa-bisa nyawa gue udah nggak ada kalo gue lapor ke Kak Alnara."

Jovian mengambil bantal, lalu segera melemparkan bantal itu tepat ke wajah Alsava agar cewek itu diam.

"Abang jahanam!" teriak Alsava nyaring.

🐰🐰🐰

Pak Suami :
| Selamat pagi, Alnara.

"WEYYYY! HAHAHAHA!"

Alnara menjadi salting di meja makan. Sedangkan Davi--Abangnya, yang sedang menonton siaran Upin Ipin di depan TV--menjadi terkejut mendengar tertawaan adiknya.

Davi berbalik menegur Alnara. "Ra! Bikin kaget aja sih!" tukas Davi cepat.

Alnara menatap Abangnya, lalu dia tersenyum nggak kuat. "Bang ..." panggil Alnara nggak kuat.

"Apaaa?" tanya Davi penasaran.

"Lo pernah dibaperin pagi-pagi nggak?" tanya balik Alnara. "Ya meskipun lo nggak punya cewek."

Davi menghela napasnya. "Hadeh ... ya pernah lah. Emang kenapa?"

Alnara menyelipkan rambutnya. "Ya-ya enggak. Nanya doang emang nggak boleh?"

"Lo dibaperin siapa pagi-pagi?" tanya Davi lagi.

Alnara kembali menjadi gagu. "Emm ... Alex! Iya, Alex!"

"Jovian pasti?" kata Davi.

Alnara menggeleng. "Bukan! Demi Alex, gue dibaperin sama Alex!"

"Nggak mungkin. Lo kalo dibaperin sama Alex biasanya langsung kasih liat chat lo sama dia ke gue, bahkan kalo gue masih tidur pun lo tungguin gue bangun terus kasih liat chat mana yang buat lo baper. Iya, kan, Ra?" Davi menaik-turunkan alisnya.

Alnara menggeleng. "Eng-enggak!"

"Cieee yang bohong!" ledek Davi.

"Apaan sih, Bang!" balas Alnara tak suka. Karena malas mendengar godaan dan ledekan dari Davi, Alnara membalas chat dari Jovian.

Alnara Einstein :
| Pagi.

Alnara mengernyitkan dahinya. "Eh, tumben juga dia bangun telat. Oh, gue tau. Pasti karena nggak ada gue yang bangunin dia di sana, makanya dia kebo." Alnara terkekeh diam-diam.

Tak lama, ada balasan dari Jovian.

Pak Suami :
| Udah sarapan?

Alnara Einstein :
| Nih, baru sarapan.
| Lo sendiri? Udah sarapan?

Pak Suami :
| Baru bikin roti.
| Emm, Ra.
| Gue mau ketemuan.

"Cangkeman, cangkeman, cangkeman!" Alnara berdiri dari kursinya, dan meloncat-loncat kegirangan. Davi bahkan sempat terheran-heran melihat tingkah Alnara yang begitu aneh baginya pagi ini.

"Ra, lo kemasukan kuda lumping, ya?" tanya Davi dengan keheranan.

Alnara langsung ngeh, dan kembali duduk di kursinya. Dia menjadi pura-pura kalem lagi. "Ekhem, biasa aja. Gue nggak kemasukan apa-apa kok."

Dengan jantung yang berdegup kencang, Alnara mengetikkan balasan kepada Jovian.

Alnara Einstein :
| Hah? Ketemuan?
| Buat?

Pak Suami :
| Emang lo mesti tau tujuannya?
| Kan enggak penting buat lo.
| Pertanyaan gue cuma satu.
| Lo mau nggak ketemuan hari ini?
| Langsung jawab iya, atau enggak.
| Gue butuh jawaban lo sekarang.

"Masih aja ngeselin nih orang satu," umpat Alnara dengan pelan. Dia malas kalau sampai Davi mengetahui bahwa dia mengumpat akibat Jovian.

Alnara Einstein :
| Bolehlah.
| Mumpung gue juga lagi nggak ngapa-ngapain di rumah.

Pak Suami :
| Oke.
| Tapi lo lagi nggak ada janji sama Alex, kan?

Alnara Einstein :
| Enggak kok.

Pak Suami :
| Oke.
| Mall.
| Selepas maghrib.
| Pake baju bagus.
| Gue jemput.

Alnara tiba-tiba merapikan rambutnya dan merasa narsis. Dia lalu berdeham, dan mengetikkan balasan untuk Jovian. Lain dengan Alnara, Davi yang sedang memandang adiknya kini seperti orang dongo.

"Udah nggak waras kali, ya, adek gue," ucap Davi seorang diri sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan pasrah.

Alnara Einstein :
| Ke mall doang, kan?

Pak Suami :
| Ya terus?
| Lo mau ke mana lagi?
| Kuburan?

Alnara Einstein :
| Ya nggak gitu juga maksud gue, babi ☺️
| Maksud gue, kita cuma ke mall doang, kan?
| Gak ke mana-mana lagi gitu setelah ke mall?

Pak Suami :
| Lo ini lagi bertanya atau ngode kalau mau jalan-jalan?

Alnara Einstein :
| Nanya.

Pak Suami :
| Ya udah.
| Berarti apa gue bilang.
| Kita ketemuan.
| Selesai.
| Gak ke mana-mana lagi.

"Seharusnya kalo cowok udah dikode sama cewek tuh peka dong!" teriak Alnara kesal, yang berhasil membuat Davi berbalik.

"Kenapa sih, Ra?" tanya Davi yang kini benar-benar penasaran.

Alnara mendengkus. "Bang, kalo Abang dikode sama cewek buat minta jalan-jalan, Abang bakal ngapain?"

Davi mengangkat kedua bahunya. "Ya nggak tau! Gue kan nggak punya cewek!"

Alnara berdecak. "Ya bayangin aja kalo gitu."

Davi memegang dagunya. "Um ... gue bakal ngajak dia jalan lah, kan dia udah ngode."

"Nah!" Alnara menggertak meja makan dengan tegas. "Bang Davi aja yang nggak punya cewek bisa peka, ini ... udah punya istri masih aja nggak paham kode!"

Oopsie! Alnara sudah keceplosan bahwa dia baru saja menyebutkan kata istri di depan Davi. Habislah dia saat ini. Pasti Davi akan mengejeknya habis-habisan.

Davi awalnya sempat mengerutkan dahinya, setelah itu, barulah dia tertawa terbahak-bahak, dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Aduh, Ra. Gue nggak tahu jelas ya rasanya gimana kayak lo. Tapi kayaknya semenjak lo nikah, lo jadi lebih sensitif gitu nggak sih?" tanya Davi yang masih tertawa pelan.

Alnara berdecih. "Dih, apaan. Sensitif gimana maksud lo? Padahal gue sama aja kayak dulu, nggak pernah berubah."

Davi mengganti channel yang dia tonton. "Semenjak lo nikah tuh lo jadi makin pemarah, Ra. Dulu-dulu kan nggak pernah. Buktinya aja nih, ya, semalem lo cerita, kata lo Aldine sama Chiki bilang lo aneh sama sering marah. Iya, kan?"

Alnara memikirkan hal itu. Benar juga ucapan Davi. Dia langsung melihat bagian perutnya. Tanpa sadar, Alnara mengelus perutnya. Sampai akhirnya Alnara sadar, dia menempeleng wajahnya sendiri.

"Enggak, enggak," ujar Alnara dengan tidak tenang.

Davi berbalik lagi. "Kenapa lagi lo?" Davi menggeleng heran memerhatikan Alnara. Dia lalu mencoba untuk mencuri-curi pandang apa yang sedang dilakukan oleh adiknya itu.

Ketika Davi berbalik, dan tanpa Alnara sadari, Davi sudah melihatnya dengan jelas, kalau Alnara memegangi perutnya dengan wajah yang begitu pucat. Karena kaget, Davi menghampiri Alnara.

Davi memegang kedua bahu adiknya. "Ra, lo nggak apa-apa, kan?"

Alnara menengadah. "Bang, gue nggak mau," kata Alnara sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Davi mengernyitkan dahinya heran. "Nggak mau apa maksudnya?"

Alnara masih memegangi perutnya. "Gue nggak mau kalau sampai hal itu terjadi."

Davi mencoba mengerti maksud Alnara. Dilihatnya Alnara memegangi perut, masih saja membuat Davi tak mengerti. "Maksud lo apa sih, Ra? Lo sakit perut? Atau gimana?"

Alnara menggeleng pelan. "Bang, kalo semisalnya gue ..."

"Apa?" Davi menyatukan kedua alisnya.

"Kalo semisalnya gue ..." Alnara masih menggantungkan ucapannya. Dia lalu kembali melirik perutnya. "Hamil gimana?"

Davi yang awalnya penasaran dengan apa yang ingin dikatakan Alnara, menjadi menghembuskan napasnya dengan lega. Dia kira Alnara kenapa-kenapa, makanya wajahnya pucat seperti itu.

Davi mengelus-elus rambut Alnara dengan pelan. "Ya nggak apa-apa, Ra. Kan punya anak itu bagus."

"Ya tapi gue nggak mau, Bang," tukas Alnara cepat. "Gue nggak mau ngerasain yang namanya hamil di usia muda."

"Ra, menurut lo hamil di usia muda itu nggak wajar?" Davi terlihat kesal.

Alnara mengangguk. "Iyalah. Usia wanita hamil itu rata-rata harus di atas 19 tahun."

"Ya itu bukan masalah besar, Alnara."

"Bukan masalah besar gimana maksud lo, Bang? Jelas-jelas kalo gue hamil, itu bukan cuma gue yang frutrasi. Pasti Jovian juga. Apalagi kalo temen-temen gue pada tahu gimana? Apa kata mereka nanti? Mereka aja belum tahu soal pernikahan gue," ujar Alnara.

Davi memegang kedua bahu Alnara sembari berlutut di hadapan gadis itu. "Percaya sama gue, Ra. Apalagi lo juga udah punya suami, jadi orang-orang nggak perlu berpikiran negatif sama elo dan Jovian. Iya, kan?"

Alnara menggeleng, masih dengan wajah pucat miliknya. "Enggak. Pokoknya, gue mau usahain kalo gue nggak bakalan punya anak saat usia gue masih semuda ini. Dengan usia gue yang baru enam belas tahun ini, gue nggak bakalan mau punya anak," putus Alnara, lalu dia melepaskan tangan Davi dari bahunya.

Davi bingung harus menjelaskan dengan cara apa lagi. Padahal dia akan membicarakan hal ini kepada Alnara tadi malam, namun Alnara membahasnya pagi ini. Dan responnya pun tak membuat Davi senang.

🐰🐰🐰

Akhirnya, mereka berdua sampai di mall. Jovian menuntun Alnara sampai ke dalam mall. Entah mengapa akhir-akhir ini Jovian sering sekali menuntun Alnara jika dia ingin berjalan-jalan. Seperti cowok yang sudah takut sekali kehilangan pasangannya.

Ketika sudah sampai di dalam mall, Alnara meledek Jovian, yang masih saja memegangi tangannya untuk berjalan-jalan.

"Hmm, kayaknya ada yang kangen nih sama gue," sindir Alnara sambil berdeham.

Jovian menoleh. "Maksud lo?"

"Nih, maksudnya apa?" Alnara mengangkat tangannya ke atas, diikuti tangan Jovian yang masih menggenggam tangannya dengan erat.

Astaga. Jovian tak sengaja melakukan hal itu akhir-akhir ini. Selama Alnara berada di rumah cewek itu sendiri, kan Jovian sering berjalan-jalan ke mall bersama Melva. Tak jarang dia juga merangkul Melva, ketika gadis itu sedang merengek ingin minta dibelikan komik.

"Oh ..." Alnara mengangguk-anggukkan kepalanya berpura-pura paham. "Ngerengek kayak anak kecil gitu yang pake puppy eyes?"

Jovian mengedikkan bahunya. "Terkadang."

Alnara berdecih. "Jov, lo jujur deh. Um ... lo lebih suka jalan sama Melva apa sama gue?" tanya Alnara penasaran.

Jovian mendekatkan wajahnya ke Alnara sebentar. "Sama lo."

Alnara terkekeh. "Ya kan. Apa juga dugaan gue. Nah, terus alasan lo apa suka jalan sama gue daripada sama pacar lo sendiri?"

Jovian menggeleng. "Ya nggak apa-apa. Soalnya kalo jalan sama Melva susah. Pikirannya terlalu dewasa banget. Gue sebenernya pas nembak dia sempet mikir 2 kali sih, mau jadiin dia pacar gue apa enggak."

"Tapi? Kenapa lo tetep pacarin?" Alnara beralih menggandeng lengan Jovian di sampingnya.

Jovian tertawa sambil mengingat kejadian waktu dia meminta Melva menjadi pacarnya. "Gue dulu tuh cuma temenan biasa sama Melva. Ketemunya pas MOS, terus dijodoh-jodohin, akhirnya dicomblangin sama temen gue sendiri. Dan terlebih lagi ... temen gue itu Kakaknya Melva."

"Hah?" Alnara terkejut. "Kakaknya Melva sekolah di SMA Gautama juga?" tanya Alnara heran.

Jovian mengangguk. "Iya."

"Kakak kelas?" tanya Alnara.

Jovian menggeleng. "Seangkatan."

"Namanya siapa?" Alnara kembali kepo.

"Lo kenal kok orangnya," jawab Jovian santai, lalu merangkul Alnara.

Alnara sempat merasa risih dirangkul seperti itu oleh Jovian. Akhirnya, dia berusaha menurunkan tangan Jovian dari bahunya.

"Ish, apaan sih, Jov? Malu tahu diliatin orang," kata Alnara dengan risih.

Jovian menyatukan kedua alisnya. "Kenapa? Orang lo istri gue juga. Jadi bebas."

"Dih," decak Alnara yang sudah pasrah.

Jovian masih berjalan santai di samping Alnara. "Kalau lo? Lo lebih suka jalan ke mall bareng gue apa Alex?"

"Elo." Alnara memeluk pinggang Jovian dengan spontan sambil cengar-cengir.

Jovian terkekeh pelan. Mesra-mesraan sesekali di depan umum nggak apa-apa, kan? Apalagi Alnara istri sah Jovian. Jadi nggak ada masalah sama sekali. Malah Jovian ingin membuat Alnara baper duluan, agar dirinya bisa memiliki Alnara seutuhnya.

"Kenapa?" tanya Jovian penasaran.

"Soalnya ... Alex tuh seperti Melva, Jov. Pikirannya lebih dewasa daripada gue. Ya, tipe cowok idaman gue termasuk kriteria dia sih, yaitu berpikiran lebih dewasa. Cuman, ini juga berlebihan nggak sih? Karena kedewasaannya itu, dia jadi sering nyuruh gue beli sesuatu yang nggak gue sukai. Dan kalau gue nggak suka, dia maksa."

Jovian mengerutkan dahinya. "Maksa? Kenapa lo nggak nolak aja?"

Alnara menghembuskan napasnya dengan kasar. "Pernah gue nolak tegas pas gue awal-awal pacaran sama Alex, cuma dia ngancam mau putus. Ya karena gue juga dicomblangin sama Alex, dan demi menjaga nama baik gue di sekolah, mending gue turutin mau Alex. Nanti orang-orang yang ngecomblangin gue mikir, kemaren baru jadian, masa besoknya putus."

Jovian sempat tidak suka terhadap sifat Alex yang pemaksa itu. Boleh-boleh saja dia memaksa kepada orang lain demi memberitahukan hal yang baik, namun jika orangnya seperti Alnara, terlebih lagi Alnara itu orangnya nggak suka dipaksa, seharusnya Alex mengalah saja. Bukannya malah semakin memaksa pacarnya untuk mengikuti keinginannya.

Jovian mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Jadi ... lo ceritanya lebih suka jalan sama gue gitu?"

"Ya mendingan sih sama lo, Jov. Meskipun gue nggak dibeliin ini-itu sama lo, tapi yang penting gue nggak dipaksa beli ini-itu sama pacar gue sendiri. Gue kan mau beli sesuatu itu sesuai selera gue, bukan mau beli sesuatu karena selera orang lain."

"Bener," jawab Jovian membenarkan ucapan Alnara.

"Eh, tapi tunggu," tahan Alnara. "Kata orang-orang, kalau kita punya pasangan tuh pasti beda-beda sifatnya."

"Berbanding terbalik maksud lo?" tanya Jovian.

Alnara menjentikkan jarinya membenarkan. "Nah, itu dia."

"Terus?"

"Nah, gini maksud gue. Katanya kalo kita punya pasangan tuh pasti sifatnya berbanding terbalik, tapi ... kok kita berdua kayak nggak nyaman satu sama lain gitu, ya, sama pacar kita masing-masing? Nah, sedangkan kita berdua yang menurut gue punya banyak kesamaan, kita malah cocok. Itu kenapa, ya?" tanya Alnara yang cukup masuk akal juga.

Jovian tersenyum. "Gue ngerti. Karena kita berdua udah merasa bosan sama pasangan kita masing-masing, makanya perasaan kita udah nggak kayak dulu lagi."

"Bosan?" Alnara berhenti berjalan. "Gue ... sejujurnya memang bosan sih sama Alex. Gue juga kadang kalo marahan sama Alex nggak tahan, Jov. Gue harus gimana?"

"Yaa ..." Jovian mengedarkan pandangannya seluruh mall. "Lo pernah ada niat mutusin Alex nggak?"

Alnara mengernyitkan dahinya, mencoba untuk mengingat-ingat. "Pernah."

Jovian mengangkat kedua bahunya. "Ya udah."

"Hah? Ya udah apanya?"

"Putusin aja si Alex," ucap Jovian santai. "Lagian tanpa Alex lo juga masih bisa hidup, kan?"

Alnara meneguk salivanya. Apakah benar dia harus memutuskan Alex? Tidak, tidak. Ini kan Jovian. Jovian orang yang usil juga seperti dirinya, jadi nggak bakalan serius-serius amat kalo ngasih saran.

"Enggak," balas Alnara.

Jovian kembali mengedikkan kedua bahunya. "Ya itu sih terserah elo. Kan lo yang mau bertahan."

Alnara menghembuskan napasnya dengan berat. "Ada kemungkinan sesuatu kalau gue nggak mutusin Alex?" tanya Alnara kepada Jovian.

Jovian mengangguk cepat. "Ada."

"Apa?"

"Ada dua kemungkinan," ujar Jovian sambil berdiri di hadapan Alnara. "Lo tetap bertahan sama Alex dengan perasaan yang udah beda, atau lo tetap bertahan sama Alex walaupun secara terpaksa, dan lo bisa aja naksir orang lain."

Alnara menatap manik mata Jovian. "Kalau sama elo? Ada kemungkinan apa?"

"Maksudnya? Kemungkinan kalo lo nggak mau pisah sama gue?" tanya Jovian.

Alnara mengangguk. "Semacam itu. Tapi semisalnya aja."

Jovian lalu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ada dua kemungkinan juga. Lo tetap jadi istri gue walaupun gue masih suka orang lain, atau lo tetap bertahan sama gue dengan perasaan yang masih mencintai Alex."

Dan kemungkinan besar, kalau lo nggak mau pisah sama gue, dan lo tetap bertahan, gue akan cinta sama lo. Jovian membatin.

Alnara menatap Jovian dengan intens. Sejujurnya, Alnara mau terus bersama dengan Jovian. Namun, bagaimana dengan Alex? Dan seiring berjalannya waktu, Alnara rasa, dia memang sudah merasa jenuh bersama Alex.

"Jov," panggil Alnara pelan. "Gue mau tanya lo."

"Silakan," balas Jovian.

"Lo ... mau pisah sama gue?"

Jovian menatap manik mata Alnara. "Jujur nggak mau."

"Kenapa?" Alnara tersenyum getir. "Padahal kan gue suka jahat sama lo."

"Karena gue yakin. Selama lo masih ada di samping gue, gue pasti akan mendapatkan sesuatu yang nggak pernah gue dapatkan dari siapa pun. Termasuk Melva," kata Jovian sambil tersenyum.

Alnara mengusap air matanya yang sudah jatuh. Entah mengapa dia merasa bahwa obrolannya dengan Jovian semakin lama semakin membuatnya kepikiran.

"Kalau gue nggak bisa bertahan sama lo, apa lo bakalan terus nahan gue untuk tetap sama lo?" tanya Alnara lagi.

Jovian menghapus air mata Alnara yang kembali jatuh. "Gue bakalan nahan lo, dan membuat lo jatuh cinta ke gue untuk yang kesekian kalinya. Dan satu lagi. Sebenci-bencinya gue sama cewek, gue nggak bakal pernah bisa benci sama satu cewek. Cewek itu elo, Ra."

Alnara terkekeh pelan mendengar ucapan Jovian barusan. "Gue jahat ya selama ini sama lo, Jov?"

Jovian terlihat berpikir. "Hmm, iya sih."

"Ya udah. Gue minta maaf," sesal Alnara sesenggukan.

Jovian mengelus kepala istrinya. "Dimaafin kok."

"Sekarang kita temenan, kan?" tanya Alnara polos.

Jovian mendekatkan wajahnya ke depan Alnara. "Lo mau jadi temen baik gue apa jadi istri baik gue sih?"

Alnara mendorong wajah Jovian dengan geli. "Ish, geli!"

"Geli? Emang kapan gue ngegelitikin lo?"

"Bukan gitu maksudnya, Jov," kata Alnara kesal.

Jovian kembali merangkul Alnara di sampingnya. "Ya udah. Masih mau jalan-jalan, kan?"

"Mau!"

🐰🐰🐰

ₜₕₐₙₖₛ fₒᵣ ᵣₑₐdᵢₙg

Nantikan part selanjutnya, ya! ❤️🐰

Salam gado-gado,
𝑪𝒉𝒊𝒌𝒛 ᶜʰⁱᵛᵃ⁻ᵃʳᵉᵉ

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.1M 61.3K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
6.7K 1.2K 58
πŸ’œ LavenderWriters Project Season 08 ||Kelompok 03|| #Tema; Ghosting Ketua : Silvi Wakil : Fani & Devi 🎬🎬🎬 Rhea Alesha Mazaya. Gadis cantik dengan...
1.8M 133K 44
Kayla Anastasya pernah mencintai seorang Nareswara Adiatama dengan sepenuh hati. Terus bertahan meski Kayla tahu, tak sedikit pun Nares peduli terhad...
271K 13.2K 48
Apa yang kalian rasakan jika kalian memiliki tunangan tampan dan kaya raya? Pasti jawabannya itu adalah anugerah. Kebanyakan orang pasti akan senang...