The Differences Between Us (C...

By Ayas_Ayuningtias

461K 48.9K 1.2K

[Pemenang Wattys 2023] [Pilihan Editor Wattpad pada Juni 2022] Waktu Cassandra dapat tawaran untuk membimbing... More

Cuap-cuap
Satu - Kesempatan dalam Kesempitan
Dua - Air Tenang Menghanyutkan
Empat - Mulutmu, Harimaumu
Lima - Bagai Kena Buah Malaka
Enam - Bagai Orang Kena Miang
Tujuh - Bumi Berputar, Zaman Beredar
Delapan - Bermain Air Basah, Bermain Api Lecur
Sembilan - Nasi Telah Jadi Bubur
Sepuluh - Diam Seribu Bahasa
Sebelas - Seperti Pikat Kehilangan Mata
Dua Belas - Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing
Tiga Belas - Ada Nasi Di Balik Kerak
Empat Belas - Air Dalam Terenang
Lima Belas - Belum Mengajun Sudah Tertarung
Enam Belas - Angin Bersiru, Ombak Bersabung
Tujuh Belas - Duduk Sama Rendah, Tegak (berdiri) Sama Tinggi
Delapan Belas - Rambut Sama Hitam, Hati Masing-masing
Sembilan Belas - Akal Tak Sekali Tiba
Dua Puluh - Cencaru Makan Pedang
Dua Puluh Satu - Terkalang Di Mata, Terasa Di Hati
Dua Puluh Dua - Pandang Jauh Dilayangkan, Pandang Dekat Ditukikkan
Dua Puluh Tiga - Malang Tak Boleh Ditolak, Mujur Tak Bisa Diraih
Dua Puluh Empat - Pikir Itu Pelita Hati
Dua Puluh Lima - Kaki Naik Kepala Turun
Dua Puluh Enam - Elok Lenggang Di Tempat Datar
Dua Puluh Tujuh - Seperti Cacing Kepanasan
Dua Puluh Delapan - Angguk Bukan, Geleng Ia
Dua Puluh Sembilan - Tak Boleh Bertemu Roma
Tiga Puluh - Usang Dibarui, Lapuk Dikajangi
Tiga Puluh Satu - Ikhtiar Menjalani Untung Menyudahi

Tiga - Badai Pasti Berlalu?

16.5K 1.8K 47
By Ayas_Ayuningtias

"Suasana tenang ibarat bersiap-siap untuk badai." – Pembimbing Anak Magang yang pusing tujuh keliling.

Aku mengangkat muka dari laptop dan mendapati ketiga anak magang sedang bekerja serius. Suara Justin Bieber menyanyikan Yummy terdengar dari iPod Ai yang tersambung pada speaker. Suasana cukup tenang dan aku suka ini. Seumur hidupku saat bekerja, ketenangan adalah satu hal yang paling kusukai.

Kuperhatikan wajah-wajah yang sedang serius itu. Ketiga anak magang yang ada di bawah bimbinganku adalah anak-anak cerdas dan brilian. IPK atau Indeks Prestasi Kumulatif mereka di atas 3.50. Ai bahkan memiliki IPK nyaris 4.00 yang mana merupakan nilai sempurna.

Selain Ai yang saat ini sedang mengerutkan dahi melihat laptop, ada Ahmad Jaelani atau Mamet. Menurutku dia anak berisik yang luar biasa bawel. Bayangkan saja, anak ini bisa bicara terus menerus sambil bekerja. Ai selalu bilang kalau jiwa mereka tertukar, mengingat gadis itu cukup pendiam.

Mamet cukup luwes dalam bergaul. Di hari pertama, dia mengajukan pertanyaan apakah boleh pulang cepat. Di hari kedua, dia sudah dikenal oleh semua orang seantero gedung, bukan hanya di divisiku saja.

Laki-laki yang duduk di samping Mamet adalah DJ – Donny Jailendra, yang jangkung dan besar. Ai di samping DJ hanya seperti segumpal daging berkacamata. Kebalikan dari Mamet yang ceria, DJ memiliki raut wajah tenang dan seolah tidak terpengaruh pada hal apa pun.

"Kenapa panggilan lo, Ai?" Tiba-tiba saja Mamet bersuara. Dia menoleh pada Ai yang masih serius menatap pekerjaannya.

"Karena nama gue bukan Ahmad Jaelani," sahut Ai sekenanya. Mamet terbahak mendengar ucapan Ai. Dia lalu menoleh pada DJ.

"Eh, DJ! Gue baru sadar kalau panggilan nama lo dan Ai itu cuma dua huruf. Mungkin kalian nggak banyak bicara itu seperti nama panggilan yang irit ya." Mamet tertawa sendiri sementara aku memutar bola mata. Sebentar lagi anak nakal ini pasti mengomentariku.

"Kalau Kak Cassie, rasanya nggak cocok ya dipanggil Cassandra." Mamet melihat padaku dengan pandangan jahil.

"Cocoknya apa?" tanyaku ingin tahu.

"Sipir-lah yang cocok. Kak Cassie kan hobinya bilang Mamet beresin meja kamu, Ai kurangi Hello Kitty di meja kamu, DJ kalau ketemu orang senyum dikit, dong. Semacam sipir di sini."

Suasana langsung pecah dengan tawa sementara aku tersenyum kecut. Seharusnya aku tidak ingin tahu. Seharusnya aku tidak bertanya. Penyesalan memang selalu datang terlambat, kalau duluan namanya down payment.

Bicara tentang Hello Kitty di meja Ai. Anak imut-imut tapi kalau bicara sakitnya bisa kaya tertusuk sembilu itu hobi sekali mengumpulkan pernak-pernaik Hello Kitty. Aku bisa melihat lampu meja belajar dengan kap lampu Hello Kitty berdampingan dengan tumbler ungu bergambar kucing imut itu. Bukannya aku tidak suka tapi kalau dalam satu meja ada puluhan gambar Hello Kitty, lama-lama kepala bisa sakit kepala.

Meja Ai saat ini sudah lebih wajar dibanding saat hari kedua. Waktu itu dia datang pagi-pagi sekali membawa tas yang kupikir bisa untuk dipakai mendaki Gunung Everest. Kebetulan waktu itu aku juga datang pagi karena ikut mobil Kakakku yang menginap karena suaminya dinas ke luar kota.

"Kamu mau kemping, Ai?" tanyaku heran. Gadis itu melihatku sambil mengangkat tas yang sepertinya sangat berat lalu mendengkus keras sampai aku terlonjak kaget.

"Ini tuh barang-barangku yang berharga, Kak," jawab Ai sambil memperbaiki letak kacamatanya.

"O-oke ...." Sungguh aku tidak paham kenapa barang berharga itu harus dibawa-bawa ke kantor dalam tas berukuran raksasa yang tingginya nyaris sama dengan Ai.

Detik berikutnya, Ai sudah mengeluarkan segala macam pernak-pernik. Warna-warna merah muda, fanta, ungu dan kuning seakan membuatku melihat pelangi di meja anak itu. Semua memiliki motif dan gambar kucing serupa. Selagi aku terperangah, Mamet muncul sambil bersenandung. Dia juga ikut terpana melihat bawaan Ai.

"Lo mau jualan, Ai?" tanya Mamet polos sambil melepaskan headset.

"Ini harta gue, Mipan," jawab Ai dengan ketus.

"Mipan? Mamet kali maksud lo. Masa ganteng-ganteng gini dibilang Mipan."

"Lo berisik kaya Mipan Zuzuzu."

Aku tertawa membayangkan Mamet berwajah Mipan. Sesuatu yang seharusnya tidak kulakukan karena Mamet sepertinya tersinggung walaupun tidak mengucapkan apa-apa. Laki-laki itu menaruh tasnya begitu saja lalu membuka laptop.

Sementara itu, aku harus menyudahi tingkah Ai yang membawa segala macam barang kesayangannya. Aku berdehem lalu berdiri dan menginspeksi meja Ai serta menghitung jumlah barang yang ada di sana.

Ada 73 pernak-pernik Hello Kitty di sana termasuk headset, lampu belajar yang sebenarnya tidak diperlukan dan bolpoin dengan kepala Kitty mengangguk-angguk. Kepalaku langsung berpikir cepat.

"Ai, saya nggak ngelarang kamu bawa segerobak Hello Kitty, tapi perkirakan juga sama besarnya meja kerja kamu. Dari semua benda ini, kurangi 50%. Nanti kamu nggak bisa kerja."

Gadis di hadapanku cemberut sambil mengurangi sebagian besar pernak-perniknya. Dia memasukkan kembali sebagian Kitty ke dalam tas dengan hati-hati. Setelah itu dia membuka laptop yang di bagian depannya juga ditempeli stiker Hello Kitty super besar dan mulai bekerja.

Meskipun kalau bicara blak-blakan, Ai yang super pintar ini menguasai bidang IT dengan baik. Menurut Manajer HC yang memberikan informasi padaku, spesialis Ai adalah bahasa pemrograman. Itu sebabnya anak ini hobi membaca buku yang menurutku seperti bahasa planet Namec.

Benakku kembali dari masa lalu ke kenyataan saat ini ketika suara tawa terdengar lagi. Kulirik ambang pintu dimana dua laki-laki sedang berdiri. Satunya tentu saja Mamet yang bercerita tentang nama panggilanku. Laki-laki satu lagi adalah manusia yang menurutku paling menyebalkan di jagat dunia perkantoran ini. Baron Diraja, sang Strategic Officer.

"Jadi, panggilanmu sekarang Sipir, Cass?" tanya Baron dengan senyum lebar.

"Bukan urusanmu," jawabku pura-pura tenang sambil melihat laporan kegiatan yang sudah diberikan oleh tim. Padahal hatiku mulai mendidih mendengar pertanyaannya.

Belakangan ini Baron rajin sekali datang ke ruang kerja kami. Aku tidak tahu apakah karena dia benar-benar tertarik dengan segala macam project yang sedang dikerjakan para anak magang atau dia hanya ingin menggangguku.

Baron hanya tertawa mendengar jawabanku. Dia lalu masuk dan berdiri di belakang DJ yang sedang mengerjakan laporan project. Aku menghela napas ketika terdengar tanya jawab dari para anak magang dan Baron. Mereka mengobrol tentang berbagai macam hal terkait project.

"Sampai kapan lo mau gangguin mereka?" tanyaku ketika 15 menit kemudian percakapan mereka belum selesai.

"Gue nggak gangguin, Kok. Cuma mau nguji saja. Lo tahu, kan? Supaya nggak ada celah buat kegagalan." Mata laki-laki itu menyipit saat tersenyum.

"Oh, Thanks to you, Bapak Baron Diraja untuk segala perhatiannya. Tapi seinget gue, tanggung jawab itu masih ada di gue. Atau lo ada agenda tertentu untuk semua perhatian ini ke mereka?"

Aku tahu, terpancing emosi di tempat kerja itu sangat tidak profesional. Tetapi semua hal yang berhubungan dengan Baron selalu dapat memancing emosi di mana saja. Sayangnya, belakangan ini aku sering bertemu dengannya. Mungkin dia punya semacam peliharaan Doppelganger, kembaran asing yang sering diartikan secara mistis.

"Yeah, Sip- maksud gue, Cassie. Gue nggak ada agenda tertentu. Hanya tertarik pada project mereka. Sangat inovatif dan segar menurut gue." Baron menatapku dengan bola mata cokelat mudanya yang mengingatkanku pada cokelat harshey. Kesadaran itu membuatku memutuskan untuk mulai menyukai Cadburry mulai detik ini.

"Oke! Kalau gitu tanya jawab selesai. Gue mau ketenangan di sini," putusku cepat. Lebih baik laki-laki itu cepat keluar daripada emosiku meledak sekarang.

"Jangan galak-galak dong, Cass. Nanti lo beneran dipanggil Sipir, lho."

Sekarang Baron tertawa-tawa bersama dengan tiga anak magang itu. Mereka bahkan melakukan tos segala. Aku memejamkan mata, menarik napas dan berhitung sampai sepuluh. Sudah cukup dengan profesionalitas.

"Baron Diraja! Cukup!"

Baron menoleh ke arahku, menimbang-nimbang apakah suasana sekarang sudah menjadi serius. Dia tampak berpikir-pikir sebentar lalu mengangguk. Akhirnya! Dia akan pergi dari ruangan ini.

"Lo cantik deh, Cass, kalau lagi marah-marah," ucap laki-laki itu sambil melambaikan tangan dan mengucapkan selamat tinggal. Tawa kecilnya terdengar seiring dengan langkah yang menjauh.

Aku menghela napas lega. Kehadiran Baron sangat menyesakkan bagiku. Dia terlampau ingin tahu dan pintar bicara. Berada dalam satu ruangan yang sama dengannya sangat menyebalkan. 

Sepeninggal Baron, ketiga anak magang itu terdiam. Ruangan sunyi karena saat ini hanya ada kami berempat. Ucapan Baron sepertinya membuat mereka tersadar akan sesuatu. Aku mengambil botol air mineral dan meminumnya saat menyadari suasana sunyi yang aneh. Aku sudah takut saja mereka menyadari aura persaingan kami sampai DJ mengeluarkan suara baritonnya yang datar.

"Jadi, sejak kapan kalian berpacaran?"

Aku langsung tersedak hebat.

***

Catatan peribahasa:

Badai pasti berlalu = segala penderitaan pasti ada akhirnya.

***

Continue Reading

You'll Also Like

136K 15.1K 49
I can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower
614K 98.4K 55
[Pemenang The Wattys 2021, kategori Chicklit] Dengan pekerjaannya yang sekarang, Adora hidup berkecukupan. Masalahnya satu; Adora boros. Dia gemar be...
1.1M 95.6K 61
Shana begitu ia akrab disapa. Si paling advokasi begitu julukannya. Bagaimana tidak, ini tahun keduanya menjabat sebagai staff bidang Advokasi di Him...
318K 42.8K 38
Dunia Adit sedang hancur ketika bertemu Mona. Pernah melalui apa yang Adit lalui, Mona membantu Adit bangkit kembali merangkai dunia baru. Namun, sia...