AREKSA

By MartabakKolor

32.7M 3.2M 1.2M

"Perasaan kita sama, tapi sayang Tuhan kita beda." ****** Areksa suka Ilona Ilona juga suka Areksa Tapi merek... More

PROLOG
SATU
DUA
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
SEBELAS
DUA BELAS
TIGA BELAS
EMPAT BELAS
LIMA BELAS
ENAM BELAS
TUJUH BELAS
DELAPAN BELAS
SEMBILAN BELAS
DUA PULUH
DUA PULUH SATU
DUA PULUH DUA
DUA PULUH TIGA
DUA PULUH EMPAT
DUA PULUH LIMA
DUA PULUH ENAM
DUA PULUH TUJUH
DUA PULUH DELAPAN
DUA PULUH SEMBILAN
TIGA PULUH
TIGA PULUH SATU
TIGA PULUH DUA
TIGA PULUH TIGA
TIGA PULUH EMPAT
TIGA PULUH ENAM
Notifnya Ga Ada
TIGA PULUH TUJUH
TIGA PULUH DELAPAN
TIGA PULUH SEMBILAN
EMPAT PULUH
EMPAT PULUH SATU
TEASER AREKSA
EMPAT PULUH DUA
TEASER AREKSA 3
EMPAT PULUH TIGA
EMPAT PULUH EMPAT
GIVE AWAY
EMPAT PULUH LIMA
VOTE COVER DAN GIVE AWAY
EMPAT PULUH ENAM
EMPAT PULUH TUJUH
EMPAT PULUH DELAPAN
Info Novel
INFO PENTING!
EMPAT PULUH SEMBILAN
PO DIMULAI
LIMA PULUH : SAMUEL-AZURA
SPOILER NOVEL
SAMUEL
Special Offer AREKSA
PRE ORDER Lagi
OFFICIAL JACKET DIAMOND GANG

TIGA PULUH LIMA

377K 55.1K 28.8K
By MartabakKolor

Yang Baca Cerita Ini Wajib Follow Instagram :

@areksa.drgntr
@queenilona_ladeika
@gang_diamnd
@wp.martabakkolor
@iiiitaaaa_12

Biar agak lamaan, aku mau tambahin targetnya. HAHAHAHA!

4000 vote + 5000 komen untuk next!

Itu yg ga mau vote, aku sleding palanya! Coba kamu nulis kata 'aku' seribu kali aja. Pasti susah kan? Tanpa copy paste ya.

Tolong hargai selagi kamu baca cerita ini!

Anaknya Bobo sama Zares

*****

Ruang rawat inap Ilona kini dikunjungi oleh Areksa dan Samuel, Arseno dan Clarissa, juga David dan Kiara yang merupakan orang tua Samuel. Mereka semua menjenguk Ilona supaya gadis itu tidak merasa kesepian juga ingin membahas beberapa hal. Areksa dan Samuel sudah diizinkan untuk tidak bersekolah hari ini oleh David selaku pemilik yayasan SMA Taruna Bakti.

Clarissa yang baru saja selesai menyuapi Ilona bubur dari rumah sakit itu beralih membantu gadis itu untuk meminum obatnya. Wanita itu benar-benar telaten dan menganggap Ilona sebagai anaknya sendiri.

"Cepat sembuh, ya, Sayang." Clarissa tersenyum sembari mengelus puncak kepala Ilona.

"Makasih, Tante," balas Ilona dengan senyuman manisnya.

Clarissa mengangguk. "Sama-sama, Calon Mantu," balasnya kemudian terkikik geli.

Semua yang mendengar itu pun bersorak heboh untuk meledek Ilona dan Areksa yang sama-sama menahan malu. Kedua pipi pasangan remaja itu pun memerah.

David menggeleng-gelengkan kepalanya melihat itu. Pria itu berdeham lumayan kencang membuat mereka semua terdiam seraya menatapnya dengan pandangan bertanya.

"Samuel udah cerita sama saya mengenai teror yang mengancam Ilona," ujar David mulai fokus pada inti pertemuan mereka. "Sebelum semua ini makin parah, kita harus mulai menyusun rencana." Ia menepuk pelan pundak anaknya yang duduk di samping kirinya.

Areksa terlihat serius mendengarkan pembicaraan David. Seolah-olah tidak ingin melewatkan satu kata pun yang pria itu ucapkan. "Om punya ide?" tanyanya.

David mengangguk. "Soal itu tidak usah ditanya. Om ini ahlinya waktu masih muda dulu."

Kiara menyenggol lengan suaminya yang sedikit menyombongkan diri itu. David hanya membalasnya dengan kekehan ringan. Pria itu merogoh saku jas hitam yang dikenakannya untuk mengambil sebuah benda kecil di dalam sana.

"Alat penyadap suara?" tanya Areksa setelah melihat benda yang David tunjukkan pada mereka.

David mengangguk sebagai jawaban. "Pasang benda ini di markas kalian. Kita bisa pantau dari jarak jauh."

Areksa menerima alat penyadap suara yang diberikan David. Sebuah alat sadap suara berbentuk charger atau biasa dikenal dengan nama Spy Audio GSM S4 Listening Bug.

Cara kerja dari alat sadap ini kita harus memasukkan sebuah kartu SIM ke dalamnya sebelum dicolokkan ke colokan listrik. Setelah menghubungkannya dengan saluran telepon, maka kita bisa memantau pembicaraan yang ada di sebuah ruangan dengan cara menelepon nomor yang sudah dimasukkan ke dalam alat penyadap tersebut melalui ponsel.

"Jangan sampai ada yang tahu soal ini selain kita yang ada di sini," peringat David.

"Kenapa yang lain nggak boleh tau? Bukannya mereka semua juga berhak ikut waspada?" tanya Arseno pada sahabatnya itu.

David tertawa. "Saya nggak bisa pastikan kalau salah satu di antara mereka tidak ada yang berkhianat. Kalau misalkan salah satu dari mereka itu impostornya, percuma saja kita menyusun rencana."

                                   *****

"Gimana, El?" tanya Areksa yang baru saja sampai setelah pergi ke markas dua jam yang lalu untuk melancarkan aksinya.

Samuel mengacungkan jempolnya. Cowok itu membuka jaket yang membalut tubuhnya. Helaan napas berat keluar dari mulutnya. "Gue harap dengan cara ini kita bisa dapet petunjuk. Siapa tau pelaku itu mau bikin ulah di markas kita lagi."

Areksa mengangguk setuju. Keduanya kini tengah duduk di depan ruang rawat Ilona. Gadis itu tengah beristirahat dan mereka berdua tidak ingin mengganggunya.

Samuel mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya kemudian menyalakannya dengan cepat. "Gue coba sekarang? Siapa tau pelaku itu ada di sana."

Areksa mengangguk setuju membuat Samuel dengan cepat mengotak-atik ponselnya untuk menghubungi nomor penyadap suara yang sudah ia pasang tadi.

Cukup lama mereka menunggu sebelum akhirnya keduanya menangkap suara seperti benda yang tengah terjatuh.

"Ilona masuk rumah sakit. Kata Tuan Besar jangan sampai dia mati dulu."

Hampir saja Areksa membanting ponsel milik Samuel setelah mendengar orang berbicara di seberang sana. Namun dengan cepat Samuel menenangkan cowok itu.

"Kita dengerin dulu, Sa," ujar Samuel.

"Sebelum bunuh dia, kita harus bunuh tamengnya."

"Siapa?"

"Areksa."

"Lakukan tugasmu dengan cepat sebelum mereka datang."

"Aku baru ingat. Ada satu orang yang Tuan Besar bilang terlalu pintar di antara mereka."

"Siapa?"

"Marvel."

Hening sejenak.

"Oh shit! Ada alat penyadap suara! Cepat cabut itu!"

"Sialan. Mereka tau kalau gue pasang alat itu." Samuel mengacak rambutnya kesal setelah sambungan di teleponnya dengan alat penyadap suara itu terputus.

Areksa mengerutkan keningnya. "Mereka berdua pasti suruhan biang permasalahan ini. Dan ... mereka mau bunuh gue duluan?"

Samuel mengangguk. "Lo harus lebih hati-hati, Sa."

Areksa dan Samuel saling pandang. Keduanya seolah-olah memikirkan satu hal yang sama dan mengajarkannya melalui tatapan masing-masing.

"Lo ... curiga sama seseorang di antara kita, kan?" terka Areksa.

Samuel mengangguk. "Marvel?"

Areksa menipiskan bibirnya. Kernyitan di dahi cowok itu semakin terlihat jelas. "Gue rasa dia enggak ada sangkutpautnya."

Samuel yang langsung paham pun menjawab, "Kalau emang Marvel salah satu dari balik semua ini, nggak mungkin mereka mau ngehindari dia."

Areksa mengangguk setuju. "Gue rasa bukan dia. Tapi ... siapa?"

"Kita ke markas sekarang," putus Samuel akhirnya.

                                     *****

Areksa dan Samuel sudah sampai di markas mereka. Keduanya buru-buru masuk ke dalam untuk mengecek kondisi markas. Mereka sama-sama mengerutkan kening saat melihat tidak ada satu pun kejanggalan di sana. Markas mereka tetap rapi seperti semula.

"Aneh," gumam Samuel. Ia berjalan menghampiri alat penyadap suara yabg dipasangnya tadi. Sudah rusak dan kartu SIM-nya pun sudah dipatahkan.

"Gara-gara ketahuan, mereka nggak jadi buat onar," balas Areksa beropini.

"Apaan nih?" Samuel membungkukkan badannya untuk mengambil sebuah kain yang terjatuh di atas lantai. Matanya menatap bingung saat melihat nama Farzan tertera di sana. Itu adalah kain yang dijahit khusus untuk 7 inti Diamond yang sering mereka ikat di lengan sebagai tanda keanggotaan penting mereka.

"Punyanya Farzan. Mungkin ketinggalan," ujar Areksa.

"Gue lihat dia pakai ini kemarin waktu di rumah sakit. Apa Farzan ke sini, ya? Tapi ngapain?"

"Markas punya kita semua, El. Bebas di antara kita mau ke sini kapan aja," balas Areksa kemudian terkekeh ringan.

Samuel terdiam. Benar juga apa yang dikatakan Areksa. Tapi entah mengapa dirinya merasa janggal.

                                  *****

Ilona mengerjap-erjapkan matanya pelan. Mencoba untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam pupilnya. Setelah dirasa sempurna, gadis itu menoleh ke samping dan mendapati seorang perawat wanita yang tengah duduk di samping brankarnya.

"Kamu sudah bangun?" tanya perawat itu basa-basi, "tadi pacar kamu titip ke saya sebentar buat jagain kamu."

Ilona mengerutkan keningnya. "Dia ke mana, Sus?"

Perawat itu menggeleng pelan. "Saya nggak tau."

Ilona mengangguk-anggukkan kepalanya. Mungkin Areksa pulang ke rumah sebentar.

"Kamu butuh apa? Biar saya ambilkan," tawar perawat itu.

"Enggak butuh apa-apa," balas Ilona dengan sopan.

Pandangan keduanya kompak menatap ke arah pintu yang terbuka. Menampakkan seorang cowok dengan balutan seragam sekolah. Itu Seano. Cowok itu datang dengan satu parsel buah di tangannya.

"Boncabe? Ngapain lo?" tanya Ilona kepada Seano yang berjalan mendekat ke arahnya.

"Mau mancing," balas Seano asal, "bisa nggak kalau goblok dikurangin dikit? Udah jelas kalau gue ke sini berarti mau jenguk lo, pake nanya segala."

Perawat wanita yang mendengar itu pun tertawa. "Kalau begitu saya permisi dulu," ujarnya dengan ramah sebelum akhirnya pergi meninggalkan Ilona dan Seano.

"Lo nggak pantes sakit kaya gini, Na. Aneh," ujar Seano berkomentar.

"Ya siapa juga yang mau kayak gini, Setan," balas Ilona kesal.

Seano tertawa pelan. "Lo kalau marah jelek banget."

Ilona mengelus dadanya dengan tangan kirinya mencoba untuk bersabar. "Bisa nggak mulut lo kalau ngomong itu di-rem?"

"Nggak. Nggak bisa," balas Seano cepat. Cowok itu duduk di atas kursi yang digunakan perawat tadi. "Tangan lo nggak putus, kan?" tanyanya sambil memperhatikan bahu Ilona yang diperban.

Ilona melotot. "Jangan bikin gue stres lo!"

"Bercanda kali." Seano terkekeh. "Btw tadi ada ulangan Bahasa Indonesia. Lo mau ngerjain sekarang, Na? Kata Bu Kaina boleh."

Ilona menarik napas panjang kemudian mengembuskannya secara perlahan. "Lo sinting apa gimana, sih, Be? Gue sakit, sakit! Udah gila lo!"

Seano mengelus dagunya seraya memerhatikan Ilona dari atas sampai bawah. "Lo kelihatan kayak nggak sakit. Cuma pipi lo yang nggak merah kayak biasanya."

Ilona menggerucutkan bibirnya sebal. "Namanya juga lagi sakit."

"Gue tau caranya supaya bikin pipi lo merah, Na."

"Gimana?" tanya Ilona.

Seano berdiri kembali. Cowok itu mendekatkan tubuhnya ke arah Ilona, membuat gadis itu dapat mencium aroma wangi dari tubuhnya. Ilona refleks memundurkan wajahnya ketika wajah Seano semakin mendekat ke arahnya.

Cup

Ilona melebarkan matanya saat bibir milik Seano mendarat mulus di pipinya. Cowok itu baru saja mengecup pipi kanannya. Ilona merasa kalau kedua pipinya memanas dengan jantung berdebar kencang. Ia tidak menyangka kalau Seano berani melakukan hal gila itu.

"Pipi lo merah. Cantik." Dengan tidak berdosanya Seano mengatakan itu.

Areksa yang memang sudah berdiri di depan pintu sejak sepuluh detik yang lalu pun hanya bisa diam dengan tangan terkepal. Cowok itu tertawa hambar.

"Bagus, Na," gumamnya sebelum pergi dari sana tanpa sepengetahuan dua insan yang tengah bercengkerama.

                                     ****

Hari sudah berganti malam lagi. Anak-anak Diamond sempat berkunjung di ruang rawat Ilona tapi sekarang mereka semua sudah pulang. Pun Atlanta yang juga ikut menjenguk Ilona tadi lantaran merasa rindu yang teramat dalam kepada panutannya itu.

Ruangan serba putih itu hanya dihuni oleh dua orang remaja yang saling diam sejak satu jam tadi. Salah satu di antara keduanya seolah tidak ingin memulai pembicaraan. Hanya keheningan yang tercipta di sekitar mereka.

Ilona menggigit bibir bawahnya kuat. Ia merasa kalau ada yang aneh dengan Areksa. Cowok itu sama sekali belum mengajaknya berbicara. Entah ada apa dengan cowok itu kali ini.

"Sa?" panggil Ilona memecah keheningan.

Areksa tetap diam sembari terus menatap Ilona membuat gadis itu salah tingkah sendiri dibuatnya. Tatapan mata Areksa terlihat menajam bak elang. Tidak seperti biasanya yang selalu lembut dan meneduhkan.

"Lo kenapa? Sakit juga?" tanya Ilona berharap cowok itu mau menjawabnya.

Areksa masih tetap diam.

Ilona berdeham canggung. Bola matanya bergerak tak nyaman. Sesekali ia melirik Areksa yang lagi-lagi masih terus menatapnya.

"Eksa ... jangan gitu ... takut," cicit Ilona.

Areksa tersenyum miring. Dan itu benar-benar terlihat aneh di mata Ilona. "Gimana? Enak dicium cowok lain?"

Ilona meneguk ludahnya susah payah. Jadi karena ini Areksa hanya mendiamkannya sejak tadi? Gara-gara kejadian tadi siang saat Seano mencium pipinya secara tiba-tiba. Rupanya Areksa telah mengetahuinya.

"Eksa marah, ya?" tanya Ilona dengan sorot mata melas.

"Lo pikir aja sendiri," balas Areksa dengan nada dingin.

Mendengar itu Ilona langsung mengusap pipi kanannya menggunakan tangan kirinya dengan kasar. Gadis itu memggosok-gosok permukaan kulit pipinya secara terus-menerus tanpa memedulikan kalau pipinya bisa memerah karena ulahnya sendiri.

Areksa masih tetap diam membuat Ilona semakin menekan pipinya sembari terus mengusapnya seolah-olah ingin menghilangkan bekas ciuman Seano di sana.

"Cukup," kata Areksa akhirnya tapi masih Ilona acuhkan. Gadis itu masih tetap menggosok pipinya membuat Areksa menghela napas berat. Ia bangkit dari duduknya kemudian berjalan menghampiri Ilona.

Areksa menyingkirkan tangan Ilona dari pipi gadis itu sendiri. Akibat ulah Ilona, pipi gadis itu kini meninggalkan bercak kemerahan. Dengan lembut Areksa mengelus pipi kekasihnya itu.

"Sakit, ya?" tanya Areksa seraya terus mengusap pipi Ilona yang memerah.

Ilona menatap Areksa dengan mata berkaca-kaca. Gadis itu merangkul perut Areksa dengan yangan kirinya dan menangis pelan di sana. Sungguh, ia benar-benar takut melihat Areksa mendiamkannya seperti tadi.

"Ona minta maaf ... Eksa nggak boleh diemin Ona kayak tadi ...."

Areksa tersenyum. Ia mengelus belakang kepala gadis itu dengan penuh kasih sayang. "Lain kali jangan gitu, Na. Lo cuma milik gue. Nggak ada cowok lain yang bisa rebut lo dari gue, Na."

Ilona menganggukkan kepalanya pelan. "Maaf."

Areksa melepas rangkulannya. Ia menangkup kedua pipi gadis itu lalu menghapus jejak air mata di sana. "Jangan nangis. Gue nggak suka," ujarnya.

Ilona mengucek matanya pelan dan mengangguk seperti anak kecil.

"Udah malem. Sekarang tidur, ya?" Areksa membantu Ilona untuk berbaring di atas brankar. Cowok itu menarik selimut hingga sebatas dada gadis itu. Ilona masih terus menatapnya dalam seolah-olah ingin memastikan kalah Areksa-nya benar-benar sudah tidak marah lagi.

"Eksa bakalan temenin Ona sampai pagi, kan?" tanya Ilona.

Areksa mengangguk. "Selalu." Senyumnya mengembang sempurna. Ia mendekatkan bibirnya ke puncak kepala Ilona kemudian mengecupnya lumayan lama.

"Selamat tidur, Cantiknya Eksa."



*****

Baru bolong sehari udah bilang 'lama banget sih update-nya'. Bolong sehari loh, sehari. Apa kabar sama yang update-nya sebulan sekali?

Tolonglah ngertiin aku dikit. Aku punya banyak kesibukan. Aku juga masih kelas 2 SMA. Jadinya, aku pun punya banyak tugas, sama kek kalian.

Btw aku punya banyak konflik. Jadi nggak sabar mau nyiksa mereka.

Lucu nggak ya kalau tiba-tiba cerita ini terbit waktu semuanya kebongkar?

Canda. Serius amat. AREKSA bakalan tetep tamat kok meski ga sesempurna yang ada di novel.

Udah ah.

4000 vote + 5000 komentar untuk next!

Yang Baca Cerita Ini Wajib Follow Instagram :

@areksa.drgntr
@queenilona_ladeika
@gang_diamnd
@wp.martabakkolor
@iiiitaaaa_12

JANGAN LUPA SHARE CERITA INI BIAR MAKIN BANYAK YANG BACA!

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA. AKU SAYANG KALIAN SEMUA ♥

JANGAN PERNAH BOSEN DENGAN CERITA AREKSA.

JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK KARENA ITU SANGAT-SANGAT BERHARGA.

Tertanda, President of RAMOR

Continue Reading

You'll Also Like

SAMUEL By Itakrn

Teen Fiction

18.9M 2.3M 38
[Sudah Terbit + Part Masih Lengkap] Baby El, panggilan kesayangan dari Azura untuk Samuel. Namanya Samuel Erlangga. Laki-laki tampan dengan segala ke...
8M 999K 48
"𝙷𝚞𝚓𝚊𝚗 𝚓𝚞𝚐𝚊 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚎𝚛𝚝𝚒 𝚔𝚎𝚗𝚊𝚙𝚊 𝚑𝚊𝚛𝚞𝚜 𝚝𝚞𝚛𝚞𝚗." -𝓐𝓶𝓮𝔂𝓼𝓲𝓪𝓪, 01.00 ••• "Kematian yang mencintai kehidupan." - 01.00 ...
10.3M 1.7M 71
Cakrawala Agnibrata, dia selalu menebar senyum ke semua orang meskipun dunianya sedang hancur berantakan. Sampai pada akhirnya kepura-puraannya untuk...
DIA BARA By Wynaaaaa

Teen Fiction

4M 366K 46
Semua akhirnya tercapai, kecuali kamu. :)