AREKSA

By MartabakKolor

32.7M 3.2M 1.2M

"Perasaan kita sama, tapi sayang Tuhan kita beda." ****** Areksa suka Ilona Ilona juga suka Areksa Tapi merek... More

PROLOG
SATU
DUA
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
SEBELAS
DUA BELAS
TIGA BELAS
EMPAT BELAS
LIMA BELAS
ENAM BELAS
TUJUH BELAS
DELAPAN BELAS
SEMBILAN BELAS
DUA PULUH
DUA PULUH SATU
DUA PULUH DUA
DUA PULUH TIGA
DUA PULUH EMPAT
DUA PULUH LIMA
DUA PULUH ENAM
DUA PULUH TUJUH
DUA PULUH DELAPAN
DUA PULUH SEMBILAN
TIGA PULUH
TIGA PULUH SATU
TIGA PULUH DUA
TIGA PULUH EMPAT
TIGA PULUH LIMA
TIGA PULUH ENAM
Notifnya Ga Ada
TIGA PULUH TUJUH
TIGA PULUH DELAPAN
TIGA PULUH SEMBILAN
EMPAT PULUH
EMPAT PULUH SATU
TEASER AREKSA
EMPAT PULUH DUA
TEASER AREKSA 3
EMPAT PULUH TIGA
EMPAT PULUH EMPAT
GIVE AWAY
EMPAT PULUH LIMA
VOTE COVER DAN GIVE AWAY
EMPAT PULUH ENAM
EMPAT PULUH TUJUH
EMPAT PULUH DELAPAN
Info Novel
INFO PENTING!
EMPAT PULUH SEMBILAN
PO DIMULAI
LIMA PULUH : SAMUEL-AZURA
SPOILER NOVEL
SAMUEL
Special Offer AREKSA
PRE ORDER Lagi
OFFICIAL JACKET DIAMOND GANG

TIGA PULUH TIGA

402K 51.3K 19.9K
By MartabakKolor

Yang Baca Cerita Ini Wajib Follow Instagram :

@areksa.drgntr
@queenilona_ladeika
@gang_diamnd
@wp.martabakkolor
@iiiitaaaa_12

Biar agak lamaan, aku mau tambahin targetnya. HAHAHAHA!

3000 vote + 5000 komen untuk next

                                     ****

"Maaf, Na."

Ilona berdecak malas. "Lo udah ngomong maaf 651 kali. Gue sumpahin mulut lo berbusa!" ujarnya dengan kesal. Bagaimana tidak? Areksa sejak tadi terus-menerus mengucapkan kata maaf hingga membuat telinga Ilona terasa panas.

"Masih ada yang kurang. Lo bener-bener udah maafin gue, kan?" tanya Areksa untuk yang kesekian kalinya.

"Iya, Eksayang ...," balas Ilona berusaha untuk menahan amarahnya supaya tidak meledak sekarang juga. Ingin sekali ia memukul wajah Areksa yang sialnya sangat tampan itu.

Areksa tersenyum. Ia menarik kepala Ilona untuk bersandar di dada bidangnya. "Masih sakit, ya, Na? Lo pasti sedih banget waktu itu."

Ilona mengerucutkan bibirnya. Ia memukul dada Areksa pelan. "Iyalah! Cewek mana yang nggak sakit hati kalau dibentak-bentak sama cowoknya?"

Kedua mata Areksa terpejam. Ia menghirup napas dalam-dalam. Menikmati aroma wangi dari rambut milik Ilona. "Kata Samuel, gue ini bego," balasnya.

Ilona tertawa mendengarnya. "El pasti marah kan sama lo?" tanyanya membuat Areksa menganggukkan kepala.

"Dia kecewa sama gue untuk yang pertama kalinya."

"Meskipun El kelakuannya emang agak kasar, tapi dia itu ketua yang paling keren. Zura beruntung dijodohin sama dia."

Areksa membuka matanya. "Beruntung? Dibikin sakit hati tiap hari lo bilang beruntung? Jauh lebih beruntung lagi lo yang bisa
dapetin gue, Na."

Ilona mendelikkan matanya. Merasa kalau tingkat kegeeran Areksa mendadak meningkat. "El sebenarnya suka sama Zura. Dia gengsian dan males disorakin sama kita-kita."

"Lo nggak beruntung punya gue?"

Ilona menegakkan kembali tubuhnya saat pertanyaan itu keluar dari mulut Areksa. Tatapan gadis itu memandang lembut ke arah kekasihnya. "Beruntung banget sampai nggak bisa diukur sama apa pun."

"Gue juga beruntung bisa punya lo, Na." Areksa tersenyum tipis. Ia meraba tangan Ilona yang dibalut baju berlengan panjang. Saat itu juga Areksa baru sadar kalau ada yang aneh dengan gadis itu.

"Na?" panggil Areksa membuat Ilona memandangnya dengan tatapan bertanya.

"Lo ... nggak ngelakuin itu lagi, kan?" tanya Areksa mulai was-was.

Ilona terdiam. Tenggorokannya terasa tercekat. Mau berbohong pun percuma. Areksa bukan tipikal orang yang mudah dibohongi. Ia menyembunyikan kedua tangannya di belakang punggungnya membuat Areksa semakin yakin kalau ada apa-apa dengan gadisnya.

"Jawab, Na," ujar Areksa.

Ilona menundukkan kepalanya. "Nggak bisa, Sa. Ona nggak bisa berhenti."

Areksa mengacak rambutnya kasar. Ia benar-benar menyesal karena telah lalai dalam menjaga Ilona. Dirinya kembali kecolongan. Ia menarik tangan gadis itu untuk diperiksanya. "Lo ngingkarin janji, Na? Lo bilang nggak bakal ngelakuin itu lagi. Tapi ini apa?"

Areksa menunjuk lengan Ilona yang penuh dengan luka sayatan yang sudah agak mengering.

"Gue nggak bisa, Sa. Gue nggak bisa nahan itu ...," balas Ilona. Suaranya mulai terdengar parau.

"Tolong, Na. Gue minta tolong banget sama lo. Demi gue, jangan pernah lukain diri lo sendiri, ya? Gue nggak akan pernah maafin diri gue sendiri kalau ada hal buruk yang terjadi sama lo."

Areksa mengelus lembut luka di lengan Ilona. Cowok itu meniup-niup tangan Ilona seolah-olah ingin menghilangkan rasa sakit di permukaan kulit milik gadis itu. "Lo itu berharga bagi gue. Jangan sampai gitu lagi,ya?"

Ilona masih terdiam dengan menundukkan kepalanya dalam.

"Ona cantik, mau kan janji lagi sama Eksa?" ulang Areksa.

Ilona mengangkat kepalanya. Ia menatap tepat di kedua manik kelam milik Areksa. Ada sorot penuh kekhawatiran di kedua mata cowok itu. Menandakan bahwa Areksa benar-benar tidak ingin Ilona-nya kenapa-kenapa.

"Ona bakalan usaha ...," balas Ilona akhirnya.

                                     ****

"Semua CCTV yang ada di markas mendadak rusak."

Areksa mendesah berat. Ia sendiri bingung mengapa hal itu bisa terjadi. CCTV sebanyak itu mengapa bisa sampai rusak? Informasi dari Samuel tadi benar-benar membuatnya tidak habis pikir.

"Noh di pintu, baca sendiri." Canva menunjuk pintu markas yang terdapat sebuah tulisan.

Diamond harus bubar.

Seperti itulah tulisan yang terdapat di pintu. Ilona mendekat lalu menyentuh permukaan pintu yang terbuat dari kayu itu. Kalimat tadi ditulis dengan spidol permanen.

"Kalian ke sini udah kayak gini markas kita?" tanya Ilona yang memang baru datang bersama Areksa. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam.

Samuel mengangguk sebagai jawaban. Sepulang sekolah tadi, kondisi markas mereka memang sudah berantakan seperti beberapa hari sebelumnya dengan semua CCTV yang telah dirusak.

"Gue bakalan tarik semua kunci markas. Dan yang boleh pegang cuma gue," ujar Samuel, "Anak-anak lain udah otw ke sini. Kita tinggal nunggu aja."

Marvin mengangguk-anggukkan kepalanya paham. Tatapan matanya tertuju ke arah Areksa dan Ilona yang berdiri bersebelahan. "Udah baikan nih?" tanyanya dengan nada sedikit menggoda.

Ilona tersenyum. Ia merangkul lengan Areksa. "Udah dong," balasnya.

"Lo tau nggak, Na? Reksa udah kayak mayat hidup waktu lo marahan sama dia," timpal Farzan lalu tertawa di akhir kalimatnya.

Areksa berdecak malas. Ia menatap sengit ke arah sahabatnya itu. "Diem lo," ujarnya.

Samuel berdeham pelan. Raut wajah cowok itu terlihat seperti sedang berpikir. Ia menatap ke arah anggotanya dengan serius. "Kalian masih inget sama kalimat sepasang yang tak terpisahkan?"

Ilona mengangguk cepat. "Inget!"

Yang lain pun sama halnya dengan Ilona.

"Apa yang dimaksud itu kembar?" terka Samuel.

Atensi mereka ; Samuel, Areksa, Ilona, Canva dan Farzan langsung tertuju ke arah Marvin dan Marvel. Dua bersaudara itu menatap balik mereka semua.

"Kalian nuduh kita?" tanya Marvin dengan wajah tidak suka.

Marvel tertawa. "Gila kalian semua."

Samuel menghela napas berat. "Nggak menutup kemungkinan karena siapa pun di sini bisa aja berkhianat."

Marvin berdiri, ingin menghajar ketua dari Diamond itu. Tetapi Marvel dengan cepat mencegahnya. Ia menyuruh kembarannya itu untuk kembali duduk di sebelahnya.

"Nggak menutup kemungkinan juga kan kalau lo pelakunya?" tanya Marvel balik. Cowok itu mengukir senyuman miring.

"Gue ketua kalian, Anjing! Otak lo di mana sampai kepikiran gue pelakunya?" ujar Samuel terpancing emosi.

Areksa menepuk punggung sahabat dekatnya itu. "Ini yang pelaku itu inginkan. Kita diadu domba dan bubar saat itu juga."

                                        ****

"AAAAAAAAA!!"

Ilona membuang sebuah kotak berisi tikus cincang yang ia temukan di depan rumahnya sepulang dari markas tadi. Gadis itu memegang dadanya yang berdegup kencang. Keringat dingin mulai bercucuran di keningnya.

Ia menoleh ke samping dan tepat saat itu juga dirinya terkejut setelah melihat tetesan darah di jendela kamarnya. Bau amis pun menguar di seluruh penjuru kamarnya membuat dirinya ingin muntah.

Dengan kaki yang gemetar hebat, Ilona pun berjalan menuju lemari bajunya. Ia mengabil sebuah kain di sana. Setelahnya, gadis itu berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamarnya untuk mengambil ember yang berisi air.

Dengan menahan mual, Ilona pun mulai membersihkan kaca jendelanya yang berlumuran darah. Kepalanya mendadak pening karena itu.

"Kamu itu pembunuh. Nyawa harus dibayar nyawa, bukan?" gumam Ilona membaca sebuah tulisan di jendela itu.

"Gue bukan pembunuh!" ujar Ilona dengan dada yang naik turun menahan amarah. "GUE BUKAN PEMBUNUH!" ulangnya lagi.

"Renzo mati karena ulah dia sendiri! Gue nggak pernah bunuh dia!!"

                                        ****

Ilona berjalan sempoyongan menuju kelasnya. Semalaman ia tidak bisa tidur hingga membuat kantung matanya menghitam seperti setan. Itu sebabnya ia sengaja berangkat lebih pagi untuk menghindari Areksa. Bisa-bisa cowok itu memarahinya kalau tahu dirinya tidak tidur semalaman.

Dengan mata setengah tertutup, Ilona pun menyalakan saklar lampu di kelasnya. Belum ada satu orang pun di sana. Itu tandanya, Ilona menjadi murid yang berangkat paling awal di kelasnya.

"Apalagi ini?" tanya Ilona entah kepada siapa setelah melihat mejanya yang penuh dengan coretan tipe-x.

Kamu pembunuh.

Kamu harus mati.

Pembunuh.

Seperti itulah rata-rata tulisannya. Ilona memegang kepalanya yang terasa sakit. Kalau seperti ini terus, ia rasa dirinya akan gila secara mendadak.

Gadis itu berjingkrak kaget saat seseorang menepuk pundaknya kencang. Ilona menoleh ke belakang. Rupanya Azura. Syukurlah kalau begitu.

"Kamu kenapa?" tanya Azura dengan panik saat melihat kondisi wajah Ilona saat ini, "semalam kamu pasti nggak tidur. Kelihatan dari mata kamu."

Ilona mengangguk. Ia mendudukkan bokongnya di atas kursi. Gadis itu menutup coretan tipe-x di atas mejanya dengan tas miliknya. "Gue lagi banyak pikiran, Ra," balasnya.

Azura mengangguk. Ia ikut duduk di sebelah Ilona. "Kamu tidur aja. Nanti kalau ada guru aku bangunin."

Ilona tersenyum tipis. "Tumben lo pinter."

Azura cemberut kesal. "Kamu lupa kalau aku emang pinter? Padahal kamu sering nyontek aku."

"Masa sih? Kayaknya nggak pernah deh."

Ini nih. Contoh teman laknat.

"Oh iya, tumben lo berangkat pagi," ujar Ilona dengan pandangan bertanya ke arah Azura.

"Lagi pengin aja," balas Azura dengan cengiran khas miliknya.

                                        ****

"Na, kenapa?" Areksa bertanya panik kepada Ilona yang sejak tadi terlihat gelisah. Beberapa kali gadis itu menghela napas berat juga terlihat tidak nyaman. Apalagi kedua kantung matanya yang menghitam itu menjadi tanda bahwa Ilona sedang tidak baik-baik saja.

"Jangan ada yang lo sembunyiin dari kita. Kalau ada sesuatu langsung ngomong aja, Na," ujar Samuel.

Ilona memejamkan matanya sejenak. Jujur saja ia masih kepikiran dengan kiriman semalam juga coretan-coretan di mejanya tadi. "Gue ... gue takut," katanya dengan suara pelan.

"Takut kenapa?" tanya Areksa. Cowok itu memggenggam tangan Ilona dengan hangat.

"Gue dapet teror lagi. Gue rasa ini malah makin parah. Semalam, gue dapet kiriman tikus cincang ditambah lagi kaca kamar gue dipenuhin darah. Di-dia bilang gue pembunuh," kata Ilona dengan sorot mata penuh ketakutan.

"Kenapa nggak langsung bilang gue aja, Na? Jadi, semalem lo nggak tidur? Apa perlu gue jagain lo 24 jam?" balas Areksa.

Ilona menggeleng pelan. "Gue takut kalian kerepotan mikirin ini."

"Kalau lo masih ngerasa nggak enak sama kita, itu artinya lo belum anggep kita sebagai keluarga lo, Na. Kalau ada apa-apa itu langsung bilang," ujar Canva.

Marvin mengangguk setuju. "Kita bakalan bantuin kok."

"Renzo nggak mungkin masih hidup, kan? Tapi semua teror yang Ilona dapet itu berhubungan sama dia," ujar Samuel.

"Pulang sekolah nanti, kita dateng ke rumahnya," usul Marvel membuat mereka semua saling pandang.

"Gue setuju," balas Farzan tanpa banyak pikir, "kalian gimana?"

Mereka semua mengangguk kompak tanda setuju dengan usulan dari Marvel.

                                         ****

Tujuh inti Diamond itu sudah sampai di depan sebuah rumah besar bernuansa Eropa. Rumah yang dulunya terlihat begitu indah dan tertawat kini terlihat usang dan kotor. Mereka semua mengerut bingung. Rumah di depan mereka kini terlihat seperti tidak ada penghuninya.

"Om Rio sama Tante Lila udah nggak tinggal di sini?" tanya Ilona kepada sahabat-sahabatnya. Tidak mungkin juga kalau rumah di depan mereka itu masih ada penghuninya.

"Kayaknya enggak deh. Rumahnya aja udah angker gitu." Marvin bergidik ngeri melihatnya.

"Cari siapa, Dek?" Seorang wanita berumur sekitar kepala empat itu datang menghampiri mereka semua.

"Keluarga Om Rio sama Tante Lila udah nggak tinggal di sini, ya, Tante?" tanya Areksa langsung pada intinya.

Wanita itu mengangguk. "Mereka sudah pindah ke luar negeri sejak beberapa bulan yang lalu," balasnya memberi tahu.

Samuel membulatkan mulutnya. "Kok kita nggak tau, ya?"

Canva mengedikkan bahunya. "Kita nggak pernah mantau selama ini."

"Kalau gitu makasih, Tante," ujar Areksa lagi pada wanita itu.

"Saya permisi." Wanita itu tersenyum kemudian berlalu dari hadapan mereka semua.

Ilona menghela napas berat. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Lingkungan rumah Renzo terlihat begitu sepi. Dulu, ia sering sekali datang berkunjung di rumah cowok itu. Namun, apalah daya sekarang, semuanya hanya tinggal kenangan.

"Percuma. Kita ke markas aja," ujar Marvel menginstruksi.

"Kita bahas di sana," timpal Samuel menyetujui.

Mereka semua pun kembali menaiki motor masing-masing. Ilona yang memang sengaja meninggal motornya di sekolah pun naik ke atas boncengan motor Areksa. Cowok itu melarangnya untuk mengendarai motornya sendiri.

"Udah belum, Na?" tanya Areksa setelah selesai memakai helm di kepalanya.

"Ud-aakkhhhh."

Mendengar rintihan dari Ilona itu membuat Areksa dengan cepat menoleh ke belakang. Kedua matanya membulat saat melihat Ilona yang terlihat seperti orang yang sedang kesakitan. Ia langsung turun dari atas motornya.

"Ba-bahu gu-gue," ujar Ilona dengan terbata.

Areksa memeriksanya dengan cepat. Tepat saat itu juga ia terkejut bukan main saat melihat sebuah pisau tertancap di bahu kanan milik Ilona yang telah berlumuran dengan darah.

"ANJING!" umpatnya refleks.


*****

Udah, jangan dipikirin. Bisa gila nanti. Pikirin tugas-tugas kalian sana. HA HA HA.

Berhubung aku sedang jahat, target kali ini bakalan tambah banyak.

3000 vote + 5000 komentar untuk next!

Bisa ga? 😎

Yang Baca Cerita Ini Wajib Follow Instagram :

@areksa.drgntr
@queenilona_ladeika
@gang_diamnd
@wp.martabakkolor
@iiiitaaaa_12

JANGAN LUPA SHARE CERITA INI BIAR MAKIN BANYAK YANG BACA!

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA. AKU SAYANG KALIAN SEMUA ♥

JANGAN PERNAH BOSEN DENGAN CERITA AREKSA.

JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK KARENA ITU SANGAT-SANGAT BERHARGA.

Tertanda, President of RAMOR

Continue Reading

You'll Also Like

9M 578K 42
[ SUDAH DI BUKUKAN ] NOVEL TERSEDIA DI GRAMEDIA DAN TBO. "Jangan pernah membenci hujan Rang. Karna hujan itu tidak akan pernah bisa nyakitin kamu. Ka...
19M 1.8M 51
Sudah terbit, buku bisa dibeli di shopee. INGAT BELI YANG ORI!! [Follow akun ini dulu, bro. Anda senang, aku juga. Simbiosis mutualisme] Tuhan, mana...
2.3M 210K 52
TERSEDIA DI GRAMEDIA📍 "Aku terlalu lelah untuk terus berkelana di bawah hujan." Legenda Negeri Angkasa. Sosok laki-laki yang rasa sabarnya tidak per...
1.9K 56 7
"biru jangan tinggalin langit ya kita harus bareng terus" -langit "ngga langit, aku gak akan ninggalin kamu makasih ya udah terus sama aku"-sabiru se...