🍓 HAPPY READING 🍓
SELAMAT DATANG DI CERITAKU YANG KEDUA 🥳
JANGAN LUPA VOTE AND COMENT
CERITA INI BERDASARKAN IMAJINASI PENULIS
JIKA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, TEMPAT, ALUR, KARAKTER, ATAUPUN PERISTIWA DALAM CERITA INI MUNGKIN HANYA KEBETULAN
***
"Nadya ... sarapan dulu sayang!!"
"Iya Bunda ... ."
Seorang gadis sedang menatap pantulan dirinya di cermin. "Gue ... terlalu cantik," ucapnya.
Gadis itu kemudian mengambil tas dan juga dasi yang berada di atas tempat tidur. Keluar dari kamarnya, dia berjalan sambil berusaha memakai dasi.
"Wah ... anak Bunda cantik banget ... ." puji Diana melihat sang putri yang datang dengan memakai seragam SMA.
"Anaknya siapa dulu ... ." Nadya tersenyum manis pada Diana. Mengecup lembut pipi ibunya, lalu duduk di kursi depan meja makan.
Diana mengambil piring, lalu menyendokkan nasi goreng buatannya untuk Nadya.
"Ini sayang, dimakan," ucap Diana lembut.
"Makasih Bunda." Nadya mencium aroma nasi goreng itu. Hm ... sungguh menggoda selera. Gadis bermata coklat itu dengan cepat melahap nasi goreng buatan ibunya.
Diana tersenyum melihat Nadya memakan nasi goreng buatannya dengan lahap. Wanita itu kemudian menyiapkan bahan-bahan untuk membuat nasi goreng lagi. Setelah kepergian suaminya, Diana membuka warung nasi goreng di depan rumah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan Nadya.
Saat mengandung Nadya diusia kandungan yang sudah 7 bulan, suaminya meminta ijin untuk merantau mencari pekerjaan. Saat itu, keadaan ekonomi mereka memang sangat krisis, apalagi Diana akan melahirkan. Ayah Nadya berjanji akan kembali menjemputnya nanti bersama Nadya. Tapi, sampai sekarang dia belum juga datang untuk menjemput mereka.
Banyak orang yang mengatakan kalau suami Diana sudah meninggal, atau mungkin sudah menikah lagi. Namun, Diana tidak pernah mendengarkan ucapan mereka. Dia yakin, suatu hari suaminya akan datang menjemput dia dan Nadya.
"Loh, dasinya belum kamu pakai lagi?" tanya Diana, menyadari Nadya tidak memakai dasi.
Nadya meminum air, lalu memberikan dasinya pada Diana. "Aku nggak bisa pakai Bunda. Susah," ucap Nadya.
"Hm, kebiasaan." Diana mengambil dasi Nadya, lalu memakaikan ke leher putrinya. "Mau sampai kapan, Bunda terus yang pakein dasi kamu? Padahal udah Bunda ajarin tapi masih nggak bisa."
"Susah Bunda. Nadya lupa mulu," ujar Nadya cemberut.
Sejak SD sampai sekarang, Nadya kesulitan dalam memakai dasi. Sebenarnya Diana sudah sering mengajari Nadya, hampir setiap hari. Namun, gadis itu selalu saja tidak bisa.
"Yaudah Bunda, Nadya berangkat dulu ke sekolah," ucap Nadya, lalu mengecup punggung tangan Diana.
"Hati-hati ya, sayang. Belajar yang rajin," ucap Diana mengelus rambut putrinya.
Nadya mengangguk. "Semoga nasi goreng Bunda laris hari ini," ucapnya. "Assalamualaikum."
Diana tersenyum. "Waalaikumsalam. Eh, Nadya tunggu!"
Nadya yang sudah berjongkok di depan pintu sambil memakai sepatu menoleh pada ibunya.
"Kenapa Bunda?"
"Ini, buat jajan sekaligus bayar angkot." Diana menyodorkan uang bergambar Sam Ratulangi pada Nadya.
Nadya tersenyum tipis. "Nggak perlu Bunda, uang jajan aku masih ada kok. Lagipula, Nadya pengen jalan kaki aja, sekalian olahraga." Setelah selesai memakai sepatu, gadis berambut panjang itu berjalan meninggalkan rumahnya sambil melambaikan tangan pada sang ibu.
•
•
•
Dalam perjalanan ke sekolah, banyak sekali anak manusia berjenis kelamin laki-laki yang menggoda Nadya. Namun, bagaikan angin lewat, Nadya tidak pernah peduli.
Nadya berjalan menuju ke sekolah sambil membaca buku pelajaran. Sekedar mengulang pelajaran minggu lalu.
"Neng, ojek nggak?" tanya seorang cowok yang melambatkan kecepatan motornya, mengikuti langkah kaki Nadya.
Nadya melirik cowok di sampingnya. Serius dia tukang ojek?
"Nggak," tolak Nadya.
"Serius? Gratis loh," ucap cowok itu.
Nadya berhenti, cowok itu juga menghentikan motornya. Gadis berambut panjang itu menoleh, menatap pemilik motor sport yang berhenti di sampingnya. Dia bertanya-tanya, seperti apa wujud manusia yang berada dalam helm full face itu?
"Serius, lo tukang ojek?"
Cowok itu mengangguk.
"Mana ada tukang ojek pake seragam anak SMA, trus motornya motor sport?"
"Ada kok. Gue contohnya," jawab cowok itu.
Nadya menatap cowok itu sebentar, lalu kembali berjalan.
"Eh, nggak jadi naik?" tanya cowok itu.
"Nggak."
"Sekolah masih jauh! Kalau lo jalan kaki, nanti telat! Mending nebeng sama gue!"
Nadya tidak mendengarkan teriakan cowok itu. Lagipula, kalau dia terus berjalan akan sampai di sekolah tepat waktu. Kecuali ... kalau tukang ojek abal-abalan itu terus menganggunya.
"Gue baru tau, ada cowok aneh satu sekolah bareng gue," gumam Nadya.
Cowok itu berdecih. "Gini amat kalau mau PDKT." Dia kembali melajukan motornya, menyusul Nadya yang sudah jauh.
Nadya berhenti karena cowok tadi tiba-tiba menghentikan motornya tepat di depan gadis itu.
Nadya menatap cowok itu dengan marah.
"Anjir ... lo makin cantik aja kalau marah." Cowok itu membuka helm-nya, lalu merapikan rambut hitamnya. Dia tersenyum manis menatap Nadya.
"Kaget, nggak?"
"Maksud lo?" Nadya menaikkan salah satu alisnya.
"Lo nggak kaget, kalau gue ganteng banget?"
Nadya menggeleng dengan wajah datar.
Cowok itu berdecak. "Ah! Padahal gue sebelas dua belas sama Cha Eun Woo," ucapnya. Dia kembali menatap Nadya.
"Kenalin, nama gue Budi." Cowok itu mengulurkan tangannya.
Nadya menatap tangan Budi tanpa minat. Dia kembali berjalan, meninggalkan Budi yang menatapnya dengan kesal.
"Serius, nggak mau nebeng!" Budi kembali berteriak.
Nadya menggeleng sambil terus berjalan.
Budi tersenyum. Sebuah ide brilian muncul di kepalanya. Dia mengambil ponselnya.
"Halo, apa?! Bel udah bunyi? Kok cepat banget, sih!!" ucap Budi dengan suara yang lumayan besar. "Jadwalnya diubah? Kok lo nggak kasih tau gue! Ah, bisa telat, nih! Okay, gue OTW ke sekolah!"
Budi tersenyum miring melihat Nadya yang menghentikan langkahnya. Cowok tampan itu dengan cepat memakai helm-nya, kembali melajukan motornya dan berhenti di samping Nadya.
"Ini udah kesekian kalinya gue tawarin lo naik ke motor gue. Dan ... ini tawaran gue yang terakhir. Kalau lo nolak lagi, gue nggak bakal tawarin lo nebeng sama gue sampai seterusnya," ucap Budi panjang lebar. "Bismillah ... mau naik nggak? Gue dengar jadwal bel pagi udah diubah, dan sebentar lagi bel bakal bunyi. Kalau lo jalan kaki pasti—"
"Gue mau," potong Nadya cepat. Dia tidak mau membuang waktu untuk mendengarkan Budi yang terus berbicara.
Budi tersenyum penuh kemenangan dari balik helm-nya. Dia menepuk-nepuk jok motornya. "Silahkan ... belum pernah ada yang dudukin, lo yang pertama."
Nadya hanya memutar bola matanya malas, lalu naik ke atas motor Budi.
"Buruan jalan," ucap Nadya yang sudah memakai helm.
"Ada bayarannya loh."
"Tadi lo bilang gratis."
"Bukan uang. Kalau masalah uang mah, tinggal minta sama bokap gue pasti di kasih," ujar Budi.
"Terus apa? Awas aja lo mintanya yang macam-macam."
"Nama lo."
"Hah?"
"Bayarannya, cukup kasih tau gue nama lo siapa."
"Nadya. Nadya Dwi Aurora."
"Cantik sampai namanya, ya." Budi terkekeh. "Okay, pegangan Nadya sayang ..." Budi melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
***
So, gimana part awalnya?
Menarik, nggak? Semoga kalian suka🙂
Ini cast-nya Nadya🤭 BTW dia kembarannya author 😌
Nadya Dwi Aurora
Oh iya, nama Nadya sebenarnya nama teman online aku😌 kalau nemu yang komen cerita ini semangat banget, fiks itu dia😂 soalnya pas aku kasih tau pengen buat cerita yang nama tokoh ceweknya dia, dia nggak percaya banget. Yaudah, aku nulis😌
Kalau nanya kenapa nama tokoh cowoknya Budi, ya ... sengaja aja, biar beda🙂
See you next time!!