Love and Death

By fleurpurkiss

13.6K 1.9K 403

Celine Abrianna Pevensie. Hidupnya dibayang-bayangi oleh kematian. Orang-orang yang ia cintai selalu meningga... More

[1] Not Alone
[2] Meet Mrs.Malfoy
[3] Harry is missing
[4] Amortentia
[5] Memories
[6] Reason
[7] Friend?
[8] Slug Klub
[9] Gryffindor's Victory
[10] Still Love Him
[11] Christmas Party
[12] Spend Time With Granger's
[13] Gift
[14] Ron Is Poisoned
[15] Hogsmeade
[16] Sink
[17] Sectumsempra
[18] Hermione Know's Everything
[19] Truth
[20] Dumbledore's Death
[21] After
[23] Be a Good Friend
[24] Other Side
[25] Do you get Déjà vu?
[26] Gift For Draco
[27] Not Found Her
[28] Go or Stay
[29] Finally
[30] Draco's Angry
[31] Boom!!
[32] We Meet Again
[33] Fake Death

[22] Chance

292 63 11
By fleurpurkiss

Ketenangan sedang menyelimuti suasana kamar Celine saat ini. Tapi tidak dengan perasaan dan pikirannya, keduanya tidak pernah membiarkan Celine untuk menenangkan diri sejenak setelah semua kejadian kemarin.

Dari dirinya yang dikejutkan dengan fakta bahwa sosok yang mulai ia beri kepercayaan adalah seorang pelahap maut, seorang penyihir terhebat di dunia sihir meninggal, dan ingatan kematian orang tuanya.

Semuanya bercampur jadi satu membuat Celine tak bisa hidup tenang. Winter bilang mansion miliknya adalah tempat paling aman, namun ia tetap saja khawatir. Ia tak bisa pergi kemanapun karena ia tak diberi akses, Winter juga tidak ingin membantu dirinya membuat Celine merasa seperti tahanan saat ini juga.

Yang hanya ia bisa lakukan sekarang adalah mencoba menjalani hari harinya di mansion ini seolah olah semuanya tidak akan ada yang terjadi walaupun itu mustahil.

"Bisakah aku berbicara sekarang?"

Suara laki laki yang duduk bersebrangan dengan dirinya memecah kegiatan membaca Celine yang sebenarnya ia hanya melamunkan semua ini. Celine melirik sejenak pria di depannya itu lalu kembali membaca bukunya. Ia bahkan sampai lupa jika ada orang di duduk di depannya.

"Kau sudah berada disini selama 1 jam, bukankah itu adalah waktu yang cukup lama untuk memberimu kesempatan untuk berbicara. Tuan Draco Malfoy." Kata Celine dingin tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku yang ia baca dan juga sedikit penekanan di akhir kalimat.

Posisi mereka hanya dibatasi sebuah meja sedang, Draco di seberangnya hanya bisa menghela nafas.

Setelah ia menemukan Celine di dapur kemarin malam dengan kondisi seperti itu, Draco tidak bisa tenang jika ia tidak menemui Celine lagi. Ia berinisiatif untuk menjelaskan semua yang terjadi secara jelas dan lurus tapi Celine tak menanggapinya dengan baik.

Dan asal kalian tau saja, sebelum ia masuk ke sini, reaksi Celine kepadanya sungguh tidak menyenangkan hati.

"Bagaimana bisa aku berbicara padamu jika kau tak mau mendengarkan ku," Jawab Draco setelah menghela nafas lelah.

"Aku mendengarkan." Celine membalikkan kertas bukunya, masih belum menatap Draco.

"Aku yakin kau tak akan mendengarkan aku."

Celine memberhentikan kegiatannya, dan secara tiba tiba ia menutup bukunya dengan keras membuat Draco tersentak pelan di tempatnya. Ia membenarkan posisi duduknya lurus ke arah Draco, menatapnya dingin membuat laki-laki itu sedikit ragu.

"Dengar, setelah semua yang terjadi kemarin hari dan sebelumnya aku hanya memiliki satu penyesalan," Celine berkata dengan nada datar dan sedikit marah. Terlihat kekecewaan dalam matanya. "Berteman dan mempercayai seorang pelahap maut."

Hati Draco sedikit teriris mendengarnya. Harusnya ia sudah bisa menerima semua ucapan sarkas nan pedas dari Celine, tapi entah kenapa kali ini cukup berbeda untuknya. Tapi itu kenyataan dan ia tak bisa memungkiri nya lagi.

"Sudah ku katakan padamu, aku terpaksa!" Draco menatap Celine sungguh sungguh, matanya memancarkan kelelahan dan ketakutan. Hidupnya juga sama sama hancur, ia hanya tak punya pilihan.

"Kau tak mengerti... Jika ada pilihan lain aku juga tidak akan bergabung dengan mereka! Nyawa ibu taruhannya," Suara Draco terdengar sedikit bergetar dan putus asa.

Ia menyibakkan lengan kemejanya dan disana menampilkan sebuah tanda yang sangat dibenci Celine. "Tanda ini... Tanda ini mengutukku. Dan kau pikir aku melakukan semuanya dengan senang hati? Tidak! Aku tersiksa!"

Celine memalingkan wajahnya tak ingin melihat tanda kegelapan di lengan kiri Draco. Ia memejamkan matanya mencoba meneguhkan diri. Ia tak boleh lemah hanya karena melihat Draco seperti ini. Ingat bahwa topi seleksi menempatkan dirinya di asrama pemberani.

"Jika saja ayahku tidak bergabung dengan mereka sebelumnya, aku juga tidak akan menderita seperti ini! Kau pikir hanya kau yang paling menderita disini?"

Celine menoleh cepat ke arah Draco dengan alis bertaut, tak terima kalau dirinya dikatakan seorang yang paling menderita. "Aku tak pernah bilang jika aku yang paling menderita disini!"

"Kau bersikap seolah
seperti itu! Bahkan ibuku sampai menyuruhku untuk melindungi dirimu!" Draco bangkit dari duduknya, dirinya sudah tersulut emosi sekarang.

Tak tinggal diam Celine meletakkan bukunya kasar di meja lalu ikut bangkit. Keduanya berjalan mendekat dan saling melemparkan tatapan nyalang.

"Aku bahkan tak pernah meminta kau untuk menyetujui perintah ibumu!" Celine mendorong dada Draco dengan jari telunjuknya.

"Oh ya benar! Dan betapa menyesalnya aku menuruti perintah ibuku untuk melindungi seseorang yang tak tahu diri sepertimu!" Sentak Draco dengan nada sinis.

"Begitu? Kau pikir aku membutuhkan perlindunganmu? Aku bahkan bisa melindungi diriku dengan baik tanpa perlindungan darimu!" Hardik Celine.

"Jika aku tak membawamu ke tempat ini, kemarin adalah hari terakhirmu untuk bernafas !"

Celine bungkam tak mampu membalas ucapan Draco kali ini, karena memang itu ada benarnya. Karena ia cukup malu ia berbalik dan berjalan lebih dekat menuju jendela, mencoba menghilangkan fakta tersebut tapi tak bisa.

Sementara itu, Draco di belakangnya hanya bisa menghela nafas lelah lagi sambil menyisir rambutnya kasar. Ia menatap Celine yang masih memunggungi dirinya. Memberanikan diri lagi untuk berbicara dan meluruskan semuanya.

"Kau boleh marah padaku, aku tau kau pasti juga kecewa padaku. Tapi tak ada gunanya jika kau hanya mencoba menyangkal semuanya, Celine. Tolong beri aku kesempatan. Satu kali lagi."

Gadis itu sedikit tertampar dengan ucapannya laki laki itu. Karena memang benar, ia selalu menyangkal bahwa semuanya yang seharusnya tak terjadi sudah terjadi.

Celine masih tak mau membalikkan tubuhnya, melihat hal itu Draco merasa sudah tak memiliki harapan lagi. Ia akhirnya berbalik tak mulai melangkahkan kakinya menuju pintu kamar Celine.

Namun saat ia akan memutar kenop pintu kamar, suara Celine membuat ja mengurungkan niat awalnya.

"Satu kesempatan."

Draco berbalik melihat ke arah Celine dengan tatapan tak percaya bersamaan dengan gadis itu yang juga membalikkan tubuhnya ke arah Draco.

"Ku beri kau satu kesempatan, aku harap kau tak mengacaukan semuanya lagi," ulang Celine.

Draco tersenyum tipis walaupun dalam hatinya ia benar benar sangat senang. Ia mengangguk kepada Celine sebelum ia meninggalkan mansion ini karena ibunya dan snape telah mengatur waktunya untuk datang dan pergi mengunjungi Celine.

Setelah Draco benar benar keluar dari kamarnya Celine menarik nafasnya dalam dalam.

"Aku harap ini keputusan yang tepat."

***

Draco kembali lagi menuju Pevensie Mansion setelah rapat dengan para pelahap maut dan juga dengan dengan you-know-who. Dalam dirinya masih mengalir ketakutan sebenarnya, dan salah satu cara untuk menghilangkannya adalah dengan melakukan hal yang membuatnya sedikit tenang.

Dia tak menemukan sosok Celine di dalam mansion, akhirnya ia mencoba mencari di halaman belakang mansion. Mungkin mansion milik keluarga Pevensie tak terlihat begitu besar, namun halaman belakang rumahnya adalah yang terbaik.

Hamparan bunga bemacam macam jenis, taman yang begitu indah, dan juga beberapa pohon membuat halaman ini begitu sedap dipandang. Andai saja manornya sedikit berwarna seperti ini pasti akan lebih indah juga nantinya.

Draco berjalan menelusuri taman, melewati patung kuda yang diletakkan di tengah tengah taman. Ia mengikuti jalan yang ada, namun ia berbelok ke arah luar jalur taman sampai dirinya berada di belakang salah satu pohon yang cukup rindang di sana.

Draco melirik ke atas pohon kemudian terlukis senyum tipis di wajahnya. Gadis yang dicarinya itu sedang duduk di atas sana dengan buku bacaannya.

"Aku pikir bangku tamanmu lebih nyaman daripada duduk di atas sana," Ucap Draco dengan seringaian tipisnya.

Celine terlonjak kaget karena suara yang tiba tiba mengacaukan imajinasi cerita dalam bukunya karena ucapan Draco. Bahkan ia sampai menjatuhkan bukunya ke tanah.

Diliriknya ke bawah ke arah Draco dengan wajah kesal, "Kau mengagetkanku."

Draco berjalan ke depan untuk mengambil buku Celine yang jatuh tadi, kemudian ia membaca judulnya. Ia bergumam, "Romeo dan Juliet."

Celine turun dari tangkai pohon yang tak terlalu tinggi itu hingga menimbulkan suara di tanah. Ia mengambil paksa bukunya dari tangan Draco dan masih menatapnya kesal. "Aku pikir kau tak akan menyentuh buku muggle."

Celine berjalan meninggalkan Draco yang sedikit terkejut tentang buku yang ia sentuh barusan adalah sebuah buku muggle. Draco menatap sejenak tangannya, lalu berbalik mengikuti Celine yang berjalan menuju arah bangku yang berada di ujung taman.

Draco melirik bangku di sebelah Celine yang kosong lalu menatap Celine yang kembali fokus pada bukunya. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal kemudian berkata, "Bolehkah?"

Celine menatap Draco, karena tau maksud laki laki tersebut ia mengangguk. "Duduklah."

Akhirnya Draco duduk di samping Celine masih tetap menjaga jarak. Keduanya masih merasa canggung satu sama lain, hingga akhirnya memilih untung saling diam.

Draco menyandarkan tubuhnya pada bangku taman lalu memijat hidungnya. Pertemuan dengan pelahap maut yang selalu membahas hal yang tak jauh dari pembunuhan dan Harry Potter membuatnya semakin hari semakin membuat mentalnya rusak.

Keduanya berakhir saling terdiam dengan kegiatan dan pikirannya masing masing, dan itu cukup lama membuat Draco sedikit bosan. Ia melirik Celine, sesekali gadis itu menyelipkan helaian rambut yang menutupi wajahnya ke belakang telinganya membuat Draco menatap wajah Celine secara diam diam.

Draco benar benar terkesan dengan perubahan Celine dari kecil sampai sekarang. Dari sifat mungkin Celine masih sama, hanya sedikit lebih pendiam. Tapi dari penampilan, gadis itu jauh lebih cantik dari sebelumnya.

Celine memang bukan heather di Hogwarts, namun jika di lihat dari sedekat ini dia benar benar terlihat sangat mengagumkan di mata Draco. Kenapa dirinya dulu sempat melakukan hal bodoh membuat dirinya tak bisa bersama dengan Celine kembali.

Draco mencoba mengalihkan perhatiannya ke arah lain agar gadis itu tidak terganggu, tapi bagaimanapun juga matanya tetap akan selalu melirik ke arah Celine. Dan  Sepertinya keberuntungan tidak berpihak pada Draco, Celine kembali memergoki dirinya yang terus menatap Celine membuat Draco hanya bisa mengalihkan pandangan.

Celine sebenarnya sudah merasa bahwa dirinya diperhatikan oleh Draco sejak awal, hanya saja ia tak memperdulikan laki laki itu. Dan sekarang bukunya sudah selesai ia baca jadi tidak ada yang bisa dilakukannya lagi selain merenungkan nasibnya.

Ia menatap ke arah taman dengan tubuhnya yang disandarkan ke sandaran bangku taman membuat Draco kembali melirik dirinya.

"Jadi apa yang akan terjadi selanjutnya?" Tanya Celine masih terus menatap ke arah tamannya indah itu walaupun sunyi.

"Apa?" Tanya Draco tak mengerti, tapi ia juga tidak menatap Celine, ia juga masih terus menatap patung kuda yang jauh di depannya itu.

"Semuanya, apa yang terjadi kemarin. You-know-who, Hogwarts dan... Harry?" Kata Celine tidak yakin dengan kata terakhirnya, ia melohe ke arah Draco dengan rasa penasaran yang tinggi.

Draco menghela nafasnya berat, itu pertanyaan yang memiliki bobot sangat berat untuk dijawab. Ia menegakkan tubuhnya lalu membungkuk, menautkan kedua jari tangannya.

"Aku juga tak tahu." Draco menatap Celine, terlihat ada rasa kekecewaan dalam mata gadis itu walaupun ia tidak mengekspresikannya. "Aku bahkan tidak tahu apakah aku masih bisa melanjutkan hidupku dengan seperti ini."

Celine masih diam mendengarkan ucapan Draco. Terus menatap laki-laki itu saat berbicara dan melihat ekspresi wajah yang digambarkannya.

"Bertahan dalam keadaan seperti ini untuk kedepannya? Aku tak mungkin bisa melewatinya dengan mudah. Kau tau apa topik yang dibahas dalam perkumpulan itu?" Tanya Draco.

"Pembunuhan," ucap Celine pelan sambil menunduk.

"Ya, pembunuhan. Aku selalu dibayang bayangi oleh kematian orang orang yang terjadi tepat di depan mataku. Itu... Sangat menyiksaku. Aku juga tak pernah ingin menjadi seperti ini.

"Bahkan tentang Potter pun? Aku tak mungkin bisa mengikuti apa yang sudah you-know-who rencanakan pada the chosen one itu."

Celine menatap Draco kembali, laki laki itu tengah menunduk menatap jari jarinya yang ia mainkan. Terlintas rasa kasihan kepada laki laki di sampingnya ini, hanya saja ia tak ingin memperlihatkannya untuk saat ini.

"Sekarang..." Draco menegakkan tubuhnya kembali lalu menatap Celine lekat lekat, mengunci kedua mata biru Celine pada tatapannya. "Aku hanya ingin kau tetap berada disini, dimana mereka tidak akan pernah mengetahui keberadaanmu."

Celine diam sesaat sambil mengulum bibirnya dan berpikir, "Kenapa kau melakukan semua ini? Kenapa kau ingin sekali melindungiku?" Akhirnya Celine bertanya pertanyaan ini kepada Draco setelah ia menahannya sejak awal.

Draco sedikit bingung ingin menjawab apa, dan berakhir ia menelan ludahnya sendiri. Secara ragu ragu ia menyentuh tangan Celine yang berada di sampingnya, ia cukup lega karena Celine tak menolak atau menghempaskan tangannya.

"Kau adalah tanggung jawabku. Aku benar benar peduli padamu, bukan karena perasaan bersalah atau kasihan tapi aku benar tulus ingin melindungi dirimu. Jika Potter, Weasley dan Granger bisa. Kenapa aku yang jauh lebih dahulu mengenalmu tidak bisa?"

"Tapi kita musuh."

"Jauh sebelum itu kita... Pernah dekat bukan?"

Celine diam, ingin ia jujur untuk menjawab 'iya' namun mulutnya terasa sulit untuk mengucapkannya. Memang benar, sebelum Ron, Draco adalah orang yang dekat dengannya dalam seumurannya. Namun Celine tidak pernah mengonfirmasikan bahwa dirinya dan Draco adalah teman atau semacamnya.

Draco yang melihat respon Celine seperti itu hanya bisa tersenyum tipis dan kaku. Ia tau kalau Celine tak mungkin menganggap dirinya pernah dekat dengan laki laki pelahap maut sepertinya. Padahal Celine memiliki alasan lain untuk itu.

Draco kembali mengalihkan pandangannya ke arah taman. Sedangkan Celine, ia masih terus menatap Draco dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Ia masih tak menyangka kalau dia dan Draco bisa menjadi musuh seperti saat ini.

"Jadi..." Kata Celine sedikit menjeda ucapannya. "Kedepannya aku akan selalu bertemu denganmu, begitu?"

Draco tersenyum kecil kemudian ia menjawab ucapan Celine dengan percaya diri, "Ya, seperti itulah. Kau harus betah melihat wajah tampanku setiap saat sekarang."

"Oh tidak, aku akan sangat bosan melihatmu setiap hari."

Kedua saling tatap sejenak, lalu tiba tiba juga keduanya tertawa pelan bersamaan. Entah apa yang lucu bagi mereka, mungkin memang definisi bahagia itu sederhana seperti ini.

"Apakah kita akan kembali seperti dulu lagi?" Tanya Draco dengan penuh harap.

Celine menampakkan senyum tipisnya. "Mungkin... Kita akan tau besok."

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hai, terimakasih buat yang udah mau baca cerita aku 🤗👋

Agak ragu mau post chapter ini karena aku bingung ngerangkai kalimatnya supaya tidak membosankan. Aku juga tiba-tiba bingung karena cerita ini sebelumnya udah ku tulis beberapa chapter sesuai alur yang kurencanain dari awal, tapi sekarang aku mau ada sedikit perubahan yang membuat aku jadi sedikit kehilangan ide.

Dan juga terimakasih buat yang sudah menyemangati aku, jujur baca komen kalian itu emang mood booster banget 😭

Oke itu cukup dari aku, sekali lagi terimakasih buat kalian semua ♥️🥺

Jangan lupa vote dan komen ya ✨

Continue Reading

You'll Also Like

70.2K 14.5K 161
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
803K 57.6K 47
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...
40K 2.6K 11
«Jika dunia tidak menerima kita,mari kita buat dunia kita sendiri,hanya kau dan aku didalam nya» Lalisa Manoban. +++ GIP area! jangan ditiru 🔞
36.2K 5.3K 34
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...