Magicamore Arancini (Edited V...

Por beliawritingmarathon

148K 7.9K 7.3K

Aran ingin mengembalikan kebahagiaan dan selera makan Cinia menggunakan resep masakan sihir rahasia dari mend... Más

PROLOG
Chapter 1 - Cowok Pemaksa vs Cewek Keras Kepala
Bab 2 - Tumbangnya si Cowok Pemaksa
Bab 3 - Bubur Diaduk versus Bubur Nggak Diaduk
Bab 4 - Cowok Keren dari BanaNa Lovado
Bab 5 - Rahasia Dua Cowok Ganteng
Bab 6 - Ayam Woku vs Ayam Mentai
Bab 7 - Secangkir Teh dan Roti Isi Kenangan
Bab 8 - Cemburu Rasa Cokelat 80%
Bab 10 - Harga Diri dan Cokelat Rahasia

Bab 9 - Serangan Kurma Terbang

4.5K 595 455
Por beliawritingmarathon

H-5 PO ditutuuup!! 😍😍

MAKASIIIIIII

Kisah Sebelumnya :

Aran terlihat kesal ketika masuk ke rumah. Bahkan mandi pun tak bisa menenangkan gejolak cemburu mendengar nama Bana keluar dari mulut Cinia.

"Gue harus menemukan resep itu! Supaya Cinia nggak lagi mikirin cowok lain!" Aran pun menyambar masker dan bergegas bergerak menuju gudang.

Gudang jelas bukan tempat yang disukai Aran. Debu, sarang laba-laba yang sudah ditinggal penghuninya, lalu yang paling buruk ... kecoa! Biarpun Aran sadar dirinya jangkung dan berotot, tapi kecoa adalah musuh besarnya.

Aran tidak takut dengan tikus dan berani langsung memegang makhluk itu untuk dikembalikan ke habitatnya atau dia bunuh dengan cepat. Namun, kecoa? Oh, tidak! Lebih baik dirinya bersiaga dengan obat serangga ukuran jumbo di tangan.

Ragu-ragu Aran mengintip ke dalam gudang. Bau apek berkurang drastis karena masker melindunginya dengan rapat. Lampu yang menyala terang tetap tak menyingkirkan kekhawatiran yang tercipta. Dada Aran berdebar. Di tangan kanannya tergenggam Baygon yang siap disemprotkan kapan saja.

Dengan mengucap basmalah, cowok itu pun melangkah masuk. Matanya menyapu seisi gudang. Tidak terlalu banyak barang. Nonna bukan seorang kolektor. Dia lebih senang membuang atau menyumbangkan barang daripada membelinya. Nonna menerapkan sistem untuk melepas barang yang sudah tidak dipakai dalam satu tahun. Artinya, barang itu tidak sepenting itu berada di rumah. Pajang, pakai, atau lepaskan.

Akibatnya, gudang tidak banyak dipenuhi kardus-kardus. Ruangan 16 meter persegi itu terasa lengang dan sebenarnya cenderung tak terlihat seperti gudang. Hanya ada dua lemari besi dengan sekitar satu lusin kardus di dalamnya. Aran bergerak mendekat. Ada tulisan-tulisan di kardus-kardus itu.

"Album Foto"

"Gorden"

Aran pun terus membaca tulisan di kardus demi kardus. Hingga tiba-tiba matanya terpaku pada sesuatu.

"Perlengkapan Memasak."

Senyum merekah di wajah tampan cowok itu. Aran bergegas mengambil tangga yang tersandar di sudut lain gudang. Dia akan memanjat dan menurunkan kardus itu.

Ternyata tidak seberat yang Aran duga sebelumnya. Dengan perlahan cowok itu melangkah turun.

Baru tiga langkah dia turun, saat itulah, matanya bertatapan dengan makhluk yang paling tidak ingin dilihatnya. Makhluk mengerikan itu tiba-tiba melakukan ancang-ancang karena merasa terusik. Kemudian wuzzzz ... melakukan manuver terbang tepat ke wajah Aran.

Bersamaan dengan itu, ada suara jeritan membahana juga suara benda berat dan besar jatuh menghantam lantai.

Sementara di seberang rumah Aran, Cinia tampak sedikit ketakutan saat meminta tanda tangan Benny.

"Enak aja! Bapak nggak akan mau keluar uang untuk piknik! Kamu seneng-seneng, Bapak puyeng di kantor!" makinya sambil mendorong Cinia ke belakang.

Cinia sudah menduganya. "Tidak perlu bayar, Pak. Sudah pakai uang kas, kok. Hanya perlu izin saja," dustanya.

Cewek itu tidak pernah menerima sepeser pun uang dari Benny. Dia mencari uang untuk kebutuhan sehari-hari dengan berdagang secara online tanpa modal sebagai marketer. Dia juga menjual catatan pelajaran untuk digandakan pada teman-temannya yang malas mencatat. Terkadang, di musim ujian seperti ini, dia akan sibuk menerima pesanan les tambahan dari banyak orang. Baik teman sekelas, bahkan dari sekolah lain.

Dengan cara itu Cinia bisa bertahan hidup. Bapaknya tak pernah mau makan masakannya. Berangkat sangat pagi dan pulang sangat malam bahkan lebih sering tidak ada di rumah. Cinia sendiri sudah lupa rasanya bercengkrama dengan orang tua. Semua seolah dongeng yang tak akan bisa dia raih.

"Ya tetep aja! Seenaknya kamu piknik, sementara Bapak banting tulang untuk nyari makan!"

Cinia rasanya muak. Banting tulang buat nyari makan? Makan siapa? Nafkah siapa? Jika almarhum ibu masih ada, pasti Cinia sudah dibawa pergi entah ke mana. Sayangnya, Ibu meninggal saat dirinya masih berusia lima tahun. Masih terlalu muda untuk mengerti bahwa sang ayah tak menginginkannya. Dia dirawat dari saudara ke saudara sejak kecil. Tidak ada yang menyayanginya meski Cinia selalu berusaha menjadi anak yang penurut.

Hingga akhirnya, dia dikembalikan pada sang ayah di usianya yang baru dua belas tahun. Neraka bagi Cinia baru saja dimulai.

"Kamu harusnya sadar diri! Bersyukur sudah Bapak sekolahin tinggi-tinggi!"

Cinia tak menjawab.

"Bapak malu kalau anak supervisor sampai putus sekolah. Bapak mati-matian nabung supaya kamu bisa sekolah! Tapi, kamu malah seenaknya minta piknik! NGACA SANA!" Suaranya tiba-tiba melengking tinggi.

Lagi-lagi Cinia tak berani membantah. Malu dengan rekan kerja di perusahaan kontraktor perumahan, tapi terus diungkit-ungkit? Cinia memang bersyukur disekolahkan. Namun, jika diungkit terus, rasanya tetap menyebalkan.

Benny merampas kertas izin Cinia dan merobek-robek kertas itu menjadi serpihan kecil dan dilempar ke wajah gadis itu.

"Belajar aja yang bener! Nanti kalau kamu sudah kerja, bayar semua uang yang udah Bapak keluarin buat kamu!"

"Kalau mau dicicil dari sekarang juga boleh, Pak." Cinia tiba-tiba mendongak. Hatinya mendadak terasa begitu nyeri. Sudah tidak pernah mendapat makanan layak, uang sekolah semasa SMP saja segitu perhitungan. Padahal, semua uang selama SMA, Cinia sendirilah yang sudah banting tulang.

"BERANI NANTANG?!"

Saat itu Cinia sadar, tak seharusnya dia angkat bicara.

Hari Minggu itu, baik Aran maupun Cinia sibuk berdiam di rumah masing-masing. Keduanya sibuk berjibaku dengan pikiran yang terus menggerus relung hati.

Untuk apa sebenarnya mereka terus hidup?

"Aku nggak pesan jaket, ya. Tapi, aku ikut, kok pikniknya." Cinia mengangsurkan surat izinnya pada Erina pagi-pagi sebelum kehebohan di kelasnya mulai. Erina yang sedang sibuk mencatat pembayaran mendongak. Surat baru yang baru dicetaknya tadi pagi ketika Benny sudah lagi-lagi menghilang untuk dinas kantor. Pria itu tak lupa meninggalkan luka memar di beberapa bagian tubuh Cinia.

Cewek itu sudah membubuhkan tanda tangan palsu. Selama ini juga begitu. Namun, entah kenapa, sisi lain hatinya sungguh-sungguh ingin mendapatkan restu dari Benny. Seolah menyiratkan kalau masih tersisa secuil kasih untuknya dari pria itu. Akan tetapi, semua tampak sia-sia belaka. Benny tak memiliki apa pun untuk Cinia.

Tiada harta maupun cinta.

Nihil.

Cinia berusaha tidak terlalu memedulikan nyeri yang tercipta setiap kali dia bergerak. Cewek itu hendak mengeluarkan berapa ratus ribu rupiah dari dompet hasil tabungannya satu semester terakhir.

"Kamu nggak usah bayar apa pun." Erina menahan gerakan Cinia dan mendorong lembar uang itu kembali. "Jaket dan biaya piknikmu udah lunas." Erina tersenyum riang.

"Lho? Kenapa? Aku bahkan belum bayar!" Cinia terdiam ketika Erina memberikan kwitansi pelunasan biaya pada Cinia.

"Ada yang bayarin."

"Siapa?"

Erina mengangkat bahu. "Pakai Flip. Itu lho, aplikasi rekening bersama. Enggak ada nomor pengirim. Cuma ada keterangan untuk biaya jaket dan piknik Cinia. Ya udah, kan?"

"Ya, nggak bisa gitu dong! Aku harus tahu siapa yang bayarin!" Cinia terlihat tak senang.

Erina bangkit dari kursinya dan langsung menahan bahu mungil Cinia. Erina memang bukan cewek bertubuh besar, tapi tetap saja dia lebih tinggi dari Cinia.

"Harusnya kita tuh nggak usah pusing kalau nerima hadiah, kan? Artinya orang itu sayang sama kita. At least, setidaknya dia peduli." Erina menatap Cinia lekat-lekat. "Jadi, daripada kamu sewot gara-gara ada orang yang mau berbuat baik, kenapa kamu nggak bersyukur dan menerimanya aja. Jarang-jarang 'kan ada yang begini?"

Cinia menggeliat berusaha melepaskan diri dari cengkeraman cewek berparas imut berambut lurus sebahu itu.

"Denger, Cinia. Aku tahu, kamu tuh cewek yang sangat baik meski kelihatan jutek. Kamu juga sering nolongin orang diem-diem."

Cinia mengerutkan alis bingung.

"Udahlah, aku tahu, kok. Kadang kamu mungutin sampah yang terserak buat ditaruh di tempatnya. Kamu juga kadang ngambil alih tugas piket kelas saat ada yang sakit. Kadang bahkan kamu ngasih bingkisan kecil ke petugas kebersihan sekolah yang janda itu. Emangnya kamu pikir nggak ada yang sadar?" Erina tertawa pelan. "Jadi wajar 'kan kalau ada seseorang atau mungkin beberapa orang patungan buat bayarin kamu? Itu balasan atas kebaikanmu."

Kali ini Cinia menyipitkan matanya. "Apa ini kerjaanmu?"

Erina tertawa terbahak. "Aku? Enggak. Sama sekali nggak kepikir. Maksudku, jujur aku memang berencana membelikan beberapa camilan dan topi baru untukmu saat piknik nanti. Namun, sama sekali tak terpikirkan untuk bayarin kamu seutuhnya."

Cinia masih bergeming di tempatnya tak percaya.

"Yang nolongin kamu, orangnya benar-benar revolusioner, ya!"

"Visio..." Suara Cinia tercekat di tenggorokan. "BANA CANDIKAAAAAA!" Cinia tanpa sadar meneriakkan nama cowok yang baru saja memasuki kelas dengan kilau percaya dirinya seperti pagi-pagi lainnya.

Cinia langsung berlari ke arah Bana yang kini kebingungan menatap Cinia.

"Jadi kamu yang ngasih kue dan bayarin piknik juga jaketku?"

Bana terdiam.

----------------------
180222

Keinget anak sulung Shirei beberapa tahun lalu.

Yura (4 THN) : "Ma, mau makan kecoa!"
Me : "Asdffhdjal?!!"

Yura : "Itu lhooo!" (Nunjuk kurma)

(Shirei kayang) 🤣🤣🤣

Jadi itulah asal muasal judul bab ini. Lol

Btw, ada yang suka Cina? Mungkin mau dapat pesan belajar Fisika dari dia? OmG. Ahahahah

Sampai jumpa lagiii!

10 Maret 2021

TERANG... habis ini TERAAAAANG!! 

Btw, yang kelupaan Vote dan komen sangking serunya baca, jangan lupa vote dan komen juga, ya. Hehehe Makasiih

Terus, ikut acara yang di Instagram udah?

Oh, iya, Shirei mau bikin acara di WAG. Enaknya ngapain, ya? Ada ide ga?

Oh... siapa yang kayak Aran takut kecoa?

Kamu kalau ketemu kecoa enaknya gimana?

Kabur?

Teriak manggil siapa pun penghuni rumah [asal bukan yang ghoib]?

Semprot?

Injek?

Tebas pakai pedang? [Gimana?]

Kalau Shirei sih..... Kabur sambil teriak manggil suami trus nyamber baygon, semprot pas dia terbalik, injek pake sendal. Syukurlah ga punya pedang. Kalau punya mungkin sekalian dimutilasi [/nggak]

Oke... sampai jumpa besook. Shirei belom nulis bab 11. HEEEEEEEEEEEEEEEEEELP!!!

Doakan ide lancar, yaaa. mandek nih. Kurang cemungud. hix

--------------------------------

Magicamore Arancini: @magicamorearancini

Penulis: @shireishou

Publisis: @reyhan_rohman

Supported by:@wattpad_storyyyy @catatanwattpad_id @wattpad.diary @wattpadandmovie @wattpadquotes_id

Seguir leyendo

También te gustarán

493K 18.9K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
ALZELVIN Por Diazepam

Novela Juvenil

3.8M 224K 28
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
4.8M 366K 51
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
656K 35.1K 75
The end✓ [ Jangan lupa follow sebelum membaca!!!! ] ••• Cerita tentang seorang gadis bar-bar dan absurd yang dijodohkan oleh anak dari sahabat kedua...